Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak
digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan juga digunakan
sebagai tempat tinggal manusia. Food Agricultural Organization dalam Setya Nugraha (2007:3)
menyatakan bahwa lahan ialah bagian dari bentangalam (landscape) yang mencakup pengertian
lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi bahkan keadaan vegetasi alami (natural
vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa lahan memiliki sifat atau karakteristik yang spesifik. Sifat-sifat lahan (land
characteristics) adalah atribut atau keadaan unsurunsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan,
seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan,
temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi, dan sebagainya.
Transportasi merupakan fasilitas pendukung kegiatan manusia, transportasi tidak dapat
dipisahkan dari aspek-aspek aktivitas manusia tersebut. Transportasi sudah menjadi kebutuhan
manusia yang mendasar, tanpa transportasi manusia dapat terisolasi dan tidak dapat melakukan
suatu mobilisasi atau pergerakan. Manfaat mobilisasi tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek
sesuai tujuannya, yaitu aspek ekonomi, sosial, dan politis.
Sistem tranportasi tidak dapat terlepas dengan sistem tata guna lahan. Sistem tata guna
lahan tersebut merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan pergerakan manusia.
Transportasi berperan menghubungkan guna lahan yang satu dengan guna lahan yang lainnya.
Artinya sistem tata guna lahan mampu memberikan dampak positif maupun negatif kepada sistem
transportasi, begitu juga sebaliknya. Dalam konsep land use transport yang dimaknai sebagai
hubungan timbal balik tata guna lahan dan transportasi, dijelaskan bahwa antara keduanya terdapat
keterkaitan satu dengan yang lainnya. Penggunaan lahan dengan berbagai zona-zona peruntukan
serta aktivitas di dalam zona maupun antar zona memerlukan transportasi. Dalam konteks tersebut
terjadinya interaksi akan menimbulkan pergerakan manusia, atau pergerakan barang dalam bentuk
pergerakan kendaraan sehingga menimbulkan bangkitan dan tarikan perjalanan. Oleh karena itu,
dilakukan pembuatan makalah agar bisa menambah pemahaman terkait hubungan tata guna lahan
dan transportasi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan yan terdapay pada makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana hubungan tata guna lahan dan transportasi ?
2. Bagaimana kebutuhan transportasi di perkotaan ?
3. Bagaimana pengaruh transportasi pada pembangunan tata ruang ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, diantarnya:
1. Untuk mengetahui hubungan tata guna lahan dan transportasi
2. Untuk mengetahui kebutuhan transportasi di perkotaan
3. Untuk mengetahui pengaruh transportasi pada pembangunan tata ruang
2.1 Perencanaan Transportasi
Transportasi perlu direncanakan karena:
1. Adanya peningkatan aktivitas interaksi manusia.
Kondisi ini dimulai dari perubahan dan perkembangan tata guna lahan. Kebutuhan
transportasi menjadi berhubungan langsung dengan penyebaran dan intensitas tata
guna lahan
2. Terbatasnya jaringan jalan dan moda transportasi.
Pertambahan jaringan jalan dalam aspek kuantitas maupun kualitas tidak akan dapat
mengikuti pertumbuhan aktivitas manusia.

3. Kebutuhan aksebilitas, efektivitas, efisiensi dan kenyamanan perjalanan, serta


keselamatan perjalanan.
Perjalanan orang/barang harus memiliki standar kualitas dan kuantitas untuk
mencapai kondisi yang ketersediaan, aman, lancar, nyaman dan ekonomis.

4. Aspek sumber daya energi dan lingkungan.


Menipisnya persediaan sumber BBM, meningkatnya harga minyak dunia dan
memburuknya kualitas lingkungan telah menjadi problem global.

