Anda di halaman 1dari 20

1.

JALUR PENDIDIKAN

Dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari
pendidikan formal, non-formal dan informal.

A. PENDIDIKAN FORMAL

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan anak usia dini (TK/RA), pendidikan dasar (SD/MI), pendidikan menengah

(SMP/MTs dan SMA/MA), dan pendidikan tinggi (Universitas). Pendidikan formal terdiri

dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta.

Ciri-ciri Pendidikan Formal antara lain :


 Tempat pembelajaran di gedung sekolah.

 Ada persyaratan khusus untuk menjadi peserta didik.

 Kurikulumnya jelas.

 Materi pembelajaran bersifat akademis.

 Proses pendidikannya memakan waktu yang lama.

 Ada ujian formal.

 Penyelenggara pendidikan adalah pemerintah atau swasta.


 Tenaga pengajar memiliki klasifikasi tertentu.
 Diselenggarakan dengan administrasi yang seragam

B. PENDIDIKAN NON-FORMAL

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat

dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai

setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan

oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada

standar nasional pendidikan. Seperti Lembaga Kursus dan Pelatihan, Kelompok Belajar,

Sanggar, dll.
Ciri-ciri Pendidikan Non-Formal antara lain :
 Tempat pembelajarannya bisa di luar gedung.

 Kadang tidak ada persyaratan khusus.

 Umumnya tidak memiliki jenjang yang jelas.

 Adanya program tertentu yang khusus hendak ditangani.

 Bersifat praktis dan khusus.

 Pendidikannya berlangsung singkat.

 Terkadang ada ujian.


 Dapat dilakukan oleh pemerintah atau swasta

C. PENDIDIKAN INFORMAL

Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan

formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional

pendidikan. Seperti : Pendidikan Agama, Budi Pekerti, Etika, Sopan Santun, Moral dan

Sosialisasi.

Ciri-ciri Pendidikan Informal antara lain :

 Tempat pembelajaran bisa di mana saja.

 Tidak ada persyaratan.

 Tidak berjenjang.

 Tidak ada program yang direncanakan secara formal.

 Tidak ada materi tertentu yang harus tersaji secara formal.

 Tidak ada ujian.


 Tidak ada lembaga sebagai penyelenggara.

2. JENJANG PENDIDIKAN

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang diterapkan berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang akan
dikembangkan. Menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 14, jenjang pendidikan formal terdiri
atas:

Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah jenjang paling dasar pada

pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari
kelas 1 sampai kelas 6

Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTS) adalah jenjang

pendidikan dasar pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau
sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun

Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA) adalah jenjang pendidikan

menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama
(atau sederajat). Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun,

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang

menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan

dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui

sama/setara SMP/MTs. SMK sering disebut juga STM (Sekolah Teknik Menengah). Di
SMK,terdapat banyak sekali Program Keahlian.

Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam
binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan

agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs.

Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik

perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut

dosen. Di Indonesia ada beberapa jenis perguruan tinggi, antara lain :


1) Akademi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam satu
cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni tertentu.

2) Politeknik atau sering disamakan dengan institut teknologi adalah penamaan yang

digunakan dalam berbagai institusi pendidikan yang memberikan berbagai jenis gelar dan

sering beroperasi pada tingkat yang berbeda-beda dalam sistem pendidikan. Politeknik dapat

merupakan institusi pendidikan tinggi dan teknik lanjutan serta penelitian ilmiah ternama

dunia atau pendidikan vokasi profesional, yang memiliki spesialiasi dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknik, dan teknologi atau jurusan-jurusan teknis yang berbeda jenis.

3) Institut adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau


vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika
memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.

4) Universitas adalah suatu institusi pendidikan tinggi dan penelitian, yang memberikan gelar

akademik dalam berbagai bidang. Sebuah universitas menyediakan pendidikan sarjana dan
pascasarjana.

5) Sekolah tinggi dalam pendidikan di Indonesia adalah perguruan tinggi yang

menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu

pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan
pendidikan profesi.

3. JENIS PENDIDIKAN

1) Pendidikan Umum

Pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan

oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

2) Pendidikan Kejuruan
Pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja dalam bidang
tertentu.

3) Pendidikan Akademik

Pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu

pengetahuan, teknologi, dan atau seni tertentu (program sarjana dan pascasarjana).

4) Pendidikan Profesi

Pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki

pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.

5) Pendidikan Vokasi

Pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki

pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.

6) Pendidikan Keagamaan

Pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat

menjalankan peranan yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan tentang ajaran agama

atau menjadi ahli ilmu agama. Contohnya : Pesantren, MI, MTS, MA, MAK, Sekolah Tinggi

Theologia.

7) Pendidikan Khusus

Pendidikan yang diselenggarakan bagi peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang

memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif. Contohnya : Sekolah
Luar Biasa.

2.2 Prinsip Dasar Penyelenggaraan Pendidikan


1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan
multimakna.
a. Pendidikan sistem terbuka: fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas
satuan dan jalur pendidikan
b. Pendidikan multimakna: proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada
pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai
kecakapan hidup
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Dalam bab ini, penulis berusaha menelaah isi Prinsip Penyelenggaraan
Pendidikan Nasional pasal 4 bab III undang-undang Sisdiknas nomor 20 tahun
2003 :

