DIREKTORAT JENDERAL
KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERAIN KESEHATAN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
A. Latar Belakang
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, senantiasa membangun akuntabilitas yang dilakukan melalui
pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan
terukur. Diharapkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kesehatan
dapat berlangsung dengan bijaksana, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai
dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan
dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya
akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil,
tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal
melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5)
terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan
responsivitas sistem kesehatan. Berakhirnya pelaksanaan tugas tahun 2016 yang
merupakan awal tahun implementasi Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK 02.02/ Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan, yang mempunyai visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan”. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma
sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional: 1) pilar
paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam
pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat; 2)
penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis
risiko. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat merupakan unit yang sangat
berperan dalam mewujudkan pilar pertama dalam “Program Indonesia Sehat”.
Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan kewenangan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut
salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan laporan kinerja.
Laporan kinerja ini akan memberikan gambaran pencapaian kinerja Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam satu tahun anggaran beserta dengan hasil
capaian indikator kinerja dari masing-masing unit satuan kerja yang ada di lingkungan
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat di tahun 2016.
Dengan perubahan Susunan Organisasi baru Permenkes Nomor 64 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan maka dilakukan perubahan
dalam penyusunan perjanjian kinerja. Perjanjian kinerja yang ditandatangani Direktur
2. Misi
Misi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat mendukung kepada misi
Kementerian Kesehatan yaitu:
a. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya
maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara
kepulauan;
b. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis
berlandaskan negara hokum;
c. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri
sebagai negara maritim;
d. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera;
e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat
dan berbasiskan kepentingan nasional, serta;
g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
3. Tujuan
Terlaksananya pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di
lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat dalam rangka terselenggaranya
pembangunan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna agar
meningkatnya status kesehatan masyarakat. .
4. Nilai-nilai
Guna mewujudkan visi dan misi serta rencana strategis pembangunan
kesehatan, Ditjen Kesehatan Masyarakat menganut dan menjunjung tinggi nilai-
nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra Kementerian Kesehatan antara lain:
a. Pro Rakyat;
b. Inklusif;
c. Responsif;
d. Efektif;
7. Indikator Kinerja
Indikator kinerja Ditjen Kesehatan Masyarakat yang terdiri dari 6 Indikator kinerja
(IK) antara lain:
a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF);
b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK).
c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1).
d. Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
e. Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS.
f. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan
lingkungan.
F. Sistematika
Sistematika penulisan laporan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
adalah sebagai berikut :
- Ringkasan Eksekutif
- Kata Pengantar
- Daftar Isi
- BAB I
Penjelasan umum organisasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat,
penjelasan aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic
issued) yang sedang dihadapi organisasi.
- BAB II
Menjelaskan uraian ringkasan/ ikhtisar perjanjian kinerja Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat tahun 2016.
- BAB III
Penyajian capaian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat untuk setiap
pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran
kinerja organisasi, dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:
Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini; Membandingkan
realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang
terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi; Analisis penyebab
keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja serta alternatif solusi
yang telah dilakukan; Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya; Analisis
program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian
pernyataan kinerja dan melakukan analisa realisasi anggaran.
- BAB IV
Penutup, Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi
serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk
meningkatkan kinerjanya.
- LAMPIRAN
Formulir RK : Pengukuran Kinerja
Formulir RKT : Rencana Kinerja Tahunan
A. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat telah ditetapkan
dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan
kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja
tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan yang
mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indoinesia. Perjanjian
penetapan kinerja tahun 2016 yang telah ditandatangani bersama oleh Direktur
Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Menteri Kesehatan berisi Indikator, antara lain:
Persentase persalinan
Meningkatnya
di fasilitas pelayanan 77% 78,4% 77,3% 100,4%
ketersediaan dan
kesehatan (PF)
Keterjangkauan
Persentase ibu hamil 13,3%
pelayanan 16,2% *
Kurang Energi Kronik 22,7% (PSG 136,74%
kesehatan yang (PSG 2016)
(KEK) * 2015)
bermutu bagi
Persentase kunjungan
seluruh 100,1%
neonatal pertama 78% 75% 78,1%
masyarakat
(KN1)
Jumlah kebijakan
Meningkatnya
publik yang 3 3 3 100%
pelaksanaan
berwawasan
pemberdayaan
kesehatan
dan promosi
Persentase
kesehatan
kabupaten/kota yang 50% 44% 53,3% 105%
kepada
memiliki kebijakan
masyarakat
PHBS
Meningkatnya Persentase
penyehatan dan kabupaten/kota yang
pengawasan memenuhi kualitas 25% 27,6% 33,5% 133,84%
kualitas kesehatan lingkungan
lingkungan
*Indikator persentase Bumil KEK merupakan indikator negatif, dimana target capaian
yang diharapkan dibawah target yang ditentukan.
