Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali ditemukan pada


anak tahun 1983 di Amerika Serikat, yang mempunyai beberapa perbedaan dengan
infeksi HIV pada orang dewasa dalam berbagai hal seperti cara penularan, pola
serokonversi, riwayat perjalanan dan penyebaran penyakit, faktor resiko, metode
diagnosis, dan manifestasi oral.
Dampak acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada anak terus meningkat,
dan saat ini menjadi penyebab pertama kematian anak di Afrika, dan peringkat
keempat penyebab kematian anak di seluruh dunia. Saat ini World Health
Organization (WHO) memperkirakan 2,7 juta anak di dunia telah meninggal karena
AIDS.
Kasus pertama AIDS di Indonesia ditemukan pada tahun 1987 di Bali yaitu
seorang warga negara Belanda. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan kasus pada
bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS dan
hasil tes Elisa 3 (tiga) kali diulang, menyatakan positif, namun hasil Western Blot
yang dilakukan di Amerika Serikat ialah negatif sehingga tidak dilaporkan sebagai
kasus AIDS. Penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995.
Berdasarkan pelaporan kasus HIV/AIDS dari tahun 1987 hingga 31 Desember 2008
terjadi peningkatan signifikan. Setidaknya, 2007 hingga akhir Desember 2008 tercatat
penambahan penderita AIDS sebanyak 2.000 orang. Angka ini jauh lebih besar
dibanding tahun 2005 ke 2006 dan 2006 ke 2007 yang hanya ratusan. Sedangkan dari
keseluruhan penderita, pada akhir 2008, AIDS sudah merenggut korban meninggal
sebanyak 3.362 (20,87 persen), sedangkan mereka yang hidup adalah 12.748 (79,13
persen) orang. Untuk proporsi berdasarkan jenis kelamin hingga kini masih banyak
diderita oleh kaum laki-laki yaitu 74,9 persen, dibanding perempuan sebanyak 24,6
persen. Fakta baru tahun 2002 menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV di
Indonesia telah meluas ke rumah tangga, sejumlah 251 orang diantara penderita
HIV/AIDS di atas adalah anak-anak dan remaja, dan transmisi perinatal (dari ibu
kepada anak) terjadi pada 71 kasus.

1
I.2. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari HIV/AIDS pada anak ?


2. Apa Sajakah Etiologi HIV/AIDS pada anak?
3. Apa sajakah klasifikasi HIV/AIDS pada anak ?
4. Apa sajakah Manifestasi HIV/AIDS pada anak?
5. Bagaimana Patofisiologi HIV/AIDS pada anak ?
6. Bagaimana pathway HIV/AIDS pada anak ?
7. Apa sajakah pemeriksaan penunjang HIV/AIDS pada anak ?
8. Bagaimana Penatalaksanaan HIV/AIDS pada anak ?
9. Bagaimana prinsip – prinsip perawatan pada HIV/AIDS pada anak ?
10. Bagaimana Askep teori HIV/AIDS pada anak?

1.3 Tujuan
Tujuan disusun makalah ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum


Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan HIV/AIDS .

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui dan memahami definisi dari HIV/AIDS pada anak
b. Mengetahui dan memahami Etiologi HIV/AIDS pada anak
c. Mengetahui dan memahami klasifikasi HIV/AIDS pada anak
d. Mengetahui dan memahami Manifestasi Klinis HIV/AIDS pada anak
e. Mengetahui dan memahami Patofisiologi HIV/AIDS pada anak
f. Mengetahui dan memahami pathway HIV/AIDS pada anak
g. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang HIV/AIDS pada anak
h. Mengetahui dan memahami Penatalaksanaan HIV/AIDS pada anak
i. Mengetahui dan memahami prinsip – prinsip perawatan HIV/AIDS pada anak
j. Mengetahui dan memahami Askep teori HIV/AIDS pada anak

2
1.4 Manfaat
Manfaat disusun makalah ini adalah sebagai berikut :

1.1.1 Untuk Mahasiswa


a. Menambah pengetahuan tentang HIV/AIDS pada anak
b. Mengembangkan kreatifitas dan bakat penulis
c. Menilai sejauh mana penulis memahami teori yang sudah di dapat tentang
HIV/AIDS pada anak
d. Sebagai persyaratan dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan
HIV/AIDS.
1.1.2 Untuk Institusi Stikes Zainul Hasan Genggong
a. Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar
b. Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian materi
tentang HIV/AIDS pada anak pada mahasiswa mahasiswi institusi pendidikan
1.1.3 Untuk Pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan menguasai tentang HIV/AIDS
pada anak dan dapat menyadari bahwa HIV/AIDS pada anak suatu penyakit
dengan memperhatikan golongan obat adalah sangat penting guna untuk
menghindari dari kegagalan dari pengobatan dan kematian..