A. Pendidikan Diselenggarakan Secara Demokratis dan Berkeadilan Tidak


Diskrimatif dengan Menjunjung Tinggi Hak Asasi Manusia, Nilai
Keagamaan Nilai Kultural dan Kemajemukan Bangsa.
Demokrasi pada dasarnya adalah proses masyarakat dengan negara
yang berperan di dalamnya untuk membangun kultur dan sistem kehidupan
guna menciptakan kesejahteraan, menegakkan keadilan, baik secara sosial,
ekonomi, budaya maupun politik.
Dalam demokrasi ada empat fungsi yang saling berkaitan, yaitu
demokrasi sebagai kebebasan, demokrasi sebagai penghormatan akan
martabat orang lain, demokrasi sebagai persamaan dan demokrasi sebagai
wahana untuk berbagi dengan kelompok lain.
Demokrasi pendidikan pada dasarnya dapat dilihat dalam dua sudut
pandang, pertama, demokrasi secara horisontal, bahwa setiap anak harus
mendapat kesempatan yang sama tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa dalam menikmati pendidikan di sekolah. Di Indonesia hal ini jelas
sekali tercermin pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu "Tiap-tiap warga
negara mendapat pengajaran". Kedua, demokrasi secara vertikal, bahwa setiap
anak mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan
sekolah setinggi-tingginya, sesuai dengan kemampuannya.8
Lembaga pendidikan merupakan "lembaga normatif" ia dibangun dan
berdiri atas dasar "nilai" dan "kebenaran ilmiah". Lembaga pendidikan hanya
dapat menawarkan sejumlah nilai-nilai ilmiah dan kebanaran, serta
mensosialisasikan hanya kepada masyarakat pendidikan. Apakah sejumlah
nilai tersebut dapat diterima atau ditolak oleh masyarakat pendidikan, sangat
tergantung kepada sikap yang diambil peserta didik.
Masyarakat didik memiliki kebebasan untuk memilih nilai-nilai terbaik
bagi dirinya. Sementara wewenang yang dimiliki oleh lembaga pendidikan
hanyalah "menilai" dan memberikan "pengakuan" kepada peserta didik
apakah ia telah memenuhi "kriteria" akademik atau belum, tidak ada kekuatan
untuk memaksa.9
Filsafat Friere bertolak dari kehidupan nyata, bahwa di dunia ini
sebagian besar manusia menderita sedemikian rupa, sementara sebagian
lainnya menikmati jerih payah orang lain dengan cara-cara yang tidak adil,
dan kelompok yang menikmati bagian minoritas umat manusia. Bagi Friere,
penindasan apapun nama dan alasannya, adalah tidak manusiawi, sesuatu
yang menafikan harkat kemanusiaan (dehumanisasi).
ganda dalam pengertian, terjadi atas kaum mayoritas kaum tertindas dan juga
atas diri minoritas kaum penindas. Keduanya menyalahi kodrat manusia sejati.
Mayoritas kaum penindas, tidak manusiawi karena hak-hak asasi mereka
dinistakan, karena mereka dibuat tidak berdaya dan dibenamkan dalam
"kebudayaan bisu" (submerged in the culture of silence). Adapun kaum
penindas menjadi tidak manusiawi karena telah mendusta hakekat keberadaan
dan hati nurani sendiri dengan memaksakan penindasan bagi sesamanya.10
Pendidikan sebagai praktek pembebasan dikemukakan oleh Freire
dengan asumsi bahwa pendidikan sebenarnya dapat digunakan sebagai alat
pembebasan, yang meletakkan manusia pada fitrah kemanusiannya. Secara
konsisten, pendidikan harus ditempatkan dalam konfigurasi memanusiakan
manusia, yang merupakan proses tanpa henti dan berorientasi pada
pembebasan manusia.11
Bagi Freire pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan
realitas diri manusia dan dirinya sendiri. Pengenalan itu tidak cukup hanya
bersifat objektif untuk merubah keadaan yang tidak manusia selalu
memerlukan kemampuan subjektif (kesadaran subjektif) untuk mengenali
terlebih dahulu keadaan yang tidak manusiawi, yang terjadi senyatanya yang
objektif. Objektivitas dan subjektivitas dalam pengertian ini menjadi dua hal
yang tidak saling bertentangan, bukan suatu dikotomi dalam pengertian
psikologis. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus
dalam hubungan dialektisnya yang kontinew yakni; pengajar, pelajar, dan
realitas dunia.12
Demokrasi di sekolah dan dalam masyarakat harus didukung secara
berkelanjutan agar Pendidikan Nasional dapat diselenggarakan secara
demokratis untuk semua warga negara Indonesia. Demokrasi pendidikan
merupakan upaya yang memungkinkan warga negara memperoleh layanan
pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan demikian, pemerintah tidak
boleh mengesampingkan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta, atau
antara pendidikan di pusat kota dengan pendidikan di pelosok desa.
Pelaksanaan pendidikan harus mengikuti tuntutan lokal, nasional maupun
