Anda di halaman 1dari 18

LO 1.

MM eritropoesis
1.1 Definisi
Eritropoesis adalah proses pembentukan eritrosit (sel darah merah). Pada janin dan bayi proses ini
berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum
tulang. (Dorland, Edisi 31)
1.2 Mekanisme
Eritropoietin bersama-sama dengan stem cell factor, interleukin-3, interleukin-11, granulocyte -
macrophage colony stimulating factor dan trombopoietin akan mempercepat proses maturasi
stem cell eritroid menjadi eritrosit (Hoffman,2005). Secara umum proses pematangan eritosit
dijabarkan sebagai berikut :

1.Stem cell : eritrosit berasal dari sel induk pluripoten yang dapat memperbaharui diri dan
berdiferensiasi menjadi limfosit, granulosit, monosit dan megakariosit (bakal platelet).

2.BFU- E : burst-forming unit eritroid, merupakan precursor imatur eritroid yang lebih fleksibel
dalam ekspresi genetiknya menjadi eritrosit dewasa maupun fetus. Sensitivitas terhadap
eritropoeitin masih relatif rendah.

3.CFU-E : colony -forming unit eritroid, merupakan prekursor eritroid yang lebih matur dan
lebih terfiksasi pada salah satu jenis eritrosit (bergantung pada subunit hemoglobinnya.

4. Proeritroblast, eritroblast dan normoblast : progenitor eritrosit ini secara morfologis lebih
mudah dibedakan dibanding sel prekursornya, masih memiliki inti, bertambah banyak melalui
pembelahan sel dan ukurannya mengecil secara progresif seiring dengan penambahan
hemoglobin dalam sel tersebut.

5.Retikulosit : eritrosit imatur yang masih memiliki sedikit sisa nukleus dalam bentuk
poliribosom yang aktif mentranslasi mRNA, komponen membran sisa dari sel prekursornya, dan
hanya sebagian enzim, protein serta fosfolipid yang diperlukan sel selama masa hidupnya.
Selelah proses enukleasi, retikulosit akan memasuki sirkulasi dan menghabiskan sebagian 7
waktu dalam 24 jam pertamanya dilimpa untuk mengalami proses maturasi dimana terjadi
remodeling membran, penghilangan sisa nukleus, dan penambahan serta pengurangan protein,
enzim, dan fosfolipid. Setelah proses ini barulah eritrosit mencapai ukuran dan fungsi optimalnya
dan menjadi matur (Munker, 2006).

1.3 Morfologi
Dicatatan dan di hp

1.4 Faktor pembentuk eritropoesis


Proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis) memerlukan
1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, Normoblast
2. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin b12,asam folat, protein, dan lain-lain
3. Mekanisme regulasi: faktor peryumbuhan hemapoietik dan hormon eritropotein
Eritrosit hidup dan beredar dalam dadah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari.
Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi
oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelumnya maka proses ini disebut
sebagai Hemolisis.

LO 2. MM hemoglobin
2.1 definisi & fungsi
Defenisi : pigmen merah pembawa oksigenn pada eritrosit, dibentuk oleh eritrosit yang
berkembang dalam sumsum tulang. ( Dorland)
Fungsi :
1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan - jaringan tubuh.
2. Mengambil oksigen dari paru- paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan- jaringan tubuh
untuk dipakai sebagai bahan bakar.
3. Membawa karbondioksida dari jaringan -jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru -
paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat
diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal
kekurangan darah yang disebut anemia (Widayanti, 2008).