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi

Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleksterhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons imun ini
dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit,
komplemen, dansitokin yang saling berinteraksi secara kompleks. Mekanisme
pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme pertahanan non spesifik dan mekanisme
pertahanan spesifik.
Adjuvant : adalah senyawa yang jika dicampur dengan imunogen
akan meningkatkan respon imun terhadap imunogen : BCG, FCA, LPS, suspensi
AL(OH)3, Imunogen : adalah senyawa yang mampu menginduksi respon imun,
Hapten : Molekul kecil yang tidak mampu menginduksi respon imun dalam keadaan
murni, namun bila berkonyugasi dengan protein tertentu (carrier) atau senyawa BM
besara dapat menginduksi respon imun. Epitop atau Antigenik Determinan : Unit
terkecil dari suatu antigen yang mampu berikatan dengan antibodi atau dengan
reseptor spesifik pada limfosit.

1. Pajanan antigen pada sel T


Umumnya antigen bersifat tergantung pada sel T (TD = T dependent antigen),
artinya antigen akan mengaktifkan sel imunokompeten bila sel ini mendapat bantuan
dari sel Th melalui zat yang dilepaskan oleh sel Th aktif. TD adalah antigen yang
kompleks seperti bakteri, virus dan antigen yang bersifat hapten. Sedangkan antigen
yang tidak tergantung pada sel T (TI = T independent antigen) adalah antigen yang
strukturnya sederhana dan berulang-ulang, biasanya bermolekul besar.

4
2. Limfokin
Limfokin akan mengaktifkan makrofag dengan menginduksi pembentukan
reseptor Fc dan C3B pada permukaan makrofag sehingga mempermudah melihat
antigen yang telah berikatan dengan antibodi atau komplemen, dan dengan sendirinya
mempermudah fagositosis. Selain itu limfokin merangsang produksi dan sekresi
berbagai enzim serta metabolit oksigen yang bersifat bakterisid atau sitotoksik
terhadap antigen (bakteri, parasit, dan lain-lain) sehingga meningkatkan daya
penghancuran antigen oleh makrofag.

3. Pajanan antigen pada sel B


Antigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan dengan
bantuan sel Th (bagi antigen TD) akan terjadi aktivasi enzim dalam sel B sedemikian
rupa hingga terjadilah transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel
plasma yang mensekresi antibodi dan membentuk sel B memori. Selain itu, antigen TI
dapat secara langsung mengaktivasi sel B tanpa bantuan sel Th.

4. Neutrofil
Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi,
selsel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um,
satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik
(0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pinkoleh campuran
jenis romanovky. Granul pada neutrofil ada dua :

a. Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase.


b. Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat
bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin.
5. Eosinofil
Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um
(sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma
mitokonria dan apparatus Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang
dengan eosin asidofkik, granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam,
katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil mempunyai
pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih
selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi,
ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek

5
antigen dan antibody. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan
mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh
proses-proses Patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil
darah dengan cepat.

6. Basofil
Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti
satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi
granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya
ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romanvaki tampak
lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dan
keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan
hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai hubungan
kekebalan.

7. Limfosit
Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit
darah.Normal, inti relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti
padat, anak inti baru terlihat dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali,
sedikit basofilik, mengandung granula-granula azurofilik. Yang berwarna ungu
dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom.
8. Monosit
Merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal,
diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20um, atau lebih.
Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin
kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat tetap momosit Sitoplasma
relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula
azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim
endoplasma sedikit. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan
mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit ditemui dalam
darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik
mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada
permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar
melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan
penyambung. DaIam darah beberapa hari.