transnasional, sehingga Pendidikan Nasional dapat menuju kepada
kemandirian, keunggulan untuk meraih kemajuan dan kemakmuran
berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Peranan pendidikan yang demokratis ditandai dengan keikutsertaan
pelaku pendidikan dan siswa dalam pengambilan keputusan untuk keperluan
dirinya. Mereka memilih objek dan persoalan sendiri yang ingin mereka
pelajari. Sehingga siswa selain berkedudukan sebagai objek juga sebagai
subjek.13
Terlaksananya demokrasi dalam pendidikan, guru dan murid
merupakan subjek utama bagi proses demokratisasi pendidikan di sekolah.
Karena sekolah sebagai sarana dalam mengembangkam sikap demokrasi,
maka kebebasan berbicara, kebebasan mengungkapkan gagasan, kemampuan
hidup bersama dan keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan perlu
diperhatikan oleh sekolah (terutama sekali dengan diberlakukannya Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 ayat 1 yang memberi kebebasan
mendapatkan pendidikan agama kepada setiap peserta didik sesuai dengan
agama yang dianut dan diajarkan oleh pendidik yang segama.14 Tidak dapat
diingkari bahwa mewujudkan sekolah demokratis tidaklah mudah.
Penerapan pendidikan demokrasi sangat penting bagi bangsa Indonesia
karena pendidikan demokrasi akan menumbuhkan semangat kebersamaan di
sekolah maupun di luar sekolah. Dengan demikian sekolah demokratis harus
bisa memberikan keseimbangan antara kewajiban belajar dan hak belajar
kepada siswa, meskipun dalam banyak hal harus menerapkan berbagai metode
untuk menggali kemampuan siswa-siswi.
Pendidikan (SPP), Biaya Operasional Pendidikan (BOP), sumbangan
pengmbangan akademik (SPA) yang variatif nilai nominalnya, sampai pada
biaya-biaya bukan standar yang ditentukan oleh masing-masing institusi.
Kalau kita lihat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang
baru, kelihatannya biaya pendidikan secara nasional seharusnya semakin
murah, sebab bila sebelumnya anggaran Pendidikan Nasional tidak pernah
lebih dari 8% dari seluruh Anggaran Pendapatan Belanja Negara, maka
berdasarkan UUD RI tahun 1945 (yang sudah diamandemen) tersebut,
pemerintah diharuskan mengalokasikan dana minimal sebesar 20%. Namun,
semua itu hanya bagaikan mimpi di siang bolong. Karena memang biaya yang
direalisasikan tidak lebih dari 10% untuk tahun Anggaran 2005 ini. Sangat
ironis dan sangat menyakitkan.17
Pemerataan pendidikan memang menjadi persoalan nasional yang
sangat akut. Tampaknya pendidikan berkualitas dan pendidikan tinggi hanya
diperuntukkan bagi orang-orang yang memiliki akses ekonomi dan politik
yang cukup tinggi. Sehingga pendidikan yang diselenggarakan secara keadilan
dan tidak diskriminatif belum bisa terwujud dengan sempurna.
Friere menekankan perlunya metode pendidikan kritis dialogis bagi
masyarakat miskin, tertindas, dan bodoh. Dalam masyarakat yang terbelakang
dan tertindas, diperlukan sebuah modal yang pendidikan yang mendorong
perubahan sifat seseorang agar berwatak demokratis. Jadi pendidikan
dilakukan tidak hanya untuk mengawasi buta huruf, tetapi juga untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang demokrasi.
Pendidikan yang diselenggarakan secara demokratis yang menitik
beratkan nilai kultural dan kemajemukan bangsa merupakan manifestasi
kebhinekaan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya
adalah kehidupan pendidikan. Tujuan pendidikan "ika", namun proses untuk
mencapai tujuan bersifat "bhineka". Kurikulum yang memuat pokok-pokok
pengajaran dapat ditentukan secara nasional, namun penjabaran dan
implementasi ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan di daerah,
tergantung kondisi lapangan yang ada, baik menyangkut sosial, kultural
maupun sarana dan prasarana pendidikan. Dan pendidikan kebhinekaan dapat
menghargai dan mengakomodasi perbedaan latar belakang seseorang yang
menyangkut nilai, kultural, sosial, ekonomi, bahkan perbedaan dalam
kemampuan. Realitas adanya berbagai latar belakang ini tidak mungkin
dinisbikan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, kebijakan yang bersifat
standar yang berlaku seragam secara nasional, EBTANAS atau UAN, patut
dipertanyakan. Sebab, setiap kebijakan yang bersifat nasional terstandar
cenderung melecehkan prinsip-prinsip kebhinekaan dan tidak adil. Meskipun
kehidupan kelompok dihargai dan diakomodir, namun pendidikan
kebhinekaan lebih menekankan pada cita-cita yang tidak mengenal batas-batas
kelompok seperti HAM dan keadilan.20

