Profil
Opini
o Umum
o Kesehatan
Regulasi
o Aturan Kepegawaian
o Aturan Kesehatan
Buku
o Buku Kesehatan
o Buku Umum
WWW.SUMBARSEHAT.COM
search...
REGULASI KESEHATAN
KMK No 279-2006 PERKESMASKMK No. 1278 Tahun 2009 ttg TB dan HIV.KMK
No. 1479 ttg Pedoman Peneyelenggaraan Sistem SurveilansKMK No. 836 ttg
Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat Dan Bidan.PBM...
Atonia Uteri
1. Pengertian
Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan berkontraksi dengan baik
setelah persalinan (Saifudin AB, 2002). Sedangkan dalam sumber lain atonia didefinisikan
sebagai hipotonia yang mencolok setelah kelahiran placenta (Bobak, 2002). Dua definisi
tersebut sebenarnya mempunyai makna yang hampir sama, intinya bahwa atonia uteri adalah
tidak adanya kontraksi segera setelah plasenta lahir.
Pada kondisi normal setelah plasenta lahir, otot – otot rahim akan berkontraksi secara
sinergis. Otot – otot tersebut saling bekerja sama untuk untuk menghentikan perdarahan yang
berasal dari tempat implantasi plasenta. Namun sebaliknya pada kondisi tertentu otot – otot
rahim tersebut tidak mampu untuk berkontraksi / kalaupun ada kontraksi kurang kuat. Kondisi
demikian akan menyebabkan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta tidak
akan berhenti dan akibatnya akan sangat membahayakan ibu.
Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75 – 80%) adalah akibat adanya atonia
uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan
adalah 500 – 800 ml / menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi
selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak.
Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5 – 6 liter saja.
2. Penyebab
Suatau penyakit akan bisa ditangani dengan baik kalau diketahui penyebabnya. Dalam
kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Namun demikian ada beberapa
faktor predisposisi yang bias dikenal.
Faktor – faktor predisposisi tersebut antara lain :
Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot- otot rahim tidak
mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.
Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali teregang. Hal
ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir.
Gejala ini merupakan gejala terpenting / khas atonia dan yang membedakan atonia dengan
penyebab perdarahan yang lainnya.
g. Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit
setelah dimulainya kompresi bimanual interna :
Instruksikan dan ajari salah satu keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna.
Keluarkan tangan dari vagina dengan hati – hati.
Jika tidak ada tanda hipertensi pada ibu, berikan metergin 0, 2 mg IM
Mulai Iv ringer laktat 500 cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang besar ( 16 /
18 G ) dengan teknik aseptic. Berikan 500 cc pertama secepat mungkin dan teruskan dengan
IV ringer laktat + 20 unit oksitosin yang kedua.
Jika uterus tetap tidak berkontraksi ;
Ulangi KBI
Jika berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan – lahan dan pantau kala IV dengan seksama.
Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera dimana operasi dapat dilaksanakan
Dampingi ibu ketempat rujukan. Teruskan infuse dengan kecepatan 500 cc / jam hingga ibu
mendapatkan total 1, 5 liter dan kemudian turunkan hingga 125 cc / jam.
Jika kompresi bimanual tidak berhasil, coba lakukan kompresi aorta.
Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur nadi, pernafasan dan tekanan
darah.
Buat dokumentasi dengan cermat.
Jika perdarahan sulit dikendalikan, ibu harus diobservasi dengan ketat untuk tanda dan gejala
infeksi. Jika ada berikan :
Antibiotik spectrum luas, 1 gr Im, ulangi setiap 6 jam
Metronidazol 400 – 500 mg per oral, ulangi setiap 8 jam
Kedua obat tersebut diberikan selama 5 hari.
Label: KEBIDANAN
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
TOTAL TAYANGAN
BERRBAGI OPINI
Nama
Email *
Pesan *
PERDARAHAN POSTPARTUM
PERDARAHAN POSTPARTUM
Perdarahan Postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam setelah anak
lahir. Dalam pengertian ini dimasukkan juga perdarahan karena retensio plasenta (Mochtar, 1998)
(a) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam
setelah anak lahir.