56,8
41,6
86
85
84
82 82
78,4
80 77,3 79 Target
78 77
76 75
Capaian
74
72
70
2015 2016 Target
2017 2018
2019
Pada grafik batang diatas pada tahun 2016 terlihat capaian persalinan di
fasilitas kesehatan telah memenuhi target yang diharapkan, akan tetapi bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya cakupan persalinan di fasilitas
pelayanan kesehatan pada tahun ini (77,3%) lebih rendah dari tahun sebelumnya
(78,4%).
Bila di lihat tren cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
sebagaimana ditampilkan grafik diatas, pada tahun 2015 cakupan PF sebesar
78,4% dan pada tahun 2016 sebesar 77,3%. Angka ini menunjukan kesan tren
penurunan cakupan walaupun dari sisi target maka cakupan PF masih dalam
kategori baik (tercapai). Penurunan ini di sebabkan belum masuknya seluruh data
daerah saat LAKIP disusun. Dimana belum semua provinsi (lebih dari 40%) yang
mengirimkan data hanya sampai bulan November 2016.
Bila dibandingkan dengan target jangka menengah (2017) sebesar 79%,
maka perlu kerja keras dan inovatif dalam mengupayakan peningkatan sebesar
2% dari cakupan 2016. Dengan pengalaman tren yang terus meningkat
(berdasarkan hasil Riskesdas), maka dapat dikatakan cakupan PF, “on the track”
dengan catatan sistem pelaporan satu pintu harus segera direalisasikan dan
dilakukan pendampingan.
Grafik dibawah memperlihatkan sebaran cakupan persalinan di fasilitas
pelayanan kesehatan per provinsi. Terlihat pada grafik dibawah hanya 10 Provinsi
yang capaian PF-nya diatas target nasional. Hal ini berarti baru 29,4% yang
memenuhi target capaian.
94,1
91,1
90,3
88,5
86,3
81,1
79,0
79,0
78,3
77,3
76,9
75,7
74,3
74,0
73,9
71,1
70,9
70,0
66,8
64,9
64,6
64,4
60,2
59,1
56,0
55,8
46,7
44,2
42,7
42,1
30,8
26,5
17,8
10,3
Analisa Keberhasilan
Dalam meningkatkan cakupan persalinan di Fasyankes dilakukan kegiatan yang
akan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi.
Kegiatan yang dilakukan dalam mendukung persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
antara lain sebagai berikut:
Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi
ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca
persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik/ senam
ibu hamil.
Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan jumlah peserta
maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar
pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistematis
serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas ibu hamil
difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas Ibu Hamil
yaitu Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil, dan
Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil.
Orientasi P4K menitikberatkan pada kegiatan monitoring terhadap ibu hamil dan
bersalin. Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu upaya deteksi dini,
menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin yang dilakukan diseluruh
Indonesia dalam ruang lingkup kerja Puskesmas setempat serta menyediakan akses dan
pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sekaligus merupakan kegiatan
yang membangun potensi masyarakat khususnya kepedulian masyarakat untuk
persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai fasilitator dan dapat
membangun komunikasi persuasif dan setara diwilayah kerjanya agar dapat terwujud
Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan
tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan
minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Disamping itu, indikator ini
menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, Melalui kegiatan ini
diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah atau gangguan atau
kelainan dalam kehamilannya dan dilakukan penanganan secara cepat dan tepat.
Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan
memberikan pelayanan antenatal secara lengkap yang terdiri dari: timbang badan dan
ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (ukur LiLA), ukur tinggi fundus
uteri, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status imunisasi TT dan
bila perlu pemberian imunisasi TT, pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan),
test lab sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan atau berdasarkan
indikasi (HBsAg, Sifilis, HIV, Malaria, TBC), tata laksana kasus, dan temu wicara/
konseling termasuk P4K serta KB PP.
Pada konseling yang aktif dan efektif, diharapkan ibu hamil dapat melakukan
perencanaan kehamilan dan persalinannya dengan baik serta memantapkan keputusan
ibu hamil dan keluarganya untuk melahirkan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan.
Analisa Kegagalan
Selain hal-hal yang menjadi faktor keberhasilan, beberapa yang menjadi menjadi
hambatan:
1) Bila melihat data per Provinsi maka terlihat kesenjangan antar provinsi, dimana
ada Provinsi yang cakupannya sangat rendah dan ada provinsi yang cakupannya
lebih dari target bahkan lebih dari 100%.
2) Belum meratanya jumlah tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil,
perbatasan, dan kepulauan.
3) Kondisi geografis masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil, perbatasan,
dan kepulauan menyebabkan kesulitan untuk mengakses fasilitas pelayanan
kesehatan.