2.2 Kebutuhan Transportasi di Perkotaan


Perjalanan penduduk wilayah perkotaan yang memiliki tingkat mobilitas tinggi,
membutuhkan sarana transportasi yang bisa menopang seluruh aktivitas mereka.
Kebutuhan terhadap sarana transportasi dalam melakukan perjalanan untuk memenuhi
kebutuhan perjalanan, menimbulkan pemilihan moda. Menurut Warpani (1990), pemilihan
moda angkutan di daerah perkotaan dipengaruhi oleh faktor kecepatan, jarak perjalanan,
kenyamanan, kesenangan, biaya, keandalan, ketersediaan moda, ukuran kota, usia, dan
status sosial ekonomi pelaku perjalanan. Makin dekat jarak tempuh, pada umumnya orang
lebih cenderung memilih moda yang paling praktis, bahkan memilih berjalan saja. Dalam
rentang jarak dibawah 0,5 - 2 km dengan berjalan kaki atau bersepeda. Sedangkan pada
rentang jarak yang lebih jauh dengan menggunakan moda pribadi atau angkutan umum.
Menurut Tamin (2000), dari ±2 juta kendaraan bermotor, tercatat jumlah angkutan
pribadi 86%, angkutan umum 2,51%, dan sisanya sebesar 11,49% adalah angkutan barang.
Selain itu diketahui bahwa 57% perjalanan orang menggunakan angkutan pribadi. Sehingga
permasalahan yang dihadapi adalah tidak seimbangnya jumlah angkutan umum dengan
jumlah perjalanan orang yang harus dilayani. Dimana proporsi angkutan umum 2,51% harus
melayani 57% perjalanan orang, sedangkan 86% angkutan pribadi hanya melayanai 43%
perjalanan orang.
Kecenderungan perjalanan penduduk perkotaan dalam menggunakan angkutan
pribadi, akan terus mengalami peningkatan jika sistem transportasi kita tidak diperbaiki. Hal
ini diakibatkan antara lain karena: a. Aktivitas ekonomi yang semakin meningkat tapi tidak
didukung oleh angkutan umum yang memadai b. Meningkatnya harga tanah di pusat kota,
mengakibatkan tersebarnya lokasi pemukiman yang jauh dari pusat kota dan tidak
mendapat pelayanan angkutan umum c. Dibukanya jaringan jalan baru yang dengan cepat
diikuti oleh penggunaan angkutan pribadi di jalan baru tersebut. Karena biasanya belum ada
jaringan layanan angkutan umum disana. d. Semakin meningkatnya daya beli masyarakat
dan privacy masing-masing orang yang tidak bisa dilayani oleh angkutan umum. e.
Minimnya angkutan umum untuk lingkungan atau angkutan pengumpan (feeder) yang bisa
menjembatani penduduk dari jalan utama menuju lokasi permukiman yang biasanya bisa
berkilo-kilo meter jaraknya. f. Kurang terjaminnya keamanan, tepat waktu serta lama
perjalanan jika menggunakan angkutan umum.
Kebutuhan Transportasi Perkotaan selalu bergerak dinamis dan komplek (bergerak setiap
saat) berinteraksi dengan ekonomi. Kebutuhan transportasi perkotaan, tergantung kepada
tingkat aktivitas tata guna lahan pada daerah tersebut. Makin tinggi tingkat aktivitas tata
guna lahan, semakin tinggi pula tingkat kemampuan menarik lalu lintas.

