Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Konsep Teori
A. Definisi .................................................................................................. 2
B. Etiologi .................................................................................................. 2
C. Klasifikasi ............................................................................................. 4
D. Manifestasi Klinis ................................................................................. 7
E. Patofisiologi .......................................................................................... 9
F. Pathway ............................................................................................... 11
G. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 12
H. Komplikasi .......................................................................................... 13
I. Penatalaksanaan .................................................................................. 14
J. Pencegahan .......................................................................................... 17
II. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian ........................................................................................... 19
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 21
C. Intervensi Keperawatan ....................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22
LAPORAN KASUS ............................................................................................. 29
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA

I. KONSEP TEORI
A. Definisi
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan
paru (alveoli). (DEPKES. 2006).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. (Zuh Dahlan, 2006).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh
bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang
paling sering menyebabkan kematian pada anak dan anak balita (Said, 2007).
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995). Pneumonia adalah suatu peradangan
paru yang disebabkan oleh bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur dan benda asing (IKA, 2001)

B. Etiologi
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
positif seperti: Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan Streptococcus
Pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui

2
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis Carinii Pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
Menurut (Smeltzer, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :
1) Pneumonia Bakterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia.
Jenis yan lain :
- Staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan Haemophilus influenza
2) Pneumonia Atipikal
Penyebab paling sering :
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain :
- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
(Smeltzer, 2001 : 568-570).
3) Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna
kerosin atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi (Smeltzer,
2001:572). Karena aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika
refleks jalan nafas protektif hilang seperti yang terjadi pada pasien yang
tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada

3
keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan
lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan aspirasi
tersembunyi. (Smeltzer, 2001:637)
Sedangkan dari sudut pandang sosial, penyebab pneumonia menurut Depkes
RI (2005) antara lain :
1. Status gizi anak
2. Imunisasi tidak lengkap
3. Lingkungan
4. Kondisi sosial ekonomi orang tua

C. Klasifikasi
Klasifikasi Pneumonia dapat dibagi menjadi :
1) Klasifikasi Klinis
 Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi
atas:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yg
klasik antara lain awitan yang akut dengan gambaran radiologi
berupa opasitas lobus, disebabkan oleh kuman yang tipikal terutama
S. pneumoniae, Klebsiella pneumoniae, H. influenzae.
b. Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi yang meningkat
lambat dengan gambaran infiltrate paru bilateral yang difus,
disebabkan oleh organisme atipikal dan termasuk Mycoplasma
pneumoniae virus, Chlamydia psittaci.
 Klasifikasi berdasarkan factor lingkungan dan penjamu, dibagi atas:
a. Pneumonia komunitas  sporadis atau endemic, muda dan orang tua
b. Pneumonia nosokomial  didahului oleh perawatan di RS
c. Pneumonia rekurens  mempunyai dasar penyakit paru kronik
d. Pneumonia aspirasi  alkoholik, usia tua
e. Pneumonia pada gangguan imun  pada pasien transplantasi,
onkologi, AIDS
 Sindrom klinis, dibagi atas :

4
a. Pneumonia bacterial, memberikan gambaran klinis pneumonia yang
akut dengan konsolidasi paru, dapat berupa :
- Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai parenkim
paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar
- Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi klinis
atipikal yaitu perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan
jarang disertai konsolidasi paru. Biasanya pada pasien penyakit
kronik
b. Pneumonia non bacterial
Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma,
Chlamydia pneumoniae.
 Area paru-paru yang terkena
a. Pneumonia lobaris : area yang terkena yang meliputi satu lobus atau
lebih.
b. Bronkopneumonia : proses pneumonia yang dimulai di bronkus dan
menyebar ke jaringan paru sekitar.
2) Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan.
Salah satu diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Community-acquired (diperoleh diluar institusi kesehatan)
Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.
b. Hospital-acquired (diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan
lainnya).
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius
karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan
tubuh penderita untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu,
kemungkinannya terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap
antibiotik adalah lebih besar.
3) Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer
maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara
morfologis pneumonia dikenal sebagai berikut:

5
a. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
b. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
c. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
4) Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya:
virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing.
a. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia
bakterial. Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering
dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase
terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti
demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam
tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif
pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
b. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi
terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat
dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau
berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang
lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti
dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya
batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai
mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area
paru.
c. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan
pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe
pneumonia lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran
klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan
infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut, demam,
malaise, pernapasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering

6
diperberat dengan napas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen,
menggigil, meningismus.