Alternatif solusi
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan untuk pencapaian persalinan di
fasilitas kesehatan
1) Daerah-daerah dengan kondisi geografis sulit dimana akses ke fasilitas pelayanan
kesehatan menjadi kendala. Direktorat Kesehatan Keluarga menerapkan
kebijakan melanjutkan pengembangan program Kemitraan Bidan dan Dukun serta
Rumah Tunggu Kelahiran. Para Dukun diupayakan bermitra dengan Bidan dalam
hal pengaturan hak dan kewajiban sehingga terdapat kejelasan peran dan tugas
masing-masing pihak. Mendorong Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan
persalinan tidak lagi dikerjakan oleh Dukun, namun wajib dirujuk ke Bidan.
30
25 24,2
22,7
21,2
20 19,7
16,2 18,2
Capaian
15 13,3
Target
10
0
2015 2016 2017 2018 2019
Sumber data: Pemantauan status gizi tahun 2015 dan tahun 2016
Dikarenakan indikator ini adalah indikator output maka data diperoleh melalui
survei yang dilakukan setiap tahun, dengan definisi operasional proporsi ibu hamil yang
diukur lingkar lengan atasnya (LiLA) dengan menggunakan pita LiLA dengan hasil ukur
kurang dari 23,5 cm terhadap jumlah ibu hamil yang diukur LiLA-nya pada periode
tertentu dikali 100%. Hasil survey pemantauan status gizi (PSG) tahun 2016, seperti
yang terlihat pada grafik batang diatas terlihat bahwa persentase ibu hamil kurang energi
kronik pada tahun 2016 (16,2%) masih dibawah target yang ditentukan (grafik garis =
22,7%), Hasil ini menjadi gambaran status gizi ibu hamil yang sesuai dengan harapan.
Akan tetapi bila dibandingkan hasil Pemantauan Status Gizi antara tahun 2016 dan tahun
2015 terlihat adanya peningkatan persentase ibu hamil kurang energi kronik. Sedangkan
pada target yang diharapkan adalah seharusnya terjadi penurunan capaian.
Bila dibandingkan dengan target jangka menengah sebesar 21,2% (2017) ibu
hamil KEK, perlu ada strategi baru dalam menurunkan angka ibu hamil KEK.
Analisa Keberhasilan
Secara program kegiatan, keberhasilan pemerintah dalam menurunkan persentase
ibu hamil KEK dapat didukung melalui:
1) Pemberian makakan tambahan pada ibu hamil kurang energi kronis
Pada tahun 2016 secara rata-rata nasional cakupan ibu hamil KEK yang mendapat
makanan tambahan sudah melebihi target yang ditetapkan yaitu 79.1%, dari target
50%. Penentuan target 50% ini didasarkan kepada besaran anggaran APBN tahun
2016 yang baru mampu mengakomodir sebanyak 50% dari total jumlah ibu hamil KEK
yang ada di Indonesia (berdasarkan hasil Riskesdas 2013).
Grafik 5 Cakupan Ibu Hamil KEK yang Mendapat Makanan Tambahan Tahun 2016
50,0%
Target
79,1%
Realisasi
Perbandingan realisasi kinerja kegiatan ibu hamil KEK yang mendapat makanan
tambahan tahun 2016 dengan target jangka menengah dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
100%
90% 95%
79,10%
80%
80%
70%
60% 65%
Target
50%
36% 50% Realisasi
40%
30%
20%
10%
13%
0%
2015 2016 2017 2018 2019
85,0%
85%
84%
83%
82%
80,4%
81%
80%
79%
78%
Target Realisasi
Perbandingan realisasi kinerja kegiatan ibu hamil yang mendapat tablet tambah darah
tahun 2016 dengan target jangka menengah dapat dilihat pada gambar berikut:
120%
100%
83,20%
80,40%
98%
95%
80% 90%
85%
82%
60%
40%
20%
0%
2015 2016 2017 2018 2019
Target Realisasi
Analisa Kegagalan
Meskipun secara nasional persentase ibu hamil KEK di bawah angka target
maksimal, tetapi jika dibandingkan dengan persentase tahun 2015, persentase di tahun
2016 mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan adanya trend status kesehatan ibu hamil.
Akan tetapi secara metodologi survei, fenomena yang terjadi tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Metodologi pengambilan sampel.
Terdapat perbedaan dalam pengambilan sampel.
Pada survei PSG tahun 2015, sampel ibu hamil hanya yang ditemukan di rumah
tangga sampel yang mempunyai balita, dengan total sebesar kurang lebih 5.000 ibu
hamil.
Pada survei PSG tahun 2016, sampel ibu hamil merupakan sampel yang wajib dicari
di setiap klaster, tidak hanya yang ada di rumah tangga sampel yang mempunyai
balita tetapi yang berada di luar rumah tanggal sampel. Total sampel yang didapat
kurang lebih 53.000 ibu hamil.
b. Dengan jumlah dan metode pengambilan sampel yang berbeda maka standard error
(SE) yang dihasilkanpun akan berbeda. Hasil PSG tahun 2015 mempunyai SE yang
lebih tinggi dibandingkan tahun 2016, artinya hasil tahun 2016 lebih valid
dibandingkan dengan tahun 2015.
