Anda di halaman 1dari 33

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan jenis rerumputan (germinae)
yang banyak tumbuh di daerah dengan iklim sub tropis seperti Indonesia.
Tanaman ini banyak di budidayakan sebagai bahan utama pembuatan gula. Di
jaman yang semakin maju ini, banyak industri gula menggunakan bahan lain
seperti jagung sebagai bahan utama pembuatan gula, namun hal itu tidak dapat
menggantikan tebu sebagai bahan pembuat gula. Kandungan glukosa yang tinggi
pada batang tebu yang tinggi menjadikan tanaman ini banyak dipilih untuk
dibudidayakan untuk selanjutnya diolah sebagai gula untuk memenuhi kebutuhan
gula masyarakat Indonesia yang tinggi.
Kebutuhan gula per kapita yang tinggi membuat industri gula di Indonesia
terdesak untuk memproduksi gula dalam jumlah yang lebih besar. Kepala Badan
Litbang Pertanian mengatakan bahwa produksi gula nasional pada tahun 2011
mencapai 2.228.591 ton Gula Kristal Putih (GKP), sedangkan perkiraan produksi
gula pada tahun 2012 akan mencapai 2.683.709 ton. Berdasarkan roadmap
swasembada gula, estimasi kebutuhan gula nasional pada 2014 sebesar 2.956.000
ton GKP(Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010). Kondisi tersebut membuat
pemerintah memiliki kekhawatiran besar atas impor gula yang masih tinggi,
sehingga dipandang sebagai suatu ancaman terhadap kemandirian pangan (Zaini,
2008). Peningkatan produksi tebu penting untuk dilakukan sebagai upaya untuk
mengurangi bahkan menghentikan ketergantungan impor gula.
Usaha budidaya tebu di Indonesia dilakukan pada lahan sawah berpengairan
dan tadah hujan serta pada lahan kering/tegalan dengan rasio 65% pada lahan
tegalan dan 35% pada lahan sawah. Budidaya tanaman yang dilakukan Kebun DP
I Helvetia di PT Perkebunan Nusantara II . Dengan demikian diharapkan dari
kegiatan magang kerja ini akan diketahui permasalahan budidaya tebu yang
terjadi di PT Perkebunan Nusantara II, Sumatera Utara.

1
1.2 Tujuan Magang Kerja
Mendapatkan pengalaman kerja di lingkungan profesional pertanian dan
mempelajari budidaya penanaman tebu di lingkungan PT Perkebunan Nusantara
II, Sumatera Utara.

1.3 Manfaat Magang Kerja


Mampu menerapkan metode budidaya dan produksi tanaman perkebunan
khususnya tanaman tebu. Selain itu, mampu melatih diri agar terampil di lapang
dan mampu bekerjasama dalam tim serta berinteraksi pada lingkungan kerja yang
sebenarnya.

2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Tebu
Tanaman tebu tumbuh didaerah tropika dan subtropika sampai batas garis
isoterm 200C yaitu antara 190 LS-350 LS. Tanaman tebu dapat tumbuh dengan
baik didaerah dengan curah hujan berkisar antara 1.000–1.300 mm per tahun
dengan sekurang-kurangnya 3 bulan kering. Pengaruh suhu pada pertumbuhan
dan pembentukan sukrisa pada tebu cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu
berkisar antara 240C–340C dengan perbedaan suhu antara siang dan malam tidak
lebih dari 100C. Pembentukan sukrosa terjadi pada siang hari dan akan berjalan
lebih optimal pada suhu 300C. Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam
setiap harinya. Proses asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman
memperoleh radiasi penyinaran matahari secara penuh sehingga cuaca yang
berawan pada siang hari akan mempengaruhi intensitas penyinaran dan berakibat
pada menurun nya proses fotosintesa sehingga pertumbuhan terhambat.
Di lihat dari jenis tanah, tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai
jenis tanah seperti tanah alluvial, grumosol, latosol dan regusol dengan ketinggian
antara 0–1400 m diatas permukaan laut. Akan tetapi lahan yang paling sesuai
adalah kurang dari 500 m diatas permukaan laut. Sedangkan pada ketinggian
>1200 m diatas permukaan laut pertumbuhan tanaman relative lambat.
Kemiringan lahan sebaiknya kurang dari 8%, meskipun pada kemiringan sampai
10% dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisir. Kondisi lahan terbaik
untuk tebu adalah berlereng panjang, rata dan melandai sampai 2% apabila
tanahnya ringan dan sampai 5 % apabila tanahnya lebih berat.
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 6‐
7,5, akan tetapi masih toleran pada pH tidak lebih tinggi dari 8,5 atau tidak lebih
rendah dari 4,5. Pada pH yang tinggi ketersediaan unsur hara menjadi terbatas.
Sedangkan pada pH kurang dari 5 akan menyebabkan keracunan Fe dan Al pada
tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan pemberian kapur (CaCo3) agar unsur Fe
dan Al dapat dikurangi (Zaini,2008).
Zaini (2008) menyatakan pengaruh iklim terhadap pertumbuhan tebu dan
rendemen gula sangat besar. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu
membutuhkan banyak air, sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan

3
keadaan kering agar pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka
pertumbuhan akan terus terjadi dan tidak ada kesempatan untuk menjadi masak
sehingga rendemen menjadi rendah. Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan tebu
dan rendemen gula sangat besar. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu
membutuhkan banyak air, sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan
keadaan kering agar pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka
pertumbuhan akan terus terjadi dan tidak ada kesempatan untuk menjadi masak
sehingga rendemen menjadi rendah.

2.2 Produktifitas dan Swasembada Tebu di Indonesia


Tebu (Saccharum Officinarum L.) merupakan salah satu tanaman
perkebunan potensial dan memiliki nilai ekonomi tinggi karena memiliki
kandungan gula yang tinggi pada bagian batangnya. Produksi gula nasional tahun
2013 mengalami penurunan hingga 1,77% dibandingkan tahun 2012 dengan
rendemen 7,2% dan penambahan luas areal pertanaman tebu menjadi 460.496 Ha.
Hal ini setara dengan produksi gula kristal putih sebesar 2.390.000 ton (Ditjetbun,
2013). Padahal target awal swasembada gula tahun 2014 sebesar 5,7 juta ton gula
kristal putih dan telah dilakukan penyesuaian menjadi 3,1 jutan ton agar
pencapaian target lebih realisitis. Oleh karena itu program pengembangan dan
peningkatan produktifitas menjadi hal yang prioritas.
Salah satu alasan pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi
dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian meiliki cakupan
yang sangat luas, dimana termasuk didalam nya adalah sub sektor perkebunan.
Perkebunan menrupakan salah satu sub sektor yang sangat menunjang dalam
pembangunan industri pengolahan hasil pertanian. Beberapa komoditas
perkebunan, salah satunya adalah tebu memegang peranan penting dalam
menunjang perkembangan industri pengolahan khususnya sebagai penyedia bahan
baku.
Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang menghasilkan produk
akhir gula. Gula sebagai salah satu bahan pokok strategis, tidak hanya digunakan
sebagai bahan makanan tetapi juga bahan baku industri makanan dan minuman.
Hal ini menyebabkan kebutuhan akan gula setiap tahunnya terus meningkat.
Sebagai komoditas utama penghasil gula, kondisi produksi dan usaha tani tebu