6
2.2 Defenisi
Anak adalah seseorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum
mengalami masa pubertas.
Anak merupakan masa lucu-lucunya anak sekaligus yang melelahkan bagi orangtua
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh
infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah
melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T
(sel-T). (Tambayong, J,2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.2005)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan
oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri,
jamur, parasit dan virus.
2.3 Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki
limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel
imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap, Infeksi
HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency
Virus) ke dalam tubuh manusia (Tambayong, J,2000)
2.4 Klasifikasi
Stadium WHO untuk HIV/AIDS pada Anak dengan Infeksi HIV Dipastikan
1. Stadium Klinis 1
a. Tanpa gejala (asimtomatis)
b. Limfadenopati generalisata persisten
2. Stadium Klinis 2
a. Hepatosplenomegaly persisten tanpa alasani
b. Erupsi papular pruritis
c. Infeksi virus kutil yang luas
d. Moluskum kontagiosum yang luas

7
e. Infeksi jamur di kuku
f. Ulkus mulut yang berulang
g. Pembesaran parotid persisten tanpa alasan
h. Eritema lineal gingival (LGE)
i. Herpes zoster
j. Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang atau kronis (ototis media,
otore, sinusitis, atau tonsilitis)
3. Stadium Klinis 3
a. Malanutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak membaik dengan terapi baku
b. Diare terus-menerus tanpa alasan (14 hari atau lebih)
c. Demam terus-menerus tanpa alasan (di atas 37,5°C, sementara atau terus-
menerus, lebih dari 1 bulan)
d. Kandidiasis oral terus-menerus (setelah usia 6-8 minggu)
e. Oral hairy leukoplakia (OHL)
f. Gingivitis atau periodonitis nekrotising berulkus yang akut
g. Tuberkulosis pada kelenjar getah bening
h. Tuberkulosis paru
i. Pneumonia bakteri yang parah dan berulang
j. Pneumonitis limfoid interstitialis bergejala
k. Penyakit paru kronis terkait HIV termasuk brokiektasis
l. Anemia ( kurang dari 8g/dl), neutropenia (kurang dari 0,5 × 109/l) dan atau
trombositopenia kronis (kurang dari 50 × 109/l) tanpa alasan.
4. Stadium Klinis 4
Wasting yang parah, tidak bertumbuh atau malanutrisi yang parah tanpa alasan
dan tidak menanggapi terapi yang baku Pneumonia Pneumosistis (PCP) Infeksi
bakteri yang parah dan berulang (mis. empiema, piomisotis, infeksi tulang atau sendi,
atau meningitis, tetapi tidak termasuk pneumonia) Infeksi herpes simpleks kronis
(orolabial atau kutaneous lebih dari 1 bulan atau viskeral pada tempat apa pun)
Tuberkulosis di luar paru Sarkoma Kaposi Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis
pada trakea, bronkus atau paru) Toksoplasmosis sistem saraf pusat (setelah usia 1
bulan) Ensefalopati HIV Infeksi sitomegalovirus: retinitis atau infeksi CMV yang
mempengaruhi organ lain, yang mulai pada usia lebih dari 1 bulan) Kriptokokosis di
luar paru (termasuk meningitis) Mikosis diseminata endemis (histoplasmosis luar

8
paru, kokidiomikosis) Kriptosporidiosis kronis Isosporiasis kronis Infeksi mikobakteri
non-TB diseminata Limfoma serebral atau non-Hodgkin sel-B
Progressive multifocal leucoencephalopathy (PML) Nefropati bergejala terkait HIV
atau kardiomiopati bergejala terkait HIV Tanpa alasan berarti keadaan tidak dapat
diakibatkan oleh alasan lain. Beberapa penyakit khusus yang juga dapat dimasukkan
pada klasifikasi wilayah (misalnya penisiliosis di Asia)
2.5 Tanda gejala
Gejala mayor :
1. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
2. Diare kronis lebih dan 1 bulan berulang maupun terus menerus
3. Penurunan berat badan lebih dan 10% dalam 3 bulan ( 2 dan 3 gejala utama ).
Gejala minor
1. Batuk kronis selama 1 bulan
2. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albican
3. Pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh yang menetap
4. Munculnya herpes zosters berulang
5. Bercak – bercak dan gatal- gatal diseluruh tubuh
2.6 Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T – helper dengan melekatkan dirinya
pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh
penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA
(deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral
DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan
lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus – virus HI. Enzim
lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus – virus yang baru. Virus
baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil
menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana
akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah
diserang oleh infeksi dan penyakit – penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk
menularkan virus tersebut dari orang ke orang. Respons tubuh secara alamiah terhadap
suatu infeksi adalah untuk melawan sel – sel yang terinfeksi dan mengantikan sel – sel
yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali
dirinya. Jumlah normal dari sel – sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800 –
1200 sel / ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel – sel CD4+ T – nya

