Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM GERONTIK

Untuk Memenuhi Tugas Clinical Studies 2

Disusun Oleh:
Ni Luh Putu Saptya WIdyatmi
135070201111010
REGULER 2

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Sindrom Gerontik

1. Teori Proses Menua


Terdapat beberapa teori menua, diantaranya :
a. Teori Biologi :
- Teori Genetik :
1. Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang
mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya memiliki
suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar
menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar,
dia akan mati.
2. Teori mutasi somatik, menurut teori ini, penuaan terjadi karena
adanya mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk.
Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan
dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi
terus- menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi
organ atau perubahan sel menjadi kanker atau sel menjadi
penyakit (Suhana, 2000).
- Teori Non-Genetik:
1. Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory),
mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit
auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989).
2. Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory), teori
radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh,
karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan di
dalam mitokondria. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik, misalnya
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak
dapat bergenerasi (Halliwel, 1994).
3. Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam berbagai
percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata
bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur,
sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan
kegemukan dapat memperpendek umur (Darmojo, 2000).
4. Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan
bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan
asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan
radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan
pada membran plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan
yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses
menua.
5. Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik,
terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear theory). Di sini
terjadi kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel tubuh lelah
terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal.
b. Teori Sosiologi
- Activity theory, ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah
kegiatan secara langsung.
- Teori kontinuitas, adanya suatu kepribadian berlanjut yang
menyebabkan adanya suatu pola prilaku yang meningkatkan stress.
- Disengagement Theory, putusnya hubungan dengan dunia luar
seperti hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan individu
lain.
- Teori stratifikasi usia, karena orang yang digolongkan dalam usia
tua akan mempercepat proses penuaan.
c. Teori Psikologi
- Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai
aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa
mencapai kebutuhan yang sempurna.
- Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai
tugas dalam perkembangan kehidupan.
- Course of Human Life Theory, seseorang dalam hubungan dengan
lingkungan ada tingkat maksimumnya.
- Development Task Theory, tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas
perkembangan sesuai dengan usianya.

