Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara


melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ dalam
abdomen yang mengalami masalah, misalnya kanker, pendarahn, obstruksi, dan
perforasi. (Sjamsuhidajat, et al, 2010)

Tindakan bedah laparotomi diperkirakan mencapai 32% dari seluruh tindakan


bedah yang ada di Indonesia berdasarkan data tabulasi nasional Depkes RI tahun 2009
(Fahmi, 2012). Data dari rumah sakit Dr. Cipto mangunkusumo Jakarta bulan juli –
desember 2004 menyebutkan adanya operasi laparotomi emergency terhadap laparotomi
dengan mortality rate mencapai 9 orang atau 10,84% dan yang mengalami komplikasi
infeksi sebanyak 19 orang (44,19%) data dari rumah sakit Dr. Mohammad Hoesin
palembang, pasien dengan tindakan laparotomi emergency pada bulan mei sampai
dengan juni 2008 tercatat 30 kasus laparotomi, dengan mortality rate 3,3% dan lama
rata-rata perawatan pasca laparotomi adalah 12 hari (Yuwono 2013)
A. DEFINISI
Laparatomi adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen
(bagian perut). Kata "laparotomi" pertama kali digunakan untuk merujuk operasi
semacam ini pada tahun 1878 oleh seorang ahli bedah Inggris, Thomas Bryant.
Kata tersebut terbentuk dari dua kata Yunani, ”lapara” dan ”tome”. Kata
”lapara” berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di antara tulang rusuk dan
pinggul. Sedangkan ”tome” berarti pemotongan (Kamus Kedokteran, 2011).
Laparotomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan
operasi. (Lakaman, 2011).
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus (Arif Masjoer,
2010).

B. INDIKASI TINDAKAN
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai keruskaan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Sibdakan atas 2 jenis yaitu:
a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh: luka tusuk, luka tembak.
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum)
yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi,
kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primr, sekunder dan tersier. Peritonitis
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi kolon
(paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan
penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (obstruksi)
Onstruksi usus dapar didefiniskan sebagai gagguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon
sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar
obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan
keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan
darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan
(lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada
jaringan parut setelah pembedahan abdomen), intusepsi (salah satu bagian dari
usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan
lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir
sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya
gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protursi usus melalui area
yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen ), dan tumor (tumor yang
ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usu).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior
dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen
oleh feses yang akhirnya merusak aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi.
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery )
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)
10. Intestinal perforration
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
12. Foreign bodies (e.g. a bullet in a gunshot victim)
13. Internal bleeding

C. PEMERIKSAAN PENUNJNG
1. pemeriksaan rektum: adanya darah menunjukan kelainan pada usus besar:
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah menunjukan adanya lesi pada saluran
kencing.
2. Labratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine
3. Radiologik: bila diindikasikan untuk melakukan laparotomi
4. IVP/sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing
5. Parasentesis perut: tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelaianan dalam ronggga perut atau trauma tumpul yang
disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum
pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran
bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli
terlebih dahulu
6. Lavase peritoneal: pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga
peritonium.

D. KOMPLIKASI
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis
post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi bahaya besar
tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena
dan ikut aliran darah sebagai emboli keparu-paru, hati, dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi dini post operasi.
b. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilocus aurens, organisme
gram positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi
luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik
dan antiseptik.
c. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau evirasi.
d. Ventilasi paru tidak adekuat.
e. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.
f. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
g. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan. ( Arif Mansjoer 2012)