4
sangat menentukan ketersediaan gula nasional. Kinerja usaha tani tebu
berkontribusi penting dalam mencapai tujuan swasembada gula nasional. Hingga
situasi tahun 2008, upaya pencapaian swasembada gula masih belum mampu
terwujud. Salah satu penyebabnya adalah komplesitas persolan yang dihadapi
industri gula dari hulu dan hilir di Indonesia.
Posisi komoditas gula sebagai kebutuhan pangan pokok sangat strategis
dalam perekonomian nasional, karena merupakan salah satu indikator pengukuran
inflasi. Upaya mencapai swasembada gula dapat dilakukan apabila rekonstruksi
basis produksi dalam sistem usaha tani dan peningkatan efisiensi teknis dan
ekonomis pabrik-pabrik gula yang ada di Indonesia dilakukan (Arifin, 2005).
Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi tebu
nasional yaitu sebesar 65,35%. Produksi gula di Jawa dalam kurun waktu 7
Tahun terakhir cenderung menurun yang berdampak signifikan terhadap produksi
gula nasional, mengingat peran Jawa dalam menghasilkan gula masih 70% dari
kebutuhan nasional. Penurunan produksi tersebut terjadi karena berkurangnnya
areal di lahan sawah dan bergeser ke lahan tegalan yang menjauh dari pabrik gula
sehingga berdampak pula terhadap penurunan produktivitas dalam rentang waktu
bersamaan. Permasalahan tersebut mendorong pemerintah untuk mengambil
kebijakan mengenai produksi tebu nasional. Salah satu kebijakan yang di ambil
adalah melalui program akselerasi produksi tebu nasional untuk mencapai
swasembada gula tahun 2014 (Direktorat Budidaya Tanaman Semusim, 2009)

2.3 Budidaya Tebu


2.3.1 Persiapan Lahan
Persiapan lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tanah tempat
tumbuh tanaman tebu sehingga kondisi fisik dan kimia tanah menjadi media
perkembangan perakaran tanaman tebu. Kegiatan tersebut terdiri atas beberapa
jenis yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kronologis. Pada
prinsipnya, persiapan lahan untuk tanaman baru (PC) harus dilakukan dengan
benar dan baik.

2.3.2 PH 1 (Plow/Harrow 1)
Pembajakan I bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa – sisa
kayu batang tebu dan vegetasi awal yang masih tertinggal. Peralatan yang

5
digunakan adalah mesin jumbo power. Awal kegiatan pembajakan dimulai dari
sisi petak paling kiri, kedalaman olah mencapai 25–30 cm dan kapasitas kerja
mencapai 0,8 jam ha-1 sehingga untuk satu petak kebun (± 10 ha) dibutuhkan
waktu 8 jam mesin operasi. Pembajakan dilakukan merata di seluruh areal dengan
kedalaman 30-40 cm dan arah bajakan menyilang barisan tanaman tebu ataupun
system bowl sekitar 450. Pembajakan II dilaksanakan sekitar tiga minggu setelah
pembajakan I dengan arah memotong tegak lurus hasil pembajakan I dan
kedalaman olah minimal 25 cm. Peralatan yang digunakan adalah Disc Plow 3–4
disc diameter 32 inci dan traktor 150 HP.

Gambar 1. Disc Plow

2.3.3 PH 2 (Pallow/Hurrow II)


Pada PH 2 dilakukan kegiatan penggaruan pada lahan. Penggaruan
bertujuan untuk menghancurkan bongkahan–bongkahan tanah dan meratakan
permukaan tanah. Penggaruan dilaksanakan merata pada seluruh areal dengan
menggunakan alat traktor Medium Power 150 HP dan implement offset disc
harrow 28 inci. Pada areal RPC, tujuan penggaruan adalah untuk menghancurkan
bongkahan– bongkahan tanah hasil pembajakan, mencacah dan mematikan
tunggul maupun tunas tanaman tebu. Penggaruan dilakukan pada seluruh areal
bajakan dan menyilang dengan arah bajakan. Traktor yang digunakan adalah
traktor jumbo power 330 HP dan implement offset disc harrow 36 inci.

2.3.4 Penjuringan
Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tempat
bibit tanaman tebu. Alur tanam dibuat menggunakan traktor 80 HP atau traktor
medium power 150 HP dengan implement furrower 2 row, 3 row, maupun 4 row.

6
Traktor berjalan mengikuti arah ajir sehingga alur tanam dapat lurus atau
melengkung mengikuti arah kontur. Arah kairan harus sedikit menyilang dengan
kemiringan tanah, memudahkan drainase petak dan pada pelaksanaan transportasi
tebu.
Cara penanaman ini bervariasi menurut kondisi lahan dan ketersediaan bibit,
perlu diketahui, pada umumnya kebutuhan air pada lahan kering tergantung pada
turunnya hujan sehingga kemungkinan tunas mati akan besar. Oleh karena itu,
dengan over lapping atau double row, tunas yang hidup disebelahnya diharapkan
dapat menggantikannya. Cara penanaman tebu bisa dilakukan dengan cara sebagai
berikut: bibit yang telah diangkut menggunakan truk diecer pada guludan agar
mudah dalam mengambilnya, kemudian bibit ditanam merata pada
juringan/kairan dan ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri, untuk tanaman
pertama pada lahan kering biasanya cenderung anakannya sedikit berkurang
dibandingkan tanah sawah, sehingga jumlah bibit tiap juringan diusahakan lebih
bila dibandingkan dengan lahan sawah (± 80 ku), dan bila pada saat tanam curah
terlalu tinggi, diusahakan tanam dengan cara glatimongup (bibit sedikit terlihat).

2.3.5 Pemeliharaan (Pembumbunan dan Penggemburan)


Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan menguatkan batang
sehingga pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih kokoh. Di lahan
sawah pembumbunan dilakukan tiga kali selama umur tanaman. Pelaksanaan
pembumbunan dilakukan secara manual atau dengan semi mekanis. Di lahan
kering pembumbunan sekaligus dilakukan dengan penggemburan merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk mengendalikan gulma, menggemburkan dan
meratakan tanah, memutuskan perakaran tebu khususnya tanaman tebu ratoon dan
membantu aerasi pada daerah perakaran.
Pengemburan pada tanaman diperlukan peralatan terutama untuk
mengendalikan gulma. Alat yang digunakan adalah Tyne Cultivator.
Penggemburan dilaksanakan pada tanaman berumur 45 hari setelah tanam
(sebelum pemupukan II) dengan kedalaman 20 cm dan hanya dilakukan satu kali
dalam satu musim tanam. Untuk tanaman ratoon diperlukan alat yang bisa
membantu menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma. Aplikasi
dilaksanakan dua kali dalam satu musim tanam. Alat yang digunakan untuk

7
aplikasi pertama adalah Terra Tyne dan yang kedua adalah Sub Tiller yang
dilaksanakan setelah pemupukan II. Dengan Terra Tyne, kedalaman olah minimal
20 cm sedangkan dengan Sub Tiller kedalaman minimal 40 cm.

