Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

Pneumonia dengan Gizi Kurang dan Anemia

Oleh
dr. Dwitya Noviari

Pembimbing
dr. Aprillia Maya Putri S., MARS

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2017
Nama Peserta dr. Dwitya Noviari

Nama Wahana Puskesmas Kecamatan Cilincing

Topik Pneumonia dengan Gizi Kurang dan Anemia

Tanggal Kasus 31 Oktober 2017 Tanggal Presentasi 22 Desember 2017

Nama Pasien An. S.M.S


Nama Pendamping dr. Aprillia Maya Putri
No. Rekam Medis P317506017005590 S., MARS

Tempat Presentasi Puskesmas Kecamatan Cilincing

Obyektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Ibu Hamil

Deskripsi Anak perempuan, usia 3 tahun 2 bulan, berobat dengan keluhan batuk 1 minggu disertai
demam di Poli MTBS Puskesmas Kecamatan Cilincing.

Tujuan Mengetahui tanda dan gejala untuk mendiagnosis serta menatalaksana Pneumonia,
Anemia dan Gizi Kurang

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

1
BAB I

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Pasien Nama : An. S.M.S
Umur : 3 tahun 2 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Pedongkelan RT 002/ RW 009, Cilincing, Jakarta
Utara
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
Suku : Jawa
No. Register : P317506017005590
Tgl Pemeriksaan : 31 Oktober 2017, pukul 12.17 WIB

2. ANAMNESIS (13 Juni 2017)


a. Keluhan Utama :
Anak perempuan, usia 3 tahun 2 bulan, berobat dengan keluhan batuk 1
minggu disertai demam di Poli MTBS Puskesmas Kecamatan Cilincing.

Keluhan Tambahan :

Ibu pasien mengatakan saat ini ada keluhan lemas, dan anak tidak nafsu makan.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dibawa ibunya ke Poli MTBS Puskesmas Kecamatan Cilincing
dengan keluhan batuk berdahak 1 minggu disertai demam 1 hari, pasien belum bisa
mengeluarkan dahaknya. Demam dirasakan sepanjang hari, tetapi ibu pasien tidak
mengukur suhu tubuh pasien. Pasien 1 hari sebelumnya sudah berobat ke IGD sore
Puskesmas Kecamatan Cilincing dan diberikan obat batuk serta pengantar
laboratorium. Saat ini pasien kontrol kembali dan cek darah rutin. Ibu pasien juga
mengeluhkan anaknya tidak nafsu makan dan lemas. Riwayat berpergian keluar kota

2
disangkal, mimisan dan gusi berdarah disangkal. Keringat malam disangkal, demam
lama disangkal, tetangga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat batuk lama atau
sedang mengidap flek paru.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat imunisasi pasien tidak lengkap (Hep B2, Polio1, BCG, DPT1,
Hib1)
 Riwayat asma , alergi obat dan makanan, sakit jantung, kelainan hati dan ginjal
disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat batuk lama dalam keluarga disangkal.
 Riwayat asma dalam keluarga disangkal.
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus disangkal
 Riwayat asma dan alergi (obat/makanan/debu/suhu) pada keluarga pasien
disangkal.
 Riwayat penyakit jantung pada keluarga pasien disangkal.

e. Riwayat Pribadi:

Pasien tidak mempunyai kebiasaan jajan makanan/minuman sembarangan,


porsi makan pasien sedikit, sendari kecil pasien susah diberikan makan, pasien senang
minum susu. Pasien menghabiskan waktu sehari-hari dirumah ditemani oleh ibu dan
neneknya. Biasanya pasien tidur siang pada jam 1 sampai dengan jam 3 siang.

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal di rumah kontrakan bersama kakek, nenek, ayah, ibu dan
kakak perempuannya. Pasien tinggal di Jalan Pedengkolan RT 002/ RW 009,
Cilincing, Jakarta Utara. Bangunan rumah terlihat kokoh dengan tembok dari batu
bata, atap dari seng dan lantai dari keramik. Posisi rumah terdapat pada daerah yang
cukup padat penduduk dengan pencahayaan yang cukup. Ventilasi terdapat 1 pintu
dan 1 jendela pada ruang tamu, pada kamar terdapat 1 jendela dan kipas angin, serta
pada dapur terdapat 1 pintu yang menghubungkan dapur dengan teras belakang.

3
Sumber air rumah pasien menggunakan air PAM. Air yang digunakan untuk
dikonsumsi dan keperluan masak sehari-hari menggunakan air isi ulang. Pasien
menghabiskan waktu sehari-hari di rumah.
Dalam keluarga ayah dan kakek pasien menjadi pencari nafkah. Ayah pasien
bekerja sebagai karyawan Satpam dan kakek pasien bekerja sebagai buruh pelabuhan.
Pasien dan keluarganya sangat dipercaya warga sekitar dan memiliki hubungan baik
dengan para tetangganya.
Setiap hari sampah rumah tangga dibuang oleh ibu atau nenek pasien ke
tempat penampungan sampah yang berjarak ±200 meter dari rumah. Petugas
kebersihan akan mengambil sampah tersebut setiap 1 minggu sekali.

g. Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : Klinik Bidan Hj. Karnaeni
Penolong Persalinan : Bidan
Cara Persalinan : Normal
Masa gestasi : Cukup bulan (9 bulan 10 hari)
Keadaan Bayi
Berat Badan Lahir : 3200 gr
Panjang Badan : 46 cm
Langsung menangis

f. Riwayat Tumbuh Kembang


Gigi pertama : 12 bulan
Berjalan : < 12 bulan
Berbicara : ± 8 bulan
Membaca/menulis :-
Pasien diberikan ASI sampai berusia 6 bulan.

h. Pola Konsumsi Makanan


Kebiasan makan
Menu makanan yang sering dikonsumsi pasien adalah pagi hari bubur ayam Rp. 3000
(setengah mangkuk), siang nasi setengah centong dan telur ¾ butir, malam nasi
setengah centong dan sop wortel tanpa daging.