9
terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi – infeksi
oportunistik. Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi – infeksi yang timbul ketika
sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi –
infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap
HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.
2.7 Pathway

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini
meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex
agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan
positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji
antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan
pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan
ibu HIV.
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV:
a. ELISA.
b. Western blot.
c. P24 antigen test.
d. Kultur HIV.

10
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. Hematokrit.
b. LED.
c. CD4 limfosit.
d. Rasio CD4 / CD limfosit.
e. Serum mikroglobulin B2.
f. Hemoglobulin.
2.9 Penatalaksanaan
1. Medis
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah
pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi apabila terinfeksi
HIV maka terapinya yaitu :
a. Pengendalian infeksi oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
oportuniti, nosokomial, atau sepsis, tindakan ini harus dipertahankan bagi
pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
b. Terapi AZT (Azitomidin)
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat
enzim pembalik transcriptase.
c. Terapi antiviral baru
Untuk meningkatkan aktivitas sistem immun dengan menghambat
replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obatan ini adalah: didanosina, ribavirin, diedoxycytidine, recombinant
CD4 dapat larut.
d. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron
untuk menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat replikasi HIV.
e. Rehabilitasi bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis,
membantu megubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko
atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan
kondisi hidup sehat.
2. Keperawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV
antara lain:

11
a. Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi
b. Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang
ada
c. Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA
HIV
d. Mengatasi dampak psikososial
e. Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis.
2.10 Prinsip – prinsip keperawatan HIV/AIDS pada Anak
Prinsip umum perawatan HIV/ AIDS pada anak bertujuan membantu anak untuk:

1. Memiliki kualitas hidup yang baik meskipun menderita penyakit kronik.


2. Bisa mengendalikan emosi diri.
3. Mengetahui jelas mengenai identitas pribadi mereka
4. Membantu menerima keadaan fisik yang berubah akibat penyakit yang diderita.
5. Mendapatkan dukungan dari orang tua.
6. Dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.
7. Dapat mengembangkan nilai-nilai pribadi dalam diri.

Namun prinsip diatas akan sulit dicapai akibat dari sejumlah faktor diantaranya:

1. Pembatasan kegiatan fisik karena lingkungan yang buruk.


2. Ancaman perubahan citra tubuh akibat penyakit yang diderita.
3. Kurangnya privasi.
4. Penggunaan emosi, amarah, penolakan, dan penarikan diri sebagai mekanisme
pertahanan.
5. Perubahan respon lingkungan akibat penyakit.
6. Orang tua yang terlalu membatasi kegiatan.
7. Pemisahan dari kelompok sebaya yang menimbulkan rasa takut.

Perawatan untuk memenuhi kebutuhan penderita HIV/AIDS secara holistik,


perawat harus mencari tahu apa yang dibutuhkan oleh penderita HIV/AIDS dan
berfokus pada peningkatan kualitas hidup penderita HIV/AIDS tersebut. Penting bagi

12
perawat untuk meminta persetujuan pada setiap tindakan pengobatan yang akan
dilakukan sehingga perawat dapat memaksimalkan privasi penderita HIV/AIDS. Hal
yang terpenting dalam perawatan adalah memberikan informasi yang jujur dan
realistis tentang dampak penyakit dan pengobatannya, dukungan dari orang tua dan
lingkungan sekitar juga sangat penting untuk menjaga rasa percaya diri dari penderita
HIV/AIDS.