2.3.6 Klentek atau Kupas


Klentek atau Kupas adalah suatu kegiatan membuang daun tua tebu yang
dilakukan secara manual. Tujuan klentek adalah untuk merangsang pertumbuhan
batang, memperkeras kulit batang, mencegah tebu roboh, dan mencegah
kebakaran. Kegiatan ini umum dilakukan pada sistem reynoso di Jawa. Untuk
tebu lahan kering tidak dilakukan klentek. Untuk itu dalam salah satu seleksi
varietas di cari yang daun keringnya lepas jika terkena angin. Sebagai
konsekuensinya tebu lahan kering harus dibakar jika akan ditebang. Hal ini juga
menjadi kriteria varietas tebu lahan kering, yaitu tahan bakar.

2.3.7 Pemupukan
Dosis pupuk yang dianjurkan untuk tebu lahan kering tanaman pertama
(TRIT I) adalah Urea 100 kg/ha dan Helai 400 kg/ha.. Aplikasi pupuk dilakukan
dengan mengalurkan di tepi tanaman kemudian ditutup tanah. Pengaplikasian
pupuk dengan bantuan traktor tangan sudah dikembangkan terutama untuk
pembukaan dan penutupan alur sekaligus pembumbunan. Alat yang di pakai
adalah chissel plow ditarik dengan traktor tangan.

Gambar 2. Alat Mekanis Pada FA

2.3.8 Pengendalian Gulma


Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma dibagi menjadi pengendalian
secara kimia, mekanis dan manual. Untuk sistem reynoso, pengendalian lebih

8
dominan dilakukan secara manual. Sementara itu di lahan kering lebih umum
pengendalian gulma secara kimia yang dibedakan menjadi tiga yaitu pre
emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh) dan post emergence
(setelah tumbuh). Herbisida yang digunakan tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan Dosis Herbisida yang Digunakan (Sutardjo,1999)
Waktu Aplikasi Herbisida Bahan Aktif Dosis
Pre Emergence Karmex Diuron 2,50 kg/ha
DMA 2,4 – D Amin 1,50 kg/ha
Late Pre Emergence Karmex Diuron 1,50 kg/ha
DMA 2,4 – D Amin 1,50 lt/ha
Amexon/Gesapax Ametrin 1,50 lt/ha
Post Emergence I Amexon/Gesapax Ametrin 2,00 lt/ha
DMA 2,4 – D Amin 0,75 lt/ha
Gramoxon Paraguat 0,50 lt/ha
Sanvit Surfaxtan 0,50 lt/ha
Post Emergence II Gramoxon Paraguat 2,50 lt/ha
Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence) adalah pengendalian gulma
yang dilakukan pada saat gulma dan tanaman tebu belum tumbuh. Dilaksanakan
pada 3–5 hari setelah tanam. Aplikasi herbisida dilaksanakan dengan
menggunakan Knapsnack Sprayer yang mempunyai lebar kerja 12 meter (8 baris).
Kecepatan kerja sekitar 1,52 km/jam. Late pre emergence adalah pengendalian
gulma yang dilakukan pada saat gulma sudah tumbuh dengan 2–3 daun dan
tanaman tebu sudah berkecambah.. Post emergence diaplikasikan secara manual
dengan hand sprayer/knapsack sprayer pada umur 60-70 hst.
Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan menggunakan Tyne
Cultivator dan Terra Tyne. Dilaksanakan pada saat pengemburan tanah.
Pengendalian tersebut dilaksanakan pada saat tanaman berumur 45 hari setelah
tanam. Pengendalian gulma secara manual dilaksanakan oleh tenaga kerja dengan
mempergunakan peralatan sederhana, dilaksanakan pada saat kondisitanaman tebu
masih dalam stadia peka terhadap herbisida, gulma di dominasi oleh gulma
merambat, populasi gulma hanya spot– spot, ketersediaan tenaga kerja yang
cukup dan herbisida yang tidak tersedia di pasaran. Kapasitas kerja pengendalian

9
gulma berbeda tergantung pada pengendalian gulma yang dilakukan (Sutardjo,
1999).
Pada lahan kering gulma lebih beragam dan lebih berbahaya. Gulma–
gulma dominan yang menjadi pesaing kuat yang berakibat merugikan terdiri atas
gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan teki-tekian. Gulma daun
lebar dan merambat terdiri atas Cleome ginandra, Emilia sonchifolia, Boreria
alata, Amaranthus dubius, Spigelia anthelmia, Commelina elegans, Mikania
micrantha dan Momordica charantia. Gulma daun sempit tediri atas Digitaria
ciliaris, Echinochloa colonum, Eleusine indica, Dactylocta aegyptium dan
Brachiaria distachya sedangkan gulma golongan teki adalah Cyperus rotundus.
2.3.9 Hama dan Penyakit Tebu
a. Hama Tebu
Pengendalian hama dan penyakit pada budidaya tanaman tebu bertujuan
untuk mencegah semakin meluasnya serangan hama/penyakit pada areal
perkebunan tebu. Hal ini sangat berkaitan erat dengan salah satu upaya
peningkatan produktivitas tebu. Beberapa hama yang umum menyerang antara
lain: hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F), penggerek batang tebu
(Chilo oirocilius dan Chilo sachariphagus), dan uret (Lepidieta stigma F). Hama
penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F).
b. Penyakit Tebu
Beberapa macam penyakit yang biasa menyerang di wilayah perkebunan
antara lain penyakit luka api, penyakit pokah bung, penyakit mozaik, penyakit
noda kuning, tetapi yang mendapat perhatian adalah penyakit Ratoon Stunting
Desease (RSD) yang disebabkan oleh virus. Gejalanya adalah batang tebu
menjadi sedikit lebih pendek dan lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang
sehat, bila tanaman tebu dibelah terlihat berwarna jingga atau merah muda pada
bagian bawah buku. Pengendaliannya dapat menggunakan varietas tahan, alat
pemotong dengan deinfektan Lisol 10% atau dengan perlakuan air panas pada
bibit dengan suhu air 500C selama 2–3 jam. Serangan penyakit yang selama ini
menyerang ternyata masih dibawah 5%, sehingga tindakan yang banyak dilakukan
adalah dengan sanitasi kebun dan menggunakan varietas tahan.