4
 Genogram

Tn. B Ny. E
55 th 50 th

Tn. A Ny. T Tn. M Ny. W Tn. M Nn. K Nn. R


31 th 31 th 38 th 29 th 27 th 25 th 23 th

An. D An. S.M.S


9 th 3 th
Keterangan:

- Laki - laki - Menikah

- Perempuan - Keturunan

- Pasien - Tinggal
serumah
- Meninggal

Gambar 1. Genogram Keluarga An. S.M.S

5
 Tempat Tinggal

WC SUMUR

TERAS BELAKANG
PINTU
BELAKANG

WC
DAPUR

KAMAR TIDUR

RUANG TAMU

PINTU
MASUK

TERAS DEPAN

Gambar 2. Denah Rumah Keluarga An.S.M.S

6
Gambar 3. Tampak Depan Rumah An.S.M.S

Gambar 4. Tampak Dalam Rumah Tn. MA

7
Gambar 5.Gambaran Penerangan dan Pertukaran Udara pada Rumah Keluarga An.S.M.S

3. PEMERIKSAAN FISIK (31 Oktober 2017)


a. Keadaan Umum dan Vital Sign
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
KU : Compos Mentis (GCS 15 : E4 V5 M6)
BB : 9,6 kg
TB : tidak diukur
BB/U : -3SD

8
Gizi : Kurang
Nadi : 90x/menit
Pernafasan : 53 x/menit
Suhu : 37,6oC

b. Status Generalis (Head to toe)


a. Kulit

Warna : Sawo matang, agak kering, pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak
ada ruam dan tidak terdapat hipopigmentasi.
Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti makula, papul vesikuler, pustul
maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagian
tubuh yang lain, tidak terdapat ulkus disertai dengan jembatan kulit
antar tepi ulkus (skin bridge) atau skrofuloderma.
Rambut : rambut hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut.
Turgor : normal
Suhu raba : hangat
b. Mata

Bentuk : kedudukan bola mata simetris.


Palpebra : normal, tidak ptosis, tidak lagoftalmus, tidak edema, tidak ada
perdarahan tidak blefaritis, tidak xanthelasma.
Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus dan nystagmus.
Konjungtiva : anemis.
Sklera : Tidak ikterik
Pupil : Bulat isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya langsung +/+ refleks
cahaya tidak langsung +/+
Eksoftalmus : Tidak ditemukan
Endoftalmus : Tidak ditemukan

c. Telinga
Inspeksi : Normotia, tidak hiperemis, tidak mikrotia, tidak cauliflower ear, liang
telinga lapang, serumen +/+, sekret -/-.
Palpasi : Nyeri tarik tragus -/-, nyeri tekan tragus -/-

d. Hidung
9
Bagian luar : Normal, tidak ada deformitas, tidak ada nafas cuping hidung, tidak
sianosis,
Septum : Letak di tengah, simetris
Mukosa hidung: Tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi
Cavum nasi : Tidak ada perdarahan, tidak kotor, sekret +/+

e. Mulut dan Tenggorokan


Bibir : Normal, tidak pucat, tidak sianosis, kering
Gigi-geligi : Oral hygiene baik
Mukosa mulut : baik
Lidah : Normoglosia
Tonsil : Ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis, kripta tidak melebar, tidak
ada detritus
Faring : Hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

f. Leher
Bendungan : tidak ada bendungan vena
Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris
Trakea : di tengah

g. Kelenjar Getah Bening


Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher, massa (-)
Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila

h. Thorax Depan
Paru-paru
 Inspeksi : Bentuk dada normal, bekas luka (-),benjolan (-), perubahan warna (-),
pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, pelebaran sela iga, penggunaan
otot bantu pernapasan (-).
 Palpasi : gerak simetris, vocal fremitus simetris kedua lapang paru, tidak
terdapat nyeri tekan, krepitasi (-)
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
 Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-

10
Jantung
 Inspkesi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
 Palpasi : terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS IV, linea midklavikularis
sinistra
 Perkusi
Batas jantung kanan : ICS IV , linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V , 2-3 cm dari linea midklavikularis sinistra
Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I II normal, regular, murmur (-),
gallop (-)

i. Thorax Belakang
 Inspeksi : Bentuk dada normal, bekas luka (-), benjolan (-), perubahan warna (),
 Palpasi : gerak simetris, vocal fremitus simetris kedua lapang paru, tidak
terdapat nyeri tekan, krepitasi (-)
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
 Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

j. Abdomen
 Inspeksi : abdomen cembung, tidak smiling umbilicus
 Palpasi : teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri lepas
(-), ballottement (-)
 Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen, shifting dulness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

k. Ekstremitas
Tidak tampak deformitas, tidak terdapat penonjolan tulang belakang (gibbus),
tidak ada gangguan keseimbangan dan cara berjalan, akral teraba hangat pada
keempat ekstremitas, edema di ekstremitas (-), sianosis (-),

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
 Pemeriksaan Laboratorium tanggal 31 Oktober 2017
11
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin *10.8 g/dL 12-16
Leukosit 16.4 ribu/μl 5,0-10
Trombosit 786 ribu/μl 150 – 450
Hematokrit 24 % 35 – 55
Eritrosit 4,96 juta/μl 3.5-5.5

5. RESUME
 Anamnesis
Perempuan, An.S.M.S usia 3 tahun 2 bulan datang dibawa ibunya dengan keluhan
batuk berdahak 1 minggu disertai demam 1 hari, pasien belum bisa mengeluarkan
dahaknya. Demam dirasakan sepanjang hari, tetapi ibu pasien tidak mengukur suhu
tubuh pasien. Pasien 1 hari sebelumnya sudah berobat ke IGD sore Puskesmas
Kecamatan Cilincing dan diberikan obat batuk serta pengantar laboratorium. Saat ini
pasien kontrol kembali dan cek darah rutin. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya
tidak nafsu makan dan lemas. Riwayat berpergian keluar kota disangkal, mimisan dan
gusi berdarah disangkal. Keringat malam disangkal, demam lama disangkal, tetangga
pasien tidak ada yang mempunyai riwayat batuk lama atau sedang mengidap flek
paru. Pasien tidak mempunyai riwayat Asma, batuk lama dan alergi obat. Dikeluarga
tidak ada yang mengeluhkan hal yang sama seperti pasien. Pasien mempunyai nafsu
makan yang rendah dan pasien jarang minum susu. Pasien tidak jajan sembarangan
karena ibu pasien melarangnya.
 Pemeriksaan Fisik
TB : 9,6 kg
BB : tidak diukur
BB/U : -3 SD
BB/TB : belum diketahui
Kesan : Gizi Kurang
Mata : Konjungtiva anemis
Thorax : Ronkhi +/+, Slam +

