Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

DIAGENESIS BATUGAMPING

4.1 Diagenesis Batugamping


Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu
batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini bukan yang
disebabkan oleh perubahan suhu dan tekanan (metamorfisme) (Scholle dan Ulmer-
Scholle, 2003).
Beberapa hal yang mengontrol proses diagenesis diantaranya, yaitu :
 komposisi dan mineralogi dari sedimen asal
 komposisi dari cairan pori serta kecepatan aliran fluida
 faktor sejarah geologi sedimen asal, seperti pengangkatan dan perubahan muka
air laut juga mempengaruhi proses diagenesis. Proses diagenesis tahap awal
dimulai bila batuan terangkat ke permukaan.
 Iklim, pada iklim kering, sementasi di lingkungan air tawar kemungkinan akan
terbatas dibandingkan dengan porositas primer yang terawetkan. Sebaliknya pada
iklim lembab, umumnya hanya sedikit sekali porositas primer yang terhindar dari
proses sementasi, tetapi porositas sekunder seperti moldic dan vug berkembang
secara signifikan.

4.2 Proses dan Produk Diagenesis


Enam proses utama yang terdapat dalam proses diagenesis, yaitu: pelarutan,
sementasi, neomorfisme, dolomitisasi, mikritisasi mikrobial dan kompaksi. Proses ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, tekanan, temperatur, stabilitas mineral,
kondisi kesetimbangan, rate of water influx, waktu dan kontrol struktur. Tiga proses
utama dalam proses diagenesis adalah, pelarutan (dissolution), sementasi dan
penggantian (replacement). Setiap proses dicirikan oleh kenampakan yang berbeda-
beda yang menginterpretasikan kondisi pembentukan batuan karbonat. Berikut adalah
proses yang terjadi dalam proses diagenesis :
1. Mikiritisasi Mikrobial
Proses ini terjadi di lingkungan laut, yang trebentuk oleh adanya aktivitas
pemboran butiran oleh endolithic algae, fungi dan bakteri di sekitar batas skeletal
kemudian lubang yang terbentuk diisi dengan sedimen berbutir halus atau semen yang

31
menghasilkan micrite envelope, yaitu mikrit yang mengelilingi cangkang. Jika
aktivitas organisme tersebut sangat aktif, maka akan dihasilkan cangkang yang
sepenuhnya termikritisasi. Proses ini merupakan proses yang penting yang umunya
terjadi dalam lingkungan stagnant marine phreatic zone dan active marine phreatic
zone (Longman, 1980).
2. Pelarutan
Proses pelarutan diketahui dengan adanya mineral yang tidak stabil larut dan
membentuk mineral lain yang stabil pada lingkungan yang baru, hal ini terjadi jika
ada perbedaan lingkungan diagenesis. Proses pelarutan dapat terjadi pada lingkungan
freshwater vadose maupun freshwater phreatic (Longman, 1980).
3. Sementasi
Proses sementasi merupakan proses diagenesis utama dalam sedimen karbonat
terjadi pada waktu air pori yang sudah jenuh sewaktu fase semen dan tidak ada faktor
kinetik yang bisa menghalangi presipitasi semen. Proses ini memerlukan sirkulasi air
tawar ataupun air laut yang besar sekali. Lingkungan diagenesis ditunjukkan oleh
adanya mineralogi dan fabric semen yang berbeda-beda tergantung pada komposisi
air pori, kecepatan suplai karbonat dan kecepatan presipitasi.
4. Neomorfisme
Neomorfisme adalah proses penggantian dan rekristalisasi dimana terjadi
perubahan mineralogi. Contohnya yaitu pengasaran ukuran kristal pada lumpur
karbonat atau mikrit (aggrading neomorphism) dan penggantian cangkang aragonit
dan semen oleh kalsit (calcitization) (Tucker, 1991).. Proses ini dapat terjadi pada
awal pemendaman freshwater phreatic dan deep burial.
5. Dolomitisasi
Dolomitisasi adalah proses penggantian mineral kalsit menjadi dolomit yang
disebabkan oleh meningkatnya kadar Mg dalam batuan karbonat. Faktor-faktor yang
mempercepat presipitasi dolomit adalah besarnya perbandingan Mg/Ca pada mineral,
besarnya kandungan CO2, tingginya temperatur dan pH, rendahnya kandungan sulfat,
rendahnya kadar salinitas serta pengaruh material organik. Proses dolomitisasi bisa
berupa replacement melalui proses presipitasi atau berupa sementasi, yang dapat
terjadi pada lingkungan mixing zone dan deep burial (Morrow, 1982).

