Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit persendian yang kasusnya paling


umum dijumpai secara global. Diketahui bahwa OA diderita oleh 151 juta jiwa di
seluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2004).
Prevalensi OA juga terus meningkat secara dramatis mengikuti pertambahan usia
penderita. Berdasarkan temuan radiologis, didapati bahwa 70% dari pasien yang
berumur lebih dari 65 tahun menderita OA Prevalensi OA lutut pada pasien
wanita berumur 75 tahun ke atas dapat mencapai 35% dari jumlah kasus yang ada.
Diperkirakan juga bahwa satu sampai dua juta lanjut usia di Indonesia menjadi
cacat karena OA
Berat badan sering dikaitkan sebagai faktor yang memperparah OA pasien.
Pada sendi lutut, dampak buruk dari berat badan berlebih dapat mencapai empat
hingga lima kali lebih besar sehingga mempercepat kerusakan struktur tulang
rawan sendi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa obesitas (obese) memberikan
nilai odds ratio sebanyak 8.0 terhadap risiko OA lutut.
Studi lain dari peneliti kesehatan masyarakat University College London
menyimpulkan bahwa obesitas meningkatkan risiko terjadinya OA lutut hingga
empat kali banyaknya pada pria dan tujuh kali pada wanita. Kemungkinan
terjadinya OA pada salah satu lutut pasien obese malah mencapai 5 kali lipat
dibandingkan dengan pasien yang Non Obese. Fakta tersebut menyimpulkan
bahwa obesitas merupakan suatu faktor risiko terjadinya OA, terutama pada sendi
lutut
Obesitas juga dianggap sebagai salah satu faktor yang meningkatkan
intensitas nyeri yang dirasakan pasien OA lutut . Pasien OA dengan obesitas
sering mengeluhkan nyeri pada sendi lutut dibandingkan dengan pasien yang Non
Obese. Peningkatan dari rasa nyeri dan ketidakmampuan fungsi pada lutut pasien
penderita OA semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu pasien
dewasa dengan umur 45 tahun ke atas, 19% dari mereka mengeluhkan nyeri yang
terpusat di sendi lutut Dapat disimpulkan bahwa meningkatnya rasa nyeri yang

1
dirasakan oleh pasien OA selain dipengaruhi oleh tingkat keparahan penyakit dan
umur, status obese yang diderita pasien turut mempengaruhi.

2
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : TN. NJ
Jenis kelamin : laki-laki
Usia : 51 Tahun
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Dsn blang geudong
Suku : Aceh
Tanggal masuk rumah sakit : 19 Oktober 2016

II. Anamnesa
 Keluhan utama
Nyeri pinggang dan sulit berjalan
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSUD langsa dengan keluhan kedua pinggang terasa
nyeri dan sulit untuk berjalan, keluhan ini dirasakan pasien secara tiba-
tiba sejak 1 tahun SMRS. Nyeri dirasakan pasien seperti berdenyut dan
tertusuk jarum. Nyeri tersebut juga tidak menghilang dengan kompres,
minyak urut,maupun obat pengurang rasa sakit. Nyeri semakin
memberat saat pasien mengerakkan kedua kakinya tetapi sedikit
berkurang dengan istirahat. Awalnya pasien mengaku mendapatkan
keluhan nyeri dan sulit berjalan ini ketika pasien ingin beranjak dari
tempat tidur menuju kamar mandi. Ketika akan berdiri,pasien merasakan
kedua pinggangnya sangat nyeri dan sulit untuk berjalan hingga pasien
terjatuh ke lantai.

3
Pasien menyangkal adanya benturan di kepala saat jatuh. Riwayat
pingsan setelah jatuh, mual, muntah, sesak, kejang, pusing, lumpuh,
cedal, pelo semuanya juga disangkal. Riwayat makan dan minum, BAB
dan BAK semuanya dalam batas normal.