(b) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam,
biaanya antara hari ke 5 sampai 15 postpartum.
Biasanya setelah janin lahir, beberapa menit kemudian mulailah proses pelepasan plasenta disertai
sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim, maka uterus akan
berkontraksi (his pengeluaran plasenta) untuk mengeluarkan plasenta (Mochtar, 1998).
Retensio Plasenta
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir (Mochtar, 1998).
Sebab-sebabnya adalah :
(1) Plasenta belum terlepas dari rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, yang menurut tingkat
pelekatannya dibagi menjadi (a) Plasenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam; (b) Plasenta senta inkreta, dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium; (c) Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium
tetapi belum menembus serosa; serta (d) Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau
peritoneum dinding rahim.
(2) Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat
kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta
sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rectum penuh, karena itu keduanya
harus dikosongkan.
Penanganan
Apabila plasenta belum lahir dalam setengah sampai 1 jam setelah bayi lahir, apalagi bila terjadi
perdarahan, maka harus segera dikeluarkan. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah :
(1) Coba 1 – 2 kali dengan perasat Crede.
Pasang infus cairan dektrosa 5%, ibu dalam posisi litotomi, dengan narkosa dan segala sesuatunya
dalam keadaan suci hama.
Tekhnik: tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim
dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas–disisihkan dengan tepi jari-jari
tangan–bila sudah lapas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa
plasenta dan bersihkanlah
Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi.
PERDARAHAN POSTPARTUM
Yang dimaksud disini adalah perdarahan dalam kala IV yang lebih dari 500-600 cc dalam 24
jamsetelah anak dan plasenta lahir (Mochtar,1998).
Etiologi
- Uterus terlalu regang dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
- Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta
(3) Jalan lahir : robekan perineum, vagina seviks, forniks, dan rahim
Kelainan pembekuan darah misalnya a atau fibrinogenemia yang sering dijumpai pada :
- Solusio plasenta
Diagnosis
Pada tiap-tiap perdarahan postpartum harus dicari apa penyebabnya. Secara ringkas membuat
diagnosis adalah seperti bagan di halaman berikut :
(3) lakukan eksplorasi kavum uteri untuk 2. sisa-sisa plasenta dan ketuban
mencari :
3. robekan jalan lahir
- olasenta suksenturiata
dan lain-lain
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga
dapat waktu singkat ibu dapat jatuh ke dalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang
menetes perlahan-lahan tetapi terus-terusan yang juga berbahaya karena kita tidak menyangka
akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam subsyok atau syok.
Karena itu adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah
secara rutin; serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi
uterus dan perdarahan selama 1 jam.
Penanganan
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi
perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun
sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai
predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin
tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-
obatan penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva,
infuse dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi dengan 5
satuan sintosinon (=sintometrin intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.
Pengeluaran plasenta dengan tangan segera sesudah janin lahir dilakukan jika (a) ada sangkaan akan
terjadi perdarahan postpartum; (b) ada perdarahan yang banyak (lebih dari 500 cc); (c) terjadi
retensio plasenta; (d) dilakukan tindakan obstetri dalam narkosa; atau (e) ada riwayat perdarahan
postpartum pada persalinan yang lalu.
Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan masih terdapat perdarahan, segera lakukan
utero-vaginal tamponade selama 24 jam, diikuti pemberian uterotonika dan antibiotika selama 3
hari berturut-turut; dan pada hari ke empat baru lakukan kuretase untuk membersihkannya.
Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahan akan berhenti.
Tergantung pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri, dibagi dalam 3 tahap :
Tahap I Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan cara pemberian
uterotonika,mengurut rahim (massage), dan memasang gurita.
Tahap II Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya berikan infus dan
tranfusi darah dan dapat dilakukan :
- kompresi bimanual
- kompresi aorta
Tamponade utero-vaginal walaupun secara fisiologis tidak tepat, hasilnya masih memuaskan,
terutama didaerah pedesaan dimana fasilitas lainnya sangat minim atau tidak ada.