D. Manifestasi Klinis
Suriadi dan Rita (2001) menyebutkan manifestasi klinis yang terdapat pada
penderita pneumonia, yaitu
1. Serangan akut dan membahayakan
2. Demam tinggi (Pneumonia virus bagian bawah)
3. Batuk, Reles (Ronchi), Wheezing
4. Sakit kepala, malaise
5. Nyeri abdomen
Manifestasi klinis secara umum :
1. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik
secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
2. Gejala khas :
a. Sianosis pada mulut dan hidung.
b. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung.
c. Gelisah, cepat lelah.
3. Batuk mula-mula kering produktif.
4. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.
Manifestasi klinis pada anak :
1. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi
sputum, napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak
yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi
yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda Pneuomonia
berupa retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat
bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas, perkusi pekak,
fremitrus melemah. Suara napas melemah, dan ronkhi. (Mansjoer, 2000, hal
467)
2. Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena paru
meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan

7
sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang
dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai
kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal
diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk juga
disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau penarikan dinding dada
sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.
Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat, dengan gejala
pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai
gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.
3. Menurut Muttaqin (2008) pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus
purulen kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali
berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan
menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri
dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan
nyeri kepala.

E. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun
kekebalan tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri
pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat
pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan
yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh
bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel
system pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun
dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan
dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima

8
lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi
terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman
yang paling umum sebagai penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab
mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi
cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media
bagi pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat
sehingga menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian
paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia (Engram, 1998). Setelah
mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri
dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995 : 711) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang
kaya protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa
dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang
berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam
ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel
darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang
menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna
kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati
yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah
merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis
dan direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga
jaringan kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000 : 392).

9
F. Pathway Etiologi (virus, bakteri, jamur)
MK: Ansietas Orangtua
cemas dengan MK: Ketidakefektifan
(pada Orangtua) Bersihan Jalan Napas
kondisi anak Droplet terhirup

Masuk pada alveoli Sesak, ronkhi


Kurang pengetahuan,
informasi

Reaksi peradangan Obstuksi saluran nafas


Merangsang IL-1

Merangsang IL-1 PMN (leukosit & Konsolidasi-


makrofag meningkat) penumpukkan
eksudat di alveoli
Zat endogen pyrogen
Mengaktifasi cytokine
Gangguan difusi O2
prostaglandin
Ekstravasasi cairan ke alveoli
BGA abnormal

Berdistribusi ke transportasi O2 terganggu Konfusi, iritabilitas,


hipotalamus sianosis, dispneu,
pernafasan cuping hidung
HR meningkat,
Menggeser kelelahan, kelemahan
setpoint anterior MK: Gangguan
Pertukaran Gas
MK: MK: Intoleransi
Suhu tubuh Aktivitas
Hipertermi meningkat
Respon batuk

Demam, berkeringat
Peningkatan pemecahan Penggunaan otot
cadangan makanan bantu abdomen
Cairan tubuh <<

Refluk fagal
MK: Resiko Tinggi MK: Ketidakseimbangan
Kekurangan Volume Cairan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Mual, muntah

10
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan
antara lain :
1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi
di paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner
sehubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya
anemia, infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika
anak tidak berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan
luas dan beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya
seperti virus dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk
menetapkan agens penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang
utama dari pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji
diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk menetapkan dan
mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan
kajian diagnostik.
Sedangkan menurut Engram (1998) pemeriksaan penunjang meliputi:
1. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan
predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang
buruk.

11
2. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm.
Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa
darah.
3. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan
dapat menyokong diagnosa.
4. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
Pemeriksaan mikrobiologik:
1. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau
sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
2. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau
aspirasi paru.
Pemeriksaan imunologis:
1. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepa
2. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman
penyebab.
3. Spesimen: darah atau urin.
4. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation.
Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap
mikroorganisme penyebab pneumonia:
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari
infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata
(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu
lobus (pneumonia lobaris). Anak dan anak-anak gambaran konsolidasi
lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambaran radiologik menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi
pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada
permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak,
kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks.