 Riwayat penyakit dahulu


DM (-), Hipertensi (+)
 Riwayat penyakit keluarga
Disangkal
 Riwayat Pengobatan
Disangkal
 Riwayat Kebiasaan
Pasien menyangkal memiliki riwayat kebiasaan merokok maupun
minum minuman beralkohol. Pasien jarang berolahraga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum
Keadaan Umum : Tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 190/100 mmHg,
Denyut nadi : 88x/i
Frekuensi Nafas : 20x /mnt
Suhu : 36oC

B. STATUS GENERALIS
Kepala
 Bentuk : Normochepali, simetri
 Nyeri tekan : (+) pada kepala sebelah kiri

- Rambut : Hitam lurus,distribusi merata, allopecia (-)


- Wajah : Simetris, pucat (-)
- Mata : Edema kelopak mata (-/-), pupil bulat isokor Ø 2 mm|2mm,

4
RCL (+/+) RCTL (+/+) konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), sekret (-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-/-)
- Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)
- Telinga : Normotia, pendengaran berkurang, nyeri tekan tragus dan
mastoid (-)
- Lidah : Papil atrofi (-)
- Tenggorokan : Normal, tidak hiperemis, tonsil T1-T1

Leher
 Kelenjar Getah Bening : Pembesaran KGB (-)
 Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
 Trakhea : Midline, deviasi (-)
 JVP : DBN

Thoraks
 Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea
Midclavicularissinistra
Perkusi : Batas jantung atas : ICS II linea parasternal sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dextra

Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea

Midclavicularissinistra

Auskultasi : BJ I> BJ II regular , murmur (-), gallop (-)

5
 Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen simetris, jaringan parut (-)

Auskultasi : Peristaltik usus (+)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

membesar

Perkusi : Timpani (+)

Ekstremitas
- Atas : Akral hangat (+/+), oedem (-/-)
- Bawah : Akral hangat (+/+), oedem (-/-) -

C. STATUS NEUROLOGIS
1) Kesadaran : Composmentis
2) GCS : E 4 V5 M 6
3) Tanda Rangsang Meningeal:
 Kaku kuduk :-
 Brudzinsky 1 :-
 Brudzinsky 2 : -/-
 Laseque : -/-
 Kernig :-/-
 Patrick : -/-
 Kontrapatrick : -/-

4) Saraf cranial :
1. N. I (Olfactorius )
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Dbn Dbn Dalam batas
normal

6
2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Dbn Dbn
Dalam batas
Lapang pandang Dbn Dbn
normal
Pengenalan warna Dbn Dbn

3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran Φ2mm Φ2mm
Dalam batas
Akomodasi Baik Baik
normal
Refleks pupil
Langsung (+) (+)
Tidak langsung (+) (+)
Gerak bola mata Dbn Dbn
Kedudukan bola Ortoforia ortoforia
mata
4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
normal

5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Dbn Dbn
Sensibilitas
Opthalmikus Dbn Dbn Dalam batas
Maxilaris Dbn Dbn normal
Mandibularis Dbn Dbn

7
6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
Strabismus (-) (-) normal

7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Saat diam simetris simetris Dalam batas
Mengerutkan dahi Dbn Dbn normal
Senyum Dbn Dbn
Memperlihatkan gigi Dbn Dbn
Menutup mata Dbn Dbn
Daya perasa 2/3 Tidak Tidak dilakukan
anterior lidah dilakukan

8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran
Tuli konduktif (-) (-)
Tuli sensorieural (-) (-) Dalam batas
Vestibular normal
Vertigo (-) (-)
Nistagmus (-) (-)

9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Daya perasa 1/3 Dalam batas
posterior lidah Tidak Tidak normal
dilakukan dilakukan

8
10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Disfonia - - Dalam batas
Refleks muntah Tidak Tidak normal
dilakukan dilakukan

10. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Menoleh dbn dbn Dalam batas
Mengangkat bahu dbn dbn normal
Trofi Eutrofi Eutrofi

11. N. XII (Hipoglossus)


Kanan Kiri Keterangan
Motorik Dbn Dbn
Trofi Eutrofi Eutrofi Dalam batas
Tremor (-) (-) normal
Disartri (-) (-)

5) Sistem Motorik
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan 5555 5555
Tonus N N
Trofi Eutrofi Eutrofi
Dalam Batas
Ger.involunter (-) (-)
Normal
Ekstremitas bawah
Kekuatan 5555 5555
Tonus N N
Trofi Eutrofi Eutrofi

9
Ger.involunter (-) (-)

6) Sistem Sensorik
Sensasi Kanan Kiri Keterangan
Raba Baik Menurun Dalam batas
Nyeri Baik Menurun normal
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Propioseptif Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7) Refleks
Refleks Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps (++) (++)
Triseps (++) (++)
Patella (++) (++)
Achilles (++) (++)
Patologis
Hoffman Tromer (-) (-)
Babinski (-) (-) Dalam batas
Chaddock (-) (-) normal
Openheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)

