Anda di halaman 1dari 3

Nama : Tasya Claudia Sabrina

NIM : 14010115120005

Mata Kuliah : Kebijakan Anti Korupsi

Tugas Paper Kasus Korupsi e-KTP Setya Novanto

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Dewan


Perwakilan Rakyat Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus pengadaan KTP
elektronik. Sebelum kasus e-KTP mencuat, Novanto sudah beberapa kali
dikaitkan dengan kasus hukum di KPK. Namanya tercatat beberakali diperiksa
sebagai saksi dalam kasus-kasus korupsi. Setidaknya, ada tiga kasus yang
membuat Novanto kerap diperiksa sebagai saksi oleh lembaga anti-rasuah itu.
Novanto sempat dikaitkan dengan kasus suap PON Riau, kasus suap Akil
Mochtar, hingga korupsi e-KTP.

Dalam kasus terakhir, Novanto disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan


korupsi proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-
KTP) di Kementerian Dalam Negeri. Terkait proyek e-KTP, Novanto membantah
terlibat, apalagi membagi-bagikan fee. Dia mengaku tidak tahu-menahu soal
proyek e-KTP.

Novanto bersama Andi, Anas, dan Nazaruddin, disebut menyepakati


anggaran proyek e-KTP sesuai grand design 2010, yaitu RP 5,9 triliun. Dari
anggaran itu, rencananya 51 persen atau Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk
belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek e-KTP. Sementara, 49 persen
atau sebesar Rp 2,558 triliun, akan dibagi-bagi ke sejumlah pihak. Novanto
bersama Andi, Anas, dan Nazaruddin kemudian disebut mengatur pembagian
anggaran dari 49 persen yang rencananya akan dibagi-bagi. Pembagiannya adalah
7 persen (Rp 365,4 miliar) untuk pejabat Kementan, 5 persen (Rp 261 miliar)
untuk anggota Komisi II DPR, dan 15 persen (Rp 783 miliar) untuk
rekanan/pelaksana pekerjaan. Sedangkan 11 persen (Rp 574,2 miliar)
direncanakan untuk Setya Novanto dan Andi Narogong, dan 11 persen (Rp 574,2
miliar) lainnya untuk Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin.
Novanto membantah keterlibatan dirinya dalam kasus dugaan korupsi
pengadaan e-KTP. Novanto mengaku tak mengetahui apa pun terkait pembagian
uang kepada sejumlah anggota DPR. Novanto mengaku hanya mengetahui bahwa
proyek e-KTP merupakan program nasional yang sangat bermanfaat bagi data
kependudukan masyarakat. Novanto juga membantah menerima sejumlah uang
dari proyek itu. Dalam dakwaan, Novanto disebut menerima Rp 574,2 miliar.
KPK umumkan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi
pengadaan E-KTP. Pengadaan proyek itu terjadi pada kurun waktu 2011-2012,
saat Setya Novanto menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.

Selain itu, Novanto diduga telah mengondisikan pemenang lelang dalam


proyek E-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong,
Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Analisis kasus :

Berdasarkan dari kasus diatas yang menjadi faktor penyebab terjadinya korupsi e-
KTP adalah tidak lain adanya penyalahgunaan kekuasaan dan sistem yang tidak
transparansi. Dalam buku “Teori-Teori Ekonomi Politik” karangan James A.
Caporaso dan David P. Levine, ada tiga jenis kekuasaan: kekuasaan untuk
mencapai tujuan dengan mengalahkan alam, kekuasaan terhadap orang lain dan
kekuasaan bersama oranglain. Dalam kasus korupsi e-KTP, dari tiga jenis
kekuasaan tersebut yang paling selaras dengan usaha para pelaku korupsi e-KTP
adalah kekuasaan bersama orang lain. Dalam hal ini para stakeholder proyek e-
KTP yang memiliki kekuasaan dan sama – sama memiliki tujuan untuk
mengalirkan dana proyek e-KTP untuk diri mereka sendiri, saling bekerja sama
menyusun strategi bagaimana supaya mereka bisa mark-up dana proyek e-KTP.

Di kasus korupsi proyek e-KTP ini, terlihat bahwa kekuasaan itu ada dan
berperan besar dalam terjadinya korupsi, serta sistem arus keluar masuk anggaran
dan proses pengawasan kinerja yang tidak transparan juga sangat dibutuhkan guna
mencegah terjadinya tindakan penyelewengan seperti ini. Korupsi dalam proyek
e-KTP ini juga terjadi karena sistem yang dibangun dalam pengesahan Rancangan
Anggaran Belanja Negara (RAPBN) masih sangat koruptif. Selama sistemnya
belum dibenahi, maka setiap ada pembahasan RAPBN akan selalu terulang dan
berulang 'biaya' pengesahan RAPBN.

Solusi atau rekomendasi pencegahan kasus korupsi :

Solusi untuk permasalahan korupsi dalam pembelanjaan publik yang


diberikan oleh Transparency International adalah lewat sistem
pengadaan/pembelian barang dan jasa yang transparan. Semangat keterbukaan
yang sama juga dapat dirasakan dalam gerakan Open Contracting Partnership
(OCP) yang mendorong transformasi ‘public contracting & procurement’ dari
yang semula tertutup menjadi terbuka. Open contracting adalah tentang
mempublikasikan dan menggunakan informasi terkait kontrak pemerintah yang
terbuka, aksesibel, dan tepat waktu guna melibatkan masyarakat dan bisnis dalam
mengidentifikasi dan memperbaiki berbagai masalah. Lalu informasi apa yang
mau/seharusnya dibuka dan bagaimana bentuk penyajian informasi tersebut
dihadirkan ke ruang publik sehingga masyarakat dan pelaku bisnis dapat
berpartisipasi dalam upaya pencegahan korupsi.

Kemudian sistem penegakan hukum di Indonesia juga harus tegas dan


tidak pandang bulu. Memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku tindak
korupsi merupakan salah satu cara yang bisa membuat pelaku jerah dan menjadi
contoh atau tampilan akibat bagi orang yang ingin melakukan korupsi.

Anda mungkin juga menyukai