B. Pendidikan Diselenggarakan Sebagai Satu Kesatuan yang Sistemik


dengan Sistem Terbuka dan Multi Makna
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai
makhluk sosial manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari orang lain.
Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama dalam berbagai bentuk
komunikasi dan situasi. Ia senantiasa melakukan interaksi, baik berinteraksi
dengan alam lingkungan, interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan
sesamanya, maupun interaksi sama Tuhan; baik disengaja maupun tidak
disengaja. Salah satu dari bentuk interaksi, khususnya interaksi manusia yang
dilakukan secara disengaja dikenal satu istilah pendidikan. Manusia sadar
bahwa tanpa pendidikan, perkembangan dan pertumbuhan potensi
kemanusiaannya akan berjalan sangat lamban, bahkan mungkin tidak
berkembang.
Secara operasional, proses pendidikan terjadi dengan melibatkan
berbagai unsur dan senantiasa terkait dengan fenomena sosial lainnya. Oleh
karena itu, pendidikan sering dipahami dari pendekatan sistemik sebagai
sekumpulan komponen yang saling berhubungan dalam mencapai sasaransasaran
umum tertentu. Dalam pengertian ini setidaknya sebuah sistem
mengandung beberapa prinsip, diantaranya keterintegrasian, keteraturan,
keutuhan, keterorganisasian, keterhubungan, dan ketergantungan antara
komponen satu dengan komponen yang lain dengan sistem terbuka dan multi
makna, perpaduan ke-harmonisan dan keseimbangan serta interaksi unsurunsur
esensial pendidikan, pada tahap operasional dipandang sebagai faktor
yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan.21
Saat ini sering kita mendengar pemisahan secara rigid antara
pendidikan dan pengajaran. Pendidikan dianggap sebagai proses seumur hidup
sementara pengajaran merupakan proses dalam usia terbatas. Istilah lain dari
pengajaran adalah penyekolahan (Schooling). Pengajaran atau penyekolahan
dianggap sebagai sesuatu dan pendidikan adalah sesuatu yang lain. Padahal
pengajaran atau penyekolahan itu membutuhkan waktu hampir separuh dari
umur manusia rata-rata. Pembagian inilah yang menyebabkan keterpisahan
secara rigid dalam diri manusia yang satu. Artinya, satu orang dalam
kehidupannya menjalani dua proses yang sebenarnya satu, yaitu pendidikan
dan pengajaran atau penyekolahan.
Garis-garis Besar Haluan Negara 1983 menegaskan bahwa
penyelenggaraan pendidikan itu keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Dengan begitu orang tua diakui hanya sebagai pendidik, di samping pelbagai
organisasi kemasyarakatan. Bila kita mengingat prinsip subsidaritas yang kita
anut, maka pemerintah wajib menciptakan sistem pendidikan yang
memungkinkan orang tua lebih berfungsi, bukannya malah mempersulit ruang
gerak mendidik keluarga (misalnya dengan menciptakan kurikulum sekolah
hingga hampir tak terluangkan waktu dengan keluarga). Dilema tersebut
dialami karena kebanyakan orang tua dianggap kurang terdidik dan kurang
memahami kebutuhan negara di masa depan sehingga pemerintah merasa
terpaksa mengambil alih banyak segi pendidikan, terutama segi kognitifnya.23
Orientasi pada anak didik dalam pengembangan kurikulum
memberikan arah dan pedoman pada setiap kurikulum untuk memenuhi
kebutuhan anak didik yang disesuaikan dengan bakat, minat dan
kemampuannya. Tiap kurikulum harus memperhatikan anak didik beberapa
banyak perhatian itu tergantung pada kedudukan dan peranan yang diberikan
kepadanya. Kurikulum hendaknya bersifat child–cen–tered dan memberikan
peluang seluas-luasnya kepada anak didik untuk berkembang.
Berkaitan dengan itu, Crow And Crow menyarankan hubungan
kurikulum dengan anak didik sebagai berikut:24
1. Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan ke-adaan perkembangan anak
didik.
2. Isi kurikulum hendaknya mencakup keterampilan, pengetahuan dan sikap
yang dapat digunakan anak didik dalam kehidupannya.
3. Anak didik hendaknya didorong untuk belajar secara aktif dan tidak
sekedar menerima pasif apa yang dilakukan oleh pendidik.
4. Sejauh mungkin apa yang dipelajari anak harus mengikuti minat dan
keinginan anak didik yang sesuai dengan taraf perkembangannya.
Orientasi kurikulum diartikan juga pada upaya positif dari lembaga
pendidikan untuk memberikan kontribusi pada perkembangan sosial, sehingga
output di lembaga pendidikan mampu menjawab dan mengejawantahkan
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Orientasi kurikulum pada
kebutuhan masyarakat dikembangkan dengan ciri-ciri sebagai berikut:25
1. Memusatkan tujuan pendidikan pada perhatian dan kebutuhan masyarakat.
2. Menggunakan buku-buku dan sumber-sumber dari masyarakat sebanyakbanyaknya.
3. Menyusun kurikulum berdasarkan kehidupan manusia.
4. Memupuk jiwa pemimpin dalam lapangan kehidupan masyarakat.
5. Mendorong anak didik untuk aktif kerja sama dan saling mengenal arti
sesama.
Dalam pandangan ini, kurikulum merupakan media social engineering
yang mengutamakan kepentingan sosial di atas kepentingan individu.
Tujuannya adalah perubahan sosial atas tanggungjawab masa depan
masyarakat.
Dengan adanya upaya pemisahan antara kurikulum di sekolah
dengan sistem penyekolahan yang diambil dari tradisi, maka nilai-nilai
adiluhung dan norma-norma agama yang dianut para penduduk sangat
memungkinkan, bahkan dapat dipastikan, akan terpisah dari peserta didik.
Inilah barangkali ancaman dan bahayanya pemisahan secara dikotomis
dan rigid yang tidak menitikberatkan satu kesatuan yang terbuka dan multi
makna antara dalam pendidikan dan pengajaran. Yaitu pemahaman bahwa
antara pendidikan dan pengajaran harus dipisahkan dengan tegas, dan juga
antara pendidkan agama dan pendidikan umum. Padahal semua orang tahu
bahwa penyekolahan atau pengajaran merupakan salah satu bagian dari proses
pendidikan itu sendiri dan juga pendidikan umum dan pendidikan agama
adalah kesatuan integral yang saling mendukung dan saling melengkapi.