13
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata dimasa perinatal
sekitar usia 9 –17 tahun.
Identitas : lengkap, termasuk orang tua anak
Keluhan utama dapat berupa :
1. Demam dan diare yang berkepanjangan
2. Tachipnae
3. Batuk
4. Sesak nafas
5. Hipoksia
Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
1. Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
2. Diare lebih dan satu bulan
3. Demam lebih dan satu bulan
4. Mulut dan faring dijumpai bercak putih
5. Limfadenopati yang menyeluruh
6. Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
7. Batuk yang menetap ( lebih dari 1 bulan )
8. Dermatitis yang mnyeluruh
Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah ( dari orang yang
terinfeksi HIV / AIDS ). Pada ibu atau hubungan seksual. Kemudian pada riwayat
penyakit keluarga dapat dimungkinkan :
1. Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan obat
2. Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV ( 50 % TERTULAR )
3. Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20 dari kehamilan
4. Adanya penularan pada proses melahirkan
5. Terjadinya kontak darah dan bayi.
6. Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI
7. Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife )
Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya :
1. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
2. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti

14
3. Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
4. Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang berulang
5. Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang tidak steril
6. Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Mata
 Adanya cotton wool spot ( bercak katun wol ) pada retina
 Retinitis sitomegalovirus
 Khoroiditis toksoplasma
 Perivaskulitis pada retina
 Infeksi pada tepi kelopak mata.
 Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
 Lesi pada retina dengan gambaran bercak atau eksudat kekuningan,
tunggal atau multiple
2. Pemeriksaan Mulut
 Adanya stomatitis gangrenosa
 Peridontitis
 Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar
kemudian menjadi biru dan sering pada platum.
3. Pemeriksaan Telinga
 Adanya otitis media
 Adanya nyeri
 Kehilangan pendengaran
4. Kepala:
 Inspeksi : Mengamati bentuk kepala, adanya hematom/oedema,
perlukaan.
 Palpasi : nyeri tekan, adanya deformitas, karakter lesi.
5. Rambut:
 Inspeksi : warna, kebersihan, tekstur rambut.
 Palpasi : kekuatan, konsistensi
6. Wajah:
 Inspeksi : kesimetrisan wajah
 Palpasi : nyeri tekan, lesi atau perlukaan

15
7. Hidung
 Inspeksi :adanya perlukaan, kesimetrisan hidung, tanda radang,
pernafasan cuping hidung.
 Palpasi : nyeri tekan, deformitas
8. Leher:
 Inspeksi : adanya pembesaran kelenjar tiroid, kesimetrisan
 Palpasi : nyeri tekan, perlukaan atau lesi
9. Dada/Thorak
 Inspeksi :kesimetrisan dada, kedalaman retraksi dada, frekuensi
pernafasan, bentuk dada
 Palpasi : fremitus kiri dan kanan tidak sama dan terdapat nyeri
dada pada klien
 Perkusi : terdapat bunyi sonor
 Auskultasi : suara paru normal dan suara tambahan paru
10. Jantung
 Inspeksi : amati dan catat bentuk precordial jantung normalnya
datar dan simetris pada kedua sisi
 Palpasi : rasakan irama dan frekuensi jantung
 Perkusi : normalnya terdengar bunyi pekak saat diperkusi
 auskultasi : normalnya s1 dan s2 tunggal
11. Perut/Abdomen
 Inspeksi : warna,bentuk dan ukuran perut
 Auskultasi : dengarkan suara bising usus normlanya adalah
sebanyak 8-35 per menit
 Palpasi :rasakan adanya nyeri tekan dan pembesaran hati
 Perkusi : untuk menentukan suara timpani
12. Genetalia
 Inspeksi : kebersihan, penyebaran mons pubis, lesi atau perlukaan
 Palpasi : nyeri tekan, tanda radang, perlukaan
13. Kulit dan kuku
 Inspeksi : kebersihan kulit dan kuku, kelengkapan kuku, warna kulit
dan kuku
 Palpasi : pada kuku amati CRT dan pada kulit lihat turgor kulit

