Anda di halaman 1dari 14

RANGKUMAN MATERI KULIAH

KEPERAWATAN BENCANA

Merupakan Salah Satu Tugas Individu


Mata Kuliah Keperawatan Bencana

Disusun Oleh :

AKHMAD FURQONUDIN
NIP: 2016727052
Kelas III B Program Transfer

PRODI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2017-2018
KEPERAWATAN BENCANA

Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan (Permenkes No 19
Tahun 2016), kasus kegawat daruratan dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan
terjadi pada siapa saja, seperti serangan jantung dan kejadian trauma akibat
kecelakaan lalu lintas, kecelakan kerja ataupun yang lainnya (AGD Dinkes DKI
Jakarta, 2015).
Bencana adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit atau cedera melebihi
kemampuan sistem gawat darurat yang tersedia dalam memberikan perawatan
adekuat secara cepat dalam usaha meminimalkan kecacadan atau kematian
(korbanmassal), dengan terjadinya gangguan tatanan sosial, sarana, prasarana
(Bencana kompleks bila disertai ancaman keamanan). Bencana merupakan
fenomena yang terjadi secara tiba-tiba yang membawa dampak sangat parah pada
lingkungan tempat tinggal dan memerlukan bantuan dari luar komunitas kejadian
(WHO, 2004).

Bencana mungkin disebabkan oleh ulah manusia atau alam. Keberhasilan


pengelolaan bencana memerlukan perencanaan system pelayanan gawat darurat
lokal, regional dan nasional, pemadam kebakaran / tim rescue, petugas hokum dan
masyarakat. Kesiapan rumah sakit serta kesiapan pelayanan spesialistik harus
disertakan dalam mempersiapkan perencanaan bencana. Secara nasional kegiatan
penanggulangan gawat darurat sehari-hari maupun dalam bencana diatur dalam
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT S/B) yang harus
diterapkan oleh semua fihak termasuk masyarakat awam, dibagi kedalam
subsistem prarumah sakit, rumah sakit dan antar rumah sakit. Tercatat pada Data
Informasi Bencana Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Indonesia (BNPB) tahun 2002 kejadian bencana 212 dan pada tahun 2017
sejumlah 1911 kejadian.

Hodget & Jones (2002) mengatakan bahwa faktor yang mendukung keberhasilan
dalam pengelolaan bencana adalah management bencana, dan salah satu syarat
sukses dalam management bencana adalah tenaga kesehatan. Perawat adalah
salah satu bagian dari tenaga kesehatan yang paling banyak dibutuhkan saat
bencana. Masih teringat saat bencana Tsunami di Aceh, para perawat banyak yang
dikirim ke Aceh untuk membantu memberikan pertolongan medis dan asuhan
keperawatan. Bantuan/pertolongan yang dibutuhkan oleh masyarakat yang terkena
gempa tidak selalu makanan, minuman ataupun shelter sementara, namun ada satu
bidang profesi yang sangat mereka butuhkan yaitu hadirnya tenaga kesehatan.
Profesi keperawatan menjangkau segala aspek (biologis, psikologis dan spiritual)
dan pelayanan keperawatan dapat mencakup segala kondisi, dimana pemberian
asuhan keperawatan tidak hanya dilakukan diarea rumah sakit atau pelayanan
kesehatan, namun harus bisa memberikan asuhan keperawatan dalam kondisi
siaga tanggap bencana. Perawat dituntut untuk terus meningkatkan pengetahuan
dan kemampuanya dalam memberikan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian
sampai dengan evaluasi. Berikut akan dijelaskan tentang sistem asuhan
keperawatan saat bencana.

A. Rapid Health Assesment (pengkajian cepat masalah kesehatan


dikomunitas saat bencana)
Indonesia merupakan negara yang plaing sering mengalami bencana gempa
bumi dan gunung meletus (gunung berapi), hal ini dikarenakan letak geologi
Indonesia yang berda dilingkungan cincin api yang menunjuk pada lokasi
melingkar rangankaian gunung berapi, selain itu indonesia merupakan titik
pertemuan dua lempengan bumi yaitu pasifik dan hindia.