12
Perpadatan hemithoraks umumhya penekanan (65%), < 20% mengenai
kedua paru.

H. Komplikasi
1. Bakteremia
Bakteremia adalah suatu kondisi di mana ada sejumlah besar bakteri
hadir dalam aliran darah. Indikasi bakteri dalam darah terdeteksi oleh
pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan fisik. Bakteremia biasanya
dicurigai jika pasien menunjukkan tanda-tanda dan gejala seperti demam
tinggi, batuk lendir hijau atau kuning, kelemahan ekstrim dan timbulnya
syok septik. Bakteremia harus ditangani dengan cepat atau infeksi dapat
menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh dan menyebabkan organ utama
mati.
2. Efusi pleura
Efusi pleura terjadi ketika penumpukan kelebihan cairan dan dahak pada
lapisan dinding dada, alveoulus dan ruang-ruang di antaranya. Ini adalah
komplikasi umum yang muncul dari pneumonia dan mungkin salah satu
tanda-tanda pertama pada X-Ray dada. Jika cairan luas di paru-paru,
thoracentesis mungkin harus dilakukan.
3. Endokarditis
Endokarditis adalah infeksi lapisan dalam jantung. Ini merupakan
komplikasi dari pneumonia diobati jangka panjang atau pneumonia
berulang. Karena gejala dapat mirip pneumonia itu sendiri, seperti sesak
napas, batuk atau nyeri, sering kali tidak terdeteksi. Endokarditis yang tidak
diobati dapat menyebabkan kerusakan ireversibel katup atau gagal jantung.
4. Kegagalan ventilasi
Kegagalan ventilasi adalah nama lain umum untuk hiperkapnia. Otot-otot
di paru-paru, atau otot ventilator, bekerja keras untuk memungkinkan paru-
paru naik dan turun dan bekerja pada menyelesaikan fungsi tubuh yang
tepat. Dalam beberapa kasus pneumonia, pasien mungkin tidak dapat
bernapas dengan adekuat. Sebuah ventilator harus ditempatkan pada pasien

13
sehingga mereka dapat bernapas dengan benar dan mengisi aliran darah dan
oksigen ke seluruh organ tubuh.
5. Kegagalan Pernafasan hipoksemia
Kondisi ini terjadi ketika ada peradangan parah di dinding paru-paru
menyebabkan aliran udara menutup atau menyempitkan darah dan aliran
udara. Pengobatan awal adalah untuk mengurangi peradangan. Hal ini
dilakukan dengan antibiotik untuk menghilangkan infeksi dan thoracentesis
untuk menghapus cairan untuk meringankan tekanan udara dan aliran
kembali (Price, 2003; Sectish, 2003).

I. Penatalaksanaan
Pengobatan umum pasien-pasien pneumonia biasanya berupa pemberian
antibiotik yang efektif terhadap organism tertentu, terapi oksigen untuk
menanggulangi hipoksemia dan pengobatan komplikasi seperti pada efusi
pleura yang ringan, obat pilihan untuk penyakit ini adalah penisilin G.
(patofisiologi page 806).
Selain penatalaksanaan diatas ada beberapa penatalaksaan pada penderita
pneumonia, diantaranya:
- Oksigen 1-2L/menit
Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmhg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan AGD
- Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak
- Fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak, khususnya dengan clapping
dan vibrasi
- Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis
- Ventilasi mekananis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan
bila terjadi hipoksemia persisten, gagal nafas yang disertai peningkatan
respiratory distress dan respiratory arrest
- IVFD Dextrose 10% : NaCl 0,9%=3:1,+KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai BB, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
- Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat di mulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.

14
- Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
- Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
- Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan:
Untuk kasus pneumonia Community base :
- Ampisilin 100mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
- Kloramfenikol 75mg/Kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia Hospital base :
- Sefotaksim 100mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasin 10-15mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

Tabel Pemilihan Antibiotika berdasarkan Etiologi


Mikroorganisme Antibiotika
Streptokokus dan Penisilin G 50.000 unit/hari IV atau
Stafilokokus Penisilin Prokain 600.000U/kali/hari IM atau
Ampisilin 100mg/Kg BB/hari atau
Seftriakson 75-200 mg/Kg BB/hari
M.Pnemoniae Eritromisin 15mg/Kg BB/hari atau derivatnya
H.Influenzae Kloramfenikol 100mg/Kg BB/hari atau
Klebsiella Sefalosforin
(Misnadiarly, 2008; Effendy, 2001)
Tahapan fisioterapi:
1. Inhalasi
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk
uap kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-
paru). Alat terapi inhalasi bermacam-macam. Salah satunya yang efektif
bagi anak adalah alat terapi dengan kompresor (jet nebulizer). Cara
penggunaannya cukup praktis yaitu anak diminta menghirup uap yang
dikeluarkan nebulizer dengan menggunakan masker. Obat-obatan yang
dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan melegakan pernapasan atau
menghancurkan lendir. Semua penggunaan obat harus selalu dalam
pengawasan dokter. Dosis obat pada terapi inhalasi jelas lebih sedikit tapi

