Anda di halaman 1dari 3

2011/08/19 00:28 WIB - Kategori : Attend

Profil Kelautan dan Perikanan Provinsi D.I. Yogyakarta

1. Kondisi Geografis
Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan provinsi terkecil setelah Provinsi DKI Jakarta dengan luas wilayah 3.185,80 km2 atau 0,17% dari
luas Indonesia yang terletak di tengah bagian Pulau Jawa dan dibatasi Laut Indonesia di bagian Selatan sedangkan dibagian Timur
Laut, Tenggara, Barat, dan Barat Laut dibatasi oleh wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu: Kabupaten Klaten disebelah Timur Laut,
Kabupaten Wonogiri disebelah Tenggara, Kabupaten Purworejo disebelah Barat dan Kabupaten Magelang disebelah Barat Laut.

Provinsi ini memiliki empat kabupaten dan satu kota, yaitu:

Kabupaten Kulon Progo, dengan luas 586,27 km2


Kabupaten Bantul, dengan luas 506,85 km2
Kabupaten Gunung Kidul, dengan luas 1.485,36 km2
Kabupaten Sleman, dengan luas 574,82 km2
Kota Yogyakarta, dengan luas 32,50 km2

Secara astronomis, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 70° 33' LS - 8° 12' LS dan 110° 00' BT - 110° 50' BT.
Komponen fisiografi yang menyusun Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 (empat) satuan fisiografis yaitu Satuan
Pegunungan Selatan (Dataran Tinggi Karst) dengan ketinggian tempat berkisar antara 150 - 700 meter, Satuan Gunungapi Merapi
dengan ketinggian tempat berkisar antara 80 - 2.911 meter, Satuan Dataran Rendah yang membentang antara Pegunungan Selatan
dan Pegunungan Kulonprogo pada ketinggian 0 - 80 meter, dan Pegunungan Kulonprogo dengan ketinggian hingga 572 meter.

2. Potensi Perikanan

Potensi sumber daya alamnya bervariasi, seperti pertanian, kehutanan, kelautan, dan perikanan. Luas lahan sawah irigasi teknis
seluas 18.506 ha, dan non irigasi teknis 29.848 ha, sedangkan potensi dan pemanfaatan di bidang kelautan dan perikanan terdiri dari
perairan umum seluas 3.113,5 ha dengan tingkat pemanfaatan 5,20 ha, tambak 650 ha dengan tingkat pemanfaatan 58 ha, sawah
sebesar 240 ha belum dimanfaatkan; kolam 4.630,2 ha dengan tingkat pemanfaatan 915 ha, dan mina padi sebesar 10.265,6 ha
dengan tingkat pemanfaatan 1.233 ha.

Pada tahun 2007, produksi perikanan tangkap laut sebesar 2.629,0 ton (Bantul 245,1 ton; Gunung Kidul 1.957,4 ton; Kulon Progo
426,5 ton), sedangkan produksi perikanan budidaya sebesar 11.949 ton terdiri dari:

Tambak sebesar 300,5 ton (Gunung Kidul 26,2 ton; Bantul 243,8 ton; Kulon Progo 30,5 ton)
Kolam sebesar 11.410,4 ton (Gunung Kidul 305,3 ton; Bantul 976,7 ton; Kulon Progo 2.255,3 ton; Sleman 7.847,7 ton; dan
Yogyakarta 25,4 ton)
Sawah 156,7 ton (Sleman 156,6 ton; dan Yogyakarta 0,1 ton)
Keramba 47,1 ton (Gunung Kidul 0,9 ton; bantul 21,6 ton; Kulon Progo 2,5 ton; Sleman 17,5 ton; dan Yogyakarta 4,6 ton)
Jaring Apung 146,9 ton (Gunung Kidul 0,5 ton; dan Kulon Progo 146,4 ton)
Air payau sebesar 300,5 ton (bandeng 2 ton; udang windu 2,9 ton; dan udang vanamae 295,6 ton).

Ikan Hias air tawar sebesar 30.777.765 ekor (Bantul 22.613.000 ton; Kulon Progo 285.537 ton; Sleman 7.818.000 ton; dan
Yogyakarta 61.228 ton).