32
6. Kompaksi
Menurut Tucker dan Wright (1990) proses kompaksi dibagi jadi 2 macam, yaitu:
 Kompaksi mekanik yang terjadi pada saat pembebanan semakin besar
yang menyebabkan terjadinya retakan di dalam butir, butir saling
berdekatan, porositas berkurang.
 Kompaksi kimia, terjadi ketika antar butir bersentuhan sehingga
mengalami pelarutan yang menghasilkan kontak suture dan kontak
concavo-convex.

4.3 Lingkungan Diagenesis

Gambar 4.l Lingkungan Diagenesis (Tucker dan Wright, 1990).


Lingkungan diagenesis (Gambar 4.1) merupakan daerah dimana pola diagenesis
yang sama muncul, lingkungan diagenesis ini dapat saja tidak ada kaitannya dengan
lingkungan pengendapan dan dapat berubah sepanjang waktu. Mempelajari produk-
produk diagenesis yang hadir pada lingkungan tertentu merupakan kunci penting
untuk memprediksi kecenderungan porositas pada batuan karbonat. Longman (1980)
membagi menjadi lima lingkungan diagenesis, yakni:
Zona Marine Phreatic
Sedimen berada pada lingkungan marine phreatic bila semua rongga porinya
terisi oleh air laut yang normal. Umumnya karbonat diendapakan dan memulai sejarah
diagenesisnya pada lingkungan marine phreatic. Lingkungan ini dapat dibagi menjadi
dua, yaitu lingkungan yang berhubungan dengan sirkulasi air sedikit, dicirikan oleh
kehadiran mikritisasi dan sementasi setempat. Lingkungan kedua berupa lingkungan
yang berhubungan dengan sirkulasi air yang baik dimana tingkat sementasi

33
intergranular dan mengisi rongga lebih intensif. Semen aragonit berserabut dan Mg
kalsit merupakan ciri lain dari lingkungan ini.
Zona Mixing
Zona mixing merupakan percampuran lingkungan freshwater phreatic dan
freshwater vadose dengan karakteristik adanya air payau dan bersifat diam. Seluruh
rongga yang semula terisi air laut akan mulai tergantikan oleh air tawar. Dolomitisasi
merupakan salah satu penciri lingkungan ini jika salinitas air sekitarnya rendah. Jika
salinitasnya tinggi akan terbentuk Mg kalsit yang menjarum.
Zona Meteoric Phreatic
Zona ini terletak di bawah zona meteoric vadose dan zona mixing. Semua ruang
pori batuan diisi air meteorik yang mengandung material karbonat hasil pelarutan
dengan kadar yang bervariasi. Lingkungan ini dicirikan oleh proses pencucian,
neomorfisme butir yang diikuti atau tanpa diikuti sementasi kalsit secara intensif
Zona Meteoric Vadose
Zona Meteoric Vadose terletak di bawah permukaan dan di atas muka air tanah
yang menyebabkan rongga pada batuan terisi oleh udara dan air meteorik. Proses
utama yang terjadi di lingkungan ini berupa pelarutan yang menghasilkan porositas
sekunder vug dan saturasi yang membentuk semen pendant dan meniskus akibat air
yang jenuh kalsit maupun penguapan CO2.
Zona Burial
Lingkungan ini dicirikan adanya proses kompaksi baik kompaksi mekanik
maupun kompaksi kimia. Menurut Longman (1980), lingkungan ini dicirikan oleh
semen kalsit atau dolomit kasar yang bersifat ferroan dengan tekstur poikilotopik,
terjadinya grain failure, stylolite dan dissolution seam.