15
lebih efektif ketimbang obat oral/obat minum seperti tablet atau sirup,
karena dengan inhalasi obat langsung mencapai sasaran. Bila tujuannya
untuk mengencerkan lendir/sekret di paru-paru, obat itu akan langsung
menuju ke sana.
2. Pengaturan Posisi Tubuh
Tahapan ini disebut juga dengan postural drainage, yakni pengaturan
posisi tubuh untuk membantu mengalirkan lendir yang terkumpul di suatu
area ke arah cabang bronkhus utama (saluran napas utama) sehingga lendir
bisa dikeluarkan dengan cara dibatukkan. Untuk itu, orangtua mesti
mengetahui di mana letak lendir berkumpul.
Caranya:
- Setelah letak lendir berhasil ditemukan (dengan melihat hasil rontgen
atau dengan penjelasan dari dokter mengenai letak dari sekret di paru-
paru), atur posisi anak.
- Bila lendir berada di paru-paru bawah maka letak kepala harus lebih
rendah dari dada agar lendir mengalir ke arah bronkhus utama. Posisi
anak dalam keadaan tengkurap.
- Kalau posisi lendir di paru-paru bagian atas maka kepala harus lebih
tinggi agar lendir mengalir ke cabang utama. Posisi anak dalam keadaan
telentang.
- Kalau lendir di bagian paru-paru samping/lateral, maka posisikan anak
dengan miring ke samping, tangan lurus ke atas kepala dan kaki seperti
memeluk guling.
3. Pemukulan/Perkusi
Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan yang melekuk
pada dinding dada atau punggung. Tujuannya melepaskan lendir atau
sekret-sekret yang menempel pada dinding pernapasan dan memudahkannya
mengalir ke tenggorok. Hal ini akan lebih mempermudah anak
mengeluarkan lendirnya.
Caranya:

16
- Lakukan postural drainage. Bila posisinya telentang, tepuk-tepuk (dengan
posisi tangan melekuk) bagian dada sekitar 3-5 menit. Menepuk anak
cukup dilakukan dengan menggunakan 3 jari.
- Dalam posisi tengkurap, tepuk-tepuk daerah punggungnya sekitar 3-5
menit.
- Dalam posisi miring, tepuk-tepuk daerah tubuh bagian sampingnya.
Setelah itu lakukan vibrasi (memberikan getaran) pada rongga dada
dengan menggunakan tangan (gerakannya seperti mengguncang lembut
saat membangunkan anak dari tidur). Lakukan sekitar 4-5 kali.
- Observasi tanda vital
- Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan,
misalnya, pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala inefektivitas
pola napas.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman

J. Pencegahan
1) Pencegahan Primer
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya pneumonia, antara lain:
a. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu
gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang
cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta
pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi
selama kehamilan.
b. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan
karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi
neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak
terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat
memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan
bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih
tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.

17
c. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9
bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu
pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
d. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang
sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi
batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.
2) Pencegahan Sekunder
Tujuannya adalah untuk menyembuhkan orang yang sudah menderita
pneumonia, pencegahan sekunder antara lain:
a. Pneumonia berat: dibawa ke rumah sakit dan diberi antibiotik.
b. Pneumonia: diberi antibiotic kortimoksasol oral dan ampisilin.
c. Bukan pneumonia: bisa perawatan di rumah, tidak diberikan antibiotic.
Cukup diberikan paracetamol jika panas, bila pilek diberikan kapas yang
ditetesi air garam, bila nyeri tenggorokan beri penicillin dan dipantau
selama 10 hari.
3) Pencegahan Tersier
Tujuannya adalah untuk mencegah munculnya komplikasi/keadaan yang
semakin parah. Beri antibiotic selama 5 hari dan jika semakin parah konsul
ke dokter (Soeparman, 2002)