C. Pendidikan Diselenggarakan Sebagai Suatu Proses Pembudayaan dan


Pemberdayaan Peserta Didik yang Berlangsung Sepanjang Hayat.
Betapa pentingnya peranan pendidikan di dalam kebudayaan menurut
pemikiran Ki Hadjar Dewantara dapat kita lihat dalam sistem among yang
berisi mengajar dan mendidik. Tugas lembaga pendidikan bukan hanya
mengajar untuk menjadikan orang pintar dan pandai berpengetahuan dan
cerdas, tetapi mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam
kehidupan agar supaya kelak menjadi manusia berpribadi yang beradab dan
bersusila. Sebagai manusia yang berbudaya ia sanggup dan mampu
menciptakan segala sesuatu yang bercorak luhur dan indah, yakni yang
disebut kebudayaan.28
Peranan pendidikan dalam proses pemberdayaan, bukan hanya sekedar
mentransfer nilai-nilai kebudayaan dari satu bejana ke bejana yang berikutnya
yaitu Generasi Muda, tetapi dalam proses interaksi antara pribadi dengan
kebudayaan betapa pribadi tersebut merupakan agen yang kreatif dan bukan
pasif. Di dalam proses pembudayaan terdapat pengertian-pengertian sebagai
berikut:
1. Penanaman dan Invensi (discovery and invention)
Kedua proses ini menempati peranan yang penting sekali di dalam
pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan. Tanpa penemuan-penemuan
yang baru dan tanpa invensi suatu budaya akan mati. Suatu penemuan
berarti menemukan sesuatu yang sebelumnya belum dikenal tetapi yang
telah tersedia di alam sekitar atau di alam semesta ini. Istilah invensi lebih
terkenal di dalam bidang pengetahuan. Dengan invensi maka umat
manusia dapat menemukan hal-hal yang dapat mengubah kebudayaan
industri yang telah menyebabkan suatu revolusi kebudayaan terutama di
negara-negara barat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologis yang
begitu pesat telah membuka horison baru di dalam kehidupan umat
manusia.
2. Difusi
Difusi berarti pembauran budaya-budaya tertentu. Terutama dalam
abad komunikasi yang serba cepat dan intens, difusi kebudayaan akan
berjalan dengan sangat cepat. Percepatan proses difusi melalui proses
pendidikan formal, non-formal maupun informal kini berjalan dengan
sangat cepat. Dalam proses ini kita memerlukan suatu kebijakan
pendidikan untuk memelihara pembauran budaya-budaya yang tidak
meninggalkan budaya lokal.
3. Akulturasi
Salah satu bentuk difusi kebudayaan ialah akulturasi. Dalam proses
ini terjadi pembauran budaya antar kelompok atau di dalam kelompok
yang besar.
dalam budaya sistem pemerintahan di daerah. Nama-nama petugas negara
di daerah telah mengadopsi nama-nama pemimpin di dalam kebudayaan
Jawa seperti bupati, camat, lurah, dan unsur-unsur tersebut telah
disosialisasi dan diterima oleh masyarakat luas, dan lain sebagainya.
Proses akulturasi tersebut lebih dipercepat dengan adanya sistem
pendidikan yang tersentralisasi dan mempunyai kurikulum yang uniform.
4. Asimilasi
Proses asimilasi dalam kebudayaan terjadi terutama antar etnis
dengan sub budayanya masing-masing. Di dalam kehidupan bernegara
terdapat berbagai kebijakan yang mempercepat proses tersebut, ada yang
terjadi secara alamiah ada pula yang tidak alamiah. Biasamya proses
asimilasi kebudayaan yang terjadi di dalam perkawinan akan lebih cepat
dan lebih alamiah sifatnya.
5. Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam setiap
kebudayaan terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Inovasi di dalam dunia
modern, menuntut peran dan fungsi pendidikan yang luar biasa untuk
melahirkan manusia-manusia yang inovatif. Dengan kata lain, pendidikan
yang inovatif, yang mematikan kreativitas generasi muda, berarti tidak
memungkinkan suatu bangsa untuk bersaing hidup di dalam masyarakat
modern yang akan datang. Dengan demikian, pendidikan akan menempati
peranan sentral di dalam lahirnya kebudayaan dunia yang baru.
6. Fokus
Konsep fokus di dalam proses pembudayaan berasal dari seorang
pakar antropologi Herskovits. Konsep ini menyatakan adanya
kecenderungan di dalam kebudayaan ke arah kompleksitas dan variasi
dalam lembaga-lembaga serta menekankan pada aspek-aspek tertentu.
Artinya berbagai kebudayaan memberikan penekanan kepada suatu aspek
tertentu misalnya kepada aspek teknologi, aspek kesenian, aspek
perdagangan, dan sebagainya. Dalam proses pembudayaan melalui fokus
itu kita lihat betapa besar peranan pendidikan. Pendidikan dapat
memainkan peranan penting di dalam terjadinya proses perubahan.
7. Krisis
David Bidney antara lain telah menunjukkan arti krisis di dalam
proses akulturasi kebudayaan. Suatu contoh yang jelas timbulnya krisis di
dalam proses westernisasi dari kehidupan budaya-budaya timur. Sejalan
dengan moralnya kolonialisme ialah masuknya unsur-unsur budaya barat
memasuki dunia ketiga. Terjadilah akulturasi yang kadang-kadang
menyebabkan hancurnya kebudayaan lokal. Dalam kaitan ini peran
pendidikan sangat menentukan karena pendidikan yang didasarkan kepada
nilai-nilai moral bangsa dalam jangka panjang akan memantapkan arah
jalannya akulturasi tersebut. Dalam jangka panjang pendidikan akan
menentukan pencapaian tujuan dari perubahan itu sendiri.
8. Visi Masa Depan
Suatu hal yang baru dalam proses pembudayaan dewasa ini ialah
peranan visi masa depan. Terutama dalam dunia global tanpa–batas
dewasa ini diperlukan suatu visi ke arah masyarakat dan bangsa kita ini
akan menuju. Tanpa visi yang jelas yaitu visi yang berdasarkan nilai-nilai
yang hidup di dalam kebudayaan bangsa Indonesia, akan sulit menentukan
arah perkembangan masyarakat dan bangsa kita ke masa depan, atau
pilihan lain ialah tinggal mengadopsi saja yang disebut budaya global.
Mengadopsi budaya global tanpa dasar dari kebudayaan sendiri berarti
manusia Indonesia akan kehidupan identitasnya. Disinilah letak peranan
Pendidikan Nasional untuk meletakkan dasar-dasar yang kuat dari nilainilai
budaya yang hidup di dalam masyarakat Indonesia yang akan
dijadikan fondasi untuk membentuk budaya masa depan yang lebih jelas
dan terarah. 29
Pendidikan dalam proses pembudayaan dan pemberdayaan akan
menciptakan suasana baru dalam dunia pendidikan termasuk adanya asas,
sistem, bentuk dan program pendidikan.
Asas pendidikan perlu mendapatkan perhatian oleh karena asas
pendidikan ini merupakan titik tolak bagi penyelenggaraan pendidikan. Asas
pendidikan ini terkenal dengan istilah life long education atau pendidikan
seumur hidup.30
Dalam UU Sisdiknas no. 220 tahun 2003 dinyatakan bahwa
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan
rumah tangga, sekolah dan masyarakat. karena itu, pendidikan ialah tanggung
jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia diharapkan supaya
selalu berkembang sepanjang hidup, dan di lain pihak masyarakat dan
pemerintah diharapkan agar dapat menciptakan situasi yang menantang untuk
belajar. Prinsip ini berarti, masa sekolah bukanlah satu-satunya masa bagi
setiap orang untuk belajar, melainkan hanya sebagian dari waktu belajar yang
akan berlangsung seumur hidup.
Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan suatus asas bahwa
pendidikan adalah suatu proses yang terus-menerus (continue) dari bayi
sampai meninggal dunia. Konsep ini sesuai dengan konsep Islam seperti yang