2. Definisi Sindrom Gerontik


Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan
kecacatan. Tamplan klinis yang tidak khas sering membuat sindrom geriatri
tidak terdiagnosis. Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi,
inkontinesia, ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat
menyebabkan angka morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk
pada usia tua yang lemah. Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem
organ. Sindrom geriatrik mungkin memiliki kesamaan patofisiologi meskipun
presentasi yang berbeda, dan memerlukan interventasi dan strategi yang
berfokus terhadap faktor etiologi (Panitaetal, 2011).
3. Jenis-Jenis Sindrom Gerontik
Berikut ini adalah beberapa jenis-jenis dari sindrom gerontik, diantaranya :
a. Immobility (Imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau
lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menhilang akibat perubahan
fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi
adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekuatan otot, ketidaksembangan dan
masalah psikologis. Etioligi dari imobilitas diantaranya lansia yang terus-
menerus berada ditempat tidur (disebut berada pada keadaan sehingga
mengakibatkan atrofi otot, decubitus, malnutrisi, serta pnemonia. Faktor
resikonya dapat berupa osteortritis, gangguan penglihatan, fraktur,
hipotensi postural, anemia, stroke, nyeri, demensia, lemah otot, vertigo,
keterbatsan ruang lingkup, PPOK, gerak sendi hipotiroid dan sesak
napas, imobilisasi pada lansia diakibatkan oleh adanya gangguan nyeri,
kekakuan, ketidakseimbangan, serta kelainan psikologis.
b. Instability (Instabilitas dan Jatuh)
Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien geriatri
terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Berbagai faktor tersebut
dapat diklasifikasikan sebagai faktor instrinsik (faktor risiko yang ada pada
pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan).
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan
riwayat jatuh adalah mengobati berbagai kondisi yang mendasari
instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa
latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang
sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan
yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin.
c. Intelektual Impairment (Gangguan Kognitif)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien
lanjut usia adalah delirium dan demensia. !emensia adalah gangguan
fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit
otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran.
!emensia tidak hanya masalah pada memori. !emensia mencakup
berkurangnya kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau
mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh,
pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas (Geddes et al, 2005;
Blazer et al, 2009). Gangguan kognitif pada lansia muncul secara
perlahan tetapi progresif (biasanya selang bulanan hingga tahunan).
Gangguan depresi juga merupakan penyebab kemunduran intelektual
yang cukup sering ditemukan namun seringkali terabaikan.
d. Inconrinence (inkontenensia Urin)
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan
frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan
higienis. Terdapat beberapa jenis inkontinensia :
- Inkontinensia urin akut reversible:
Meruakan setiap kondisi yang menghambat mobilitas pasien dapat
memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya
inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis
dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan atau obstruksi
anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan
inflamasi pada vagina dan uretra mungkin kan memicu inkontinensia
urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut.
- Inkonensia urin persisten :
Dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara meliputi anatomi,
patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi
klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan
intervensi klinis. Kategori meliputi:
1. Inkontinensia urin stres:
Tak terkendalinnya aliran urin akibat meningkatnya tekanan
intraabdominal seperti pada saat batuk, bersin atau berolehraga.
Umumnya disebabkan oleh melemahnya urin pada lansia dibawah
75 tahun. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa,
batu atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau
banyak.
2. Inkontinensia urin urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi
keinginanberkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali. Masalah-masalah
neurologis sering dikaitkan dengan inkontenansia urin urgensi ini,
meliputi stroke, penyakit parkinson, demensia dan cedera medula
spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai ditoilet
setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa
inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini menrupakan
penyebab tersering inkontinensia pada lansia diatas 75 tahun
3. Inkontinensia overflow
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi
kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi
anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada
diabetes melitus atau sclerosis mulltiple yang menyebabkan
berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih dan faktor-
faktor obat-obatan. Pasien mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa
adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
4. Inkontinensia urin fungsional
Merupakan keadaan yang mengalami pengeluaran urin secara
tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan. Inkontenansia
fungsional merupakan intenkonensia dengan fungsi saluran kemih
bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain seperti gangguan
kognitif berat meyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi
perlunya urinasi (misal demensia Alzheimer) atau gangguan fisik
yang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau
toilet untuk melakukan urinasi (Hidayat, 2006).
e. Isolation (Depresi)
Gejala depresi pada usia lanjut sering kali dianggap sebagai bagian dari
proses menua. Faktor yang memeperberat depresi adalah kehilangan
orang yang dicintai, kehilangan rasa aman, taraf kesehatan menurun.
f. Impotence (Impotensi)
Sebanyak 50% pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80
tahun mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengkonsumsi obat-
obatan seperti : anti hipertensi, anti psikosa, anti depressant, litium (mood
stabilizer). Selain karena mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat
terjadi akibat menurunnya kadar hormon.
g. Immunodeficiency (Penurunan Imunitas)
Berkurangnya imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya afinitas
produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi, terganggunya fungsi
makrofag, berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, atrofi timus,
hilangnya hormon timus, berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel
sumsum tulang.
h. Infection (Infeksi) :
Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun pada
usia lanjut.
i. Inanitation (Malnutrisi)
Kelemahan nutrisi pada hendaya terjadi pada lansia karena kehilangan
berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Faktor
predisposisi malnutrisi adlah: pancaindra untuk rasa dan bau berkurang,
kehilangan gigi alamiah, gangguan motilitas usus akibat tonus otot
menurun, penurunan produksi asam lambung.
j. Impaction (Konstipasi)
Konstipasi yang terjadi pada lansia dibabkan karena pergerakan fisik
pada lansia yang kurang mengkonsumsi makan berserat, kurang minum,
juga akibat pemberian obat-obatan tertentu. Tanda dan gejala dari
konstipasi diantaranya kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB ,
mengejan keras saat BAB, masa feses yang keras dan sulit keluar,
perasaan tidak tuntas saat BAB, sakit pada daerah rectum saat BAB,
adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam, menggunakan
bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses dan menggunakan obat-
obatan pencahar untuk bisa BAB.
k. Insomnia (Gangguan Tidur)
Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan sulit
memetahankan kondisi tidur. Pada usia lanjut umunya mengalami
gangguan tidur seperti: kesulitan untuk tertidur, kesulitan
mempertahankan tidur nyenyak, bangun terlalu pagi. Faktor yang
menyebabkan insomnia perubahan irama sirkadian, gangguan tidur
primer, penyakit fiisik (hipertiroid, arteritis), penyakit jiwa, pengobatan
polifarmasi, demensia.
l. Gangguan Pendegaran, Penglihatan dan Penciuman
Gangguan penglihatan berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu
senggang , status fungsional, fungsi sosial dan mobilitas. Gangguan
pengliahatn dan pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup,
meningkatkan disabilitas fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul
dan mortalitas. Sistem pendengaran merupakan kehilangan mendengar
bunyi dengan nada yang sangat tinggi akibat dari berhentinya
pertumbuhan saraf dan berakhirnya pertumbuhan organ basal yang
mengakibatkan matinya rumah siput didalam telinga. Dapat mendengar
pada suara rendah. Daya penciuman menjadi kurang tajam dengan
bertambahnya usia, sebagian karena pertumbuhan sel didalam hidung
berhenti dan sebagian lagi karena semakin lebatnya bulu rambut dilubang
hidung.
4. Penatalaksanaan Sindrom Gerontik

Beberapa penatalaksaan secara umum sindrom geriatrik diantaranya:

a. Pemberian asupan diet protein , vitamin C,D, E & mineral yang cukup.