Tahap III Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir adalah menghilangkan
sumber perdarahan, dapat ditempuh dua cara, yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika atau
histerektomi.
Prognosis
Seperti dikatakan oleh Tadjuluddin (1965): “Perdarahan postpartum masih merupakan ancaman
yang tidak terduga; walaupun dengan pengawasan yang sebaikbaiknya, perdarahan postpartum
masih merupakan salah satu sebab kematian ibu yang penting”. Sebaliknya menurut pendapat para
ahli kebidanan modern: “Perdarahan poatpartum tidak perlu mambawa kematian pada ibu
bersalin”. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dalam
klinik tersedia banya darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar
anggapan, bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya, karena itu mereka menolak
menyumbangkan darahnya, walaupun jiwa istri dan keluarganya sendiri.
Pada perdarahan postpartum, Mochtar R. dkk, (1969) melaporkan angka kematian ibu sebesar 7,9%
dan Wiknjosastro H. (1960) 1,8% – 4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita
yang dikirim dari luar negeri dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan
apapun kadang-kadang tidak menolong.
INVERSIO UTERI
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke
dalam kavum uteri (Sarwono, 2007).
Pembagian
Fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun belum keluar dari ruang rongga rahim
Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina. Ada pula yang membaginya
menjadi inversion uteri inkomplit, yaitu 1 dan 2; dan komplit 4 : seperti 3.
Etiologi
Penyebabnya bisa terjadi secara spontan atau karena tindakan. Factor yang memudahkan terjadinya
adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya; tarikan tali pusat yang berlebihan; atau patulous
kanalis servikalis.
Yang spontan dapat terjadi pada grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan, dan
tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
Yang karena tindakan dapat disebabkan cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada
manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada pelekatan plasenta pada dinding rahim.
Frekuensi
(1) Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak
sampai syok, apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas, dan dapat
terjadi strangulasi dan nekrosis.
· Bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam
· Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak
Penanganan
(1) Pencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan; jangan terlalu mendorong rahim atau
melakukan perasatCrede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta melakukan
pengeluaran plasenta dengan tangan.
- Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfuse darah serta perbaiki keadaan umum.
- Bila tidak berhasil maka dilakukan tindakan operatif secara perabdomminam (operasi Haultein)
atau pervaginam (operasi menurut Spinelli).
- Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan, yaitu dengan tamponade
vaginal, kemudian berikan antibiotika untuk mencegah infeksi.
ATONIA UTERI
· Sementara lakukan pemasngan infus dan pemberian uterotonika, lakukan kompresi bimanual.
· Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal, lakukan
evakuasi sisa plasenta) dan tak ada laserasi jalan lahir.
· Lakukan uji beku darah (lihat solusio plasenta) untuk konfirmasi sistem pembekuan darah.
· Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi perdarahan lakukan tindakan
spesifik (lihat bagian Prosedur Klinik) sebagai berikut :
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak
tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang,
kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas
kesehatan rujukan. Bila belum berhasil, coba dengan kompresi bimanual internal
Uterus ditekankan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina
untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi).
Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau
berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Cobakan kompresi aorta abdominalis.
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan
kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga
mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat, akan menghentikan atau sangat mengurangi
denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi
(Sarwono, 2007).
· Histerektomi.
RETENSIO PLASENTA
· Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta, disebabkan oleh gangguan kontraksi
uterus.
· Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu
30 menit setelah bayi lahir.
· Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
· Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
· Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.
· Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri.
akreta parsial
· Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
· Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi,
cobakan traksi terkontrol tali pusat.
· Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetesan per menit. Bila perlu,
kombinasikandengan misoprostol 400 mg rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena
kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi).
· Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
Plasenta inkarserata
· Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan
melahirkan plasenta.
· Pilih fluothane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat tetapi siapkan infus oksitosin 20 IU
dalam 500 NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang
disebabkan bahan anestesi tersebut.
· Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh conam ovum lakukan
manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut, berikan analgesic (Tramadol
100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV dan sedaktif ( Diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik yang
terpisah.
Manuver sekrup :
- Pasang spekulum sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak dengan jelas.