tercantum dalam hadits Nabi Muhammad yang menganjurkan belajar mulai
dari buaian sampai ke liang kubur.
Di dalam UU Ssisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 13 ayat (1), "Jalur Pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi
dan memperkaya".33
Dalam pendidikan seumur hidup dikenal adanya empat macam
konsep kunci, yaitu:41
a. Konsep Pendidikan Seumur Hidup Itu Sendiri
Sebagai suatu konsep, maka pendidikan seumur hidup diartikan
sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan
pengstrukturan pengalaman-pengalaman pendidikan.
Hal ini berarti pendidikan akan meliputi seluruh rentangan usia,
dari usia yang paling muda sampai paling tua, dan adanya basis
institusi yang amat berbeda dengan basis yang mendasari persekolahan
konsensional.
b. Konsep Belajar Seumur Hidup
Dalam pendidikan seumur hidup berarti pelajar karena respons
terhadap keinginan yang didasari untuk belajar dan angan-angan
pendidikan menyediakan kondisi-kondisi yang membantu belajar.
Jadi istilah belajar ini merupakan kegiatan yang dikelola
walaupun tanpa organisasi sekolah dan kegiatan ini justru mengarah
pada penyelenggaraan asas pendidikan seumur hidup.
c. Konsep Pelajar Seumur Hidup
Belajar seumur hidup dimaksudkan adalah orang-orang yang
sadar tentang diri mereka sebagai pelajar seumur hidup, melihat
belajar baru sebagai cara yang logis untuk mengatasi problema dan
terdorong tinggi sekali untuk belajar di seluruh tingkat usia dan
menerima tantangan dan perubahan seumur hidup sebagai pemberi
kesempatan untuk belajar baru.
Dalam keadaan demikian perlu adanya sistem pendidikan yang
bertujuan membantu perkembangan orang-orang secara sadar dan
sistematik merespons untuk beradaptasi dengan lingkungan mereka
seumur hidup (pelajar dan belajar seumur hidup).
d. Kurikulum yang Membantu Pendidikan Seumur Hidup
Kurikulum, dalam hubungan ini, didesain atas dasar prinsip
pendidikan seumur hidup betul-betul telah menghasilkan pelajar
seumur hidup yang secara berurutan melaksanakan belajar seumur
hidup.
Kurikulum yang demikian, merupakan kurikulum praktis untuk
mencapai tujuan pendidikan dan mengimplementasikan prinsip-prinsip
pendidikan seumur hidup
D. Pendidikan Diselenggarakan dengan Memberi Keteladanan, Membangun
Kemauan, dan Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik dalam Proses
Pembelajaran
Sebagai nation (bangsa yang bernegara) kita mempunyai cita-cita
bersama, yaitu suatu kebudayaan (cara hidup masyarakat) berlandaskan
Pancasila, yang memungkinkan terwujudnya masyarakat sejahtera (makmur
dan adil secara merata, tertib dan teratur, aman dan damai), dan pergaulan
hidup yang mesra penuh rasa kolektivitas (rasa persatuan dan kesatuan), dan
rasa solidaritas (rasa tepo selira dan rasa senasib dan sepenanggungan) yang
dijiwai oleh rasa kekeluargaan, dimana tiap warga masyarakat mendapat
kesempatan membina kebahagiaan masing-masing.
69
Guru adalah seorang pembaharu, karena kehadiran seorang guru telah
memberikan makna bagi murid untuk memahami kesulitan-kesulitan
pengalaman yang dialami. Hal ini sangat dibenarkan untuk setiap generasi
dalam sebuah pembelajaran. Karena seorang murid hari ini merupakan sebuah
jarak yang jauh dari sebuah porsi yang besar dari pengalaman seseorang guru,
oleh karena itu guru harus dapat membantu pelajaran muridnya yang beda
generasi. Dibawah kebijaksanaannya diharapkan mereka bisa mendapatkan
pembelajaran dan juga dapat mengekspresikan potensinya.42
Untuk itu perlu generasi muda kita dididik (dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas dalam
proses pembelajarannya) agar menjadi peserta didik yang konsisten dan
konsekuen dalam usaha membina kebudayaan yang kita cita-citakan,
disamping kita mengembangkan kecerdasan, kecakapan dan ketrampilan
dalam bidang ilmu dan teknologi, konsisten dalam arti satu dalam kata dan
laku dan konsekuen dalam arti keikhlasan dan kesungguhan dalam menerima,
menanggung, dan menanggapi segala konsekuensi (akibat atau resiko) dari
kekonsistenan itu.43
Tanpa sifat konsisten dan konsekuen, maka kecerdasan, kecakapan,
keteladanan, kemauan, keterampilan dalam bidang ilmu dan teknologi, dapat
disalahgunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan apa yang kita citacitakan
bersama.
Apa gunanya cita-cita yang luhur kalau cita-cita itu diselewengkan dan
dikhianati? Namun untuk dapat mendidik pada generasi muda kita konsisten
dan konsekuen itu, maka kita sebagai generasi tua harus berusaha sungguh
untuk memiliki sifat konsisten dan konsekuen itu. Bukankah teladan yang
baik merupakan sarana pendidikan yang utama. Dengan teladan yang baik
(ing ngarsa sung tuladha) kita dapat mendidik kepada generasi muda sikap
mental yang kita inginkan (ing madya mangun karsa) tanpa paksaan fisik
maupun mental, melainkan melalui asas tut wuri handayani (mempengaruhi
dengan penuh pengertain dan perhatian, kesabaran dan cinta kasih sayang).44
Kreativitas pada anak didik tidak ditentukan secara pasif – impulsif
oleh apa yang kita hadapi (keadaan, kejadian, kondisi, situasi, orang dan
barang), melainkan oleh sikap mental kita sendiri, berdasarkan keyakinan dan
kehendak kita sendiri, menurut ketentuan logika (benar dan nyata), etika (adil
dan susila), estetika (indah dan artistik) dan religi (suci dan luhur).47
Otonomi pendidikan daerah yang di dalamnya terkandung juga
otonomi pendidikan oleh Depdiknas kepada semua sekolah menjadi
kesempatan untuk mereformasi perwajahan dunia pendidikan kita. Setelah
selama 32 tahun sekolah-sekolah kita terbelenggu dengan berbagai aturan
penyeragaman, otonomi pendidikan kita kesempatan untuk berkreasi,
membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas anak didik,
kompetensi dikembangkan oleh setiap sekolah, sehingga dimungkinkan
beragamnya kurikulum antar sekolah, hal ini dapat diharapkan tanpa
mengurangi kompetensi yang telah ditetapkan dan berlaku secara nasional.50
Karena kurikulum berbasis kompetensi ingin mengembalikan Pendidikan
Nasional yang telah lama terkungkung oleh sistem pendidikan sentralistik
pada masa orde baru, maka dengan adanya sistem desentralisasi diharapkan
proses pendidikan harus dapat memberikan ruang yang lebih baik bagi
keterlibatan guru – murid untuk bereksplorasi atau menggali kemampuannya
secara mendalam.
Penerapan kurikulum berbasis kompetensi ini menuntut kerja sama
yang optimal antara guru, murid dan masyarakat. Kurikulum berbasis
kompetensi memerlukan pengajaran berbentuk kelompok, dan menuntut kerja
sama yang kompak diantara anggota kelompok. Kerja sama antar guru penting
dilakukan seiring perubahan dalam pendidikan secara pesat. Untuk itu,
pendidik, para ahli, dan pengamat pendidikan akhir-akhir ini sedang
mempertimbangkan konsep kurikulum berbasis kompetensi untuk diterapkan
secara luas.
Kehadiran kurikulum berbasis kompetensi dapat dipandang sebagai
kritik korelasi terhadap kurikulum tahun 1994. Kurikulum tahun 1994
dianggap terlalu memberatkan siswa, sehingga tidak memberi ruang gerak
kepada siswa secara luas dalam melakukan aktivitas lain. Kurikulum berbasis
kompetensi pada prinsipnya memiliki visi reformasi bersifat total dalam
pembelajaran, mulai dari orientasi hingga implementasi di lapangan.51