3. Rumah Tangga Nelayan & Pembudidaya Ikan

Profil rumah tangga perikanan menunjukkan bahwa tidak seluruh kehidupannya bergantung pada sektor perikanan, hal ini
dikarenakan bahwa rata-rata persentase penghasilan rumah tangga dari usaha sektor perikanan terhadap total penghasilan rumah
tangga per bulan di Provinsi Yogyakarta sebesar 69,85%. Dilihat dari sisi pendidikan tertinggi yang ditamatkan, maka pendidikan
Sekolah Dasar/Sederajat merupakan pendidikan yang paling banyak ditamatkan bagi anggota rumah tangga, yaitu tercatat sebesar
29,39%. Pada tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan untuk SMP/sederajat sebesar 16,36%. Kemudian untuk pendidikan
SMA/sederajat dan Perguruan Tinggi, masing-masing sebesar 19,39% dan 3,94%.

Persentase anggota rumah tangga yang berumur 10 tahun ke atas sebesar 81,43%, diantaranya yang berusaha di sektor perikanan
selama setahun yang lalu adalah sebesar 44,66%..

4. Usaha Penangkapan
Nelayan di Provinsi Yogyakarta lebih banyak yang berusaha secara berkelompok dibandingkan dengan perseorangan, masing-
masing sebesar 56,86% dan 43,14%. Walaupun kebanyakan nelayan melakukan usaha penangkapan secara berkelompok, namun
jenis perahu/kapal yang digunakan oleh nelayan adalah kapal motor tempel (39,22%) dan motor (17,65%). Alat tangkap utama yang
digunakan paling banyak adalah jaring insang (80,00%) disusul jaring angkat (20,00%). Untuk lokasi pembongkaran hasil tangkapan
adalah sepenuhnya di darat yaitu 100%. Dari hasil tangkapan tersebut, seluruhnya dijual di lokasi setempat (daerah asal) tidak keluar
ke kabupaten/kota, dengan menggunakan alat pengangkut seluruhnya menggunakan tenaga manusia. Hasil tangkapan tersebut
dijual paling banyak di TPI/PPI/PP (98,00%), restoran/rumah makan (2,00%). Pada umumnya hasil tangkapan tersebut dijual dalam
keadaan segar yaitu sebesar 98,00%, dan dalam keadaan hidup sebesar 2,00%.

5. Usaha Pembudidayaan Ikan


Dalam usaha pembudidayaan ikan, modal awal yang paling banyak digunakan adalah dari modal sendiri sebesar 82,50%, koperasi
sebesar 5,00%, dan lainnya 12,50%. Usaha tersebut pada umumnya dilakukan secara perorangan sebesar 97,44% dengan jenis
usaha pembenihan sebesar 53,85% dan pembesaran sebesar 43,59%, sedangkan yang dilakukan secara berkelompok sebesar
2,56% yang merupakan juga usaha pembenihan. Dari usaha pembenihan, wadah/tempat yang paling banyak digunakan adalah
kolam sebesar 41,03%, disusul sawah sebesar 15,38%. Sedangkan untuk usaha pembesaran, wadah/tempat yang paling banyak
adalah kolam sebesar 33,33%, disusul sawah 10,26%.

Dari status lahan yang dimiliki berkaitan dengan wadah/tempat yang digunakan, maka status kepemilikan milik sendiri/bebas sewa
menempati urutan tertinggi yaitu sebesar 40,00% dengan wadah/tempat yang digunakan adalah kolam sebesar 30,00 persen, dan
sawah 10,00%, status lahan lainnya adalah sewa, dan bagi hasil masing-masing 37,50%, dan 2,50%.

Dalam keikutsertaan di kelembagaan koperasi, sebagian besar rumah tangga usaha pembudidayaan ikan telah menjadi anggota
koperasi, hal ini tercatat sebesar 57,50%, penyebabnya terutama dikarenakan tidak adanya koperasi di desa mereka, lokasi koperasi
yang sulit dijangkau, tidak berminat, ada koprasi tetapi tidak aktif.

Hasil produksi ikan di Provinsi D.I Yogyakarta sebagian besar dijual kepada pedagang/pasar sebesar 52,50%, sedangkan sisanya
dijual ke koperasi, pembudidaya masing-masing sebesar 12,50%, ke juragan/bakul sebesar 7,50%, dan konsumen/rumah tangga
sebesar 2,50%. Dalam pemasaran hasil produksi, para pembudidaya ikan tidak mengalami kesulitan karena para pembeli
kebanyakan mendatangi, tetapi mengalami kesulitan pemasaran apabila hasil produksinya melimpah atau kwalitas buruk. Sedangkan
cara pembayaran hasil penjualan pada umumnya dilakukan secara kontan.

Anda mungkin juga menyukai