Alternatif solusi
Dalam mengatasi hambatan pencapaian kinerja, maka Ditjen Kesehatan
Masyarakat pada tahun 2016 melakukan:
a. Masalah Survei yaitu dengan:
1) Penyempurnaan metoda survei PSG, dari semula di tahun 2015, ibu hamil yang
dikumpulkan datanya hanya ibu hamil yang ada/ditemukan di rumah tangga
sampel (yang mempunyai balita), menjadi seluruh ibu hamil yang ada di wilayah
klaster penelitian di tahun 2016.
2) Penyediaan makanan tambahan untuk ibu hamil kurang energy kronik dari semula
13% (tahun 2015) menjadi 50% di tahun 2016. Penyediaan makanan tambahan
ini untuk membantu memperbaiki asupan gizi bagi ibu hamil.
3) Penyusunan buku Pedoman Gizi Seimbang untuk kelompok khusus, yang
didalamnya termasuk ibu hamil.
4) Uji coba aplikasi untuk monitoring suplementasi gizi, untuk memantau dan
memastikan distribusi PMT bumil kurang energy kronik sudah sampai ke
puskesmas di 14 provinsi, yang meliputi 28 kabupaten dan 56 puskemas.
b. Konseling ibu tentang gizi seimbang yang terintegrasi di kelas ibu.
c. Penyediaan PMT dan tablet tambah darah bumil sesuai jumlah sasaran.
d. Meningkatkan status kesehatan remaja putri yang merupakan calon ibu melalui
pemberian tablet tambah darah dan pendidikan tentang gizi seimbang.
Cakupan Target
Akses Kualitas
Target indikator kunjungan neonatal pertama (KN 1) tahun 2016 adalah 78%, hasil
cakupan diakhir tahun 2016 sebesar 78.1% yang berarti sebanyak 3.800.136 Bayi Baru
lahir, telah dilakukan kunjungan neonatal pertama.
90
85
81 78,1 81
75 78
Cakupan target
95,5
92,9
90,6
89,9
87,4
86,6
83,3
82,6
82,5
79,8
79,2
78,7
78,1
74,7
74,2
74,1
73,7
71,4
69,1
68,4
65,1
61,5
60,2
56,6
47,4
44,8
41,6
34,9
34,1
26,7
19,2
10,7
Dari 19 provinsi yang belum mencapai target, terdapat 8 Provinsi yang perlu
mendapat perhatian di tahun 2017 yaitu Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Riau, Papua,
Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Selatan karena didalam mencapai target
nasional memiliki capaian kinerja dibawah 60%. Terkait Provinsi Sumatera Barat
terkendala didalam pengiriman laporan, adapun didalam pelaksanaannya diperkirakan
lebih tinggi cakupannya dibandingkan dengan data yang telah dikirimkan.
Analisa Keberhasilan
Kunjungan neonatal pertama didaerah terutama dilakukan oleh bidan. Kementerian
kesehatan RI (Pusat) di era desentralisasi membagi wewenangnya dengan daerah.
Kerjasama pusat dan daerah memiliki peran yang sangat besar didalam menjamin setiap
bayi yang baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Faktor
Pendukung terlaksananya kegiatan yang menunjang capaian KN1 adalah dengan adanya
pedoman Neonatal Esensial yang menjadi dasar/ standar pelayanan kesehatan bayi baru
lahir yang didalamnya termsuk adalah kunjungan neonatal.
Indikator KN 1 saat ini menjadi target RPJMN, oleh sebab itu maka perencanaan dan
anggaran untuk mendukung kegiatan ini menjadi lebih kuat
Diperolehnya dukungan dari organisasi profesi dan lintas program dalam
penggerakan anggotanya untuk melaksanakan KN 1. Dukungan ini dapat diperoleh
melalui advokasi dan sosialisasi yang dilakukan terhadap organisasi profesi, dan
pelibatan organisasi profesi terkait didalam kegiatan.
Terdapatnya pedoman di instansi pelayanan kesehatan. Di awal distribusi ini
dilakukan di pusat untuk kemudian di advokasi ke daerah untuk menyelenggarakan
secara mandiri. Dengan telah semakin tersebar dan terdistribusinya buku saku pelayanan
neonatal esensial maka cakupan dapat tercapai (menjadi faktor pendukung tercapainya
Analisa Kegagalan
Untuk mencapai keberhasilan indikator Cakupan KN 1, membutuhkan dukungan dari
berbagai sektor antara lain, pendidikan (Riskesdas 2013: Semakin rendah Pendidikan
maka kecendrungan KN1 juga rendah, kemiskinan (Riskesdas 2013: Kemiskinan
berbanding lurus dengan pencapaian Cakupan KN1), geografis (terkait akses), budaya.