E. Pendidikan Diselenggarakan Dengan Mengembangkan Budaya


Membaca, Menulis dan Berhitung Bagi Segenap Warga Masyarakat
Literatur atau pustaka merupakan bahan ilmu pengetahuan dan dan
merupakana unsur suatu bidang studi yang berkenaan dengan teks (ilmu
pengetahuan –teks). Yang dimaksud dengan "teks" ialah keseluruhan lambang
yang dipergunakan dalam kegiatan komunikasi (Klein, 1972). Jadi, literatur
adalah lambang kata-kata lisan yang diungkapkan dengan tulis.52
Pendidikan baca tulis fungsional sangat penting bagi pendidikan,
karena relevansinya dengan kondisi yang ada pada negara-negara berkembang
karena masih banyaknya penduduk yang buta huruf, melainkan juga sangat
penting ditinjau dari impelentasinya. Bahkan di negara yang sudah maju
sekalipun dimana radio, film dan televisi telah menantang ketergantungan
orang akan bahan-bahan bacaan, namun membaca masih tetap merupakan
cara yang paling murah dan praktis untuk mendapatkan dan menyebarkan
pengetahuan. Memang sulit untuk membuktikan peranan melek huruf
fungsional, terhadap pembangunan sosial, ekonomi masyarakat, namun
pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap kehidupan rakyat jelata,
misalnya para petani, disebabkan oleh karena pengetahuan-pengetahuan baru
pada mereka. Pengetahuan baru ini dapat diperoleh terutama melalui bacaan.53
Jadi melek huruf fungsional itu disamping merupakan isi program
Pendidikan Nasional sekaligus juga merupakan sarana terlaksananya
pendidikan seumur hidup. Namun kemampuan membaca menulis apabila
tidak ditunjang oleh tersedianya bahan-bahan bacaan tidak ada artinya. Sebab
itu realisasi baca tulis fungsional itu harus memuat dua hal, yaitu:54
1) Memberikan kecakapan membaca – menulis – menghitung (3M) yang
fungsional bagi anak didik (Penduduk dari negara yang berbahasa Inggris
menyebut dengan Three R's (reading, writing and arithmatic).55
2) Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diperlukan untuk mengembangkan
lebih lanjut kecakapan yang dimilikinya.
Tanggal 29 Juli 1980 tentang Rancangan Kriteria Umum Bebas Buta, seperti
berikut:
1. Bebas Buta Aksara dan Angka
a. Dapat membaca dan menuliskan bukti diri (nama, alamat, keluarga,
sanak keluarga, tempat tanggal lahir, dan sebagainya).
b. Dapat mengadakan perhitungan-perhitungan sederhana.
c. Dapat membaca dan menuliskan pesan dan catatan, surat menyurat,
surat-surat transaksi, kuitansi dan telegram serta mengisi formulirformulir
dalam kehidupan sehari-hari.
d. Dapat mengetahui waktu dan jam dan menggunakannya dalam
pekerjaan sehari-hari.
e. Peka terhadap kelainan-kelainan yang dapat ditemukan dalam
pelajaran-pelajaran.
f. Dapat memecahkan sendiri masalah-masalah yang ditemukan dalam
bacaan-bacaan.
g. Dapat membaca dan memahami tulisan dan lambang media massa
petunjuk-petunjuk, rambu-rambu lalu lintas, arah angin dan
sebagainya.
h. Dapat mengadakan pembukuan yang sederhana.
i. Dapat membaca dan memahami isi buku-buku, petunjuk atau
pedoman sederhana untuk pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.
2. Bebas Buta Bahasa Indonesia.
a. Dapat menggunakan lafad yang benar dan tepat.
b. Dapat menggunakan dengan baik: awalan, akhiran, sisipan, kata
sambung, kalimat tunggal atau majemuk, arti jenis kata, kalimat aktif
atau pasif, kalimat langsung atau tidak langsung.
c. Dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam
percakapan sehari-hari.
d. Dapat membuat surat dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
e. Mampu menyamakan gagasan-gagasan dalam bahasa Indonesia yang
baik dan benar, lisan maupun tulisan.
f. Dapat memahami gagasan-gagasan orang lain yang disampaikan
secara lisan dan tertulis.
g. Dapat memahami dan menggunakan peribahasa.
h. Dapat dan berani menyatakan pendirian, pendapat lisan atau tertulis,
dan mudah dipahami orang lain.
i. Dapat memahami dan melaksanakan isis surat-surat resmi atau biasa.
3. Bebas Buta Pendidikan Dasar
a. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk kehidupan sehari-hari.
b. Dapat menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilannya kepada
orang lain (misalnya: pertanian, kesehatan, jahit-menjahit dan
perawatan).
c. Adanya keinginan dan kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan.
d. Memiliki pengetahuan dan keterampilan fungsional untuk partisipasi
aktif dalam pembangunan.
e. Memiliki sikap positif terhadap kerja sama dan tolong-menolong
sesama manusia.
f. Dapat membaca dan memahami buku-buku bacaan, pengetahuan dan
sebagainya yang sederhana.
g. Berinisiatif dan berpartisipasi di dalam pembangunan masyarakat
sekitarnya.
h. Memiliki pengetahuan, hak dan kewajiban sebagai warga negara yang
baik dan mengetahui susunan pemerintah, ideologi negara, sejarah
nasional dan lokal.
i. Dapat memahami dan mengamalkan pedoman penghayatan dan
pengamalan Pancasila.
j. Peka dan dapat memanfaatkan alam sekitarnya untuk kepentingan
hidup dan penghidupannya56
Ada dua gagasan untuk melakukan pemberantasan buta huruf di
kalangan orang dewasa, satu ditangani oleh Armed Forces of The People
(FARP) dan lainnya oleh komisi Pendidikan yang kemudian melahirkan
Department of Adult Education.57
Yang menarik untuk dicatat adalah bahwa pendidikan untuk
pemberantasan buta huruf di kalangan orang dewasa, baik dari sudut pandang
FARP maupun komisi pendidikan, dilihat sebagai politik dimana peserta didik
dengan bantuan pendidik, belajar membaca dan menulis dengan pendekatan
yang kritis bukan dengan menghafal suku kata dan kalimat yang diberikan
kepada mereka secara mekanis dan justru mengasingkan mereka. Dalam
konteks seperti ini, peserta didik diusahakan mengerti dan memahami
keharusan untuk membuat sejarah, begitu seterusnya, bukannya membaca
cerita-cerita yang akan mengasingkan diri mereka.58
Jika pemberantasan buta huruf ini tujuan utamanya adalah mendukung
rekonstruksi nasional, maka perlu dijalin kerjasama di antara sejumlah
program sejenis dan semua bentuk kegiatan sosial yang berkaitan atau
tergantung pada kemampuan membaca dan menulis. Pendidikan untuk
pemberantasan buta huruf. Orang dewasa, seperti juga bentuk pendidikan
lainnya, tidak dibebankan seluruhnya pada praksis sosial, namun praksis
sosial ini menjadi salah satu awal untuk menyelenggarakan pendidikan
tersebut.59
Oleh sebab itu, pendidikan untuk pemberantasan tata huruf seharusnya
merupakan proyek-proyek konkrit yang selaras dengan kebijakan PAIGG
yang dijalankan oleh pemerintah, akan mengubah hubungan-hubungan sosial
dalam produksi. Perubahan itu juga harus terjadi di dalam institusi-institusi
pemerintah, seperti rumah sakit, kantor pos dan pelayanan publik lainnya,
dimana pendidikan ini bisa menciptakan orang-orang yang memiliki
kemampuan yang dituntut oleh rekonstruksi nasional. Oleh karena itu sangat
penting bagi tanggung jawab komisi pendidikan untuk membuat perencanaan
dalam mengatasi pemberantasan buta huruf di lapangan.