10
2.3.10 Panen Tebu
Pelaksanaan panen pada tanaman tebu meliputi beberapa kegiatan utama,
yaitu taksasi hasil perencanaan tebang berdasarkan analisis pendahuluan
kemasakan tebu dan tabang angkut.
a. Pemanenan
Panen dilaksanakan pada musim kering yaitu sekitar bulan April sampai
Oktober. Hal tersebut berkaitan dengan masalah kemudahan transportasi tebu dari
areal ke pabrik serta tingkat kemasakan tebu akan mencapai optimum pada musim
kering. Kegiatan pemanenan diawali dengan tahap persiapan yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum panen dimulai. Tahap persiapan meliputi
kegiatan estimasi produksi tebu, pembuatan program tebang, penentuan
kemasakan tebu, rekrutmen kontraktor dan tenaga tebang, persiapan peralatan
tebang dan pengangkutan, serta persiapan sarana dan pra-sarana tebang.
Untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu dan sekaligus untuk
memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu, dilaksanakan analisis
kemasakan tebu (Maturity Test). Analisis kemasakan tebu dilaksanakan tiga kali
dengan interval 2 minggu (satu ronde), pada saat tanaman menginjak umur
delapan bulan. Kegiatan tersebut di mulai dengan pengambilan tanaman contoh
yang diawali, batang contoh ditentukan minimal 15 meter dari tepi dan 30 baris
dari barisan pinggir. Tanaman contoh diberi tanda untuk mempermudah
pengambilan contoh berikutnya. Setiap kali analisis dibutuhkan 15–20 batang atau
sebanyak dua rumpun tebu, kemudian dilakukan penghitungan jumlah dan
pengukuran tinggi batang,serta penggilingan untuk memperoleh nira tebu.
Selanjutnya dilakukan pengukuran persen brix, pol dan purity dari setiap contoh.
Data pol yang diperoleh dipetakan pada peta kemasakan tebu yang akan
digunakan sebagai informasi untuk lokasi tebu yang sudah layak panen. Prioritas
penebangan dilakukan dengan memperhatikan faktor lain selain kemasakan, yaitu
jarak kebun dari pabrik, kemudahan transportasi, keamanan tebu, kesehatan
tanaman, dan faktor tenaga kerja.
b. Pelaksanaan Tebang
Digunakan dua metode penebangan yaitu tebu hijau (Green Cane) dan tebu
bakar (Burn Cane). Metode tebu hijau adalah menebang tebu dalam kondisi tanpa

11
ada perlakuan pendahuluan, sedangkan tebu bakar adalah dilakukan pembakaran
sebelum tebang untuk memudahkan penebangan dan mengurangi sampah yang
tidak perlu. Tebu di Jawa dilakukan tanpa bakar, sedangkan di luar Jawa
khususnya Lampung ± 90% dilakukan dengan bakar.Tebang dilakukan dalam tiga
sistem tebangan yaitu Bundled Cane (tebu ikat), Loose Cane (tebu urai) dan
Chopped Cane (tebu cacah). Pelaksanaan di lapangan tebang masih di dominasi
dengan manual, sebab dari segi kualitas tetap lebih baik dibandingkan dengan
mesin tebang. Dikarenakan mekanisasi dalam tahap percobaan.

c. Bundled Cane (Tebu Ikat)


Tebangan ini dilaksanakan secara manual, baik pada saat penebangan
maupun pemuatan tebu ke dalam truk. Pemuatan/pengangkutan tebu dari areal ke
pabrik dilkasanakan mulai jam 05.00–22.00 WIB dengan menggunakan truk (los
bak maupun ada baknya). Truk yang digunakan terdiri atas truk kecil dengan
kapasitas angkut 6–8 ton dan truk besar dengan kapasitas angkut 10–12 ton. Saat
pemuatan tebu ke dalam truk dalam kondisi lahan tidak basah, truk masuk ke areal
dan lintasan truk tidak memotong barisan tebu. Perjalanan truk dari areal ke
pabrik sesuai dengan rute yang telah ditetapkan dengan kecepatan maksimun 40
km/jam.Pembongkaran muatan dilaksanakan di Cane Yard (tempat penampungan
tebu sebelum giling) setelah penimbangan, dengan menggunakan patok beton
(Cane Stacker) atau langsung ke meja tebu (Direct Feeding).
d. Loose Cane (Tebu Urai)
Tebangan loose cane merupakan sistem tebangan semi mekanik.
Penebangan tebu dilaksanakan secara manual sedangkan pemuatan tebu ke Trailer
atau truk menggunakan Grab Loader. Pembongkaran tebu dilaksanakan di tempat
penampungan tebu (Cane Yard) langsung ke meja tebu (Feeding Table).
Penebangan loose cane menggunakan sistem 12 : 1, artinya setiap 12 baris
ditebang dan ditumpuk menjadi satu tumpukan, dilaksanakan oleh dua orang.
Tumpukan tebu diletakkan pada barisan ke 6–7, sedangkan sampah pada barisan
ke 1 dan 12. Penebangan harus rata dengan tanah dan sampah yang terbawa ke
pabrik tidak boleh lebih dari 6%.

12
e. Chopped Cane (Tebu Cacah)
Sistem penebangan tebu cacah dilaksanakan dengan menggunakan alat
Bantu berupa mesin Cane Harvester. Penebangan sistem ini digunakan sebagai
peyangga atau pembantu untuk memenuhi guota pengiriman tebu. Untuk
pengoperasian Cane Harvester secara optimal diperlukan kondisi areal yang relatif
rata, kondisi tebu tidak banyak yang roboh, kondisi areal bersih dari sisa–sisa
kayu/tunggul, tidak banyak gulma merambat, petak tebang dalam kondisi utuh
sekitar 10 ha dan kondisi tanah tidak basah.Pengangkutan dilaksanakan dengan
menggunakan truk yang ada baknya (truk box), hal tersebut berkaitan dengan
hasil tebangan Cane Harvester berbentuk potongan dengan panjang 20–30 cm.
Pada saat pembongkaran muatan, tebu dengan tebangan Chopped Cane harus
diprioritaskan, tebu langsung ditampung di meja tebu.

13
3. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Magang kerja akan dilaksanakan pada tanggal 10 Juli-10 September 2017
dengan jam kerja menyesuaikan pada jam kerja perusahaan. Pelaksanaan magang
kerja bertempat di PT Perkebunan Nusantara II, Kebun Helvetia, Klambir 5,
Klumpang, Medan, Sumatera Utara. Pelaksanaan waktu magang kerja akan di
laksanakan pada hari senin s/d jum’at dengan asumsi 8 jam/hari HOK dan hari
sabtu 6 jam/hari HOK.