Dukungan tersebut untuk saat ini masih belum optimal.
Secara nasional, hambatan ini dapat terjadi di semua kab/kota atau puskesmas.
Faktor Penghambat Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama antara lain:
1) Belum semua daerah dan lintas sektor/lintas program terkait memberikan dukungan
secara optimal.
2) Masalah jumlah distribusi dan kualitas SDM kesehatan yang masih juga belum
merata, sehingga belum semua nakes dapat memberi pelayanan Kunjungan
Neonatal sesuai standar.
3) Kurangnya kepatuhan petugas dalam menjalankan pelayanan sesuai pedoman.
4) Masih ada persalinan meski ditolong oleh nakes tetapi tetap dilakukan di rumah
(bukan di faskes).
5) Masalah koordinasi dan integrasi lintas program dan lintas sektor yang belum
harmonis.
6) Masyarakat belum sepenuhnya menggunakan buku KIA sebagai panduan untuk
kesehatan bayinya.
7) Sistem pencatatan dan pelaporan yang belum sesuai seperti yang diharapkan
misalnya penolong persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan tidak mencatat
dengan benar pelayanan yang telah diberikan dan juga belum dipakainya form
Manajemen Terpadu Bayi Muda pada kunjungan neonatal merupakan kendala dalam
pencapaian KN.
Alternatif solusi
Alternatif solusi yang dilakukan dalam mengatasi hambatan antara lain:
1. Melakukan sosialisasi indikator dan definisi operasional dari tingkat pusat ke
provinsi.
2. Perluasan sosialisasi indiaktor dan definisi operasional ke kabupaten/kota dan
puskesmas menggunakan dana dekonsentrasi.
TARGET
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN
2015 2016 2017 2018 2019
Adapun kebijakan publik berwawasan kesehatan yang diterbitkan oleh lintas sektor
tahun ini adalah :
1. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
No. 22 Tahun 2016 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa.
Dana desa merupakan suatu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk
menciptakan kemandirian desa dalam partisipasi pembangunan nasional. Salah
satu upaya dalam pembangunan nasional adalah pembangunan kesehatan untuk
tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk adat dapat mewujudkan derajat kesehatan optimal.
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Prioritas Pemanfaatan Dana
Desa digunakan untuk Bidang Pembangunan Desa dan Bidang Pemberdayaan
Masyarakat.
Bidang Pembangunan Desa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta penanggulangan
kemiskinan dengan prioritas penggunaan Dana Desa diarahkan untuk
pelaksanaan program dan kegiatan Pembangunan Desa. Bidang Pemberdayaan
Masyarakat digunakan untuk membiayai program dan kegiatan bidang
Pemberdayaan Masyarakat Desa yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas
dan kapabilitas masyarakat Desa dengan mendayagunakan potensi dan
sumberdayanya sendiri sehingga Desa dapat menghidupi dirinya secara mandiri.
Prioritas pemanfaatan Dana Desa untuk Kesehatan sebagai berikut:
a. Bidang Pembangunan Desa adalah Pengadaan, pembangunan,
pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana pelayanan sosial dasar
untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat.
b. Bidang Pemberdayaan Masyarakat adalah dukungan pengelolaan kegiatan
pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan
perempuan dan anak, serta pemberdayaan masyarakat marginal dan
anggota masyarakat Desa penyandang disabilitas.
2. Peraturan Menteri Keuangan No. 28 Tahun 2016 Tentang Penggunaan dan
Montoring Evaluasi Dana Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
DBHCHT yang dibagikan ke daerah penghasil bersifat earmarking, dimana
penggunaan DBHCHT sudah diarahkan untuk mendanai kegiatan tertentu dalam
rangka pengendalian, pengawasan dan mitigasi dampak negatif yang ditimbulkan
dari produk hasil tembakau serta optimalisasi penerima CHT. DBHCHT adalah
4,5
4
4
3,5
3 3 3 3 3
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2015 2016 2017 2018 2019
Target Capaian
Di tingkat daerah ada 74 dunia usaha yang melakukan CSR nya, misalnya
penyampaian pesan kesehatan di kantong belanja oleh Chandra Superstore dan
Chandramart di Lampung; pemanfaatan TOGA oleh Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan TOGA di kota Metro Lampung; penyelenggaraan kegiatan
Tabel 4 Perbandingan Target Jumlah Dunia Usaha Yang memanfaatkan CSR Untuk
Program Kesehatan
TARGET
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN
2015 2016 2017 2018 2019
4 8 12 16 20
20 20
16
15
12 Target
10 8 7
Capaia
4 n
5
0
2015 2016 Target
2017 2018
2019
Analisis efisiensi terhadap capaian indikator terlihat dari pencapaian indikator jumlah
dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan belum mencapai
target. Walaupun terjadi efisiensi anggaran semula anggaran sebesar Rp.