2.2 struktur
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul
organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin
chain) yang terhubung satu sama lain

Struktur tetramer hemoglobin yang umum dijumpai adalah sebagai berikut: HbA (hemoglobin
dewasa normal) = α2β2, HbF (hemoglobin janin) = α2γ2, HbS (hemoglobin sel sabit) = α2S2
dan HbA2 (hemoglobin dewasa minor) = α2δ2.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23099/4/Chapter%20II.pdf)

Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu
atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi
disebut heme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan
hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi
melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat ini pula yang
menjadikan darah kita berwarna merah. ( murray.2003)

2.3 biosintesis

Hemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah, suatu
protein yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro
eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika
retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka
retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari
berikutnya. Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA, yang
dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol.
Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang kemudian
bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme.
Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang
disebut globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit hemoglobulin yang
disebut rantai hemoglobin. Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit hemoglobin
yang berbeda, bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptida. Tipe-tipe rantai
itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk hemoglobin yang
paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua
rantai alfa dan dua rantai beta.

I. 2 Suksinil-KoA + 2 glisin
II. 4 pirol → protoporfirin IX
III. protoporfirin IX + Fe++ → Heme
IV. Heme + Polipeptida → Rantai hemoglobin (α atauß )
V. 2 rantai α + 2 rantai ß →hemoglobin A
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera
difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel kupffer),
limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag
akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin, yang masuk kembali ke dalam darah
dan diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang untuk membentu sel darah merah baru,
atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk faritin. Bagian porfirin
dari molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi bilirubin yang disekresikan
hati ke dalam empedu.
(Guyton & Hall, 1997)
LO 2.5 Reaksi Oksigen dengan Hemoglobin
Dinamika reaksi hemoglobin dengan O2 menjadikannya sebagai pembawa oksigen
yang sangat tepat. Pada orang dewasa normal,sebagian besar molekul hemoglobin
mengandung dua rantai dan dua rantai . hem adalah suatu kompleks yang dibentuk dari
satu porfirin dan satu atom besi fero. Masing-masing dari keempat atom besi dapat
mengikat satu molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap ada dalam bentuk fero
sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi
oksidasi. Reaksinya lazim ditulis Hb + O2 HbO2. Karena setiap molekul hemoglobin
mengandung empat unit Hb, molekul ini dapat dinyatakan sebagai Hb4, dan pada
kenyataannya bereaksi dengan empat molekul O2 membentuk Hb4O8.
Hb4 + O2 Hb4O2
Hb4O2 + O2 Hb4O4
Hb4O4 + O2 Hb4O6
Hb4O6 + O2 Hb4O8
Reaksi ini berlangsung cepat, dan membutuhkan waktu kurang waktu kurang dari
0,01 detik. Deoksigenas (reduksi) Hb4O8 juga berlangsung sangat cepat.

LO 2.6 Kurva Disosiasi


Sumber : blogs.unpad.ac.id

Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen , yaitu kurva yang menggambarkan hubungan


persentase saturasi kemampun hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2, memiliki bentuk
sigmoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus hem
pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus hem kedua terhadap O2,
dan oksigenasi gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya
sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2 keempat berkali-kali lebih besar dibandingkan
reaksi pertama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan antara oksigen dan hemoglobin
adalah suhu, pH, dan 2,3 bifosfogliserat. Peningkatan pada suhu dan penurunan pH
akan menggeser kurva ke kanan. Jika kurva bergeser kanan maka akan diperlukan
PO2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Penurunan suhu
dan peningkatan pH menggeser kurva oksigen ke kiri dimana diperlukan lebih sedikit
PO2 untuk mengikat sejumlah O2. Berkurangnya affinitas terhadap O2 ketika pH darah
turun sering disebut sebagai reaksi Bohr
2,3 bifosfogliserat banyak terdapat pada eritrosit, merupakan suatu rantai anion
bermuatan tinggi yang berikatan pada β-deoksihaemoglobin. Peningkatan 2,3
bifosfogliserat akan menggerser kurva ke kanan yang akan mengakibatkan banyak O2
yang dilepas ke jaringan. 2,3 bifosfogliserat akan menurun jika pH darah turun akibat
dari terhambatnya proses glikolisis. Hormon tiroid, pertumbuhan dan androgen akan
meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat
Mendaki ke prmukaan yang lebih tinggi akan meningkatkan kadar 2,3
bifosfogliserat sehingga terjadi peningkatan penyediaan O2 pada jaringan, hal ini
terjadi karena meningkatnya pH darah.
Kadar 2,3 bifosfogliserat akan meningkat pada anemia dan penyakit yang
menimbulkan hipoksia kronik. Keaadaan ini akan memudahkan pengangkutan O2 ke
jaringan melalui peningkatan PO2 saat O2 dilepaskan di kapiler perifer.