Orang usia lanjut umumnya mengkonsumsi protein kurang dari angka


kecukupan gizi. Proporsi protein yang adekuat merupakan faktor penting,
bukan dalam jumlah besar pada sekali makan. Protein sebaiknya
mengandung asam amino esensial. Leusin adalah asam amino esensial
dengan kemampuan anabolisme protein tertinggi sehingga dapat
mencegah sarcopenia (Setiati et al, 2013).
b. Pengaturan olahraga secara teratur
Kemampuan dasar seperti: berjalan, keseimbangan, fungsi kognitif.
Aktivitas fisik dapat menghambat penurunan massa dan fungsi otot
dengan memicu peningkatan masa dan kapasitas metabolik otot
sehingga memengaruhi energy expenditure, metabolis glukosa dan
cadangan protein (Waters et al, 2010).
c. Pencegahan infeksi dengan vaksin
d. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya pembedahan
elektif dan recon ditioning cepat setelah mengalami stres dnegna renutrisi
dan fisioterapi individual. Terapi pengabatan pada lansia berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang
disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-
obatan yang digunakan sebelumnya (Setiati et al, 2011).
e. Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang
disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-
obatan yang digunakan sebelumnya. prinsip pemberian obat yang benar
pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan
lengkap, jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan
menggunakan obat terlalu lama, kenali obat yang digunakan, mulai
dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri
dorongan supaya patuh berobat dan hati-hati mengguakan obat baru
(Setiati dkk., 2006). prinsip pemberian obat yang benar pada pasien
geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan lengkap, jangan
memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat terlalu
lama, kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan
perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh
berobat dan hati-hati mengguakan obat baru (Setiati dkk., 2006).
f. Penatalaksaanna resiko jatuh:
- Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kaca mata) dan alat
bantu dengar (earphone)
- Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
- Evaluasi kemampuan kognitif
- Beri lansia bantu berjalan seperti hand rail walker
g. Penatalaksanaan gangguan tidur:
- Tingkatkan aktivitas rutin setiap hari
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Kurang konsumsi kopi
- Berikan benzodiazepine seperti temazepam (7,5-15mg).
Sumber :

Blazer, DG and Steffens, DC. 2009. The american psychiatric publishing textbook
of geriatric psychiatry. America : Psychiatric Pub.

Geddes J, Gelder MG, Mayou R. 2005. Psychiatry. Oxford [Oxfordshire]: Oxford


University Press.

Hidayat, A. Alimul. (2006). Pengantsar kebutuhan dasar manusia: aplikasi


konsep dan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Indonesia.
hlm. 1335-1340.

Panita L , Kittisak S, Suvanee S, Wilawan H. 2011. Prevalence and recognition of


geriatri syndromes in an outpatient clinic at a tertiary care hospital of
Thailand. Medicine Department; Medicine Outpatient Department, Faculty
of Medicine, Srinagarind Hospital, Khon Kaen University, Khon Kaen
40002, Thailand. Asian Biomedicine.5(4): 493-497.

Setiati S, Harimurti K, Dewiasty E, Istanti R, Sari W, Verdinawati T. Prevalensi


geriatric giant dan kualitas hidup pada pasien usia lanjut yang dirawat di
Indonesia: penelitian multisenter. In Rizka A (editor). Comprehensive
prevention & management for the elderly: interprofessional geriatric care.
Jakarta: Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia; 2013:183.

Setiati S, Harimurti K, Dewiasty E, Istanti R, Yudho MN, Purwoko Y, et al. Profile


of nutrient intake in urban metropolitan and urban non-metropolitan
Indonesia elderly population and factors associated with energy intake:
multi-centre study. In press. 2013.

Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
III.

Setiati S, Rizka A. Sarkopenia dan frailty: sindrom geriatri baru. Dalam: Setiati S,
Dwimartutie N, Harimurti K, Dewiasty E (editor). Chronic degenerative
disease in elderly: update in diagnostic & management. Jakarta;
Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia; 2011:69-75.

Anda mungkin juga menyukai