16
14. Ekstermitas
 Inspeksi : amati adanya kelainan tulang, kekuatan otot dan tulang
 Palpasi : adannya krepitas atau deformitas
C. DIAGNOSA
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan HIV / AIDS antara
lain :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Defisit volume cairan
3. Intoleransi aktivitas
4. Hipertermi
5. Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas
6. Ketidakefektifan pola nafas
D. INTERVENSI
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1) Batasan Karakteristik
a. Bising usus hiperaktif
b. Cepat kenyang setelah makan
c. Gangguan sensasi rasa
2) NOC
Indikator Keterangan SA SC
100401 Asupan Gizi 2 5
100402 Asupan Makanan 3 5
100408 Asupan Cairan 2 5
100403 Energi 2 5
100405 Rasio Berat badan / Tinggi Badan 3 5
3) NIC
1. Terapi nutrisi
2. Manajemen nutrisi
3. Pengurangan Kecemasan
4. Identifikasi resiko
5. Manajemen berat badan

17
2. Defisit Volume Cairan
1) Batasan Karakteristik
1. Haus
2. Kelemahan
3. Kulit Kering
2) NOC

Indikator Keterangan SA SC
060101 Tekanan darah 3 5
060122 Denyut Nadi Radial 2 5
060102 Tekanan Vena Sentral 3 5
060105 Denyut Perifer 2 5
3) NIC
1. Pencegahan pendarahan
2. Pengurangan pendarahan
3. Perawatan deman
4. Manajemen cairan
5. Monitor cairan
3. Intoleransi aktivitas
1) Batasan karakteristik
1. Dipsnea setelah aktivitas
2. Keletihan
3. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
2) NOC
Indikator Keterangan SA SC
000501 Saturasi oksigen ketika beraktivitas 3 5
000502 Frekuensi nadi ketika beraktivitas 2 5
000503 Frekuensi pernafasan ketika beraktivitas 2 5
000507 Warna kulit 4 5
000510 Jarak berjalan 3 5
3) NIC
1. Manajemen resiko jantung
2. Terapi oksiegen
3. Monitor pernafasan

18
4. Identifikasi resiko
5. Monitor TTV
4. Hipertermi
1) Batasan Karakteristik :
1. Apnea
2. Kejang
3. Gelisah
2) NOC
Indikator keterangan SA SC
080010 Berkeringat saat panas 2 5
080011 Menggigil saat dingin 4 5
080013 Tingkat pernafasan 3 5
080015 Melaporkan kenyaman suhu 2 5
3) NIC
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor tekanan darah, HR dan RR
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor intake dan output
5. Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila
6. Kolaborasi dengan tim medis tentang pengobatan untuk mengatasi penyebab
demam
5. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
1) Batasan Karakteristik
1. Bradipnea
2. Pernafasan cuping hidung
3. berdahak
2) NOC
Indikator Keterangan SA SC
041004 Frekuensi pernafasan 3 5
041005 Irama pernafasan 2 5
041017 Kedalaman inspirasi 3 5
041012 Kemampuan untuk 2 5
mengeluarkan sekret

19
3) NIC
1. Monitor respirasi dan satus oksigen pasien
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
4. Pastikan kebutuhan oral atau tracheal suctioning
5. Berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction
nasotrakeal
6. Ketidakefektifan pola napas
1) Batasan karakterisktik :
1. Bradipnea
2. Dipsnea
3. Fase ekspirasi memanjang
2) NOC :
Indikator Keterangan SA SC
040301 Frekuensi pernafasan 2 5
040302 Irama pernafasan 3 5
040303 Kedalaman inspirasi 3 5
040318 Suara perkusi 2 5
040324 Volume tidal 3 5
3) NIC
1. Terapi oksigen
2. Bantuan ventilasi
3. Monitor tanda – tanda vital
4. Fisioterapi Dada
5. Pengurangan kecemasan

20
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit


akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh
infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak
sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi
beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk
hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang
lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan
terhadap pada beberapa tahun pertama
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control
sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang lebih 0,5
cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama lebih dari 2 bulan), parotitis,
dan diare.

3.2 SARAN

Dengan makalah ini diharapkan seluruh komponen tenaga kesehatan pada


khususnya dapat memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan HIV/AIDS
dengan baik dan sesuai dengan prosedur keperawatan serta tentunya memperhatikan
prinsip - prinsip tertentu yang berhubungan dengan prosedur yang dilakukan.

21

Anda mungkin juga menyukai