12
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 31 Oktober 2017
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin *10.8 g/dL 12-16
Leukosit 16.4 ribu/μl 5,0-10
Trombosit 786 ribu/μl 150 – 450
Hematokrit 24 % 35 – 55
Eritrosit 4,96 juta/μl 3.5-5.5

Kesan : Anemia dengan infeksi bakteri

6. Rencana Pemeriksaan Anjuran


 Kontrol ulang 2 hari lagi
 Ukur tinggi badan karena BB/U -3SD
 Konsultasikan pasien ke Poli Gizi
7. DIAGNOSIS
Pneumonia dengan Anemia dan Gizi Kurang

8. DIAGNOSIS BANDING
TB Paru
Bronkhitis

9. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
 Amoksisilin sirup 125mg/5ml 2 x 3 C.orig
 Parasetamol sirup 120mg/5ml 3x1 C.orig
 Ambroxol sirup 7,5mg/5ml 3x ½ C.orig
 Setirizine sirup 5mg/5ml 1 x ½ c.orig
 Ferriz drops 1x1ml

b. Non Farmakologi
 Edukasi tentang kepatuhan dan ketepatan waktu minum obat.
 Edukasi tentang pola makan yang tinggi karbohidrat dan Tinggi
protein . Pemantauan status gizi pasien pada saat kontrol.

13
 Edukasi keluarga pasien untuk lebih meningkatkan gizi pasien dengan
cara memberikan makanan dengan gizi seimbang setiap hari.
 Meningkatkan pencahayaan dan sirkulasi udara di rumah pasien.

10. PROGNOSIS
a. Prognosis Pneumonia
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Fungsional : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam
b. Prognosis Gizi Kurang
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Fungsional : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam
c. Prognosis Anemia
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Fungsional : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam

11. FOLLOW UP
Tanggal 2 November 2017
Poli MTBS
 Subjektif : Kontrol pengobatan pneumonia dengan gizi kurang dan anemia.
Pasien belum ke poli gizi, keluhan hari ini batuk + demam -.
 Objektif :
KU : SR N : 90
KS : CM R : 30
TD : S : 36,7
Mata : CA -/-, SI -/-
Hidung : PCH -, sekret -/-
Telinga : Sekret -/-, MT +/+, udem -/-
Mulut : SPO - , lembab
Leher : Pemb KGB -
Cor : BJ I,II reguler, G-, M-
Pulmo : Rh +/+, Wh -/-, slamp minimal
Abdomen : Datar, lembut
Ekstremitas : Akral hangat -/-/-/-

14
BB : 9,7 Kg

 Assesment: ISPA, Anemia, Gizi Kurang


 Planning :
a. Lanjutkan obat
b. Edukasi kepatuhan obat,kebersihan, kontrol apabila ada keluhan, hari ini
kunjungi poli gizi untuk mengontrol perkembangan gizi pasien.

Poli Gizi
BB : 9,7 Kg
TB : 87,6 cm
BB/U : -3SD gizi kurang
TB/U : -3SD<-2SD pendek
BB/TB : <-2SD Kurus
Recall Pola makan selama 24 jam kurang lebih 275kkal
Tinggi badan setara usia 26 bulan BBI 12 Kg
Kebutuhan 1000 kkal, porsi kecil tapi sering ditambah cemilan padat gizi. Control 1
bulan lagi.
Waktu Jenis URT BERAT/GR KH/GR P/GR L/GR KALORI
makanan
Hari Pagi Nasi 1/2 porsi 50 20 2 - 87,5
1 07.00 Telor 1 butir 60 - 10 6 95
ayam
negri
Bayam 1/2 ikat 3,6 2,8 0,3 23

Snack Papaya 1ptg 100 10 - - 40


10.00 sedang
Siang Nasi ½ piring 50 20 2 - 87.5
13.00 Ikan ½ ptg 50 - 10 6 95
bakar 200 9 9 7 110
susu 1 gelas
Snack Pisang 1 buah 75 10 - - 40

15
15.00 ambon
Malam Nasi 1/2piring 50 20 2 - 87.5
18.00 Ikan 1 potong 50 - 10 6 95

Tempe 1 ptg 25 8 6 3 80
sedang
Susu 1 porsi 200 9 9 7 110

TOTAL 245 35 31,11 950

b. Tanggal 14 November 2017


 Subjektif : batuk pilek 2 hari, nafsu makan pasien meningkat.
 Objektif :
KU : SR N : 89
BB : 10,3 R : 36
TB : 87,5 S : 36,5
Mata : CA -/-, SI -/-
Hidung : PCH -, sekret -/-
Telinga : Sekret -/-, NT -/-
Mulut : SPO - , lembab
Leher : Pemb KGB -
Cor : BJ I,II reguler, G-, M-
Pulmo : Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Datar, lembut
Ekstremitas : Akral hangat -/-/-/-
Status Gizi :
BB/TB : -1 Normal
TB/U :-3 SD < -2 SD Pendek
BB/U : :-3 SD < -2 SD Gizi Kurang
 Assesment : ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), anemia
 Planning :
 Ambroxol sirup Ambroxol sirup 7,5mg/5ml 3x ½ C.orig
 Setirizine sirup 5mg/5ml 1 x ½ c.orig
 Ferriz drop 1x1 c.orig

16
a. Edukasi ibu pasien untuk kontrol ke poli gizi

c. Tanggal 16 November 2017 Home Visit


 Subjektif : Batuk dan pilek sudah berkurang. Nafsu makan baik.
 Objektif :
KU : SR
KS : CM

Mata : CA -/-, SI -/-


Hidung : sekret -/-
Telinga : Sekret -/-, NT -/-
Mulut : SPO - , lembab
Leher : Pemb KGB -
Cor : BJ I,II reguler, G-, M-
Pulmo : Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Datar, lembut, NTE +
Ekstremitas : Akral hangat -/-/-/-

 Assesment : ISPA (Infeksi Pernapasan Akut)


 Planning :
a. Lanjutkan terapi
b. Edukasi kepatuhan obat,kebersihan, serta motivasi pasien untuk makan
makanan dengan gizi seimbang.