3.2 Metode Pelaksanaan


Magang kerja disesuaikan dengan disiplin ilmu dan keahlian mahasiswa
sesuai dengan prosedur kerja di instansi terkait. Mahasiswa melakukan kegiatan
sebagai karyawan magang dengan berbagai aktivitas. Mahasiswa juga akan
mempelajari bagaimana pihak PTPN II Kebun Helvetia, Rayon Helvetia dalam
melaksanakan kegiatan kemitraan. Kegiatan yang lain akan ditentukan kemudian
sesuai dengan kebijakan dari PTPN II Kebun Helvetia, Rayon Helvetia. Dalam
pelaksanaan magang kerja peserta magang akan dibimbing oleh dua orang
pembimbing, yaitu:
1) pembimbing lapang, berfungsi sebagai fasilitator saat dilapang, pembimbing
lapang diharapkan menjadi petunjuk utama bagi peserta dalam menguasai bidang
yang sedang dipelajari dan berhak menegur serta mengarahkan peserta magang
jika terdapat suatu kesalahan, dan
2) supervisi yang berfungsi sebagai fasilitator dibidang akademik dan memastikan
bahwa peserta telah bekerja sesuai dengan prosedur magang yang telah
ditentukan.
Dalam pelaksanaan magang kerja di PTPN II Kebun Helvetia, Rayon
Helvetia ini, metode yang akan dilakukan adalah metode observasi partisipasi
(Participant Observation) yaitu suatu metode yang secara langsung ikut
berpartisipasi dan terlibat di berbagai kegiatan yang dilakukan oleh PTPN II
Kebun Helvetia, Rayon Helvetia. Melalui metode observasi partisipasi ini,
terdapat beberapa cara yang akan digunakan pada pelaksanaan kegiatan magang
kerja di PTPN II Kebun Helvetia, Rayon Helvetia antara lain adalah sebagai
berikut:

14
1. Praktek Kerja
Dalam kegiatan praktek kerja di PTPN II Kebun Helvetia, Rayon Helvetia
ini, kegiatan akan disesuaikan dengan aktivitas yang ada di perusahaan.
Kegiatan ini dilakukan untuk menambah wawasan dan pengalaman bagi
mahasiswa dalam dunia kerja di PTPN II Kebun Helvetia, Rayon Helvetia.
Tujuan dari kegiatan ini adalah agar peserta magang mampu memiliki
ketrampilan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang ada pada
instansi tersebut.
2. Metode Observasi
Metode Observasi dilakukan dengan cara mengamati luasan kebun DP
1,secara langsung mengamati kegiatan yang dilakukan oleh PTPN II
Kebun Helvetia, Rayon Helvetia
3. Metode Diskusi dan Wawancara
Metode Diskusi dan Wawancara dilakukan secara langsung dengan
pendamping/pembimbing lapangan dan pegawai yang berkaitan dengan
proses persiapan bahan baku dan kegiatan produksi yang dilakukan PTPN
II Kebun Helvetia, Rayon Helvetia. Hal ini dimaksudkan agar peserta
magang mampu lebih mengetahui tentang prosedur kerja yang diterapkan
di perusahaan tersebut. Selain itu diskusi dan wawancara ini juga
dimaksudkan sebagai upaya pengumpulan data saat magang. Hal tersebut
dikarenakan peserta magang harus membuat laporan mingguan dan
laporan akhir magang dengan topik yang telah ditetapkan sebelumnya.

3.3 Metode Pengumpulan dan Jenis Data


1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengamati dan ikut serta praktek
kerja secara langsung yang sesuai dengan aktivitas yang sedang dilakukan di
PTPN II serta diskusi dan wawancara aktif mengenaisistem pemupukan dan
teknik pembudidayaan tanaman tebu hingga proses pengolahan pasca panen. Data
sekunder didapatkan dari data luar seperti literature-literatur yang memuat tentang
sistem pemupukan pada tanaman tebu.

15
2. Pembuatan laporan
Pembuatan dan penulisan laporan dilakukan setelah kegiatan magang kerja
berakhir dan dilanjutkan dengan diskusi dan konsultasi laporan dengan
pembimbing magang kerja.

3.4 Jadwal Kegiatan Magang


Dalam pelaksanaan kegiatan magang kerja ini, kami telah merancang
beberapa kegiatan yang akan kami lakukan selama kegiatan ini. Berikut adalah
tabel kegiatan yang telah kami rancang, jika kemudian hari sesuai intruksi
perusahaan ada perubahan kami akan mengikuti seluruh rancangan yang telah
disiapkan perusahaan.
Tabel 2. Jadwal pelaksanaan kegiatan magang
Minggu Ke-
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Pengenalan Perusahaan

Lokasi Perusahaan
1.
Struktur Organisasi
Sinkronisasi Jadwal
2. Materi Ruang

Praktek Di Lapang

Persiapan Lahan
Pembibitan
Penanaman
3.
Perawatan
Panen
Pascapanen
Pemasaran
Wawancara dan Diskusi

4. Teknik Budidaya
Panen

16
Pengolahan Pasca
Panen
Penyusunan Laporan
5.
Mingguan
Penyusunan Laporan
6.
Magang

17
4.HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sejarah PTPN II
Perusahaan Perseroan PT. Perkebunan II bergerak dibidang usaha
Pertanian dan Perkebunan didirikan dengan Akte Notaris GHS Lumban Tobing,
SH No. 12 tanggal 5 April 1976 yang diperbaiki dengan Akte Notaris No. 54
tanggal 21 Desember 1976 dan pengesahan Menteri Kehakiman dengan Surat
Keputusan No. Y.A. 5/43/8 tanggal 28 Januari 1977 dan telah diumumkan dalam
Lembaran Negara No. 52 tahun 1978 yang telah didaftarkan kepada Pengadilan
Negeri Tingkat I Medan tanggal 19 Pebruari 1977 No. 10/1977/PT.
Perseroan Terbatas ini bernama Perusahaan Perseroan (Perseroan) PT.
Perkebunan II disingkat “PT. Perkebunan II" merupakan perubahan bentuk dan
gabungan dari PN Perkebunan II dengan PN Perkebunan Sawit Seberang.
Pendirian perusahaan ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan-
ketentuan dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1969. Peraturan Pemerintah No. 2
tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun
1975.
PT. Perkebunan Nusantara II merupakan salah satu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). Sebelumnya perusahaan ini di kuasai oleh Verenigde Dely My
(VDM) yang merupakan salah satu maskapai milik Belanda tang terbatas pada
sektor perkebunan Tembakau Deli dan setelah terjadi peralihan kekuasaan
Belanda kepada Indonesia perusahaan ini di kenal dengan nama NV. Deli
Maskapai (MODTCHAPPY) yang berkantor pusat di Medan. Kemudian dengan
peraturan pemerintah perusahaan ini di beri nama perusahaan Negara Tembakau
Deli ( PPNTD-I ).
PT. Perkebunan Nusantara II merupakan salah satu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang perkebunan, terutama kelapa sawit.
Kantor pusat PT. Perkebunan Nusantara II terletak di Jakarta, kantor Direksi
terletak di Tanjung Morawa, Sumatera Utara. Kebun Helvetia, Rayon Helvetia
merupakan salah satu kebun milik PT. Perkebunan Nusantara II yang
mengusahakan budidaya tebu dan kelapa sawit.
PTPN II Kebun Helvetia, Rayon Helvetia merupakan penggabungan dari
tiga kebun yaitu Kebun Klambir Lima, Kebun Helvetia dan Kebun Klumpang,