F. Pendidikan Diselenggarakan dengan Memberdayakan Semua


Komponen Masyarakat Melalui Peran Serta dalam Penyelenggaraan dan
Pengendalian Mutu Layanan Pendidikan
1 Pendidikan Sebagai Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan pendidikan merupakan modal yang strategis dan
menentukan kemampuan serta penampilan perilaku manusia dalam
kegiatan dasar manusia seperti produksi, tansportasi, organisasi
pemerintahan, politik kegiatan keagamaan, pertahanan, hukum dan
sebagainya. Semua kegiatan dan penampilan manusia itu dilatarbelakangi
oleh pendidikan, sehingga pendidikan menjadi "nilai sentral" keseluruhan
pembangunan. Socrates misalnya beranggapan bahwa pengetahuan adalah
kekuatan (knowledge is power).60
Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah pemberdayaan
semua komponen masyarakat yang menampung produktifitas dari para
anggotanya. Oleh sebab itu, peningkatan kemampuan dan pelatihan para
anggota masyarakat perlu disusun melalui pendidikan agar mereka mampu
dan semakin berdaya untuk menggarap potensi dan kesempatan yang akan
muncul di dalam perkembangan zaman.61
Pemberdayaan masyarakat melingkupi berbagai aspek kehidupan,
baik aspek jasmani maupun rohani. Masyarakat yang berdaya adalah
masyarakat yang hidup dalam suatu masyarakat madani (Civil Society).62
Setiap masyarakat dari masyarakat madani adalah masyarakat yang sadar
akan hak-haknya dan juga tahu akan kewajibannya. Menurut Abdullah ada
tiga pengertian dari masyarakat madani, adalah: (1) Masyarakat mandiri,
(2) Masyarakat beradab, dan (3) Masyarakat Islam.63
Kondisi pemberdayaan yang telah dijelaskan akan berwujud
apabila anggota masyarakatnya memperoleh kesempatan agar semakin
berdaya. Menjamurnya pendidikan dan LSM-LSM di Indonesia
menunjukkan bahwa pemerintahan dewasa ini memberikan kesempatan
yang luas untuk berpartisipasi dalam pembangunan bagi masyarakat.
Dalam pembangunan setiap negara, setiap masyarakat dewasa ini tidak
dapat berlanjut tanpa partisipasi masyarakat.
Di dalam suatu masyarakat atau negara yang sedang berkembang
perlindungan terhadap pemberdayaan masyarakat terutama pada tahaptahap
permulaan perlu dilakukan. Sebagai contoh ialah perlindungan
terhadap yang lemah menghadapi yang telah mapan, tentunya memerlukan
suatu bentuk pemerintahan yang kondusif untuk itu.
Perbuatan mendidik anak itu adalah kegiatan kreatif yang
diarahkan ke tujuan pendidikan dan tujuan hidup manusia. Maka tujuan
pendidikan merupakan turunan dari tujuan hidup orang dewasa, yang
kemudian hari juga akan ditanamkan ke dalam hati sanubari anak cucunya.
Danam rangka memberdayakan masyarakat dapat dilihat dalam
berbagai sisi sebagai berikut: (1) Menceritakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik
tolaknya adalah bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi
yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya atau potensi manusia dengan upaya mendorong
memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya atau daya serta berupaya untuk mengembangkan, (2)
Memperat potensi atau daya serta berupaya untuk mengembangkannya, (3)
Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh (masyarakat
(enpgwering). Untuk itu diperlukan langkah-langkah yang nyata, program
yang terarah dan menciptakan iklim dan suasana yang kondusif, (4)
Memberdayakan mengandung arti melindungi. Dalam melindungi harus
dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak
seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Upaya
pemberdayaan masyarakat harus terarah, dan (5) Pemberdayaan adalah
konsep yang menyeluruh atau holistik. Pemberdayaan itu menyangkut
dapat memberikan nilai tambah dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan
politik dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.66
Sehubungan dengan hal tersebut maka pendidikan adalah proses
pengembangan potensi manusia secara totalitas. Dengan pengembangan
potensi manusia tersebut sehingga mereka memperoleh nilai-nilai tambah.
Berdasarkan dengan nilai tambah, Habibie (1997: 17)
mengemukakan bahwa pembangunan dapat dikatakan berhasil, apabila
dalam proses pembangunan terjadi akumulasi nilai tambah. Pengertian
nilai tambah tidak hanya terjadi dalam kegiatan fisik saja, tetapi meliputi
seluruh proses kehidupan manusia.67
2 Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan.
a. Peranan Keluarga dalam Pendidikan
Keluarga merupakan unit terkecil suatu masyarakat yang
menjadi landasan terbentuknya suatu negara atau pemerintahan.
Pemerintahan bertanggung jawab atas terselenggaranya Pendidikan
Nasional dalam arti melayani masyarakat untuk memperoleh hak
pendidikan yang layak serta mengakui peranan keluarga untuk
mendidik anak-anaknya sesuai dengan keyakinannya dan bertanggung
jawab atas hasil pendidikannya. Sehingga dalam UU Sisdiknas
pemerintah mengakui kemandirian keluarga untuk melaksanakan
untuk pendidikan dalam keluarga sendiri. Sebagaimana telah
tercantum di UU Sisdiknas Pasal tujuh yang berbunyai "(1) Orang tua
berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan
memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya, (2)
Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya".68Mengingat strategisnya jalur
pendidikan keluarga dalam UU Sisdiknas juga disebutkan arah yang
seharusnya ditempuh yakni:
Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan
luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga, dan memberikan
keyakinan, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.69
Sudah sewajarnya bahwa keluarga, terutama orang tua,
memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan rasa kasih sayang.
Perasaan kewajiban dan tanggung jawab yang ada pada orang tua
untuk mendidik anak-anaknya timbul dengan sendirinya, secara alami,
tidak karena dipaksa atau disuruh orang lain.
Disamping itu keluarga berkewajiban melakukan kerjasama
dengan masyarakat dan lembaga pendidikan untuk berhasilnya tujuan
Pendidikan Nasional. Demikian halnya dengan masyarakat yang
disamping mempunyai hak seperti unit keluarga, juga mempunyai
kewajiban yang serupa demi tercapainya tujuan pendidikan nasional
tersebut, terutama adalah hal:70
1) Menanamkan nilai-nilai ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Menanamkan nilai-nilai pancasila dan budaya pada umumnya yang
cocok untuk pembangunan nasional.
3) Mengembangkan kepribadian
4) Mengembangkan bakat.
5) Menumpuk minat belajar.
6) Meningkatkan budi pekerti yang luhur sesuai dengan agama,
Pancasila, dan keyakinan masing-masing.
b. Peranan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan
Masyarakat yang berpartisipasi adalah masyarakat yang
produktif, sadar akan hak-hak dan kewajibannya, sadar hukum dan
bertekad untuk mandiri. Dengan demikian masyarakat yang
berpartisipasi (participacing society) mempunyai karakteristik sebagai
masyarakat yang kritis, mampu berdiri sendiri, yang mau berkarya.71
Betapa penting peranan pendidikan di dalam pemberdayaan
masyarakat. Ternyata bahwa fungsi pendidikan bukan hanya sekedar
memberikan pengetahuan umum kepada anggota-anggota
masyarakatnya, tetapi juga di dalam masyarakat modern program
pendidikan dan pelatihan merupakan kondisi bagi berkembangnya
partisipasi tersebut. Di dalam kaitan ini masyarakat lokal mempunyai
fungsi sebagai berikut:
1) Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan.
2) Pembiayaan
3) Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan
4) Status Profesi Pendidik atau Instruktur.72
c. Peranan Pemerintah Dalam Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan
Sejalan dengan lahirnya suatu masyarakat madani (civil
Society), saat partisipasi masyarakat semakin besar maka fungsi
pemerintah akan berubah seperti kita lihat fungsinya bukan lagi
sebagai seorang yang menyetir dan juga mendayung, tetapi fungsi
pokoknya adalah menyetir dan biarkanlah masyarakat sendiri yang
mendayung perahu pembangunan itu. Dengan demikian fungsi
pemerintah akan berubah sebagai berikut :
1. Melindungi Praktek Pendidikan atau Pelatihan dari Mal Praktek.
2. Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa.
3. Mengembangkan Kebudayaan Nasional.
4. Kerjasama Regional dan Internasional.73

Anda mungkin juga menyukai