17
Gambar 8.Home Visit Rumah An. S.M.S

Gambar 9.Home Visit Rumah An. S.M.S

18
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Pneumonia
1. Definisi
Merupakan inflamasi atau infeksi pada parenkim paru. Sebagian besar disebabkan
oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi,
radiasi, dan sebagainya). Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah 5 tahun. Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya
angka mortalitas pada anak. Faktor risiko tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa
bayi, berat badan lahir rendah, tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat,
malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring,
dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).1,2,3

2. Etiologi
Pada studi multisenter prospektif, dari 154 pasien anak yang dirawat dengan
community acquired pneumonia, kuman patogen ditemukan pada sebanyak 79%. Bakteri
piogenik mencakup 60% kasus, dimana 73% di antaranya adalah Streptococcus pneumoniae.
Sedangkan, bakteri atipikal Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydophila pneumoniae
ditemukan sebanyak 14% dan 9%. Pneumonia karena virus dapat merupakan suatu infeksi
primer maupun komplikasi dari suatu penyakit virus, seperti morbilli atau varicella.
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
karakteristik pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan
strategi pengobatan. Pada neonatus dan bayi kecil, etiologi pneumonia, yaitu Streptococcus
group B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, Pseudomonas sp. atau Klebsiella sp. Pada
bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe , dan Staphylococcus aureus. Pada
anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut sering pula ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae. 1

3. Klasifikasi
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal 2 macam pneumonia, yaitu:
pneumonia masyarakat, bila infeksinya terjadi di masyarakat, dan pneumonia RS atau
pneumonia nosokomial, bila infeksinya diperoleh di RS. Secara anatomis, pneumonia terbagi

19
menjadi: pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan pneumonia
interstisialis. 1
 Pneumonia lobaris. Pada jenis pneumonia ini, gejala penyakit datang mendadak,
namun terkadang didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Suhu naik cepat
hingga 39-400C. Suhu tersebut bersifat febris kontinu. Nafas menjadi sesak disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut, serta terdapat
nyeri pada dada. Anak akan lebih suka tidur pada sisi dada yang sakit. Mula-mula
anak akan mengeluh batuk kering, kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan
fisik, akan tampak kelainan yang khas setelah 1-2 hari.
 Pneumonia lobularis (bronkopneumonia). Pada stadium awal, sulit ditegakkan
diagnosis dengan pemeriksaan fisik, namun adanya napas yang dangkal dan cepat,
pernapasan cuping hidung, dan sianosis di sekitar hidung dan mulut dapat diduga
adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah auskultasi
yang terkena. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi, mungkin
dapat terdengar rhonki basah, nyaring halus atau sedang. Jika sarang bronkopneumia
berkonfluens, pada perkusi akan terdengar redup dan suara napas pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, rhonki tidak lagi terdengar. Beberapa
keadaan yang dapat berkomplikasi bronkopneumonia, yaitu pertussis, morbilli,
penyakit infeksi lain yang disertai demam, infeksi saluran pernapasan bagian atas,
penyakit jantung, gizi buruk, alkoholisme menahun, keadaan pasca bedah, dan
keadaan terminal setelah penyakit kronik.
 Pneumonia interstisialis. Merupakan sindrom obstruksi bronkiolus yang sering
diderita bayi atau anak berusia kurang dari 2 tahun, paling sering terjadi pada usia 6
bulan. Sebagian besar bronkiolitis akut disebabkan oleh respiratory syncyal virus
(50%).

Berdasarkan pedoman MTBS (2000), pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan


gejala yang ada. Klasifikasi tersebut hanya bertujuan untuk membantu para petugas kesehatan
yang berada di lapangan untuk menentukan tindakan yang perlu diambil, sehingga anak tidak
terlambat memperoleh penanganan yang tepat. 1,2
 Pneumonia berat/sangat berat, jika terdapat gejala: ada tanda bahaya umum (anak
tidak dapat minum/menetek, selalu memuntahkan semuanya, kejang, letargis, atau
tidak sadar), terdapat tarikan dinding dada dalam, terdapat stridor (suara napas bunyi

20
grok-grok saat inspirasi).
 Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat. Napas cepat, yaitu: frekuensi napas
50 kali/menit atau lebih pada anak usia 2-12 bulan; frekuensi napas 40 kali/menit atau
lebih pada anak usia 12 bulan-5 tahun.

4. Patogenesis
Jika mikroorganisme patogen mencapai bronkioli terminalis, akan terjadi edema
reaktif yang mendukung multiplikasi mikroorganisme tersebut serta memungkinkan
penyebaran ke bagian paru lain yang berdekatan melalui cairan bronkial yang terinfeksi.
Bakteri dapat mencapai aliran darah dan pleura visceralis. Akibat jaringan paru yang
mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan compliance paru menurun. Aliran darah
yang mengalami konsolidasi akan menimbulkan shunt dari kanan ke kiri dengan ventilasi
perfusi yang mismatch, sehingga berakibat pada hipoksia. Kerja jantung pun dapat meningkat
karena saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapnea. Pada kondisi yang lebih berat dapat
terjadi gagal napas.
Pneumonia bakteri pneumococcus merupakan jenis pneumonia yang paling banyak
diselidiki patogenesisnya. Kuman ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva.
Lobus paru bagian bawah paling sering terkena karena adanya efek gravitasi. Setelah
mencapai alveoli, kemudian Pneumococcus akan menimbulkan respon yang terdiri atas 4
tahap, yaitu:
 Kongesti (4-12 jam pertama). Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. Terdapat eksudat yang jernih,
bakteri dalam jumlah banyak, neutrofil, dan makrofag dalam alveolus.
 Hepatisasi merah (48 jam berikutnya). Paru tampak merah dan bergranula
karena adanya eritrosit, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli. Lobus dan
lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara. Pada
perabaan akan teraba seperti hepar. Stadium ini berlangsung sangat singkat.
 Hepatisasi kelabu (3-8 hari). Lobus paru tetap padat dan berubah warna
menjadi kelabu. Hal ini disebabkan karena leukosit dan fibrin mengalami
konsolidasi di dalam alveoli dan permukaan pleura yang terserang melakukan
fagositosis terhadap pneumococcus.
 Resolusi (7-11 hari). Eksudat lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali pada struktur semula. Bercak infiltrat yang terbentuk pada