8) Fungsi Koordinasi dan Keseimbangan


Pemeriksaan Kanan Kiri Keterangan
Finger to finger Baik Baik
Finger to nose Baik Baik
Tumit – lutut Baik Baik
Pronasi – supinasi Baik Baik
Romberg test Baik Baik
Tandem Gait Baik Baik

10
9) Sistem otonom
Miksi: Baik
Defekasi : Baik
Keringat : Baik
10) Fungsi luhur : Tidak ada gangguan fungsi luhur
11) Vertebra : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS


Posisi terlentang :
 Lasegue : (+/+)

 Braggard : (+/+)

 Patrick : (+/+)

 Kontra patrick : (+/+)

Posisi telungkup

 Pasien sulit melakukan posisi telungkup

 Nyeri tekan otot paravertebra VL2-VS1

 Gibbus : (-)

 Spasme otot (+)

 Nyeri ketok : (+) pada pinggang bawah kanan dan kiri

Posisi tegak

 Pasien tidak bisa melakukan posisi tegak.

 Deformitas : sdn

 Pelvis : sdn

 Atrofi gluteal, paha, betis : sdn

11
 Spasme otot : sdn

 Gerakan aktif otot punggung : sdn

 Jongkok berdiri : tidak dilakukan

 Berjalan jinjit atau tumit : tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan
Hemoglobin 13,9 g/100 ml
Hematokrit 40,1 %
Eritrosit 4,56 /UI x 106
Leukosit 10.049 /UI x 103
Trombosit 196.000 /UI x 103
Blood Group AB

Pemeriksaaan Radiologis
Tidak dilakukan pemeriksaan

Tanda rangsang meningeal : (-)


Sistem motorik
Lengan kanan/kiri : 5555/5555
Tungkai kanan/kiri : 5555/5555

VI. DIAGNOSIS KERJA


a. Diagnosis klinis : osteoartritis
b. Diagnosis Topis : Low Back pain
c. Diagnosis Etiologi : idiopatik primer

12
VII. PENATALAKSANAAN
 IVFD RL 16 gtt/i
 Metylprednisolon 3x 4mg
 Amitriptilin 1x 12,5mg (malam)
 Amlodipin 1x 10mg (malam)

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Osteoartritis

Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana


keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai
dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya
ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada
tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan
melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi.

B. Etiologi Osteoartritis

Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:

a. Usia/Umur

Umumnya ditemukan pada usia lanjut (diatas 50tahun). Karena pada lansia
pembentukkan kondrotin sulfat (substansi dasar tulang rawan) berkurang
dan terjadi fibrosis tulang rawan.

b. Jenis Kelamin

Kelainan ini ditemukan pada pria dan wanita, tetapi sering ditemukan lebih
banyak pada wanita pascamenopause (osteoartritis primer). Osteoartritis
sekunder lebih banyak ditemukan pada pria.

c. Ras

Lebih sering ditemukan pada orang Asia, khususnya cina, Eropa, dan
Amerika daripada kulit hitam.

d. Faktor Keturunan

Faktor genetik juga berperang timbulnya OA. Bila ibu menderita OA sendi
interfalang distal, anak perempuannya mempunyai kecenderungan terkena
OA 2-3 kali lebih sering.

14
e. Faktor Metabolik/Endokrin

Klien hipertensi, hiperurisemia, dan diabetes lebih rentan terhadap OA.


Berat badan berlebihan akan meningkatkan resiko OA, baik pada pria
maupun wanita.

f. Faktor Mekanis

· Trauma dan Faktor Predisposisi Trauma yang hebat terutama fraktur


intraartikular atau dislokasi sendi merupaan predisposisi OA. Cedera
sendi, pekerjaan dan olahraga yang menggunakan sendi berlebihan, dan
gangguan kongruensi sendi akan meningkatkan OA.

C. Epidemiologi Osteoartritis

Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang


paling umum di dunia. Satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda
radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling
umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi menemukan
bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% .
Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA.
pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut
kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden
OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.

D. Patogenesis Osteoartritis

Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA


primer dan OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak
memiliki penyebab yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh
penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder,
berbeda dengan OA primer, merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi,
kelainan sistem endokrin, metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan
(herediter), dan 4 immobilisasi yang terlalu lama. Kasus OA primer lebih
sering dijumpai pada praktik sehari-hari dibandingkan dengan OA sekunder

15
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan
dan tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan
gangguan keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan
struktur yang penyebabnya masih belum jelas diketahui . Kerusakan tersebut
diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh
beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera

Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu :


Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di
dasarnya . Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada
rentang gerak (Range of motion) sendi.

Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada


permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat
gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada
cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti
disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi

Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu


mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan
balik yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk
memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi
bergerak

Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari


pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi
memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk
menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres
yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi
tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke
seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima.
Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang
diterima

16
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh
cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang
terjadi ketika 5 bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan
berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada
sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting
untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago

Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu


Kolagen tipe dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat,
membatasi molekul – molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen.
Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam
hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago

Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis


seluruha elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit
menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor
Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang
diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan
sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan
dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor
pertumbuhan, dan faktor lingkungan

Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk


memecah kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di
matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA,
aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian permukaan
(superficial) dari kartilago

Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi


pergantian matriks, namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu
proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis
prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki
efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan
mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan

17
menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein
pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA

Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian


matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan
degradasi. 6 Namun, pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi
memiliki metabolisme yang sangat aktif

Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan


melepaskan aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago
dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-
jalinan kolagen akan mudah mengendur

Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan


sendi akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi

E. Diagnosis Osteoartirits

Diagnosis OA didasarkan pada gambaran klinis yang dijumpai dan


hasil radiografis

1. Tanda dan Gejala Klinis

Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan


yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara
perlahan Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :

a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa
nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan
meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi
hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak
dapat konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu

18
arah gerakan saja . Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan
kehilangan kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri.
Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal
dari luar kartilago. 7 Pada penelitian dengan menggunakan MRI,
didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari
peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika
osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar
tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang
berkembang Hal ini menimbulkan nyeri. Nyeri dapat timbul dari
bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber nyeri
yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibial band.

b. Hambatan gerakan sendi


Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan
sejalan dengan pertambahan rasa nyeri.
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil
dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi
hari
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya
berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh
pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan
penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu..
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
f. Pembengkakan sendi yang asimetris

19
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah.
g. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai
pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak
menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh.
Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada
pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri
karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut
2. Pemeriksaan Diagnostik
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada
sendi yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran
diagnostik. Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA
adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada
bagian yang menanggung beban seperti lutut ).
b. Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).
c. Kista pada tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi.
Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat
diberikan suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis
dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi OA
dimulai dari tingkat ringan hingga 9 tingkat berat. Perlu diingat bahwa
pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat normal

20
3. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak
berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal.
Pemeriksaan imunologi masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang
disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel
peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein

F. Penatalaksanaan Osteoartritis
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat
ringannya OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :

1. Terapi non-farmakologis
a. Edukasi Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar
pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang
dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin
parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai
b. Terapi fisik atau rehabilitasi Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan
akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan untuk melatih pasien agar
persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi
sendi yang sakit.
c. Penurunan berat badan Berat badan yang berlebih merupakan faktor
yang memperberat OA. Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga
agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan berat
badan apabila berat badan berlebih
2. Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri
yang timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi
manifestasimanifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi

a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2


(COX-2), dan Asetaminofen Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul
pada OA lutut, penggunaan obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai

21
lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko
toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen
tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada
OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS
adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan
inhibitor COX-2
b. Chondroprotective Agent Chondroprotective Agent adalah obat –
obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan dari kartilago
pada pasien OA. Obat – obatan yang termasuk dalam kelompok obat
ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya
3. Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari – hari.

22
BAB IV
KESIMPULAN

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit persendian yang kasusnya paling


umum dijumpai secara global. Diketahui bahwa OA diderita oleh 151 juta jiwa di
seluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2004).
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana
keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan
kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta
sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot
yang menghubungkan sendi.

23
DAFTAR PUSTAKA

American college of rheumatology, 2000, Recommendations for The Medical


Management of Osteoartritis of The Hip And Knee.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11014340 diunduh 20 mei 2011

Daniel, O Clegg. 2006. Glucosamine, Chondroitin Sulfate, and the Two in


Combination for Painful Knee Osteoarthritis.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16495392 diunduh 20 mei 2011

Felson DT, Schaible HG. 2008. Pain in Osteoarthritis. United State: John Wiley &
Sons, Inc. Felson, T. David. 2006. Osteoartritis of the Knee.
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp051726 diunduh 20 mei 2011

Guyton, Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC

Soeroso J, Isbagio H., Kalim H., Broto R., Pramudiyo R., 2006. Osteoartritis,
dalam A.W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadhibrata, S. Setiati, editor,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

24

Anda mungkin juga menyukai