7.084.388.000,- menjadi Rp. 1.263.233.000,-, pengurangan anggaran yang cukup
signifikan ini secara target tidak mengurangi.
Penyerapan anggaran sebesar 99,76% dari alokasi anggaran sebesar Rp
1.260.320.924,- dari total anggaran sebesar 1.263.233.000,- dengan capaian
indikator sebanyak 7 dunia usaha (dari target 8 dunia usaha).
Kesadaran masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan diri dan lingkungan sekitarnya
masih rendah. Berdasarkan Riskesdas Tahun 2013 Persentase rumah tangga di
Indonesia yang mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat baru mencapai 55%.
Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya PHBS sangat erat kaitannya dengan
paradigma masyarakat Indonesia di mana masalah kesehatan masih dipandang dari
sudut pandang sakit dan kuratif. Paradigma Sehat yang tidak tepat ini juga masih
berkembang pada sebagaian penyelenggara pemerintahan dan stake holder
pembangunan di daerah. Hal ini dapat terlihat dalam aspek kebijakan publik dan
anggaran yang masih mengesampingkan aspek pembangunan kesehatan. Dalam rangka
mendukung pelaksanaan perilaku hidup sehat, diperlukan dukungan dari sektor
Persentase Kab/kota yang memiliki kebijakan PHBS adalah Persentase kabupaten dan
kota yang membuat kebijakan yang mendukung PHBS minimal 1 kebijakan dalam bentuk
Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Walikota, Instruksi Bupati/Walikota, Surat Keputusan
Bupati/Walikota, Surat Edaran/Himbauan Bupati/Walikota pada tahun tersebut. Target
dan capaian indikator ini bersifat kumulatif dan merupakan kebijakan baru yang
dikeluarkan oleh kab./kota yang belum mengeluarkan kebijakan PHBS.
TARGET
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN
2015 2016 2017 2018 2019
20%
0%
2015 2016 2017 2018 2019
Target Capaian
Pada tahun 2016 untuk Ormas yang memanfaatkan sumber dayanya untuk kesehatan di
level pusat berjumlah 17 Ormas, antara lain:
1. PBNU
2. PP Muhammadiyah
3. PGI
4. PHDI
5. Fatayat NU
6. Muslimat NU
7. PP Aisyiah
8. PERSIS
9. Pengajian Al Hidayah
10. PELKESI
11. PERDHAKI
12. KOWANI
13. DWP
14. PERWANAS
15. APPI
16. Yayasan Jaringan Pesantren Nusantara
17. DMI
Dari 17 Ormas tersebut telah ditandatangani dalam bentuk MoU dan Perjanjian
Kerjasama (PKS). Sedangkan untuk ruang lingkup kerjasama adalah Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat dan Keluarga Sehat.
TARGET
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN
2015 2016 2017 2018 2019
30
24.4 25.6 26.9
25 22.1 23.2
20 17
Target
15
10 Capaian
5
0
2015 Target
2016 2017 2018 2019
Berdasarkan grafik di atas, Pencapain jumlah pada tahun 2016 adalah 7 dunia usaha
(capaian 88%), sedangkan pada Tahun 2015 jumlah dunia usaha yang memanfaatkan
CSR untuk program kesehatan adalah ….(%).
20%
0%
2015 2016 2017 2018 2019
Target Capaian
Alternatif solusi
Penguatan dukungan teknis dan pedampingan pelaksanaan kegiatan promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di daerah.
Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan di daerah.
Pelaksanaan advokasi terhadap pemerintah daerah.
Pada Tahun 2016, target indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas
Kesehatan Lingkungan sebesar 25 % (129 kab/ kota dari 514 kab/ kota). Sedangkan
realisasi indikator tersebut sebesar 33.5 % (172 kab/ kota), sehingga melebihi target
indikator dengan capaian kinerja sebesar 133.9 %.