21
pneumonia lobaris adalah bercak yang tidak teratur, sedangkan pada
bronkopneumonia penyebaran bercak mengikuti pembagian dan penyebaran
bronkus dan ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang
mengelilingi saluran-saluran napas yang lebih kecil.1,3

5. Manifestasi Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak tergantung pada berat-ringannya
infeksi, namun secara umum sebagai berikut:
 Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare, kadang-kadang ditemukan
gejala infeksi ekstrapulmoner.
 Gejala gangguan respiratori: batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tanda klinis seperti: pekak perkusi, suara napas
melemah, dan rhonki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia
lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan. 1
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan pula tanda-tanda respiratory distress.

Tabel 1. Kriteria Respiratory Distress pada Anak dengan Pneumonia4

22
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma, ditemukan leukosit dalam batas normal atau
sedikit meningkat. Namun, pada pneumonia bakteri ditemukan leukositosis yang berkisar
antara 15000-40000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5000/mm3) menunjukkan
prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>30000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya
infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi
lebih tinggi. Kadang0kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah meningkat. Secara
umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara
infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti. 1,2

b. C-Reactive Protein (CRP)


Merupakan protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respons infeksi
atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin terutama
interleukin (IL-6), IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF).1

c. Uji Serologis
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi
bakteri tipik. Namun, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti mikoplasma dan klamidia,
serta beberapa virus seperti RSV, sitomegalo, campak, parainfluenza 1,2,3, influenza A dan
B, dan adeno, peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis. 1

23
d. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan
kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologi,
spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi
pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan pada darah,
cairan pleura, atau aspirasi paru. Spesimen yang memenuhi syarat yaitu sputum yang
mengandung lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapang pandang pemeriksaan
mikroskopis dengan pembesaran kecil.1

e. Pemeriksaan Rontgen Toraks


Foto rontgen toraks direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat.
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di Instalasi
Gawat Darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Lynch dkk mendapatkan
bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas penegakan diagnosis pneumonia pada anak. Gambaran foto toraks secara umum,
yaitu infiltrat interstisial (peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan
hiperaerasi), infiltrat alveolar (konsolidasi paru dengan air bronchogram), dan
bronkopneumonia (gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat
yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai peningkatan corakan peribronkial). 1,3

7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pneumonia meliputi: bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi benda
asing, atelektasis, abses paru, tuberkulosis, dan asma.2

8. Tata Laksana
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi rawat inap
terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya: toksis, distres pernapasan, tidak
mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi,dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap yaitu pengobatan
kausal dengan antibiotik sesuai, serta terapi suportif. Terapi suportif meliputi pemberian
cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa,
elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.
24
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
yaitu amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB,
sedangkan dosis kotrimoksazol yaitu 4 mg/kgBB. Makrolid dapat digunakan sebagai terapi
alternatif untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda
terhadap S. pneumoniae dan bakteri atipik.
Pada pneumonia rawat inap, pilihan antibiotik lini pertama yang dapat digunakan
yaitu golongan beta laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive
terhadap beta laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin,
amikasin, atau sefalosporin, sesuai petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik
diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak
ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal. Pada neonatus dan bayi kecil,
terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus
dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan yaitu
antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta laktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau
sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan
antibiotik oral selama 10 hari. Pada balita dan anak besar, antibiotik yang direkomendasikan
yaitu antibiotik beta laktam dengan atau tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih berat,
diberikan beta laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau
sefalosporin generasi ketiga.
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik beta
laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol. 1,2

25
Tabel 2. Terapi Empiris pada Anak dengan Community Acquired Pneumonia4

9. Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi: empiema torasis, perikarditis purulenta,
pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.1

10. Prognosis
Pemberian antibiotika yang memadai akan mengurangi mortalitas pneumonia selama
masa bayi dan anak-anak dan selanjutnya angka morbiditas juga menjadi rendah. 1,2

26
B. Gizi Kurang

Salah gizi adalah suatu istilah umum yang merujuk pada kondisi Klinis yang
disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak cukup. Walaupun seringkali disamakan dengan
kurang gizi yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi, buruknya absorpsi, atau kehilangan
zat gizi dalam jumlah besar. Istilah ini sebenarnya juga mencakup kelebih an gizi yang
disebabkan oleh makan berlebihan atau masuknya nutrien tertentu secara berlebihan ke dalam
tubuh.
Kondisi kesehatan dan gizi anak balita di Indonesia tampaknya masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Berdasarkan data Riskesdas 2010 pada
balita angka prevalensi BB kurang dan sangat kurang sebesar 17,9% (BB/U), prevalensi
kurus dan sangat kurus 13,3% (BB/TB-PB), kegemukan 14,0% (BB/TB-PB), prevalensi
pendek dan sangat pendek 35,6% (TB/U). Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap
peningkatan angka kesakitan dan kematian, serta hambatan pertumbuhan dan perkembangan
anak.
Deteksi dini anak yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk dapat dilakukan melalui
pemantauan pertumbuhan di Posyandu. Kader posyandu sebaiknya merujuk anak ke
Puskesmas/Pustu/ Polindes jika:
1. Dua bulan berturut-berturut TIDAK mengalami kenaikan berat badan sesuai garis baku
(2T)
2. Terlihat kurus
3. Edema (minimal kedua punggung kaki)
4. Trend garis pertumbuhannya mengarah ke BGM (Bawah Garis Merah)
5. LiLA < 12,5 cm

Penanggulangan Gizi Kurang


Seorang balita dinyatakan menderita gizi kurang jika indeks antropometrinya
(BB/TB) berada pada kisaran -3 SD s/d -2 SD (WHO, 2009). Gizi kurang dapat ditegakkan
dengan kriteria sebagai berikut :