2.2 Hubungan Antara Transportasi Dan Pengembangan Lahan


Pergerakan manusia dan barang di sebuah kota, disebut arus lalu-lintas (trffic flow),
merupakan konsekuensi gabungan dari aktivitas lahan (permintaan) dan kemampuan sistem
transportasi dalam mengatasi masalah arus lalu-lintas (penawaran) ini. Biasanya, terdapat
interaksi langsung antara jenis dan intensitas tata-guna lahan dengan penawaran fasilitas-
fasilitas transportasi yang tersedia. Satah satu tujuan utama perencanaan setiap tata-guna
lahan dan sistem transportasi adalah untuk menjamin adanya keseimbangan yang efisien
antara aktivitas tata-guna lahan dengan kemampuan transportasi (Blunden dan Black, 1984;
ASCE, 1986)Hubungan antara transportasi dan pengembangan lahan dapat dijelaskan
dalam tiga konteks berikut ini (Khisty, C. Jotin & Lall, B. Kent, 2003) :
(1) Hubungan fisik dalam skala makro, yang memiliki pengaruh jangka panjang dan
umumnya dianggap sebagai bagian dari proses perencanaan;
(2) Hubungan fisik dalam skala mikro, yang memiliki pengaruh jangka-pendek dan jangka-
panjang dan umumnya dianggap sebagai masalah desain wilayah perkotaan (seringkali
pada skala lokasi-lokasi atau fasilitasfasilitas tertentu); dan
(3) Hubungan proses, yang berhubungan dengan aspek hukum, administrasi, keuangan,
dan aspek-aspek institusional tentang pengaturan lahan dan pengembangan
transportasi.
(4) Pola sebaran geografis tata guna lahan (sistem kegiatan), kapasitas dan lokasi dari
fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabung untuk mendapatkan volume dan pola
lalu lintas (sistem pergerakan). Volume dan pola lalu lintas pada jaringan transportasi
akan mempunyai efek timbal balik terhadap lokasi tata guna lahan yang baru dan
perlunya peningkatan prasarana.
(5) Prasarana yang diperlukan merupakan bagian dari sistem jaringan meliputi jaringan
jalan raya, terminal, dll. Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan
menghasilkan suatu pergerakan.
Wilayah-wilayah perkotaan dari tahun ke tahun telah berubah sebagai akibat terjadinya
pergeseran yang dramatis dari lahan pertanian menjadi daerah bisnis. Daerah-daerah
tersebut saat ini menjadi pusat-pusat kegiatan finansial dan peluang-peluang bisnis yang
ekstensif yang kompleksitas dan diversitasnya mengalami siklus perubahan akibat beragam
pengaruh sosial dan ekonomi. Karakteristik fisik mereka mulai berubah cepat dengan
adanya hubungan waktu dan jarak yang baru berkat perjalanan yang semakin cepat dan
komunikasi elektronik yang murah.
2.3 Tujuan Perencanaan Setiap Tata Guna Lahan Atau Sistem Transportasi
Sistem transportasi dan pengembangan lahan (land development) saling berkaitan
satu sama lain. Di dalam sistem transportasi, tujuan dari perencanaan adalah menyediakan
fasilitas untuk pergerakan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari
berbagai pemanfaatan lahan. Sedangkan di sisi pengembangan lahan, tujuan dari
perencanaanadalah untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan.
Acapkali kedua tujuan tersebut menimbulkan konflik. Hal inilah yang menjadi asumsi
mendasar dari analisis dampak keruangan untuk menjembatani kedua tujuan di atas, atau
dengan kata lain, Proses perencanaan transportasi dan pengembangan lahan mengikat
satu sama lainnya. Pengembangan lahan tidak akan terjadi tanpa sistem
transportasi, sedangkan sistem transportasi tidak mungkin disediakan apabila tidak melayani
kepentingan ekonomi atau aktivitas pembangunan. Dari asumsi mendasar tersebut, maka
perlu kajian yang mendalam mengenai analisis keduanya (transportasi dan penggunaan
lahan).
Untuk menjamin adanya keseimbangan yang efisien antara aktivitas guna lahan dengan
kemampuan transportasi. Jika manfaat lahan di setiap daerah untuk suatu kota telah
diketahui, maka ini memungkinkan kita untuk memperkirakan lalu lintas yang dihasilkan.
Adanya saling ketergantungan antara tata guna lahan dan sistem transportasi, sehingga
pola guna lahan dan sistem transportasi tidak dapat dipisahkan. Kegiatan transportasi yang
terwujud pada hakikatnya adalah kegiatan yang menghubungkan dua lokasi guna lahan.
2.4 Hubungan Antara Tata Guna Lahan Dengan Transportasi
Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga
biasanya dianggap membentuk satu landuse transport system. Agar tata guna lahan
dapat terwujud dengan baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik.
Sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya.
Sebaliknya, tranportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-
sia, tidak termanfaatkan. Penggunaan lahan adalah hasil akhir dari aktivitas dan
dinamika kegiatan manusia dipermukaan bumi yang bukan berarti berhenti namun tetap
masih berjalan (dinamis). Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat
nyata dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap, keseimbangan dan
dinamis, antara aktifitasaktifitas penduduk diatas lahan, dan keterbatasan-keterbatasan di
dalam lingkungan tempat hidup mereka.
Transportasi merupakan sebuah aktivitas manusia yang berlangsung di
permukaan bumi. Transportasi dilakukan atas dasar perbedaan kondisi lingkungan antara