Ketika terjadi bencana, masyarakat yang terkena bencana memerlukan


pelayanan dan perlindungan berdasarkan standar pelayanan minimun mulai
dari pencarian, peyelamatan, evakuasi, pertolongan daeurat, pemenuhan
kebutuhan dasar korban bencana meliputi pangan, sandang, air bersih, dan
sanitasi, pelayanan kesehatan dan hunian sementara (shelter). Adapun masalah
yang muncul ketika tanggap darurat adalah waktu yang snagat singkat,
kebutuhan yang mendesak, dan berbagai kesulitan koordinasi.

Pada saat bencana terjadi, diharapkan pelayanan keperawatan dapat diberikan


secara cepat, tepat, akuntabel, dan perawatan dikomunitas perlu memiliki
kemampuan handal dalam melakukan pengkajian cepat saat kondisi bencana
dengan membuat perencanaan pengkajian cepat yaitu:
1. Pengkajian komunitas
Pengkajian rapid health assesment dikomunitas tentang batas-batas area
disaster, jumlah penduduk yang terkena dampak, kemungkinan bahaya
selanjutnya (second disaster, dan angka kematian dan kesakitan dapat
dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan data masalah
kesehatan seperti:
a. Winshield survey
Adalah pengambilan data dimasyarakat dengan cara jalan jalan
mengelilingi area wilayah yang bersangkutan. Yang diperhatikan
adalah batas batas area bencana, kondisi geographis, fasilitas umum
(jenis, jumlah, pemanfaatan). Hasil dari winshield survey adalah peta
wilayah sederhana mengambarkan kondii wilayah dan fasilitas umum.

b. Observasi
Adalah melihat dan mendokumentasikan kondisi sesungguhnya
bencana yang sednag terjadi. Observasi dilakukan dalam rangka
memperkuat data masalah. Perawat langsung melakukan observasi
menggunakan alata perekan sederhanan seperti: HP atau kamera saku.

c. Wawancara
Wawancara sederhana dapat dilakukan dengan beberapa orang
masyarakat, petugas yang bertanggung jawab dengan wilayahyang
bersangkutan seperti: kepala desa, RT, petugas Puskesmas dan Kader.

d. Data sekunder
Data ini diperoleh dari petugas lain yang menangani korban bencana,
laporan puskesamas, kelurahan dan dinas kesehatan.

2. Analisa data
Bertujuan untuk mengelompokan data masalah kesehatan sesuai kelompok
masalahnya sehingga dapat ditegakan diagnosa keperawatanya.

3. Diagnosa keprawatan komunitas


Berdasarkan rapat kerja ikatan perawat kesehatan komunitas indonesia
(IPKKI) dijakarta tahun 2011 disepakati bahwa diagnosa keperawatan
komunitas adalah diagnosa tunggal, tanpa etiologi.

4. Rencana tindakan keperawatan komunitas


Bertujuan untuk mengatasi masalah kesehatan. Rencana tindakan harus
memperhatikan strategi implementasi di masyarakat, yaitu: pendidikan
kesehatan, strategi kelompok, dan kerjasama (partership). Rencana
kegiatan dibuat secara sederhana agar lebih mudah dipahami oleh korban
bencana dan petugas lainnya.

5. Strategi implementasi
a. Pendidikan kesehatan
Dilakukan dalam bentuk penyuluhan kesehatan, demonstrasi
keterampilan dalam mengatasi masalah kesehtan masyarakat, seperti:
penyuluhan diare, membuat larutan gula garam dst.penyuluhan dan
demostrasi dilakukan oleh perawat dengan alat dan bahan yang sedang
yang sederhana. Penyuluhan dibuat semenarik mungkin, sebelum dan
sesudah penyuluhan dilakuka pretestuntuk mengetahui sejauhmana
tingkat pemahaman masyarakat tentang penyuluhan dan demosntrasi
yang dilakukan perawat. Pretest dan post test dapat diberikan dalam
bentuk pertanyaan lisan.

b. Strategi kelompok
Strategi kelompok adalah membentuk kelompok dimasyarakat dalam
mengatsi masalah kesehatannya.strategi kelompok bertujuan agar
masyarakat dapat saling berbagi pengetahuan pengalaman, dan
keterampilan serta saling memotivasidalam kebehasilan memecahkan
masalah kesehatan, dalam bentuk peer group dll.