1. LILA ≥ 11.5 cm - 12.5 cm


2. BB/TB > -3 SD s/d < -2 SD
3. Tidak ada oedema dan
4. Nafsu makan baik

27
5. Keadaan umum baik
Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi dan atau adanya penyakit infeksi
(sebagai manifestasi adanya gangguan pertumbuhan). Prinsip pemberian makanan tambahan
Pemulihan pada dasarnya harus mengacu pada konsep kepadatan energi dan nilai energi dari
protein yang dikandungnya atau PER (Protein Energi Ratio).
Penanganan balita gizi kurang adalah :
1. Pemberian PMT Pemulihan padat gizi , 350 kkal dengan protein 15 g selama 90 hari.
2. Baduta dari keluarga miskin (6-24) bulan diberikan MP-ASI sebagai makanan tambahan.
3. Penyuluhan dan demo cara persiapan pemberian PMT pemulihan.
4. Konseling makanan bayi dan anak (ASI, MP-ASI, PMT). Pantau pertumbuhan di
Posyandu setiap bulan serta stimulasi.
5. Bila dalam 2 bulan tidak ada kenaikan BB atau BGM, segera lakukan
konfirmasi BB/TB.

Sekedar diingat bahwa dalam menentukan gangguan gizi kurang dapat dilakukan dengan
berbagai indek antropomentri dengan makna yang berbeda dalam memandang kejadian
kurang gizi yang terjadi :
a. Indek BB/U : menggambarkan ada tidaknya gangguan gizi umum
b. Indek TB/U : menggambarkan ada tidaknya gangguan gizi kronis
c. Indek BB/TB : menggambarkan ada tidaknya gangguan gizi akut.

Prinsip yang sangat penting dalam memberikan makanan tambahan untuk rehabilitasi
anak dengan gangguan gizi kurang adalah memberikan makanan dengan konsep kepadatan
energi yang tinggi tetapi memiliki volume atau porsi yang kecil. Hal yang perlu dilakukan
dalam menyusun menu maupun Pemberian makanan tambahan (PMT) pada balita gangguan
gizi kurang adalah :
Kumpulkan potensi : ketersediaan makanan sumber energi utama
Karbohidrat (bahan makanan pokok)
Kumpulkan potensi utama bahan makanan sumber protein (hewani dan nabati)
Kumpulkasn potensi bahan makanan sumber vitamin & mineral (sayur dan buah). Minimal
empat potensi tersebut jika sudah dapat dikumpulkan dari keluarga balita gizi kurang, baru
petugas gizi bisa menyusun makanan/PMT yang sesuai dengan kemampuan potensi keluarga.

28
Langkah-langkah menghitung kepadatan energi dari suatu menu makanan atau makanan
tambahan adalah sebagai berikut :
1. Hitung semua kandungan energi dan protein semua bahan makanan yang akan diolah
kemudian ditimbang sebelum dimasukkan ke dalam wadah pengolahan.
2. Olah bahan makanan tersebut (masak)
3. Timbang kembali makanan yang telah masak (matang)
4. Bagi nilai energi dengan berat makanan yang telah matang.
5. Kepadatan energi dinyatakan dalam satuan energi (kalori) / gram berat matang.

Dalam memberikan makanan pada balita dengan gangguan gizi kurang atau pun
balita dengan gizi buruk untuk fase rehabilitasi maka terapi utama sebenarnya
difokuskan pula pada pemberian makanan utamanya, baru pemberian makanan tambahan
sehingga membawa manfaat dalam menaikkan derajat status gizi balita. Hal yang tak kalah
pentingnya adalah pengaturan waktu makan balita harus dimodifikasi ke arah waktu
pemberian makanan yang optimal, di bawah ini contoh jadwal pemberian makanan yang
optimal :
Waktu pemberian makanan tambahan sebaiknya diberikan pada titik waktu pemberian
makanan selingan (snack), sehingga tidak mengganti makanan utama yang bisa berakibat
anak justru tidak mau menghabiskan makanan utamanya karena telah diganti makanan
selingan berupa makanan tambahan yang padat energi.
Selain diupayakan pemenuhan kebutuhan zat gizi makro (karbohidrat, lemak dan
protein) pada balita gangguan gizi kurang maka sebelum indikator BB/ TB < -2 Z-score (SD)
petugas gizi Puskesmas harus mengupayakan selalu dilakukan koreksi atau penambahan
pemenuhan zat gizi mikro yang sangat penting dalam metabolisme energi balita yaitu
pemenuhan vitamin dan mineral dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Berikan suplemen vitamin A sesuai umur pada saat penangan tersebut, jika
ditemukan ada tanda-tanda xerophtalmia atau menderita campak dalam 3 bulan terakhir maka
suplemen vitamin A diberikan pada hari 1, 2 dan hari ke 15 penanganan.
2. Berikan suplemen vitamin B komplek setiap hari dan vitamin C 50 mg/hari
sampai indikator BB/TB ≥ -2 Z-score/SD
3. Berikan suplemen vitamin asam folat 5 mg pada saat penanganan (hari pertama)
selanjutnya berikan 1 mg/hari sampai indikator BB/TB ≥
-2 Z-score/SD
4. Berikan suplemen Zn baik sirup atau tablet 10 mg/hari sampaiindikator
29
BB/TB ≥ -2 Z-score/SD
Modifikasi konsistensi makanan perlu dilakukan jika balita yang mengalami gangguan gizi
kurang mengalami sakit /gangguan hambatan pertumbuhan umum yang biasa terjadi pada
balita misalnya ;
1. Demam
2. Batuk, pilek, sesak nafas
3. Diare
4. Infeksi telinga bernanah (otitis media)
5. TBC Paru.
maka pemberian makanan harus diubah pada konsistensi dibawahnya, misalnya jika
anak sesuai pola makan menurut umur diberikan makanan biasa harus diubah menjadi
konsistensi makanan lunak, jika anak (bayi) diberikan makanan lumat maka pemberian
makanan diubah menjadi makanan cair.
Dalam penanganan balita gangguan gizi kurang dengan sakit (hambatan pertumbuhan)
maka penanganannya juga fokus pada pengobatan sakitnya. Dalam hubungannya dengan
pemberian makanan pada balita dengan gangguan gizi kurang yang sedang mengalami
peradangan hati-hati pada pemberian sumber bahan makanan terutama minyak. Sebaiknya
dihindari bahan makanan yang mengandung asam lemak omega 6 karena akan meningkatkan
reaksi peradangan sehingga perlu dihindari pengolahan menggunakan minyak selama balita
mengalami sakit.