34
4.4 Diagenesis Batugamping Daerah Penelitian

Alizarin red
Semen
Nama Stylolite (%); Jenis
No. Sampel Butiran Proses Diagenesis
Batuan Bentuk Semen Jenis Semen (Y/T) Porositas
sementasi, mikritisasi
mikrobial, disolusi,
IA3/5 Packstone foraminifera dan alga blocky 1. Kalsit Y (5%); moldic
dolomitisasi, neomorfisme
dan kompaksi
sementasi, mikritisasi
koral, foraminifera dan blocky dan 1. Kalsit mikrobial, disolusi,
IA5/1 Grainstone T (5%); moldic
alga rhombic 2. Dolomit dolomitisasi dan
neomorfisme.
sementasi, mikritisasi
koral, foraminifera, dan Blocky dan 1. Kalsit mikrobial, dolomitisasi,
IA5/3 Grainstone Y (5%); moldic
alga rhombic 2. Dolomit disolusi, neomorfisme dan
kompaksi
sementasi, mikritisasi
1. Kalsit
koral, foraminifera, blocky , fibrous mikrobial, disolusi,
IA5/5 Grainstone 2. Aragonit T (5%); vug
litoklas, dan alga dan rhombic neomorfisme dan
3. Dolomit
dolomitisasi
sementasi, mikritisasi
koral, foraminifera, Blocky dan 1. Kalsit mikrobial, dolomitisasi,
IA4/2 Packstone Y (5%); vug
litoklas dan alga rhombic 2. Dolomit disolusi, neomorfisme dan
kompaksi

Tabel 4.1 Data pengamatan terhadap 5 sampel sayatan Batugamping dengan alizarin merah.

35
Alizarin red
Semen
Nama Stylolite (%); Jenis
No. Sampel Butiran Proses Diagenesis
Batuan Bentuk Semen Jenis Semen (Y/T) Porositas

sementasi, mikritisasi
Koral, foraminifera
IA7/3 Packstone Blocky 1. Kalsit T (10%); moldic mikrobial, disolusi dan
dan alga
neomorfisme

sementasi, mikritisasi
Koral, foraminifera Blocky dan (5%); vug dan
IA7/7 Grainstone 1. Kalsit T mikrobial, disolusi dan
dan alga bladed moldic
neomorfisme

sementasi, mikritisasi
IA7/10 Packestone Foraminifera dan alga Blocky 1. Kalsit T (5%); moldic mikrobial, disolusi dan
neomorfisme
sementasi, mikritisasi
IA12/1 Wackestone Foraminifera dan alga Blocky 1. Kalsit T (10%); vug mikrobial, disolusi dan
neomorfisme
sementasi, mikritisasi
IA9/3 Grainstone Foraminifera dan alga Blocky 1. Kalsit T (5%); moldic mikrobial, disolusi dan
neomorfisme

Tabel 4.2 Data pengamatan terhadap 5 sampel sayatan Batugamping dengan alizarin merah

36
4.5 Produk Diagenesis Batugamping Daerah Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan sayatan tipis dari contoh batugamping bisa
diketahui produk diagenesis yang terdapat pada batugamping Formasi Tendehantu,
yaitu: mikritisasi mikrobial, dolomitisasi, sementasi, pelarutan, neomorfisme dan
kompaksi (Tabel 4.1 dan 4.2).

4.5.1 Mikritisasi mikrobial

Gambar 4.2 Mikritisasi mikrobial pada fosil foramnifera (A2) kode sampel IA3/5.
Mikritisasi mikrobial (Gambar 4.2) merupakan hasil dari diagenesis yang terjadi
pada tahap awal di lingkungan marine phreatic (Longman, 1980). Produk ini
umumnya terlihat pada semua sampel. Mikritisasi mikrobial merupakan selaput mikrit
(micritic envelopes) yang dibentuk oleh organisme pembor yang melubangi bagian
pinggir cangkang fosil yang kemudian terisi oleh mikrit. Selaput tersebut lebih tahan
terhadap perubahan kondisi lingkungan sehingga ketika cangkang yang berkomposisi
aragonit atau Mg-kalsit terlarutkan, selaput tersebut tetap melindungi cangkang.
Bagian cangkang yang telah terlarut apabila tidak terisi akan membentuk porositas
moldic.

37
4.5.2 Pelarutan
Proses pelarutan terjadi jika ada perbedaan lingkungan diagenesis yang
menyebabkan mineral yang tidak stabil larut dan membentuk mineral lain yang lebih
stabil pada kondisi lingkungan diagenesis yang baru. Pada sampel sayatan yang telah
dianalisis diperkirakan terjadi dua kali pelarutan. Dari proses pelarutan pertama
menghasilkan porositas moldic yang terjadi pada lingkungan diagenesis marine
phreatic-meteoric phreatic. Pelarutan kedua ditandai dengan adanya pelarutan lanjut
dimana adanya rongga yang lebih besar (vug) (Gambar 4.3). Porositas ini memotong
butiran dan semen yang ada. Pelarutan ini terjadi pada lingkungan meteoric vadose.