daerah satu dengan daerah yang lain baik itu sosial, ekonomi, budaya, maupun sumberdaya
alam. Terdapat hubungan yang sangat erat antara masyarakat terhadap ruang
sebagai wadah kegiatan. Kota sebagai tempat terpusatnya kegiatan masyarakat, akan
senantiasa berkembang baik kuantitas maupun kualitasnya, sesuai perkembangan kuantitas
dan kualitas masyarakat. Hal tersebut merupakan indikator dinamika serta
kondisipembangunan masyarakat kota tersebut berserta wilayah di sekitarnya. Keterkaitan
Antara Sistem Transportasi dan Pengembangan Lahan merupakan suatu kajian yang tidak
dapat terlepas dari eksistensi ruang dalam studi geografi.
Hubungan tata guna lahan dan transportasi menunjukkan bahwa terdapat banyak
variabel yang mempengaruhinya. Beberapa variabel tersebut adalah :
1. Sumber keuangan
2. Aktivitas industri
3. Biaya bahan bakar
4. Permintaan dan penawaran
5. Struktur bisnis
6. Peluang kerja
7. Pertumbuhan penduduk.
2.5 Plotting Tata Guna Lahan
Perencanaan sistem interaksi land use dan transportasi ini adalah untuk mencapai
keseimbangan yang efisien anatra kegiatan guna lahan dan kemampuan transportasi.
Dengan kata lain, tidak bisa merencanakan suatu tata guna lahan tanpa sekaligus
merencanakan sistem transportasinya. Berikut ini plotting tata guna lahan:
1. Explisit
Pada sistem ini tiap jenis peruntukan/kegiatan dibedakan lokasinya, yaitu
permukiman, industri, dan pertokoan. Keuntungan pada sistem ini ialah kegiatan
tersentralisir, rumah tidak terganggu polusi, arah yang dituju lebih jelas. Selain itu
terdapat kerugian dari sisem ini adalah lalu lintas searah, kalau siang ramai namun
malam sepi, terjadi “lonely street”.
2. Mix Land Use
Pada sistem ini tiap kegiatan tidak dibedakan lokasinya, jadi lokasi perumahan,
pertokoan dan bahkan industru bisa jadi ada di lokasi yang sama. Konsep dasar yang
digubakan adalah orang bekerja sedekat mungkin dengan rumah. Sehingga banyak
perumahan pegawai yang satu lokasi dengan kantor tempatna bekerja. Bahkan secara
ekstrem ada bangunan bertingkat di mana lantai teratas untuk perumahan, lantai
bawahnya untuk kantor dan lantai dasar untuk supermarket sedangkan basement untuk
parkir. Kondisi seperti ini banyak terjadi pada daerah-daerah pusat perdaganagn,
perkantoran di mana sering terjadi kemacetan lalu lintas dan harga tanah yang sangat
mahal sehingga orang memanfaatkan tanah seefisien mungkin. Ditinjau dari segi
transportasi sistem mix-land use menguntungkan karena akan mengurangi jumlah
pergerakan kendaraan di jalan raya yang pada akhirnya mengurangi kemacetan lalu
lintas.
3. Guna Lahan Dominasi
Merupakan gabuungan dari sistem 1 dan 2. Misalnya suatu lokasi dengan dominasi
perumahan, tetapi ada juga pertokoan, bengkel, kantor, dan lain-lain, atau sebaliknya
suatu lokasi perkantoran tapi ada toko, bengkel, dan permukiman. Konsep ini menjadi
dasar berkembangnya kota mandiri. Dengan harapan semua kegiatan yang ada
difasilitasi di kota mandiri sehingga tidak menjadi beban kota yang sudah ada.
Berkembangnya juga kota-kota satelit di daerah urban yang diharapkan nantinya
berkembang sebagai kota sendiri.
2.6 Pengaruh Transportasi Pada Pembangunan Tata Ruang
Dampak atau pengaruh struktur tata ruang terhadap kebutuhan transportasi pada
umumnya telah diantisipasi oleh elemen transportasi dalam rencana induk atau rencana tata
ruang wilayah/kota, namun efek atau dampak infrastruktur transportasi terhadap
pembangunan tata ruang belum mendapat perhatian memadai dari perencanaan. Model-
model perangkat lunak untuk rencana induk transportasi dimulai dengan analisis asal tujuan
di runag kota, dan menghitung bangkitan pergerakan. Namun bagaimana seorang individu
atau rumah tangga memilih lokasi rumah tempat tinggal, atau perusahaan memilih lokasi
kantor dan fungsi-fungsi lainnya dipengaruhi oleh parameter transportasi. Investor
cenderung mempertimbangkan aksesibilitas dari konsumen dalam memilih lokasi pusat
perbelanjaan. Area perumahan cenderung diminati oleh rumah tangga yang mencari rumah,
yang memberikan akses baik ke lokasi kerja, belanja, hiburan dan aktifitas lainnya; dengan
mempertimbangkan kualitas lingkungan yang ada.
Pembangunan infrastruktur transportasi dan layanan angkutan umum merubah pola
aksesibilitas dan mempengaruhi keputusan lokasi bagi rumah tangga dan perusahaan
swasta. Keputusan-keputusan ini mempengaruhi struktur kota dan lingkungan sekitarnya,
dan menimbulkan bangkitan perjalanan dengan pola yang baru. Perubahan terhadap tata
guna lahan ini pada umumnya luput dari perhatian perencanaan transportasi yang lama.
Ketika infrastruktur jalan baru atau perluasan jalan dilakukan untuk mengatasi kemacetan di
koridor investor swasta dan rumah tangga dapat menimbulkan/menginduksi kebutuhan
perjalanan baru dan bertambahnya banyak jarak tempuh, dan bahkan dapat mengakibatkan
kemacetan lalu-lintas pada koridor-koridor tersebut.
Dampak atau efek induksi dari peningkatan infrastruktur dapat diinpretasikan sebagai
sistem umpan-balik postitif. Seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 2.x Jalan Lingkar dan Perpindahan Lokasi Dalam Kota