LO 3 Memahami dan Menjelaskan Anemia


3.1 definisi & etiologi
Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai .Anemia ialah keadaan
dimana masa eritrosit tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin,
eritrosit dan hematocrit. (Bakta, 2006)

Etiologi : di catatan

3.2 klasifikasi
Berdasarkan Morfologi
a. Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah ataudestruksi darah yang
berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulangharus bekerja lebih keras lagi dalam
eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah
tepi. Padakelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal sertamengandung
hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individumenderita anemia. Anemia ini dapat
terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia,
alkoholism,dan anemia pada penyakit hati kronik.
b. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normaltetapi normokrom
karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal inidiakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNAseperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau
asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada
metabolisme sel
c. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobindalam jumlah yang
kurang dari normal. Hal ini umumnyamenggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi),
seperti pada anemiadefisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik,
ataugangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobinabnormal
kongenital)

Mikrositer
Kadar Normositer normokrom Makrositer
hipokrom
MCV < 80 fl 80 – 95 fl > 95 fl
MCH < 27 pg 27 – 34 pg -
1. Anemia pasca
Megaloblastik
perdarahan
1. Anemia defisiensi folat
2. Anemia aplastik –
1. Anemia 2. Anemia defisiensi vit
hipoplastik
defisiensi besi B12
3. Anemia hemolitik
2. Thalasemia
4. Anemia penyakit
Jenis 3. Anemia Nonmegaloblastik
kronik
penyakit penyakit a) Anemia penyakit
5. Anemia mieloptisik
kronik hati kronik
6. Anemia gagal ginjal
4. Anemia b) Anemia hipotiroid
7. Anemia mielofibrosis
sideroblastik c) Anemia sindroma
8. Anemia sindrom
mielodisplastik
mielodisplastik
9. Anemia leukimia akut

Klasifikasi anemia menurut Etiopatogenesis


1. Karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
- Anemia aplastic
- Anemia mieloplastic
- Anemia pada keganasan hematologi
- Anemia diseritropoietik
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
- Anemia akibat kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal ginjal kronik.
2. Anemia akibat Hemoragi
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik
3. Anemia Hemolitik
a. Intrakorpuskular
- Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
- Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : akibat defisiensi G6PD
- Gangguan Hemoglobin (Hemoglobinopati) :
a. Thalasemia
b. Hemoglobinopati structural : HbS, HbE, dll.
b. Ekstrakorpuskular
- Anemia hemolitik autoimun
- Anemia hemolitik mikroangiopatik,dll
c. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang
kompleks.

3.3 manifestasi klinik


dicatatan+dihp

3.4 pemeriksaan fisik & laboratorium


pem.fisik ( bakta.2006 hal 18)
pem. Lab (di catatan)

LO 4 memahami dan menjelaskan anemia defisiensi besi


4.1 definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya vadangan besi
dalam tubuh sehingga penyediaan eritropoiesis berkurang yang pada akhirnya
pembentukan HB berkurang. Kelainan ini ditandai oleh:
 Anemia hipokromik mikrositer
 Besi serum menurun
 TIBC (Total serum binding capacity) meningkat
 saturasi transferin menurun
 feritin serum menurun
(Bakta, 2006)

4.2 etiologi
Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun, yang dapat berasal dari :
- Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, kanker lambung, kanker kolon,
diverticulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau merrorhagia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran nafas : hemopto
1. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, kualitas besi yang
tidak baik (makanan berserat, rendah vitamin c dan rendah daging).
2. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan.
3. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.
(Bakta, 2006)