100
80 8
80 75
67 67
63
60 57 58
54 56
50 50
33.5 40 43 43
38
40
33
29
20 20 20 21
20 16
12 12
9
6 7
0 0 0 0
0
JUMLAH
KAB/
KOTA YG
NO PROVINSI JUMLAH KAB/KOTA %
MEMENUHI
KUALITAS
KESLING
1 ACEH 23 0 0.00
2 SUMATERA UTARA 33 2 6.06
3 SUMATERA BARAT 19 17 89.47
4 RIAU 12 9 75.00
5 JAMBI 11 9 81.82
6 SUMATERA SELATAN 17 2 11.76
7 BENGKULU 10 5 50.00
8 LAMPUNG 15 1 6.67
KEPULAUAN BANGKA 7
9 BELITUNG 4 57.14
10 KEPULAUAN RIAU 7 3 42.86
11 DKI JAKARTA 6 3 50.00
12 JAWA BARAT 27 18 66.67
13 JAWA TENGAH 35 10 28.57
14 DI YOGYAKARTA 5 5 100.00
15 JAWA TIMUR 38 6 15.79
Pada tahun 2016, dari 514 kab/kota terdapat 172 kab/kota telah memenuhi kualitas
kesling. Terdapat 5 propinsi (15 %) yang berada di zona hijau (76-100 % kab/kota di
propinsi tersebut memenuhi kualitas kesling) yaitu Gorontalo, DIY, Sumatera Barat, Jambi
dan NTB; 8 propinsi (24 %) berada di zona kuning (51-75 % kab/kota di propinsi tersebut
memenuhi kualitas kesling) yaitu Riau, Kep. Bangka Belitung, Jawa Barat, Banten, Bali,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat; 8 propinsi (24 %) berada di zona
oranye (26-50 % kab/kota di propinsi tersebut memenuhi kualitas kesling) yaitu Bengkulu,
Kep. Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Utara, Sulawesi Utara; dan terakhir 13 propinsi (37 %) masih berada di zona
merah (0-25 % kab/kota di propinsi tersebut memenuhi kualitas kesling). Sumber data
diperoleh dari berbagai instrument pelaporan indikator baik secara manual maupun
elektronik (online).
1. Untuk indikator yang sudah berbasis elektronik antara E-Monev STBM untuk indikator
jumlah desa yang melaksanakan STBM, E-Monev TPM untuk indikator persentase
TPM yang memenuhi syarat, E-Monev Limbah Fasyankes untuk indikator persentase
RS yang melaksanakan pengelolaan limbah medis sesuai standar
2. Sementara 3 indikator sisanya masih berbasis manual dan pembangunan sistem
elektroniknya sudah dilaksanakan di akhir tahun 2016
Pada tahun 2016, target indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas
Kesehatan Lingkungan sebesar 25 % dan realisasi indikator tersebut sebesar 33.5 %. Itu
berarti pada tahun 2016, realisasi indikator telah mencapai target indikator yang
ditetapkan. Pada tahun 2015, target indikator tersebut sebesar 20 % dan realisasi
indikator tersebut sebesar 27.6 %. Itu berarti pada tahun 2015, realisasi indikator tersebut
juga telah mencapai target indikator yang ditetapkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa trend
realisasi indikator tersebut senantiasa mencapai target indikator setiap tahunnya.
Pada tahun 2016, capaian kinerja indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi
Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 133.9 %. Pada tahun 2015, capaian kinerja
indikator tersebut sebesar 138.1 %. Jadi dapat disimpulkan bahwa trend capaian kinerja
Pada tahun 2016, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan indikator Persentase
Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar Rp
206.420.007.000,- dan realisasi anggaran untuk pelaksanaan indikator tersebut sebesar
93.3 % atau Rp 192.528.210.128,-. Target indikator yang ditetapkan sebesar 25 % dan
realisasi indikator tersebut sebesar 33.5 % sehingga capaian kinerja yang diperoleh
sebesar 133.85 %. Itu berarti terwujud efisiensi anggaran karena capaian kinerja sebesar
133.9 % dapat terwujud dengan 93.3 % anggaran.
Analisa Keberhasilan
4. Pemberian dukungan sarana dan prasarana bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota,
Puskesmas dan pokja pasar terpilih berdasarkan usulan dari daerah berupa sarana kit
sanitasi kesling sebanyak 345 paket, uji kualitas air (water test kit) sebanyak 76 paket,
uji keamanan pangan (food contamination kit dan food security vvip kit) sebanyak 39
paket, sarana supply sanitasi (cetakan jamban) sebanyak 283 paket, peralatan
radioland sebanyak 10 paket, alat pembersih pasar dan pelindung diri sebanyak 10
5. Pemberian dana dekon dan DAK untuk mendukung pelaksanaan kegiatan kesling.
7. Bermitra dengan Pramuka, PKK, TNI dan Majelis Ulama Indonesia dalam pelaksanaan
kegiatan kesling.
8. Pengeluaran Surat Edaran Pasar Sehat dimana satu kab/kota diwajibkan mengadopsi
satu Pasar Percontohan Pasar Sehat.
10. Pembangunan sistem monitoring yang berkualitas dan akuntabel melalui sistem
monitoring berbasis Web dan SMS gateway STBM dan emonev HSP yang sudah
berjalan serta emonev pengelolaan limbah fasyankes, emonev KKS, emonev PKAM
yang baru saja dibangun.
Analisa Kegagalan
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang dapat menyebabkan kegagalan meliputi :
3. Masih kurangnya dukungan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan pembinaan dan
pengawasan terkait kesling.
4. Untuk sistem pelaporan kegiatan yang sudah berbasis elektronik (internet) masih
belum optimal terkait dukungan jaringan internet yang belum stabil di seluruh lokasi.