Gambar 4.3 Pelarutan pertama menghasilkan porositas moldic (C8 dan C3) pada
sampel IA7/10 (kiri) dan pelarutan kedua menghasilkan porositas vuggy (B7) yang
memotong butiran dan semen terdapat pada sampel IA7/7 (kanan).

4.5.3 Sementasi
Terdapat empat jenis semen yang hadir pada sampel sayatan yang diteliti yaitu:
semen rhombic, bladed, fibrous dan semen blocky. Semen bladed, fibrous dan
rhombic hanya ditemukan dibeberapa sampel sayatan. Jenis semen blade dan fibrous,
terbentuk pada lingkungan diagenesis marine phreatic (Scholle dan Ulmer-Scholle,
2003). Semen lain yang ditemukan pada sampel sayatan yaitu semen blocky atau
disebut juga equant berkomposisi kalsit dan semen rhombic berkomposisi dolomite
(Gambar 4.4). Jenis semen blocky dapat terbentuk pada lingkungan diagenesis
meteoric phreatic (Longman, 1980) dan lingkungan burial dan semen rhombic yang

38
bentukannya relatif jelas dengan mineral dolomit yang mencirikan lingkungan mixing
zone (Tucker dan Wright, 1990).

Gambar 4.4 Semen bladed (D7) pada nomor sampel IA7/7 (kiri) dan semen blocky
(C6) pada nomor sampel IA4/6 (kanan).

4.5.4 Neomorfisme
Dari hasil pengamatan sayatan tipis, yang dihasilkan dari proses ini adalah
aggrading neomorphism yaitu rekristalisasi mikrit menjadi kristal-kristal yang
berukuran lebih besar yaitu mikrospar dan spar (Gambar 4.5). Kristal-kristal yang
terbentuk memiliki kenampakkan yang lebih keruh daripada semen mikrospar dan
spar biasa. Hal ini disebabkan karena kristal-kristal tersebut berasal dari rekristalisasi
mikrit yang berasal dari lumpur karbonat. Proses ini terdapat di beberapa sampel
sayatan.
Tucker dan Wright (1980) menyatakan bahwa neomorfisme terjadi pada
lingkungan diagenesis meteoric phreatic dan dapat pula pada lingkungan burial.

39
Gambar 4.5 Neomorfisme (C5) pada nomor sampel IA12/1 dimana terjadi perubahan
ukuran matriks menjadi spari kalsit yang berukuran lebih besar.

4.5.5 Dolomitisasi

Gambar 4.6 Proses dolomitisasi, ditandai dengan adanya mineral dolomit (C6)
yang terjadi pada nomor sampel IA3/5.

40
Produk dari proses ini adalah mineral dolomit yang menggantikan mineral kalsit.
Morrow (1982) menggunakan dua model pembentukkan dolomit, yaitu model mixed-
water atau mixing zone yang dicirikan oleh dolomit non-Fe dengan besar kristal
sedang (62-250 mikron) dan model burial compaction yang dicirikan oleh dolomit Fe
dengan besar kristal kasar mencapai ukuran millimeter sampai sentimeter.
Kristal dolomit dijumpai pada sebagian contoh sayatan batuan mengalami proses
dolomitisasi dengan ukuran kristal yang relatif sedang (halus). Pada gambar 4.6,
proses dolomitisasi terjadi pada nomor sampel IA4/6 yang dicirikan oleh mineral
berbentuk rhombic dan tidak bewarna. Berdasarkan model dari Morrow (1982)
mengenai model pembentukkan dolomit maka diperkirakan bahwa pembentukkan
dolomit terjadi di lingkungan diagenesis mixing zone.

4.5.6 Kompaksi
Produk diagenesis ini terlihat di beberapa contoh sayatan tunjukkan dengan
adanya gejala kompaksi kimia. Penyebababnya adalah adanya peningkatan tekanan
akibat pembebanan yang menyebabkan antar butir bersentuhan dan larut (pressure
dissolution) menghasilkan microstylolite (Gambar 4.7) selain itu terdapat rekahan
yang memotong butir akibat adnya kompakasi secara mekanik (namun sudah terisi
oleh semen). Struktur kompaksi ini membutuhkan penimbunan sedalam ratusan
hingga ribuan meter.

Gambar 4.7 Kompaksi kimia (B1


sampai B5) menghasilkan
microstylolite yang terjadi pada
sampel IA5/3.