4.3 Patofisiologi
Pembentukan Hemoglobin

Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang. Dalam keadaan biasa (tidak ada
anemi, tak ada infeksi, tak ada penyakit sumsum tulang), sumsum tulang memproduksi
500x109 sel dalam 24 jam. Hb merupakan unsur terpenting dalam plasma
eritrosit.(37,38) Molekul Hb terdiri dari 1.globin, 2. protoporfirin dan 3. besi (Fe). Globin
dibentuk sekitar
ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar mitokondria. Besi didapat dari transferin.
(37,39)
Dalam keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang yang berinti adalah sel berinti pembentuk
eritrosit. Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya tampak berkelompok-kelompok dan
biasanya tidak masuk ke dalam sinusoid.(40,41)
Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin.

Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya


eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya
(hipokrom).(21,37,42)
Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan Hb dapat
disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam darah. Hal ini dapat disebabkan oleh 1. kurang
gizi, 2. gangguan absorbsi Fe (terutama dalam lambung), 3. kebutuhan besi yang meningkat
akan besi (kehamilan, perdarahan dan dalam masa pertumbuhan anak). Sehingga
menyebabkan rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini dapat dimengerti karena sel
eritrosit berinti maupun retikulosit hanya memiliki
reseptor transferin bukan reseptor Fe.(37,38)

metabolisme besi

Sebagian dari transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero
diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makan mengandung vitamin atau
fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang larut , sedangkan fosfat, oksalat dan
fitat menghambat absorpsi besi.(43,44)
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada
pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron
pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesis hemoglobin. Jadi di dalam tubuh yang normal
kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel kulit
yang terkelupas dan karena perdarahan sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang
berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.(38,43)
Kebutuhan rata-rata zat besi per hari : (45)

- 0-6 bulan 3 mg
- 7-12 bulan 5mg
- 1-3 tahun 8 mg
- 4-6 tahun 9 mg
- 7-9 tahun 10 mg
- 10-12 tahun pria : 14 mg wanita : 14 mg
- 13-15 tahun 17 mg 19 mg
- 16-19 tahun 23 mg 25 mg
- hamil : + 20 mg
- menyusui : 0-12 bulan + 2 mg

Jumlah zat besi pada bayi kira-kira 400mg yang terbagi sebagai berikut : (38)

- massa eritrosit 60%


- feritin dan hemosiderin 30%
- mioglobin 5-10%
- hemenzim 1%
- besi plasma 0,1%

Pengeluaran besi dari tubuh yang normal adalah :

- bayi 0,3-0,4 mg/hari


- anak 4-12 tahun 0,4-1mg/ hari
- wanita hamil 2,7 mg/hari

Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya, karena besi
dipergunakan untuk pertumbuhan.

4.4 manifestasi klinis


Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1. Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar
hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu, cepat lelah,
mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena
penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom
anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar
hemoglobinnya terjadi lebih cepat.

2. Gejala khas akibat defisiensi besi


- Koilonychia: kuku sendok (spoon nail)  kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
- Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
- Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwarna pucat keputihan
- Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly: kumpulan gejala yang
terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
3. Gejala penyakit dasar
Dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi
tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia,
parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.
(Bakta, 2006)

Sumber : www.funscrape.com Sumber : angelangeljs.blogspot.com

4.5 diagnosis dan diagnosis banding


Anamnesis
Penting pada anamnesis untuk menanyakan hal- hal yang mengindikasikan adanya kausa
dari anemia defisiensi besi. Hal penting untuk ditanyakan misalnya:
- Riwayat gizi
- Anamnesis lingkungan
- Pemakaian obat
- Riwayat penyakit
- Pada remaja khususnya wanita bisa ditanyakan perdarahan bulananya

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang
mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek anemia
terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan berbagai
kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemic.