E. PENATALAKSANAAN/JENIS-JENIS TINDAKAN
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2008):
a. Midline incision
Metode insisi ynag paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,
eksplorasi dapat lebih luas, cepat dibuka dan ditutup, serta tidak memotong
ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya
hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien
serta dibawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ
dalam pelvis.
b. Paramedian
Yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi
atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri dengan indikasi pada jenis operasi
lambung eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bawah, serta
plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain: merupakan
bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf dan
insisi mudah diperlluas ke arah atas dan bawah.
c. Transverse upper abdomen incision
Yaitu insisidibagian atas, ,isalnya pembedahan colesistomy dan splenektomy.
d. Transverse lower abdomen incision
Yaitu insisi melintang dibagian bawah ± 4 cm diatas anterior spinal iliaka,
misalnya pada
operasi appendektomy.
F. TINDAKAN PRE OPERATIF
Penatalaksanaan perawatan
a. Pengkajian meliputi obyektif dan subyetif.
1) Data subyektif meliputi
a) Nyeri yang sangat pada daerah perut
2) Data objektif meliputi:
a) Nafas dangkal
b) Tensi turun
c) Nadi lebih cepat
d) Abdomen tegang
e) Defense muskular positif
f) Berkeringat
g) Bunyi usus hilang
h) Pekak hati hilang
G. Post Op Laparatomi
a. Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparotomi adalah:
1) Respiratory
Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
2) Sirkulasi
Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
3) Persarafan
Tingkat kesadaran
4) Balutan
Apakah ada tube, drainage
Apakah ada tanda-tanda infeksi
Bagaimana keadaan penyembuhan luka pasien yang menjalani laparotomi
5) Peralatan
Monitor yang terpasang.
Cairan infus atau transfusi.
6) Rasa nyaman
Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi
7) Psikologis
Kecemasan, suasana hati setelah operasi.

b. Diagnosa keperawatan post op


1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya luka invasive
2. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang berhubungan dengan adanya
rasa nyeri di abdomen.
3. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya sayatan/ luka
operasi laparatomi.
c. Rencana Keperawatan
No Dx kep Tujuan Intervensi
1 Kerusakan integritas Tujuan : klien 1. Berikan perawatan
kulit berhubungan menunjukkan luka operasi yang
dengan adanya luka integritas kulit bersihah terjadinya
invasif dalam keadaan .
normal. R : Mencegah
Kriteria Hasil: terjadinya infeksi
Tidak adanya tanda- yang dapat
tanda kerusakan membuat
integritas kulit terjadinya
kerusakan
integritas kulit
lebih lanjut.
2. Latih alih baring
R: mencegah
terjadinya
dekubitus
3. Berikan sandaran
atau tahanan yang
lembut pada
daerah-daerah
yang mungkin
terjadi luka
decubitus
4. Hindari terjadinya
infekasi pada luka
operasi yang dapat
membuat
parahnya
integritas kulit.
R: adanya infeksi
dapat membuat
kerusakan
integritas kulit
5. Pemberian
antibiotik sistemik
parah.
R: pemeberian
antibiotik dapat
membantu
membasmi bakteri
sehingga infeksi
kulit tidak meluas.
2 Gangguan rasa Tujuan : memenuhi 1. Gunakan analgetik
nyaman, abdomen kebutuhan rasa R : mengurangi
tegang berhubungan nyaman pada klien. rasa nyeri akibat
dengan adanya rasa Kriteria hasil : klien sayatan.
nyeri di abdomen melaporkan nyeri 2. Ajarkan teknik
abdomen berkurang relaksasi pada
klien.
R : untuk
membantu
mengalihkan nyeri
yang dirasakan.
3. Berikan
lingkungan yang
nyaman
R : agar pasien
dapat beristirahat
dengan baik.
3 Potensial terjadinya Tujuan : klien tidak 1. Selalu cuci tagan
infeksi berhubungan terkena infeksi setelah menyentuh
dengan adanya sayatan/ Kriteria hasil : klien klien atau benda-
luka operasi tidak menunjukkan benda yang
laparatomi. tand-tanda infeksi kemungkinan
terkontaminasi
serta sebelum
memberikan
tindakan kepada
klien lain.
R : mencegah
infeksi silang
antara pasien yang
dapat
memperburuk
keadaan pasien
2. Semua benda-
benda yang
terkontaminasi
dibuang atau
dimasukan
kedalam tempat
khusus dan diberi
label sebelum
dilakukan
dekontaminasi
atau proses ulang
kembali mencegah
penyebaran
kuman.
3. Pastikan luka
sayatan dalam
keadaan tertutup.
R : mencegah
terjadinya terpapar
kuman dari luar.

Anda mungkin juga menyukai