18
sesuai dengan surat keputusan Direksi No: II.10/KPTS/R.144/XI/2007 tanggal 12
November 2007 dan Ktps Direksi Nomor: 2.11/Ktps/294/VIII/2016 tanggal 12
Agustus 2016, Kebun Helvetia terletak di dua kecamatan, yaitu: Kecamatan
Hamparan Perak dan kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, terdiri
dari HGU Nomor: 111. Wilayah Helvetia seluas = 1.128,35 Ha dan Nomor: 102,
Wilayah Helvetia seluas = 2.034,60 dengan luas seluruhnya = 4.897,52 Ha.
Mengelola 2 (dua) komoditi perkebunan, yaitu:
1. Budidaya Tebu Budidaya
2. Kelapa Sawit
Kebun Helvetia terletak di 03.38.090° LU, 98.35.314° BT dan 13,524
MDPL (46fit x 29,4cm). Keadaan fotografi Kebun Helvetia adalah Tanah Umum
Datar dengan struktur tanah terbaik (subur dan gembur), dengan batas-batas
sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Selemak
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tanjung Gusta
3. Sebelah timur berbatasan dengan Sei Deli Kec. Medan Labuhan
4. Sebelah barat berbatasan dengan Sungai Sei Belawan
Untuk Kebun Helvetia melakukan kegiatan operasional yang terletak di
wilayah desa Klambir Lima kebun kecamatan hamparan perak, yang dilindungi
oleh 2 kedudukan hokum yakni; Polres Pelabuhan Belawan (Polsek Hamparan
Perah dan Medan Labuhan), dan Kejaksaan Negeri Cabang Labuhan Deli.

Gambar 3. Peta PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia

19
4.2 Profil Perusahaan Magang
4.2.1 Stuktur Organisasi PTPN II Kebun Helvetia, Rayon Helvetia

Gambar 4. Struktur Organisasi PTPN II Kebun Helvetia, Rayon Helvetia

Gambar 5. Struktur Organisasi DP 1 , Kebun Helvetia

20
4.2.2 Visi, Misi dan Nilai Budaya PTPN II
A. Visi Perusahaan
Dari Perusahaan perkebunan menjadi perusahaan multi usaha berdaya saing
tinggi.
B. Misi Perusahaan
Mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya dan usaha, memberikan konstribusi
optimal, menjaga kelestarian dan pertambahan nilai.
4.3 Teknik dan Mekanisasi Budidaya Tanaman Tebu di PTPN II
4.3.1 Persiapan Lahan Tanam
Persiapan lahan tanam mulai dilaksanakan 8-4 minggu sebelum tanam dan
harus selesai dilakukan paling lambat 1 minggu sebelum tanam. Dalam persiapan
lahan tanam secara umum terdiri dari 2 macam pengerjaan yaitu pembuatan
saluran drainase dan pengolahan tanah.
a. Pembersihan Areal
Pembersihan areal dilakukan 1 bulan sebelum tanam yang dilakukan dengan cara
membabat, merumpuk, dan membakar vegetasi tanaman sebelumnya.
Kualitas/mutu dari pengolahan tanah sangat ditentukan oleh kebersihan dari
vegetasi tanaman sebelumnya. Rumput/lalang atau vegetasi yang lainya akan
mengalami dekomposisi setelah lahan dibajak dan tanaman tebu yang baru
tumbuh dapat mengalami kematian akibat efek dekomposisi vegetasi sebelumnya
yang belum selesai. Proses pembersihan areal harus dilakukan dengan baik
sebagai proses awal.
b. Pengolahan tanah 1/PH1(Plow/Harrow 1x)
Pembajakan (plowing) merupakan pengolahan tanah pertama bertujuan untuk
membongkar dan membalik tanah agar sirkulasi tanah dapat lebih baik serta
menghancurkan sisa-sisa gulma atau vegetasi sebelumnya. Kedalaman bajak
efektif antara 30-40 cm, yang dilakukan 3 minggu sebelum tanam. Alat yang
digunakan dalam proses ini adalah Jumbo Power dengan implement offset disc
diameter 36”. Metode pembajakan yang digunakan adalah Sistem Bowl (bundar)
dan Sistem lawan. Biaya yang dikeluarkanadalah sebesar Rp1.443.380.00/ha
dengan durasi pengerjaan 8-10 ha/hari.

21
Gambar 6. Jumbo Power Gambar 7. Implement offset Disc
36”
c. Pengolahan tanah 2/PH2(Plow/Harrow 2x)
PH2 bertujuan untuk menghancurkan/menghaluskan gumpalan tanah (dari PH1) ,
sehingga tanah menjadi gembur dan remah sebagai media tanam yang sangat
penting pada fase perkecambahan dan pertunasan pada tebu. Perbedaan arah dari
pembajakan yang kedua memoong tegak lurus hasil pembajakan pertama, atau
dapat dibilang berlawanan arah dengan hasil pembajakan pertama. Pembajakan ke
2 dilakukan 2-3 minggu setelah pembajakan 1, dengan catatan cuaca harus
mendukung (kering/dapat di lalui alat mekanisasi). Alat yang digunakan sama
seperti PH 1 yaitu Jumbo Power 330 HP dengan implement Offset Disc Harrow
36”.
d. Penjuringan (Furrowing)
Pembuatan juringan (kair) adalah tahapan akhir dari pengolahan tanah yang
bertujuan menyiapkan media/jalur tanam tanaman tebu. Pembuatan kairan adalah
pembuatan lubang untuk bibit yang akan ditanam. Alat yang digunakan adalah
traktor 80 HP atau Traktor Medium Power 150 HP dengan implement furrower 2
row, 3 row ataupun 4 row. Pembuatan Kairan di lakukan 1-2 hari setelah
pembajaan 2 dilakukan. Kairan dibuat memanjang sesuai dengan alur penanaman
tebu dengan jarak pkp (Pusat Ke Pusat) 135 cm, dengan kedalaman 17-35 cm
(sesuai kebutuhan tanaman). Dalam 1 ha lahan bisa menghasilkan 7400 m juring.