18
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Fokus
Data Dasar
a. Identitas Klien
Nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, agama, pendidikan, suku/bangsa,
pekerjaan, status perkawinan, alamat, DX medis, tanggal/jam MRS, nomor
register, tanggal pengkajian.
b. Identitas Penanggung jawab
c. Nama, jenis kelamin, usia, agama, pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, dan alamat.
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien pneumonia menurut Suyono, 2009;
Nursalam, 2005 dan Doengoes, 2000:
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal yang perlu dikaji:
a. Keluhan yang dirasakan klien
b. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan
2. Riwayat Penyakit Dahulu
 Pernah menderita ISPA
 Riwayat terjadi aspirasi
 Sistem imun anak yang mengalami penurunan
 Sebutkan sakit yang pernah dialami
3. Riwayat Penyakit Keluarga
 Ada anggota keluarga yang sakit ISPA
 Ada anggota keluarga yang sakit pneumonia
4. Demografi
 Usia : Lebih sering pada bayi atau anak di bawah 3 tahun.
 Lingkungan : Pada lingkungan yang sering berkontaminasi dengan
polusi udara.
5. Pola Pengkajian Gordon
Hal-hal yang perlu dikaji:
 Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

19
Hal yang perlu dikaji yaitu keberhasilan lingkungan, biasanya orangtua
menganggap anaknya benar-benar sakit jika anak sudah mengalami sesak
napas.
 Pola Nutrisi dan Metabolik
Biasanya muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui kontrol saraf
pusat), mual dan muntah (peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak
peningkatan toksik mikroorganisme).
 Pola Eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan
cairan melalui proses evaporasi karena demam.
 Pola Istirahat-Tidur
Data yang sering muncul adalah anak sulit tidur karena sesak nafas,
sering menguap serta kadang menangis pada malam hari karena
ketidaknyamanan.
 Pola Aktivitas-Latihan
Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai dampak
kelemahan fisik. Anak lebih suka digendong dan bedrest.
 Pola Kognitif-Persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak.
 Pola Persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orangtua terhadap anak diam kurang bersahabat, tidak
suka bermain, ketakutan.
 Pola Peran-Hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara, anak lebih banyak diam dan
selalu bersama orangtuanya.
 Pola Seksual-Reproduksi
Pada anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah pubertas
mungkin mengalami gangguan menstruasi.
 Pola Toleransi Stress/Koping
Aktivitas yang sering tampak mengalami stress adalah anak menangis
kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah tersinggung.

20
 Nilai Keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.
6. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisik yang biasanya muncul
yaitu:
 Kesadaran umum : Tampak lemah, sesak napas.
 Kesadaran : Tergantung tingkat keparahan penyakit bisa sumnolen
 Tanda-tanda vital:
1) TD : Hipertensi
2) Nadi : Takikardia
3) RR : Takipnea, dispnea, napas dangkal
4) Suhu : Hipertermi
 Kepala : Tidak ada kelainan
 Mata : Konjungtiva bisa anemis
 Hidung : Jika sesak akan terdengar napas cuping hidung
 Paru
1) Inspeksi : Pengembangan paru berat, tidak simetris jika hanya satu
sisi paru, ada penggunaan otot bantu napas.
2) Palpasi : Adanya nyeri tekan, peningkatan vocal fremintus pada
daerah yang terkena.
3) Perkusi : Pekak terjadi bila terisi cairan, normalnya timpani.
4) Auskultasi: Bisa terdengar ronki
 Jantung : Jika ada kelainan jantung, pemeriksaan jantung tidak ada
kelemahan.
 Ekstremitas: Sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi saluran pernapasan
akibat peningkatan mukus yang berlebih.

21
2. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran aveolar-kapiler ditandai
dengan Gas Darah Arteri abnormal, PH artery abnormal, sianosis, nafas
cuping hidung, dan gelisah (rewel).
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, kelemahan umum.
4. Hipertermia b.d. dehidrasi dan peradangan ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh diatas normal, dan kulit terasa hangat.
5. Ansietas pada (orangtua) b.d kurangnya pengetahuan tentang kondisi anak.
6. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan keluarga aktif ditandai
dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, dan peningkatan
suhu tubuh.

C. Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi saluran pernapasan
akibat peningkatan mukus yang berlebih.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x 24 jam diharapkan
pertukaran gas adekuat dengan kreteria hasil :
NOC label
Respiratory status
 RR normal (skla 5)
 Ritme respiratory normal (skala 5)
 Kedalaman nafas normal (skala 5)
 Akumulasi sputum tidak ada (skala 5)
Respiratory status :Gas exchange
 Tekanan parsial karbondioksida pada darah arteri normal (skala 5)
 pH arteri normal (skala 5)
 Tidak terjadi sianosis (skala 5)
NIC label
Respiratory Monitoring
1. Monitor laju ritme dari nafas
Rasional: Untuk mengetahui status pernapasan pasien

22
2. Monitor suara nafas tambahan seperti snoring
Rasional: Untuk mengetahui apabila adanya kelainan pada saluran
pernapasan.
3. Monitor peningkatan kelelahan
Rasional: Untuk memantau keadaan fisik pasien
4. Monitor peningatan kegelisahan, dan kekurangan oksigen
Rasional: Untuk memantau dan mengurangi kecemasan dari pasien.
5. Monitor sekresi dari sistem pernafasan pasien
Rasional: Untuk memantau adanya sekret pada saluran napas klien
6. Berikan terapi perawatan nebulizer sesuai kebutuhan
Rasional: Untuk mengencerkan dan mempermudah sekret keluar dari
saluran
Oxigen therapy
7. Bersihkan skresi mulut hidung dan trakea sesuai kebutuhan
Rasional: Untuk mempermudah jalan napas
8. Memeberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional: Mengatasi terjadinya defisit O2
9. Monitor aliran oksigen
Rasional: memastikan kebutuhan oksigen yang sesuai untuk klien
10. Monitor kerusakan kulit dari gesekan dengan selang oksigen
Rasional: Mencegah terjadinya iritasi pada kulit.
2. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran aveolar-kapiler
ditandai dengan Gas Darah Arteri abnormal, PH artery abnormal,
sianosis, nafas cuping hidung, dan gelisah (rewel).
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...jam diharapkan
gangguan pertukaran gas dapat diatasi dengan kriteria hasil:
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
- Tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah)
- RR= 16-20 x/menit
- AGD klien dalam batas normal (Ph = 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 ;
HCO3 = 22-26 ; BE = -2 - +2 ; PO2 = 80-100 ; SaO2 = 95-100%)

23
Intervensi :
Airway Management
1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
Rasional :Untuk memperlancar jalan napas klien.
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Rasional : Memaksimalkan posisi untuk meningkatkan ventilasi klien.
3) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
Rasional : Menghilangkan obstruksi jalan napas klien.
4) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
Rasional : Memantau kondisi jalan napas klien.
Respiratory Monitoring
5) Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi.
Rasional : Mengetahui karakteristik napas klien.
6) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan perburukan
kondisi klien.
7) Lakukan pemeriksaan AGD pada klien.
Rasional : Pemantauan AGD dapat menunjukkan status respirasi dan
adanya kerusakan ventilasi klien.
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, kelemahan umum.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan klien toleran terhadap
aktivitas.
Kriteria hasil:
- Klien tidak tampak kelemahan
- Dyspnea berkurang
- Tidak ada dyspnea saat aktivitas
- Tidak ada sianosis setelah aktivitas
- Dapat beraktivitas optimal
Intervensi
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat laporan dispnea.

24
Peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas.
Rasional: menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi.
2) Bantu anak dalam melakukan aktivitas yang sesuai dan berikan
aktivitas yang menyenangkan sesuai dengan kemampuan dan minat
anak.
Rasional: menurunkan kebutuhan O2
3) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkat
istirahat.
4) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional: tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
4. Hipertermia b.d. dehidrasi dan peradangan ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh diatas normal, dan kulit terasa hangat.
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, klien diharapkan panas badan
klien berkurang dengan kriteria hasil:
- Suhu badan pasien normal
- Pasien tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi : NIC : Vital Signs Monitoring
1. Monitor TTV pasien (tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan).
Rasional: Untuk mengetahui kondisi umum pasien.
2. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipertermi.
Rasional: Untuk memantau adanya peningkatan suhu tubuh pasien.
3. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan.