Alternatif solusi
Mengatasi permasalahan dan hambatan yang ada, solusi yang dilakukan meliputi :
B. Realisasi Anggaran
Anggaran yang awalnya diperjanjikan pada Program Kesehatan Masyarakat di
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyakat sebesar Rp 3.017.856.573.000,-. Namun dalam
perjalanannya (di tahun anggaran yang sama) mengalami beberapa penyesuaian, antara
lain:
1. APBNP; dimana terjadi pengurangan pagu sebesar kurang lebih Rp. 190 Milyard
2. Refocusing; terjadi pergeseran anggaran antar program yaitu dari Ditjen Kesehatan
Masyarakat ke Ditjen Pelayanan Kesehatan sebesar lebih kurang Rp. 249 Milyard.
3. Revisi anggaran berupa penambahan pagu dari hibah Luar Negeri ke Program
Kesehatan Masyarakat sejumlah lebih kurang Rp. 40 Milyard.
Berdasarkan perubahan anggaran diatas,maka pagu Ditjen Kesmas mengalami
peribbahan menjadi Rp.2.638.754.121.000.
Sumber daya anggaran merupakan unsur utama selain SDM dalam menunjang
pencapaian indikator kinerja. Peranan pembiayaan sangat berpengaruh terhadap
penentuan arah kebijakan dan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan upaya
pembangunan Program Kesehatan Masyarakat. Lebih terperinci alokasi dan realisasi
anggaran menurut jenis anggaran dapat dilihat sebagai berikut:
Di tahun 2016 sesuai inpres nomor 8 tahun 2016 tentang penghematan anggaran
Ditjen Kesmas mengalami selfblocking sebesar kurang lebih 900 M (namun tidak
mempengaruhi pagu anggaran).
%
No Sasaran Alokasi Selfblocking Realisasi SP2D Realisasi
SP2D
1 Meningkatnya
ketersediaan
dan
Keterjangkauan
pelayanan 1.114.289.039.000 279.205.231.000 810.079.541.976 72,70%
kesehatan yang
bermutu bagi
seluruh
masyarakat
2 Meningkatnya
pelaksanaan
pemberdayaan
dan promosi 185.145.927.000 96.830.000.000 85.219.073.389 46,03%
kesehatan
kepada
masyarakat
3 Meningkatnya
penyehatan dan
pengawasan 206.420.007.000 87.592.373.000 104.935.837.128 50,84%
kualitas
lingkungan
Total 66,42%
1.505.854.973.000 463.627.604.000 1.463.862.056.493
Kesimpulan
1. Indikator kinerja (IK) Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat terdiri atas
enam indikator, yaitu:
1) Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) dengan capaian 77,3%
dari target 72%.
2) Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) dengan capaian
sebesar 16,6% dari target 22,7%.
3) Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) dengan capaian sebesar
78,1% dari target 78%.
4) Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan dengan capaian
sebesar 3 kebijakan dari target 3 kebijakan.
5) Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS dengan
capaian sebesar 52,5% dari target 50%.
6) Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan
dengan capaian sebesar 33,5% dari target 25%.
2. Dalam pelaksanaannya, ke 6 indikator tersebut berada di level Puskesmas
dan Kabupaten/Kota, sehingga membutuhkan koordinasi dan sosialisasi
programn yang komprehensif, berkesinambungan antara pengelola program di
pusat dan di daerah.
3. Berdasarkan analisa keberhasilan didapatkan beberapa point, yaitu adanya
sosialisasi, evaluasi pelaksanaan program secara rutin dan berjenjang,
komitmen yang tinggi dari pengelola program serta lintas sektor membantu
keberhasilan program di lapangan.
4. Untuk analisa penghambat, beberapa point yang perlu digaris bawahi adalah
belum adanya sistem pencatatan dan pelaporan terintegrasi satu pintu dan
masih berjalan berdasarkan program masing-masing, selain itu adanya
perubahan perangkat organisasi dan tata kelola berakibat pengelola program
perlu belajar memahami kembali tiap indikator tersebut.
5. Alternatif solusi yang dapat diberikan, antara lain memaksimalkan pembinaan
penyelenggaraan program dan terfokus pada daerah sasaran yang aktif
kepada seluruh pengelola kesehatan di daerah dalam percepatan pencapaian
target indikator program serta memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui
media elektronik maupun surat menyurat kepada seluruh pimpinan daerah
dalam rangka implementasi serta monitoring evaluasi data dan pelaporan
tepat waktu.
6. Pada tahun 2016, Ditjen Kesmas mengalami perubahan anggaran semula
Rp. 3,07 Trilyun menjadi Rp. 2,6 T, disebabkan adanya APBNP, Efisiensi,
Self blocking dan Refocusing, namun demikian dalam realisasi anggaran telah
mencapai diatas 90%. Hal ini dapat dikatakan sejalan dengan capaian
indikator kinerja, dimana telah mencapai target.