c. Kerjasama
Strayegi kerjasama adalah untuk memenfaatkan instasi dan profesi
laindalam mengatasi masalah kesehatan dimasyarakat. Kerjasama
partner ship: lintas program (ahli gizi, kesling), lintas sektor (TNI,
polri, diknas dan LSM). Lewin ( 1958 dalam ervin 2002) mengatakan
bahwaperubahan terjadi melalui 3 tahap yaitu: unfreezing yang
bertujuan untuk membuat masyarakat siap menerima perubahan,
change yaitu tahap dimana masyarakat mampu melaksanakan
perubahan positif sesuai dengan rrencana kegiatan dan refreezing yaitu
tahap dimana masyarakat sudah stabil dengan perubahan baru.

6. Evaluasi
Evaluasi bertujuan untu melihat efektifitas dan efisiensi program yang
sedang atau telah dilaksanakan (ervin, 2002). Evaluasi dapat
mengidentifikasi masalah dan keterbatasn program yang dilakukan.
Evaluasi dapat dilakukan saat program sedang berlangsung atau setelah
program terlaksana. Menurut marquis dan houston (2006) bahwa
controling terdiri dari quality control, instrumen evaluasi dan disiplin.
Evaluasi akhir dilaksanakan dalam bentuk lokakarya kedua untuk
membahas tingkat pencapaian dan keberhasilan mengatasi maslaah
kesehatan dan rencana tindak lanjut.

B. Masalah Primer Yang Muncul Akibat Bencana


1. Masalah sandang
Masalah sandang atau pakaian ini muncul karena bmecana bisa dtang
kapan saja sehingga korban tidak akan smepat untuk memperhatikan
pakaian seperti ketika bencana banjir atau tsunami datang.

2. Masalah pangan
Masalah oangan atau makanan, pada saat bencana terjadi banyak lahan
pertanian atau bahan makanan yang tidak bisa terselamat kan, untuk itu
korban bencana memerlukan kebutuhan pangan dan bahan makanan.

3. Masalah papan
Masalah papan atau tempat tinggal dimana ketika terjadi becana seperti
gempa bumi banyak infra struktur yang hancur termasuk tempat tinggal.

4. Masalah kesehatan
Masalah kesehatan yang timbul sebagai dampak dari bencana. Kerusakan
tempat tinggal tidak tersdianya air bersih, kehilangan mata pencaharian
dan lain-lain yang menimbulkan ketidakmampuan korban bencana untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya terutama kebutuhan pangan dan air bersih.

C. Kegiatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Untuk Masyarakat ( Bio, Psiko,


Sosial, Cultural Dan Spritual)
1. Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat saat bencana
Perawat ditempat bencana harus bisa menilai air bersih layak konsumsi
(bersih, bening, tidak berbau, dan tidak berasa)dan memetakan serta
bekerjasama dengan instasi terkait untuk pemenuhan kebutuhan
tersebut, karena jika kebutuhan air tidak terpenuhi segera
dikhawatirkan resiko resiko yang lain akan muncul seperti resiko
penyebaran penyakit dan resiko dehidrasi pada korban bencana.
Sumber air bisa didapatkan dari hulu atau mata air gunung yang tidak
tercemar tapi mudah aksesnya untuk mrlakukan penggalian mata air
baru, tergantung darimana yang lebih mudah dan lebih lebih cepat
pengadaanya.

2. Pemenuhan kebutuhan toilet umum untuk masyarakat saat becana


Kebutuhan toilet ini merupkan kebutuhan yang sangat mendasar bagi
pengungsi, ketersediaan dan keberishan dalaha hal yang utama.
Pengadaan toilet umum bisa dilakukan oleh perawat dengan
bekerjasama dengan instansi terkait misalnya dengan dinas kebersihan
atau instansi lainnya yang lebih fokus dengan hal ini. Jarak spetitank
dengan sumber air minun >10 meter.

