Anda di halaman 1dari 3

Diskusi Solidaritas untuk Kendeng oleh GMPK Undip

lpmgemakeadilan.fh.undip.ac.id – Semarang (02/03/2017), Gerakan Mahasiswa Pembela


Kendengn (GMPK) mengadakan diskusi diadakan di Gedung Geothermal Fakultas Sains dan
Matematika (FSM) Undip yang terbuka untuk seluruh Mahasiswa Undip.

Acara dimulai pada pukul 20:00 WIB yang dibuka oleh Puthut Bayu Seno (Hukum 2015) selaku
moderator dengan pemutaran tiga film dokumenter sebagai sedikit gambaran mengenai apa yang
sedang terjadi di Rembang, Jawa Tengah. Film pertama merupakan video dokumenter Lentera
Indonesia episode Perempuan-perempuan Kendeng produksi Net Tv, video kedua film
dokumenter produksi CNN Indonesia – Inside Indonesia episode Pesan dari Kendeng, dan video
dokumenter berjudul #Dipasungsemen produksi chanel youtube Watchdog Documentary. Ketiga
video yang ditayangkan tersebut menggambarkan perjuangan para masyarakat Desa Tenggal
Duwo dan Sedulur Sikep serta dalam menolak adanya pabrik semen di Pegunungan Kendeng.
Perjuangan-perjuangan yang dilakukan antara lain berbagai aksi penolakan turun ke jalan sampai
berbagai gugatan di pengadilan. Tak luput juga perjuangan para ‘Kartini-kartini’ Kendeng yang
melakukan berbagai aksi yang dua diantaranya ialah menghampiri Istana Presiden di Jakarta
sambil memainkan lesung sampai memasung kaki mereka dengan semen dengan harapan Pak
Jokowi mau menjalankan janjinya yaitu mengutamakan kedaulatan pangan dan kelestarian
lingkungan.

Kemudian acara dilanjutkan dengan diskusi yang dipantik oleh Hendra Fiana (FIB 2012) selaku
anggota GMPK dan Ivan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang.

Diawal pantikannya, Hendra Fiana menjelaskan sedikit mengenai terbentuknya GMPK. Pada
awalnya solidaritas ini belum berbentuk gerakan-gerakan yang sudah banyak dilakukan
belakangan, tapi masih berupa solidaritas-solidaritas yang memberi bantuan kepada para petani
Rembang, salah satunya bantuan berupa Dana. Selain hal itu, ia juga sedikit menjelaskan
beberapa aksi yang dilakukan saat sudah terbentuknya GMPK dari awal hingga terakhir tanggal
17 Januari 2017 dimana Ganjar Pranowo berjanji untuk menjawab pertanyaan masa aksi selama
ini.

Ia menerangkan bahwa kasus kendeng ini bukan lagi merupakan isu local, melainkan sudah
menjadi isu nasional. Pasalnya, perlakuan Gubernur Jawa Tengah, Bapak Ganjar Pranowo sudah
terlampau lewat batas – dengan semena-mena mempermainkan hukum dan mencerminkan tidak
ada lagi kepastian hukum di Indonesia. Dengan dikeluarkan izin lingkungan baru oleh Gubernur
Jawa Tengah kepada PT Semen Indonesia dengan Nomor 660.1/17 tahun 2017, makin
menjadikan geram mahasisw khususnya masyarakat setelah beberapa perbuatan serupa yang
pernah beliau lakukan.

Selain hal tersebut, Hendra Fiana menyebutkan banyak konflik-konflik terjadi jika dan dengan
dibangunnya pabrik semen di Pegunungan Rembang. Pertama konlflik Ekologi. Bahwasannya
jika Karts rusak, akan mengakibatkan pencemaran sumber mata air Watu Putih. Perlu diketahui,
mata air Watu Putih merupakan mata air yang mengairi sawah-sawah yang ada disebagian besar
utara Jawa Tengah, dan juga dari mata air Watu Putih mengalir ke beberapa Kabupaten di Jawa
Tengah. Dengan kata lain, jika air tersebut tercemar, tidak hanya berdampak pada daerah
Rembang saja.

Kedua, yakni konflik Agraria. Ia menjelaskan seperti halnya yang ada di selembaran yang juga
ditulis oleh dirinya, kasus yang terjadi di Rembang ini merupakan konflik agrarian vertikal
antara masyarakat dan korporasi dan juga pemerintah. Banyak petani yang tertelantarkan karena
adanya proses ‘tukar guling’ terhadap lahan ini.