Gambar di atas menunjukkan contoh sederhana mengenai zona hunian kecil di
perimpangan jalan, di mana jalan lingkar telah dibangun. Dalam contoh ini, jalan lingkar
membangkitkan pusat-pusat pembangunan baru, merubah prioritas investasi dan
menginduksi hubungan perjalanan asal tujuan baru. Meskipun pembangunan jalan lingkar
biasanya dimulai dengan keluhan terhadap lalu-lintas menerus (through-traffic) ang esar
akibat perluasan jaringan jalan dan perjalanan dari pusat kota ke perumahan baru di pinggir
kota. Sebagai dampak dari bertambahnya jarak tempuh dan volume lalu lintas yang
mengikuti pertumbuhan kota, pembangunan jalan baru dianggap perlu.
Beberapa anlisis di AS telah menunjukkan bahwa jalan lingkar menarik investor yang
dalam keadaan lain akan memilih lokasi yang jauh di pedesaan. Temuan ini didukung oleh
bukti-bukti faktual dari kota Houston (Bolan et al., 1997). Bahkan bila kondisi lokal di sana
dengan jaringan jalan yang padat dan tanpa peraturan tata ruag kota – tidak sebanding
dengan Eropa maupun negara berkembang masih saja terdapat efek positif terhadap
bangkitan perjalanan baru dari pmbangunan jalan raya secara serempak. Tipe jaringan jalan
sentrifugal menunjang pembangunan menyebar, namun lain halna dengan jalan lingkat
yang dapat menimbulkan pembangunan yang lebih padat. Berikut gambar efek spasial dari
masing-masing bentuk jaringan jalan:

Gambar 2.x Efek Spasial dari Masing-masing Bentuk Jaringan Jalan


Interaksi antara infrastruktur transportasi dan pembangunan kota dapat dipelajari
melalui beberapa kasus yang terjadi di negara-negara dengan tingkat kepemilikan mobil
pribadi yang tinggi. Ketika jalan bebas hambatan dibangun dan menstimulasi aglomerasi
hingga wilayah pedesaan, beberapa rumah tangga dan perusahaan komersial akan memilih
keluar dari aglomerasi tersebut dan pindah ke lokasi baru sepanjang jalan baru tersebut
dimana lahan lebuh murah dan mendapat akses yang cukup baik. Sesuai dengan prinsip
kendala waktu tempuh, proses potimisasi ekonomis menimbulkan hubungan asal-tujuan
yang lebih jauh apabila waktu tempuh dipangkas dengan infrastruktur transportasi
berkecepatan tinggi. Pola permukiman yang tumbuh berkembang sekarang bergantung
pada layanan transportasi dan tipe infrastruktur yang dibangun. Dalam waktu tempuh
tertentu mobil pribadi dan truk membuat beberapa lokasi lebih mudah diakses dibanding
dengan angkutan umum. Jaringan jalan yang padat dan tingkat kepemilikan mobil pribadi
yang tinggi menunjang pembangunan dengan pola menyebar, sedangkan jaringan kereta
api menunjang pembangunan dengan pola berkelompok terkonsentrasi di sekitar stasiun.
Apabila tingkat kepemilikan mobil pribadi rendah, dan angkutan umum berbasus bus,
pembangunan akan terjadi sepanjang koridor utama/arteri yang terlayani dengan baik.
Dari sudut pandang lingkungan hidup, pembangunan yang berorientasi pada koridor
atau seperti ‘untaian mutiara’ lebih baik, berbasis sistem angkutan umum regional,
sebagaimana telah didemonstrasikan oleh model komputasi dengan perangkat lunak dalam
studi kasus di Kota Melbourne, Australia (Newton, 1999). Beberapa bentuk/pola dasar
pembangunan perkotaan dibandingan sebagai berikut:

Gambar 2.x Bentuk-bentuk Struktur Pertumbuha Kota


1. Kota tanpa intervensi – hanya meneruskan praktek=praktek pembangunan yang ada
2. Kota ringkas – peningkatan penduduk di dalam kota
3. Kota satelit – pertumbuhan penduduk, kepadatan perumahan dan lapangan kerja
pada noda-noda terpilih, dan peningkatan investasi untuk jalan bebas hambatan
antara pusat-pusat tersebut
4. Kota koridor – pertumbuhan sepanjang koridor arteri dari pusat niaga, koneksi
menjadi melalui angkutan umum yang baik
5. Kota pinggiran – pertumbuhan sepanjang koridor arteri dari pusat niaga, koneksi
menjadi melalui angkutan umum yang baik
6. Kota ultra – pertumbuhan pusat-pusat regional dalm ajrak 100 kilometer dari CBD.
Dihubungkan dengan kereta-api berkecapatan tinggi yang menghubungkan pusat-
pusat regional dengan jantung kota utama

Anda mungkin juga menyukai