3. Pemenuhan kebutuhan berobat


Perawat komunitas sebagai petugas kesehatan dilapangan harus bisa
melakukan pengobatan sederhana saat bencana. Diawali tindakan triage
yang memakai kode yaitu:
a. Merah : paling penting , prioritas utama., keadaan yang mengancam
kehidupan, sebagian besar pasien mengalami hypoksia syok, trauma
dada, pendarahan internal, trauma kepala, dengan kehilangan
kesadaran, luka bakar derajat 1-II.
b. Kuning: penting prioritas kedua, meliputi injury dengan efek
siatematik namun belum jatuh kedalam keadaan syok, karena dalam
kondisi ini pasien dapat bertahan selama 30-60 menit.
c. Hijau: prioritas ketiga termasuk dalam kategori ini adalah fraktur
tertutup, luka bakar minor, laserasi, kontusio, ablasio dan dislokasi
d. Hitam: meninggal dunia

4. Pemenuhan kebutuhan makanan sehat saat bencana


Makanan sehat sangat diperlukan untuk meningkatkan gizi, supaya para
korban segera sembuh dan terbebas dari penyakit. Oleh karena itu dilokasi
bencana dibuat dapur umum yang harus memperhatikan lokasi yaitu:
a. Dalam menentukan lokasi dapur umum hendaknya memperhatikan
hal-hal berikut:
- Dekat dengan posko atau penampungan secara mudah dikunjungi
dan muda dicapai.
- Higienis dan lingkungan cukup memadai
- Aman dari bencana
- Dekat dengan transportasi umum
- Dekat dengan sumber air

b. Pendistribusian makanan kepada korban bencana alam antara lain:


- Distribusi dilakukan dengan dengan menggunakan kartu distribusi
- Lokasi empat pendistribusian yang aman dan mudah dicapa oleh
para korban.
- Waktu pendistribusian yang konisten dan tepat waktu
- Waktu pendistribusian yang konsisten dan tepat waktu
- Pengambilan jatah sebaiknya dilakukan oleh kepala keluarga atau
perwakilan sesuai dengan kartu distribusi yang syah.
- Pembagian makanan bisa mneggunakan daun, piring, kertas atau
sesuai dengan pertimbangan aman, capat, praktis dan sehat

5. Pemenuhan kebutuhan shelter saat bencana


Setiap orang membutuhkan shelter tempat istirahat dan tidur agar
mempertahankan status kesehatannyapada tingkat yang optimal. Shelter
berfungsi sebagai tempat yang aman untuk berkumpul dan istirahat bagi
korban bencana. Shelter juga berfungsi sebagai tempatbrmain untuk anak-
anak untuk mengurangi stress pada anak. Perawat harus mampu mengkaji
lokasi pendirian shelter yang aman.

6. Pemenuhan kebutuhan tempat dan sarana ibadah yang sederhana


Ketersediaan tempat ibadah sederhana sangat dibutuhkan oleh korban,
untuk meningkatkan kesadaran spiritual korban.

D. Peran Serta Untuk Tindakan Pencegahan ( Second Disaster)


Second disaster adalah bencana yang terjadi setelah penanganan bencana
seperti: munculnya penyakit menular, infeksi, kekacauan, dalam distribusi
makan dan obat-obatan, logistik, dan relawan diluar prediksidan tindakan
relokasi yang tidak sesuai dengan keinginan korban bencana.peran serta
perawat dalam second disaster adalah memberikan edukasi kepada korban
tentang pencegahan infeksi menular, pengaturan bantuan dari donatur, dan
manfaat relokasi.

Pada umumnya masalah kesehatan pasca gempa dapat dibagi menjadi:


1. Penyakit akut saat bencana
Yaitu penyakit yang berhubungan langsung dengan bencana yang terjadi
misalnya cedera kepala dan patah hidung

2. Penyakit ikutan pada beberpa minggu pasca bencana


Penyakit ini misalnya ; malaria, DBD, diare dan penyakit kulit, ISPA,
leptospirosis dan thypoid

E. Edukasi Masyarakat Saat Bencana


Edukasi yang dapat dilakukan perawat saat terjadi bemcana antara lain
a. Cara penyelamatan diri bila terjadi gempa susulan dengan memberikan
materi pertolongan pertama
b. Komunikasi dan transportasi dalam hal evakuasi korban
c. Pelaporan pada petugas yang ada pada posko pemeriksaan kesehatan jika
ditemukan korbn yang belum dievakuasi