25
Rasional: Untuk mengetahui adanya tanda dan gejala
4. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda vital.
Rasional: Agar dapat mengontrol perubahan TTV pasien.
NIC : Temperatur Regulation
5. Anjurkan penggunaan selimut hangat untuk menyesuaikan perubahan
suhu tubuh.
Rasional: Untuk membuat tubuh merasa nyaman.
6. Anjurkan asupan nutrisi dan cairan adekuat.
Rasional: Untuk menghindari terjadinya dehidrasi.
NIC : Fever Treatment
7. Anjurkan pemberian kompres hangat.
Rasional: Untuk menurunkan panas badan.
5. Ansietas pada (orangtua) b.d kurangnya pengetahuan tentang kondisi
anak.
Tujuan : setelah dilakkan tindakan keperawatan ansietas berkurang.
Kriteria hasil:
- Orang tua menyatakan cemas berkurang.
- Tidak ada ekspresi ketakutan
Intervensi:
1) Jelaskan prosedur atau tindakan yang akan dilakukan serta ciptakan
hubungan dengan anak dan orangtua.
Rasional: penjelasan setiap prosedur memberikan pemahaman pada
orang tua dan hubungan yang baik akan menumbuhkan kepercayaan.
2) Berikan kenyamannan pada lingkungan anak seperti digendong atau
mengayun membelai dan memberikan musik.
Rasional: anak akan merasa dilindungi.
3) Libatkan orangtua dalam memberikan perawatan sehingga anak
merasakan ketenangan.
Rasional: orang terdekat dari anak adalah orangtua sehingga melibatkan
orangtua akan membantu mempermudah proses keperawatan.
4) Beri obat yang memperbaiki ventilasi seperti bronkholatos sesuai
program.

26
6. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan keluarga aktif ditandai
dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, dan peningkatan
suhu tubuh.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x 24 jam diharapkan
kebutuhan volume cairan pasien terpenuhi dengan kriteria hasil:
Noc label:
Hydrasi:
- Turgor kulit kembali normal (skala 5)
- Membrane mukosa tampak lembab (skala 5)
- Intake cairan yang adekuat (skala 5)
- Tidak terdapat diare (skala 5)
Fluid balance:
- Nadi normal (skala 5)
- Intake dan output cairan seimbang dalam sehari (skala 5)
Intervensi:
NIC label: Fluid management
1. Monitoring status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi yang
adekuat) secara tepat.
Rasional: Untuk mengetahui status hidrasi pasien
2. Atur catatan intake dan output cairan secara akurat
Rasional: Untuk memastikan jumlah cairan yang masuk dan keluar
3. Beri cairan yang sesuai
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien
Fluid monitoring:
4. Identifikasi factor risiko ketidakseimbangan cairan (hipertermi,
infeksi, muntah dan diare)
Rasional: Untuk mengetahui factor risiko ketidakseimbangan cairan
dan mencegah secara dini factor tersebut
5. Monitoring tekanan darah, nadi dan RR
Rasional: Komplikasi letal dapat terjadi selama awal periode
pengobatan antimikroba. Kurva suhu tubuh memberikan indeks
respon pasien terhadap terapi. Hipotensi yang terjadi dini pada

27
perjalanan penyakit dapat mengindikasikan hipoksia atau bakterimia.
Antipiretik diberikan dengan kewaspadaan, karena antipiretik dapat
mengakibatkan penurunan suhu dan dengan demikian mengganggu
evalusasi kurva suhu
IV teraphy:
6. Lakukan 5 benar pemberian terapi infuse (benar obat, dosis, pasien,
rute, frekuensi)
Rasional: Untuk memastikan terapi diberikan secara benar
7. Monitoring tetesan dan tempat IV selama pemberian
Rasional: Untuk memastikan pemberian terapi diberikan secara tepat
Diarrhea managemenet:
8. Monitoring tanda dan gejala diare
Rasional: Untuk mengetahui tanda dan gejala diare
9. Ketahui penyebab diare
Rasional: Untuk mengetahui apa faktor penyebab dari diare
10. Evaluasi mengenai pengobatan terhadap efek gastrointestinal
Rasional: Untuk mengetahui efek obat terhadap gastrointestinal
11. Instruksikan keluarga untuk memantau warna, volume, frekuensi dan
konsistensi feses
Rasional: Untuk mengetahui perubahan penyakit pasien
12. Monitoring kulit dan perianal pasien untuk mengethui adanya iritasi
dan ulserasi
Rasional: Untuk mengetahui adanya iritasi dan perlukaan pada kulit
pasien

28
DAFTAR PUSTAKA

Price, S. A 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4 : Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner


&Suddarth volume 1. Jakarta:EGC

Carpenito, Lynda Juall.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik


Klinis.Jakarta : EGC

Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC

Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004.Nursing Interventions Classification


(NIC). Missouri : Mosby

Moorhead, Sue et al. 2008.Nursing Outcome Classification (NOC). Missouri :


Mosby

29

Anda mungkin juga menyukai