30
Tabel 3. Katagori dan Ambang Status Gizi menurut Kemenkes 2010

Anemia

Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan.Batas normal dari kadar
Hb dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Batas Kadar Hb menurut Umur, WHO

Sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial
(zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia
bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.

Klasifikasi Anemia

Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan


hemoglobin yang dikandungnya.

1. Makrositik
Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah
hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia
makrositik yaitu :
a. Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam folat dan
gangguan sintesis DNA.
b. Anemia Non Megaloblastik adalah eritropolesis yang dipercepat dan
peningkatan luas permukaan membran.
2. Mikrositik
31
Mengecilnya ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh defisiensi besi, gangguan
sintesis globin, porfirin dan heme serta gangguan metabolisme besi lainnya.
3. Normositik
Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah, ini disebabkan kehilangan
darah yang parah, meningkatnya volume plasma secara berlebihan, penyakit-penyakit
hemolitik, gangguan endokrin, ginjal, dan hati.

Anemia Defisiensi Besi


Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya
pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah.
Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut
mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi
yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel- sel darah merah di
dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal,
keadaan inilah yang disebut anemia gizi besi.
Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya
cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin,
berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis
keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan
kuantitatif pada sintesis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami
anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi
sewaktu hamil.

Etiomologi Anemia Defisiensi Besi


Penyebab Anemia Defisiensi Besi adalah :

1. Asupan zat besi


Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahan
makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi, kacang-
kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan
defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah maupun

32
kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang
kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.

2. Penyerapan zat besi


Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh karena
banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi dan bahan makanan
yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.
3. Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi, anak-
anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat pada kasus-kasus
pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.
4. Kehilangan zat besi
Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan zat besi
basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat besi melalui
menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di
dalam usus.

Diagnosis
1. Anamnesis
1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang cepat,
menstruasi, dan infeksi kronis
b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat
malabsorpsi besi
c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis
ulserativa)

2. Pemeriksaan fisis
a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung
3. Pemeriksaan penunjang
a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit

33
(MCV, MCH, MCHC) menurun
b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
c. Kadar besi serum (SI) menurun dan
TIBC meningkat , saturasi menurun
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free
Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
e. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik
meningkat

Penentuan kadar hemoglobin


1. Metoda menentukan kadar HB
Menurut WHO, nilai batas hemoglobin (Hb) yang dikatakan anemia gizi besi untuk
wanita remaja adalah < 12 gr/dl dengan nilai besi serum < 50 mg/ml dan nilai feritin < 12
mg/ml. Nilai feritin merupakan refleksi dari cadangan besi tubuh sehingga dapat memberikan
gambaran status besi seseorang.
Untuk menentukan kadar Hb darah, salah satu cara yang digunakan adalah metoda
Cyanmethemoglobin. Cara ini cukup teliti dan dianjurkan oleh International Committee for
Standardization in Hemathology (ICSH). Menurut cara ini darah dicampurkan dengan larutan
drapkin untuk memecah hemoglobin menjadi cyanmethemoglobin, daya serapnya kemudian
diukur pada 540 nm dalam kalorimeter fotoelekrit atau spektrofotometer. Cara penentuan Hb
yang banyak dipakai di Indonesia ialah Sahli. Cara ini untuk di lapangan cukup sederhana
tapi ketelitiannya perlu dibandingkan dengan cara standar yang dianjurkan WHO.
Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb agar hasil lebih
tepat untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk menentukan anemia gizi besi yaitu :

a. Serum Ferritin (SF)


Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF < 12 mg/dl maka
orang tersebut menderita anemia gizi besi.

b. Transferin Saturation (ST)


Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum merupakan salah satu
menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi menurun dan TIBC

34
meningkat, rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka orang tersebut defisiensi
zat besi.

2. Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa
oksigen dan karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan oleha kandungan
hemoglobin (Hb) yang merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein,
globulin dan satu senyawa yang bukan protein yang disebut heme. Heme tesusun dari suatu
senyawa lingkar yang bernama porfirin yang bahagian pusatnya ditempati oleh logam besi
(Fe). Jadi heme adalah senyawa-senyawa porfirin-besi, sedangkan hemoglobin adalah
senyawa komplek antara globin dengan heme.

Pencegahan dan Pengobatan Anemia Defisiensi


Besi
Upaya yang dilakukan dalam pencegahandan penanggulangan anemia adalah
a. Suplementasi tabet Fe
b. Fortifikasi makanan dengan besi
c. Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan
yang memudahkan absorbsi besi seperti menambahkan vitamin C.
d. Penurunan kehilangan besi dengan pemberantasan cacing. Dalam upaya mencegah
dan menanggulangi anemia adalah dengan mengkonsumsi tablet tambah darah. Telah terbukti
dari berbagai penelitian bahwa suplementasi, zat besi dapat meningkatkan kada Hemoglobin.