F. Pendidikan Kesehatan Penanggulangan Bencana


Bencana merupakan kejadian luar biasa yang menyebabkan kerugian besar
bagi manusia dan lingkungan dimana hal itu berada di luar kemampuan
manusia untuk dapat mengendalikannya (Kurniayanti, 2012). Sebagian besar
masyarakat Indonesia tinggal di wilayah yang rentan terhadap bencana alam,
termasuk gempa bumi. Bencana gempa yang diikuti dengan pengungsian
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan; namun demikian, pelayanan
kesehatan pada kondisi bencana sering menghadapi kendala, antara lain akibat
rusak atau tidak memadainya fasilitas kesehatan. Potensi bencana alam dengan
frekuensi yang cukup tinggi lainnya adalah bencana hidrometerologi, yaitu
banjir, longsor, kekeringan, puting beliung dan gelombang pasang (Widyatun
dan Zainal, 2013).
Dampak bencana yang ditimbulkan dapat berupa kematian masal,
terganggunya tatanan psikologis masyarakat, pengangguran, kemiskinan,
kriminalitas, keterbelakangan dan hancurnya lingkungan hidup masyarakat.
Begitu besarnya risiko yang ditimbulkan oleh bencana ini, maka penanganan
bencana menjadi sangat penting untuk menjadi perhatian dan tugas kita
bersama.Hodgetts & Jones (dalam Kurniayanti, 2012) mengatakan bahwa
faktor yang mendukung keberhasilan dalam pengelolaan bencana adalah
manajemen bencana. Permasalahan yang terjadi pada semua tahapan
manajemen bencana mulai dari respon akut, recovery, rekonstruksi,
pencegahan, mitigasi, maupun kesiapsiagaan. Salah satu syarat sukses dalam
manajemen bencana adalah tenaga kesehatan dalam perannya sebagai
edukator.
Pendidikan kesehatan tentang kesiapsiagaan bencana sebagai bagian mitigasi
otomatis merupakan bagian dari kesiapsiagaan. Pendidikan kesehatan tentang
bencana sangat penting dan mempunyai tujuan akhir mengubah sikap dan
tindakan ke arah kesadaran untuk melakukan kesiapsiagaan bencana (Afifah
dkk, 2014). Kesiapsiagaan terbagi kedalam tiap tahapan bencana.
Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-bencana, tahap
serangan, tahap emergensi dan rekonstruksi (Kurniayanti, 2012).

1. Tahapan Pra Disaster ,


Durasi waktunya saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau
impak. Tahap ini dipandang sebagai tahap strategis karena pada tahap ini
masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya
kelak. Latihan yang perlu diberikan kepada masyarakat awam khusus
dapat berupa : kemampuan minta tolong, kemampuan menolong diri
sendiri, menentukan arah evakuasi yang tepat, memberikan pertolongan
serta melakukan transportasi. Peran tenaga kesehatan dalam fase pra
bencana adalah :
 Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang
berhubungan dengan penanggulangan ancaman bencana untuk tiap
fasenya.
 Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah,
organisasi lingkungan, PMI, maupun lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan stimulasi persiapan menghadapi bencana
kepada masyarakat.
 Tenaga kesehatan terlibat dalan program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana.
2. Tahapan Bencana
Waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu bahkan
bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serangan
berhenti. Peran tenaga kesehatan pada fase bencana adalah :
 Bertindak cepat
 Tidak menjanjikan apapun secara pasti dengan maksud memberikan
harapan yang besar pada korban selamat
 Berkonstrasi penuh terhadap apa yang dilakukan.
 Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok
yang menanggulangi bencana.
3. Tahapan Emergensi
Dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang pertama. Tahap
emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada
tahap ini korban memerlukan bantuan dari tenaga medis , spesialis, tenaga
kesehatan gawat darurat, awam khusus yang terampil dan tersertifikasi.
Diperlukan bantuan obat-obatan, balut bidai dan alat evakuasi, alat
tranportasi yang efisien dan efektif, alat komunikasi, makanan dan
minuman, pakaian dan sebagainya. Diperlukan mini hospital di lapangan,
dapur umum dan manajemen perkemahan yang baik agar kesegaran udara
dan sanitasi lingkungan terpelihara dengan baik. Peran tenaga kesehatan
ketika fase emergensi adalah :
 Memfasilitasi jadwal konsul dan cek kesehatan sehari-hari
 Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS.
 Mengevaluasi kebutuhan harian
 Membantu ketersediaan obat-obatan, makanan khusus bayi, peralatan
kesehatan, dsb.
 Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri
dan lingkungannya.
 Mengidentifikasi reaksi psikologis korban maupun reaksi psikosomatik
(insomnia, menolak makan, fatigue, kelemahan, dsb).
 Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan.
4. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah,
sarana ibadah, jalan, pasar, atau tempat pertemuan warga. Pada tahap
rekonstruksi ini tidak hanya dibangun fasilitas fisik, tetapi lebih utama
yang perlu dibangun kembali adalah psikologis korban bencana dan
budaya. Peran tenaga ksehatan pada fase rekonstruksi adalah :