22
4.3.2 Penanaman
Penanaman dilakukan dengan di awali pembibitan dan penjenjangan bibit
yang sudah dilakukan sebelumnya. Penanaman di lakukan 1-2 hari setelah
pembuatan kairan telah selesai. Tujuan penanaman langsung, agar tanah tidak
telalu kering karena didiamkan. Dalam bentuk lonjoran, bibit tebu di supply ke
lahan yang sudah di kair. Nantinya bibit diecer dan dipotong 2-3 mata tunas.
Bibit yang digunakan di PTPN II adalah varietas BZ134. Memiliki kelebihan
sistem perakaran yang kokoh ,pertumbuhan batang yang tegak lurus, mudah
dirawat, tahan terhadap musim kering serta serangan hama. Adapun kekurangan
varietas BZ134 adalah susah bertunas.
Penanaman dilakukan dengan sistem tanaman double row dengan
overlapping 100%. Penanaman double row bertujuan untuk meminimalisir adanya
penyulaman atau tanam ulang kembali untuk tanaman yang tidak tumbuh. Jadi
dengan penanaman double row apabila mata tunas tidak tumbuh pada satu ruas
yang satu tetapi bakal tumbuh pada satu ruas yang lainnya.

4.3.3 Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman
tebu. Proses pemupukan dilakukan oleh kelompok tenaga kerja pemupukan yang
sudah terlatih dibawah pimpinan satu orang mandor. Peralatan yang disiapkan
adalah alas tempat pupuk berupa tikar atau spanduk bekas dengan ukuran 3x4 m,
ember plastik kapasitas 5 Kg yang sudah diberi tanda sesuai dengan ukuran dosis.
Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea(100 Kg/Ha) dicampur dengan Halei
(400 Kg/Ha). Pupuk urea dan halei ditaruh diatas tikar/spanduk bekas, lalu diaduk
sampai homogen. Lalu setelah dicampur dimasukkan kedalam ember sesuai
dengan tanda ukuran. Lalu pupuk ditabur menggunakan gelas plastik secara
serentak dengan sistem giring. Lalu setelah itu, segera pupuk ditutup dengan
tanah. Kegiatan pemupukan harus benar-benar diawasi oleh petugas khusus
keamanan. Untuk mencegah hilangnya pupuk petugas juga harus mengawasi
pengiriman pupuk sampai kegiatan pemupukan selesai dan pengembalian
peralatan pemupukan.

23
Gambar 8. Pupuk Urea PTPN II Gambar 9. Proses Menabur
Pupuk
4.3.4 Pengendalian Gulma
Pengendalian Gulma dilakukan bertujuan untuk meminimalisir adanya
keberadaan gulma yang nanti nya dapat mengganggu pertumbuhan tanaman tebu.
Pengendalian gulma masih di lakukan dengan tenaga manusia yang di bantu
dengan alat knapsack sprayer. Penyemprotan herbisida sebagai pengendali gulma
dilakukan 2 kali yaitu Herbisida Pre Emergence pada waktu 1-5 hari setelah
tanam di lakukan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan gulma sejak
dini, karena apabila tebu sudah tumbuh tinggi maka pertumbuhan gulma
terhambat dengan tidak dapat nya nutrisi berupaya cahaya matahari. Lalu
penyemprotan Herbisida kedua yaitu Herbisida Post Emergence diaplikasikan
secara manual dengan hand sprayer/knapsack sprayer pada umur 60-70 hst.
Kebutuhan 1 Ha adalah sebanyak 200 liter dengan Nozzle Poly zet biru. Herbisida
yang sedang digunakan adalah merk Sidaron 80 WP dan nantinya ditambahkan 1
bungkus deterjen ukuran 35 gram. Air yang digunakan bukan air parit, tetapi air
sumur yang di bor dekat kantor DP1.
Tabel 3. Jenis dan Dosis Herbisida yang diaplikasikan
Waktu Aplikasi Herbisida Bahan Aktif Dosis
Pre Emergence Sidaron 80 WP Diuron 3,00 kg/ha
2,4 – D Amin 1,50 lt/ha
Post Emergence Sidaron 80 WP 2,4 – D Amin 2,00 lt/ha

24
Gambar 10. Air Galian Bahan Herbisida Gambar 11. Proses Kegiatan Herbisida
4.3.5 Penyiangan
Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu menyiang 1 kali dan
menyiang 2 kali. Menyiang 1 kali dilakukan pada umur 30-35 hari setelah tanam
dengan tujuan mengendalikan pertumbuhan jasad pengganggu (gulma) dan
mematikan sisa tanaman yang tumbuh di luar baris tanaman. Dengan
menggunakan peralatan berupa cangkul atau koret. Sedangkan menyiang 2 kali
dilakukan pada umur 50-55 hari seteah tanam untuk tanaman PC dan Ratoon.
Dengan tujuan dan peralatan yang sama.

25
5.PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan Magang Kerja di PT Perkebunan Nusantara II, maka


dapat disimpulkan bahwa, dalam masa produksi PTPN II mengalami banyak
hambatan yang menggangu kegiatan produksi dari awal sampai akhir, dari
segi eksternal maupun internal. Hal ini sangat mengganggu produktivitas
tanaman tebu. Masalah saluran Irigasi serta drainase masih buruk,karena
kondisi parit yang tidak beraturan di lahan, mengakibatkan jika hujan lebih
dari 10 mm, maka lahan akan tergenang. Kurangnya Sumber Daya Manusia
membuat proses produksi tidak sesuai dengan jadwal produksi yang
mengakibatkan ketidaksesuaian iklim dengan kondisi daerah lahan. Yang
seharusnya kebutuhan SDM yang diperlukan harus sesuai dengan proses
produksi. Ketika iklim tidak sesuai, maka akan dibutuhkan tenaga SDM lebih
banyak lagi. Walaupun dalam proses produksi sudah menggunakan alat
mekanisasi pertanian, namun nasih banyak kelemahan yang terdapat
penggunaan mekanisasi, selain baru saja di terapkan, optimalisasi operator,
waktu dalam pemakaian alat masih kurang.
5.2 Saran
Mekanisasi merupakan solusi yang sangat nyata untuk menghadapi
pertanian kedepannya yang semakin global dan bertujuan untuk menekan
biaya produksi dan meningkatkan produksi. Sebaiknya dalam proses
mekanisasi diperlukan operator yang mengerti benar dan dapat mengendarai
dengan telaten alat mesin tersebut. Agar ada efisiensi penggunaan alat, dan
tidak ada lagi yang terbuang percuma serta dapat benar-benar menekan biaya
produksi.
Perawatan dan pemeliharaan terhadap saluran irigasi dan drainase
harus diperhatikan agar kebutuhan air pada tanaman cukup dan terpenuhi.
Kegiatan produksi juga harus diperhatikan kesesuaian kebutuhan HOK dengan
luasan lahan yang besar agar setiap kegiatan sesuai dengan jadwal produksi
yang sudah dibuat perusahaan.