Pemeriksaan laboratorium
Jenis Nilai
Pemeriksaan
Hemoglobin Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal berdasarkan
jenis kelamin pasien
MCV Menurun (anemia mikrositik)
MCH Menurun (anemia hipokrom)
Morfologi Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell
Ferritin Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE
sehingga kadar Ferritin secara tidak langsung menggambarkan
konsentrasi kadar Fe. Standar kadar normal ferritin pada tiap center
kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum normal tidak
menyingkirkan kemungkinan defisiensi besi namun kadar ferritin
>100 mg/L memastikan tidak adanya anemia defisiensi besi
TIBC Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350 mg/L
(normal: 300-360 mg/L )
Saturasi Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)
transferrin
Pulasan sel Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai sedang
sumsum dengan normoblas kecil. Pulasan besi dapat menunjukkan butir
tulang hemosiderin (cadangan besi) negatif. Sel-sel sideroblas yang
merupakan sel blas dengan granula ferritin biasanya negatif. Kadar
sideroblas ini adalah Gold standar untuk menentukan anemia
defisiensi besi, namun pemeriksaan kadar ferritin lebih sering
digunakan.
Pemeriksaan Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga diperiksa,
penyait dasar misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan telur cacing tambang,
pemeriksaan darah samar, endoskopi, dan lainnya.
Sel pensil

Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
enjadi 3 tingkatan, yaitu :
- Deplesi besi adalah penurunan cadangan besi tanpa diikuti penurunan kadar besi
serum. Deteksi dari tingkatan ini adalah dengan menggunakan teknik biopsi atau
dengan pengukuran ferritin. Karena absorpsi besi berbanding terbalik dengan
cadangan besi, maka terjadi peningkatan absorpsi besi pada fase ini.
- Eritropoiesis defisiensi besi dikatakan ada ketika cadangan besi habis namun kadar
hemoglobin dalam darah masih dalam batas bawah normal. Dalam fase ini,
beberapa abnormalitas dalam pemeriksaan laboratorium dapat dideteksi, terutama
menurunnya saturasi transferrin serta meningkatnya total iron-binding
capacity. Meningkatnya protoporfirin eritrosit bebas dapat dilihat di pertengahan
dan akhir dari fase ini. Mean corpuscular volume (MCV) biasanya masih dalam
batas normal walaupun sudah terlihat beberapa mikrosit pada hapusan darah.
- Ketika konsentrasi hemoglobin menurun hingga di bawah batas normal, anemia
defisiensi besi terjadi. Pada fase ini, kadar enzim yang mengandung besi seperti
sitokrom juga menurun.

(diagnosis banding)
a. Anemia penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan
metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya
penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi
sumsum tulang masih cukup.
b. Thalasemia
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak
atau umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.
c. Anemia sideroblastik
Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.

Anemia Anemia akibat Thalassemia Anemia


defisiensi besi panyakit sideroblastik
kronik
MCV Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N
MCH Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N
Besi serum Menurun Menurun Normal Normal
TIBC Meningkat Menurun Normal / Normal /
Meningkat Meningkat
Besi sumsum tulang Negatif Positif Positif kuat Positif dengan
ring
sideroblastik
Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal Normal
eritrosit
Elektroforesis Hb Normal Normal Hb.A2 Normal
meningkat

4.6 tata laksana


( buku bakta 2006, hal 36)

4.7 komplikasi
- Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa
membesar. Jantung yang membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga
terjadilah gagal jantung.
- Gangguam kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir
rendah.
- Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.
- Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.
- Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada
berdebar.

4.8 pencegahan
( buku bakta 2006, hal 38)

4.9 prognosis
Prognosis baik apabila penyebab anemia hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan
sebagai berikut:
 Diagnosis salah
 Dosis obat tidak adekuat
 Preparat fe tidak kuat atau kadaluarsa
 Kausa anemia Defisiensi besi yang belum teratasi

Anda mungkin juga menyukai