Yang ketiga, Hendra membahas masalah sudah tidak adanya kepastian hukum di Indonesia
dengan semena-menanya ‘tingkah’ Gubernur Jawa Tengah.

Pantikan kedua, yang dibawakan oleh Ivan dari LBH Semarang, di awali dengan pertanyaan
kepada peserta diskusi – “apakah kita saat ini masih makan nasi dan masih bernafas?”.
Pertanyaan yang cukup menggelitik namun sangat dalam maknanya.

Ivan menjabarkan mengapa ia menanyakan apakah kita masih makan nasi. Pulau jawa
merupakan lumbung padi di Indonesia, dan Jawa Tengah merupakan penghasil padi terbesar di
Pulau Jawa. Pegunungan Kendeng tidak hanya melewati kabupaten Rembang, tapi juga melewati
4 kabupaten lainnya, yakni kabupaten Pati, Blora, Gerobokan, dan Kudus. Jika pegunungan
Kendeng di eksploitasi, daerah-daerah tersebut akan terganggu dan akan berpengaruh juga pada
produksi padi Indonesia.

Untuk pertanyaan kedua, bahwasannya Karts merupakan penyaring gas karbon, dimana gas
karbon tidak bisa dihirup oleh manusia.

Setelah menyampaikan pengantarnya, beliau menjelaskan masalah tidak adanya itikad baik oleh
Gubernur Jawa Tengah dan pihak PT Semen Indonesia dengan tidak menjalankan putusan
Mahkamah Agung yakni dengan menerbitkan izin lingkungan baru. Dalam penyampaiannya,
beliau membenarkan memang tidak ada bunyi dalam putusan MA untuk menutup pabrik semen.
Melalui putusan yang menyatakan izin lingkungan tersebut dibatalkan dan gubernur wajib untuk
mencabut izin lingkungan tersebut merupakan salah satu kunci utama bahwa pabrik semen di
Rembang harus ditutp. Namun dengan arogansinya, Gubernur Jawa Tengah menerbitkan izin
baru seakan mereka tidak mengerti isi dari putusan tersebut.

Pada tanggal 16 Januari 2017, beliau mengeluarkan SK pencabutan, namun beliau menyatakan
hal yang tidak diatur oleh MA, dimana putusan MA menyatakan empat hal yakni: Mengabulkan
gugatan warga Rembang, Membatalkan izin lingkungan PT Semen Indonesia, Mewajibkan
Gubernur untuk mencabut izin lingkungan tersebut, dan membayar biaya perkara sebesar Rp
2.500.000.
Sangat disayangkan, Gubernur Jawa Tengah bukan membaca amar putusan tersebut, melainkan
membaca pertimbangan yang seakan-akan pertimbangan tersebut adalah hasil akhir dari
persidangan, yang mana dalam hal ini dalam adalah hal yang keliru, karena pasalnya hasil dari
suatu persidangan adalah putusannya. Mengenai hal ini, Gubernur Jawa Tengah mengungkapkan
bahwa beliau menggunakan diskresinya. Namun perlu diingat, diskresi boleh dikeluarkan jika
sudah mendapatkan persetujuan dari atasan kepala daerah yang dalam hal ini ialah Mentri Dalam
Negeri dan Presiden.

Selain melihat dari segi hukum dan lingkungan, karena diskusi ini dihadiri dari berbagai
mahasiswa dari berbagai jurusan, sedikit disampaikan juga dari peserta diskusi mengenai tata
ruang kota, dimana bahwa sebenarnya tata ruang di Rembang sudah di tentukan, namun sengaja
tidak dilaksanakan karena memanga ada rencana dari jauh-jauh hari untuk membangun pabrik
semen di daerah tersebut.

Diskusi berakhir pada pukul 22:45 dan rencananya aka nada diskusi susulan serta langkah lebih
lanjut mengenai hal ini. Harapan di diskusi selanjutnya, partisipasi dari mahasiswa lebih besar
lagi dan dukungan dari BEM Undip mengenai masalah Kendeng yang belum berakhir ini,
mengingat – jika masalah ini dimenangkan oleh PT Semen Indonesia, akan berdampak pada
daerah-daerah lain yang sekarang juga menjadi incaran pembangunan pabrik semen, salah
satunya darerah Pati, yang saat ini juga sedang melakukan upaya hukum mengenai pembangunan
pabrik semen yang dilakukan oleh PT Indosemen – selanjutnya, jika warga Rembang kalah, akan
menjadi alasan bagi calon-calon PT semen lainnya untuk mendirikan pabriknya di pegungungan
Rembang.

Ray Habib Al-Syamsi

Anda mungkin juga menyukai