- Jepit porsio dengan klem ovum pada 12,4 dan 8 dan lapaskan spekulum.
- Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak lebih jelas.
- Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta di sisi berlawanan agar dapat dijepit
sebanyak mungkin. Minta asisten untuk memegang klem tersebut.
- Lakukan hal yang sama untuk plasenta pada sisi yang berlawanan.
- Satukan kedua klem tersebut kemudian sambil diputar searah jarum jam, tarik plasenta keluar
perlahan-lahan melalui pembukaan ostium.
· Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, tinggi
fundus uteri dan perdarahan pasca-tindakan.tambahan pemantauan yang diperlukan adalah
pemantauan efek samping atau komplikasidari bahan-bahan sedativa, analgetika atau anestesia
umum (mual dan muntah, cagah aspirasi bahan muntahan, hipo/atonia uteri, vertigo, halusinasi,
pusing/vertigo, mengantuk).
Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali
pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis,
stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif.
Sisa plasenta
· Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih
adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan dengan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazol
1g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral.
· Dengan dipayungi antibiotika tersebut, lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan
evakuasi sisa plasenta dengan AVM atau Dilatasi dan Kuretase.
· Bila kadar Hb<8 g% berikan transfuse darah. Bila kadar Hb≥8 g%, berikan sulfas ferosus 600
mg/hari selama 10 hari.
· Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap.
· Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator.
· Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan penjahitan
lapis demi lapis dengan bantuan busi pad rektum, sebagai berikut :
- Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa, menggunakan
benang poliglikolik no. 2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani denga klem
dan jahit dengan benang no. 2/0.
- Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan benang yang sama (atau
kromik 2/0) secara jelujur.
- Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan subkutikuler.
- Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh
antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau
terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.
Robekan serviks
· Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur, akan mengalami
robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi.
· Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera
lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio.
· Jepitkan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera
dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan. Jahitan
dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit.
· Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan
pasca-tindakan.
· Bila terjadi defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8g%, berikan transfusi
darah.
Tanda dan · Perdarahan yang segera terjadi setelah bayi/plasenta lahir. Perdarahan
gejala dapat terjadi akibat gangguan kontraksi, robekan jalan lahir atau retensi
plasenta/-fragmen plasenta pada dinding kavum uteri
Tingkat UPAYA
Rujuk untuk
kasus berat
Posts Terkait:
PERDARAHAN POSTPARTUM
THROMBOPHLEBITIS
Post a Comment
Penikmat Pengetahuan
Loading...
Blog
About Me
Disclaimer
Contact Me
Semarang, Indonesia
Masukkan alamat email anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan postingan
terbaru via email anda. Bergabunglah dengan pengikut lainnya.
Top of Form
masukkan emailJurnal
anda..Bidan Diah en_US Submit
Bottom of Form
E - Library Categories
▼ July (93) KB
KB Implan
PERDARAHAN POSTPARTUM
THROMBOPHLEBITIS
AMNIOTOMI
Tindakan Episiotomi
TANDA-TANDA PERSALINAN
► June (75)
► May (62)
► April (192)
Recent Coment
Fatimah Bt Tony
wow.. perkongsian
yg sangat
menarik.manfaat
vitamin B New Release
History
Ace Maxs
Terimakasih
banyak untuk
artikelnya, sangat
mebantu sekali.....
Ace Maxs
Terimakasih
banyak untuk
artikelnya, sangat
mebantu sekali.....
gilang ramadani
Bpk.DR.SULARDI.
MM beliau selaku
DEPUTI BIDANG
BINA PENGADAA...
Telusuri jurnalbidandiah.blogspot.co.id:
Top of Form
Bottom of Form
EN RU
Rumah → buku referensi medis → Obstetri → hipotonia rahim, BLEEDING hipotonik
Kebidanan: hipotonia OF UTERUS, BLEEDING hipotonik - etiologi, patogenesis, gejala dan tentu saja dari,
pengakuan, prediksi dan pencegahan
Создано: 2015/03/10
jawaban 0 487
Nama Anda
Balasan
Pendarahan setelah kelahiran seluruh atau sebagian besar dari plasenta dari saluran kelamin
tergantung pada penahanan di rahim bagian dari plasenta, meluap dengan gumpalan darah atau
benar hipotensi rahim.