41
4.6 Lingkungan Diagenesis Batugamping Formasi Tendenhantu
Berdasarkan pengamatan terhadap produk diagenesis yang terbentuk, bias
diinterpretasikan lingkungan diagenesis yang pernah dilalui oleh batugamping
Formasi Tendehantu, meliputi lingkungan marine phreatic, burial, mixing zone,
meteoric phreatic, dan meteoric vadose.
Selaput mikrit (micritic envelope) akibat aktivitas organisme pembor (mikritisasi
mikrobial) dan semen fibrous pada foraminera, koral dan alga merupakan salah satu
penciri lingkungan diagenesis marine phreatic. Lingkungan diagenesis burial
diantaranya dicirikan oleh adanya stylolite dan rekahan pada butiran (namun sudah
terisi oleh semen) yang merupakan hasil dari kompaksi kimia dan adanya rekahan
yang menandakan adanya kompaksi mekanik. Untuk lingkungan Mixing zone dicirkan
oleh adanya proses dolomitisasi yang menghasilkan mineral dolomit (hadir semen
berbentuk rhombic) yang berukuran sedang (halus) sebagai pengganti mineral kalsit.
Kehadiran semen kalsit blocky pada rongga butiran dan adanya semen kalsit bladed
dengan adanya pengkasaran kristal semen ke arah pusat pori (ruang antar butir)
(Longman, 1980) menunjukkan lingkungan diagenesis meteoric phreatic;
neomorfisme mikrit menjadi mikrospar dan spar serta terbentuknya porositas moldic
akibat pelarutan dari cangkang koral, alga, foraminifera dan moluska. Hadirnya
porositas vug mengindikasikan lingkungan meteoric vadose.

4.7 Sejarah Diagenesis Batugamping Formasi Tendenhantu


Urutan perubahan lingkungan diagenesis yang terjadi pada Batugamping Formasi
Tendenhantu di daerah penelitian yaitu lingkungan diagenesis marine phreatic,
burial, mixing zone, meteoric phreatic dan meteoric vadose (Gambar 4.8).
Dengan menganalisis produk- produk diagenesis yang teramati, diperkirakan
sejarah lingkungan diagenesis dimulai dari lingkungan marine phreatic. Hal ini
ditandai dengan adanya mikritisasi mikrobial yang menghasilkan selaput mikrit
(micritic envelope) dan adanya sementasi intergranular pada cangkang foraminifera
oleh semen aragonit yang berbentuk fibrous.
Kemudian terjadi pengendapan satuan batuan yang lebih muda menyebabkan
Satuan Batugamping memasuki lingkungan burial yang ditandai dengan kehadiran
stylolite dan rekahan (namun sudah terisi oleh semen kalsit).

42
Proses tektonik yang terjadi menyebabkan lingkungan diagenesis berubah
menjadi mixing zone. Hal ini ditandai oleh adanya mineral dolomit yang mengisi
rekahan yang ada pada butiran.
Setelah itu lingkungan diagenesis batugamping pada daerah penelitian
mengalami perubahan menjadi meteoric phreatic. Hal ini ditandai oleh terbentuknya
semen kalsit blocky, neomorfisme mikrit menjadi mikrospar dan dengan adanya
semen kalsit bladed dengan tekstur kristal yang mengkasar kea rah pusat pori (runag
antar butir).
Akibat proses tektonik yang masih terjadi menyebabkan terangkatnya
Batugamping Formasi Tenedenhantu di daerah penelitian menuju lingkungan
meteoric vadose yang ditandai dengan adanya produk diagenesis berupa porositas
moldic, lingkungan ini merupakan lingkungan dimana Batugamping Formasi
Tendenhantu mengalami kontak langsung dengan air hujan yang tidak jenuh CaCO3
menyebabkan proses pelarutan berlangsung intensif menghasilkan porositas sekunder
yaitu vug.
Skema perubahan lingkungan diagenesis Batugamping Formasi Tendenhantu di
daerah penelitian bisa di interpretasikan seperti gambar 4.8 di bawah ini:

Gambar 4.8 Skema perubahan lingkungan diagenesis yang terjadi pada daerah
penelitian (Tucker dan Wright, 1990).
Menurut Choquette dan Pray (1970) berdasarkan waktu terjadinya diagenesis
maka proses diagenesis pada daerah penelitian meliputi (a) tahap eogenetik yang
terjadi dekat permukaan, (b) tahap mesogenetik yaitu diagenesis pada lingkungan
burial, dan (c) tahap telogenetik yang terjadi setelah pengangkatan.

43

Anda mungkin juga menyukai