 Tanaga kesehatan pada pasien post traumatik stress disorder (PTSD)


 Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerjasama dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan
masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan
menuju keadaan sehat dan aman.

G. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulannya bahwa bencana tidak hanya menimbulkan korban meninggal
dan luka serta rusaknya berbagai fasilitas kesehatan, tetapi juga berdampak
pada permasalahan kesehatan masyarakat, seperti munculnya berbagai
penyakit paska bencana, fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan yang
kurang baik, trauma kejiwaan serta akses terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan pasangan. Peran perawat lebih kepada aspek
kuratif (pengobatan) masyarakat korban bencana; misal dapat dilakukan
pemeriksaan kesehatan dan pengobatan; anak-anak yang trauma dapat diajak
bermain sambil belajar agar sejenak lupa keadaan yang terjadi (penanganan
masalah psikologis-PTSD). Peran lainnya yaitu rehabilitatif, promotif dan
preventif lebih kepada pengendalian dan minimalisir penyakit-penyakit yang
muncul akibat bencana.

Sebagai saran dalam menjalankan perannya, perawat bencana mengutamakan


kerjasama tim baik dengan anggotanya ataupun tim bencana lain dengan
mempertahankan sistem 3C (Command, Control and Communication).
Meningkatkan perannya sebagai edukator dalam tiap tahapan bencana. Peran
penting tenaga keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan saat
bencana harus diimbangi dengan pengetahuan dan keterampilan perawat
dalam menghadapi bencana.

Tenaga keperawatan yang terampil dengan pengetahuan tentang petawatan


bencana yang mumpuni akan membantu pemerintah dalam menangani dan
menghadapi bencana setiap saat, sehingga saat bencana tidak perlu lagi
menunggu perawat perawat terampil bencana dari luar wilayah yang terkena
bencana (kecuali dalam kondisi khusus), sehingga sistem asuhan keperawatan
bencana dapat dilakukan secepat mungkin dalam kondisi siaga bencana.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman tehnis Penanggulangan Krisis


Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta, Indonesia

Kementrian Kesehatan RI Badan PPSDM Keshatan Pusdiklat Aparatur, 2014.


Modul Keperawatan Bencana Dasar. Jakarta, Indonesia

Forum keperawatan Bencana, 2009. Keperawatan bencana Edisi I. Banda aceh,


NAD

Widayatun & Zainal Fatoni, 2013. Permasalahan Kesehatan Dalam Kondisi


Bencana: Peran Petugas Kesehatan Dan Partisipasi Masyarakat.
Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN
1907-2902).

Kurniayanti, 2012. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Penanganan Manajemen


Bencana. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada I Vol 01/Nomor
01/Agustus 2012.

Afifah, dkk., 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Kesiapsiagaan


Bencana Gempa Bumi Terhadap Pengetahuan Siswa di SDN
Patalan Baru Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. Jurnal,STIKes
Yogyakarta.

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I., 2006,


Seri PPGD Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General
Emergency Life Support (GELS). Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu (SPGDT)., Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan R.I. Jakarta

Depkes RI, 2006, Tanggap Darurat Bencana, Safe Community modul 4).Depkes
RI, Jakarta

Departemen Kesehatan R.I., 2006, PenanggulanganKegawatdaruratansehari-


hari&bencana, Departemen Kesehatan, Jakarta.

Rudi Harmono, 2016, Keperawatan Kegawat daruratan dan Manajemen


Bencana. kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Pusdik SDM
Kesehatan. BPPSDM Kesehatan (online). (http://D:/Keperawatan
Manajemen Bencana-Komprehensif.pdf

Anda mungkin juga menyukai