Pengobatan. Kontraksi uterus yang kuat dengan menerapkan ergotine, pituitrin. Untuk
tindakan lebih kuat mereka bisa masuk ke dalam jaringan serviks. Dengan tujuan yang sama
berlaku pijat rahim. Dengan kegagalan langkah-langkah ini, dan pada kecurigaan sedikit pun
tentang kemungkinan meninggalkan di rahim bagian dari plasenta (pemeriksaan data plasenta,
robek, plasenta hancur, megadelta plasenta) memerlukan pemeriksaan manual rahim dan
menghapus plasenta yang ada puing-puing dan pembekuan darah. Uterus kemudian
dikurangi biasanya baik, dan pendarahan berhenti. Nada rahim untuk mendukung penunjukan
ergotine, pituitrin, ekstrak air dari ergot dan pijat periodik rahim. Dengan kegagalan
pengobatan ditentukan yang tergantung pada hipotensi rahim benar, yang berhubungan
dengan struktur neuromuskuler dan kondisi fungsional rahim, perlu untuk menerapkan cara
yang paling energik untuk segera menghentikan pendarahan:
1. tekanan dari bagian perut dari aorta ke lumbal bagian dari kepalan tulang belakang melalui
integumen perut atau karet harness-tabung selama 30 menit;
2. angkat melalui integumen perut sampai tubuh rahim dan erat menekan dadanya, yang
mengarah ke perdarahan. Posisi ini rahim dapat menjaga fiksasi pada fundus dari gulungan
tebal uterus lembaran digulung.
Mencapai teknik ini setidaknya penghentian sementara perdarahan, dalam suasana yang lebih
santai untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk perdarahan terus-menerus.
a) lavage rahim melalui ujung panjang rahim panas (hingga 50 º) larutan lemah steril dari asam
borat atau air mendidih. Vagina mengungkapkan cermin; forsep peluru serviks dibawa ke
pintu masuk vagina (untuk menghindari infeksi) dan menjaga kanal serviks terbuka lebar,
untuk memberikan arus balik cairan. Untuk tujuan ini Anda dapat menggunakan ujung dengan
dual outflow. Jumlah cairan yang dibutuhkan untuk mencuci, bisa mencapai 1-3 - 4 l;
b) tamponade uterus dan vagina: serviks uterus adalah untuk membuang forsep peluru ke
pintu masuk pinset vagina dan panjang atau dengan tangan erat sataminijet rongga rahim
seluruh, mulai dari sudut pipa dan bagian bawah, panjang, lebar kasa pembalut atau
dihubungkan satu sama serbet kain kasa lain; pada akhir tamponade uterus memasukkan
kubah ketat dan vagina; swab dibiarkan selama 12 jam; sisi tekanan perban perut;
C) menekan pembuluh uterus klip: serviks berkurang, seperti dijelaskan di atas, ke pintu
masuk vagina. Di kedua sisi, tanpa pemisahan berdarah jaringan, melalui lengkungan sisi
memaksakan klem panjang yang kuat di sisi serviks pada tingkat OS internal untuk menjepit
terminal dari arteri rahim. Untuk menghindari cedera, Anda dapat memakai pipa klem ujung
karet diameter yang sesuai. Klem bungkus dalam kain tipis dan biarkan selama 12 sampai 24
jam;
g) pengangkatan rahim (jarang memberikan kesuksesan).
Setelah berhenti atonis perdarahan postpartum wanita harus tetap berada di bawah pengawasan
medis yang ketat selama minimal 2 - 4 jam, pendarahan bisa kambuh. Untuk mencegah
kemungkinan perkembangan infeksi menunjukkan penggunaan penisilin (25 000 unit 3 jam
selama 2 sampai 3 hari, total 400 000-600 000 unit) dan obat sulfa. Ketika mengembangkan
infeksi postpartum - pengobatan dengan aturan umum (lihat penyakit infeksi postpartum).
sumber
Rumah
Kontak
Kami di Google+