BAB III
Diskusi Kasus
3.1 Pneumonia
Pasien perempuan usia 3 tahun 2 bulan datang diantar ibunya berobat ke
Puskesmas Kecamatan Cilincing. Ibu pasien mengeluhkan bahwa anaknya batuk
berdahak 1 minggu disertai demam 1 hari, pasien belum bisa mengeluarkan dahaknya.
Demam dirasakan sepanjang hari, tetapi ibu pasien tidak mengukur suhu tubuh
pasien. Pasien 1 hari sebelumnya sudah berobat ke IGD sore Puskesmas Kecamatan
Cilincing dan diberikan obat batuk serta pengantar laboratorium. Saat ini pasien
kontrol kembali dan cek darah rutin. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya tidak

35
nafsu makan dan lemas. Riwayat berpergian keluar kota disangkal, mimisan dan gusi
berdarah disangkal. Keringat malam disangkal, demam lama disangkal, tetangga
pasien tidak ada yang mempunyai riwayat batuk lama atau sedang mengidap flek
paru. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan pasien sub febris dengan suhu 37,6oC
dan frekuensi nafas 53x/menit, berdasarkan buku MTBS dan Modul tatalaksana
standar Pneumonia dapat disimpulkan pasien mengalami Pneumonia, pada
pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi dan slam pada kedua paru. Pada pemeriksaan lab
Leukosit pasien meningkat yaitu 16.400 /ul yang memungkinkan adanya infeksi
bakteri.
Penatalaksanaan yang diberikan berupa medikamentosa yaitu Amoksisilin
sirup 125mg/5ml 2 x 3 C.orig, parasetamol sirup 120mg/5ml 3x1 C.orig, ambroxol
sirup 7,5mg/5ml 3x ½ C.orig, setirizine sirup 5mg/5ml 1 x ½ c.orig. Non
medikamentosa berupa edukasi tentang kepatuhan dan ketepatan waktu minum obat,
dan 2 hari lagi kunjungan ulang untuk menilai perkembangan penyakit pasien.
Meningkatkan pencahayaan dan sirkulasi udara di rumah pasien. Banyak minum air
putih dan dikompres apabila pasien mengalami demam.

3.2 Gizi Kurang


Pasien perempuan usia 3 tahun 2 bulan datang diantar ibunya berobat ke Puskesmas
Kecamatan Cilincing. Ibu pasien mengeluhkan bahwa anaknya batuk berdahak 1 minggu
disertai demam 1 hari, pasien belum bisa mengeluarkan dahaknya. Demam dirasakan
sepanjang hari, tetapi ibu pasien tidak mengukur suhu tubuh pasien. Pasien 1 hari
sebelumnya sudah berobat ke IGD sore Puskesmas Kecamatan Cilincing dan diberikan
obat batuk serta pengantar laboratorium. Saat ini pasien kontrol kembali dan cek darah
rutin. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya tidak nafsu makan dan lemas. Sehari-hari
pasien hanya makan bubur ayam pada pagi hari, pada siang hari menu pasien nasi dan
telur ¾ butir, lalu malam hari pasien memakan sup wortel dengan nasi setengah porsi.
Pasien jarang meminum susu karena ibu pasien kurang mengetahui manfaat susu bagi
anaknya. Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Berat badan lahir pasien
3200gr dengan panjang badan 46cm. Pasien tidak mempunyai kelainan bawaan sejak
lahir. Pasien mempunyai nafsu makan yang rendah dan keluarga pasien kurang untuk
memotivasi pasien makan.
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sama seperti anak seusianya. Dilakukan
pemeriksaan antropometri yaitu dilakukan pengukuran tinggi badan pasien 87,5 cm dan
36
berat badan pasien 9,6 kg lalu dilihat pada tabel Standar Antropometri penilaian gizi anak
didapatkan BB/U : -3SD gizi kurang, TB/U: -3SD<-2SD pendek, BB/TB: <-2SD Kurus.
Diberikan diet 1000 kkal perhari.
Pada tanggal 14 November 2017 pasien melakukan kunjungan awal ke poli MTBS
didapatkan TB : 87,5 tetapi berat badan pasien bertambah menjadi 10,3kg. BB/TB : -1
Normal, TB/U :-3 SD < -2 SD Pendek, BB/U : :-3 SD < -2 SD Gizi Kurang. Nafsu makan
pasien sudah meningkat, orangtua pasien juga rutin memberikan susu.

3.3 Anemia
Pasien perempuan usia 3 tahun 2 bulan datang diantar ibunya berobat ke Puskesmas
Kecamatan Cilincing. Ibu pasien mengeluhkan bahwa anaknya batuk berdahak 1 minggu
disertai demam 1 hari, pasien belum bisa mengeluarkan dahaknya. Demam dirasakan
sepanjang hari, tetapi ibu pasien tidak mengukur suhu tubuh pasien. Pasien 1 hari
sebelumnya sudah berobat ke IGD sore Puskesmas Kecamatan Cilincing dan diberikan
obat batuk serta pengantar laboratorium. Saat ini pasien kontrol kembali dan cek darah
rutin. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya tidak nafsu makan dan lemas. Sehari-hari
pasien hanya makan bubur ayam pada pagi hari, pada siang hari menu pasien nasi dan
telur ¾ butir, lalu malam hari pasien memakan sup wortel dengan nasi setengah porsi.
Pasien jarang meminum susu karena ibu pasien kurang mengetahui manfaat susu bagi
anaknya. Pasien mempunyai nafsu makan yang rendah dan keluarga pasien kurang untuk
memotivasi pasien makan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien lemas dan pucat
tetapi tidak sianosis. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,8mg/dl, dapat
disimpukan bahwa pasien anemia. Tetapi untuk menegakkan anemia pasien mengarah
kemana harus dilakukan pemeriksaan kadar MCH,MCV,MCHC, TiBC, tetapi belum
dilakukan. Untuk sementara mengarah ke anemia defensiensi zat besi dikarenakan pasien
sedang dalam masa pertumbuhan yang mana memerlukan zat besi dan pasien kurang
emngkonsumsi makanan bergizi, dan pasien termasuk kedalam gizi kurang. Tatalaksana
sementara adalah diberikan vitamin zat besi yaitu Ferriz drop 1x1.

Daftar Pustaka
1. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar
Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012. hal. 350-64.

37
2. Antonius et. Al, Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Edisi I. Jakarta. 2011. Hal. 250-
254.

3. Sandora TJ, Sectish TC. Community-Acquired Pneumonia. In: Behrman RE,


Kilegman RM, Jensen HB. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2011. [ebook].
4. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, et al. The
Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than
3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases
Society and the Infectious Diseases Society of America. IDSA Guidelines. 2011.
5. Asuhan Gizi di Puskesmas. Kementerian Kesehatan dan WHO. Pedoman Pelayanan
Gizi bagi PEtugas Kesehatan. 2012. hal. 46-50.
6. Anemia Defesiensi Besi. Masrizal. Jurnal Kesehatan Masyarakat. September. 2007.

38

Anda mungkin juga menyukai