26
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2009. Perkecambahan Tebu Gula Indonesia. www.restsindo.html.
Diakses 3 Mei 2017.
Ardhitya, Nanda. 2013. Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Bariroh, Elis. 2008. Teknis Bercocok Tanaman Tebu. Lembaga Pendidikan
Perkebunan. Yogyakarta, p128 .
Ditjenbun, 2004. Pedoman Teknologi Budidaya Tebu Lahan Kering. Jakarta.
Hakim, M. 2008. Pentingnya Pengelolaan Bibit. Makalah pelatihan petugas PTPN
XI gelombang 1. P3GI. Pasuruan.
Hakim, M. 2009. Tebu, Menuju Swasembada Gula dengan 4 Pilar Trobosan.
Emha Training Center & Advisory, Bandung. Hal 63-73.
Hartoyo, Dwi. 2014. Kajian Jarak Jaringan (PKP) Tebu Lahan Sawah Alluvial di
Pasuruan. Pros. Pertemuan Teknis Tahunan I/1993. P3GI Pasuruan. p1-8
Herawati. 2012. Tebu, Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek
Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hoffman. 1992. Effect of Salt Stress on Some Growth Attributes of Sugarcane
Cultivars Cp-77-400 and POJ-84. International Journal of Agriculture &
Biology.
Indrawanto. 2010. Perbanyakan Tebu (Saccharum Officinarum L.) Secara in vitro
Pada Berbagai Konsentrasi IBA dan BAP. J. Sains & Teknologi.
Desember 2003 . 3(3);103-109.
Mulyana, W. 2001. Teori dan Praktek Cocok Tanam Tebu Dengan Segala
Masalahnya. Aneka Ilmu, Semarang, PTPN VII. 1997. Vademecum
Tanaman Tebu. Bandar Lampung. p68-72.
Nasih. 2012. Strategi Mengoleksi Plasma Nutfah Tebu di P3GI. Direktorat
Pembenihan dan Sarana Produksi. Departemen Pertanahan. Jakarta. p19-
21.
Pujiarso. 2003. Pentingnya Pengelolaan Bibit. Makalah Pelatihan Petugas PTPN
XI Gelombang 1. P3GI. Pasuruan. p25-28.
Santoso. 2002. Pentingnya Pengelolaan Bibit. Makalah Pelatihan Petugas PTPN
XI Gelombang 1. P3GI. Pasuruan. p33-39.
Setyamidjaja dan Azhami. 1992. Pengaruh Lama Penyinaran Dan Perlakuan
Pemacu Perkecambahan Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Tebu
(Saccharum Officinarum L.) G2 Asal Kultur Jaringan. Jakarta. p10.
Supardi. 2005. Strategi Mengkoleksi Plasma Nutfah Tebu di P3GI. Direktorat
Perbenihan dan Sarana Produksi. Departemen Pertanahan. Jakarta. p34-59.
Supriyadi, A. 1992. Rendemen Tebu: Liku-liku Permasalahannya. Kanisius.
Yogyakarta. p46-48.
Sutardjo, E. 1999. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara. Jakarta. p33-46.

27
Wardojodan Priyono. 1996. Perkembangan Luas Area Tebu, Produktivitas, dan
Produksi Gula Indonesia. Badan Usaha Logistik Kalimantan Timur,
Samarinda.
Winarsih S, E. Sugiyarta. 2008. Percepatan Penyediaan Bibit Tebu Sehat melalui
Perbanyakan Bagal Mikro. Majalah Penelitian Gula. Penerbut Pusat
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia 44. p53-59.
Wiriatmojo. 1970. Pentingnya Pengelolaan Bibit. Makalah Pelatihan Tugas PTPN
XI Gelombang 1. P3GI. Pasuruan. p13-25.
Zaini. 2008. Budidaya Tebu Populasi Tinggi (High Density Planting) Untuk
Meningkatkan Produktivitas. Buletin Ilmiah Instiper 8(2):52-60.

28
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kegiatan Magang
No. Hari dan Tanggal Kegiatan
1 Senin, 10 Juli 2017 Pengenalan direksi
Konsultasi proposal dan kegiatan
2 Selasa, 11 Juli 2017 Pengenalan kantor dan para staff
3 Rabu, 12 Juli 2017 Pengenalan profil PTPN II
4 Kamis, 13 Juli 2017 Pengenalan sejarah PTPN II
5 Jumat, 14 Juli 2017 Studi wawancara Visi dan Misi PTPN II
6 Sabtu, 15 Juli 2017 Diskusi dan wawancara dengan para staff PTPN
II
7 Senin, 17 Juli 2017 Observasi dan pengenalan lahan Tebu
8 Selasa, 18 Juli 2017 Observasi dan pengenalan lahan Tembakau
9 Rabu, 19 Juli 2017 Observasi dan pengenalan lahan Kelapa sawit
Pengenalan DP 1
10 Kamis, 20 Juli 2017 Materi dan PH1
11 Jumat, 21 Juli 2014 PH1
12 Sabtu, 22 Juli 2017 PH1
13 Senin , 24 Juli 2017 Materi dan kegiatan PH2
14 Selasa, 25 Juli 2017 PH2
15 Rabu, 26 Juli 2017 PH2
16 Kamis, 27 Juli 2017 Potong Bibit
17 Jumat, 28 Juli 2017 Potong Bibit
18 Sabtu, 29 Juli 2017 Potong Bibit
19 Senin, 31 Juli 2017 Penanaman
20 Selasa, 1 Agustus Penanaman
2017
21 Rabu, 2 Agustus Penanaman
2017
22 Kamis, 3 Agustus Penanaman
2017
23 Jumat, 4 Agustus Menganalisis data hasil produksi 3 tahun terakhir
2017 untuk membuat target hasil produksi 2018
24 Sabtu, 5 Agustus Diskusi dan Wawancara menganalisis
2017 Permasalahan Proses PH1, PH2, Potong bibit dan
penanaman.
25 Senin, 7 Agustus Membantu pengerjaan penghargaan untuk
2017 karyawan yang sudah 10, 20 dan 30 tahun
bekerja.
26 Selasa, 8 Agustus Observasi Pembuatan Irigasi
2017
27 Rabu, 9 Agustus PH 1 lahan Tembakau yang akan di rotasi
2017 menjadi Tebu
28 Kamis, 10 Agustus Rapat DP I dan Penanaman
2017

29
29 Jumat, 11 Agustus Penanaman
2017
30 Sabtu, 12 Agustus Penanaman
2017
31 Senin, 14 Agustus Wawancara Pemupukan
2017
32 Selasa, 15 Agustus Diskusi dengan Manajer, Bapak Ir.Asli Ginting
2017
33 Rabu, 16 Agustus Materi dan Pengaplikasian Pemupukan
2017
34 Kamis, 17 Agustus Upacara dan Sillaturahmi keluarga PTPN II
2017
35 Jumat, 18 Agustus Materi dan Pengaplikasian Pemupukan
2017
36 Sabtu, 19 Agustus Pemupukan
2017
37 Senin, 21 Agustus Pemupukan
2017
38 Selasa, 22 Agustus Pemupukan
2017
39 Rabu, 23 Agustus Materi dan pengaplikasian Penyiangan 1 kali
2017
40 Kamis, 24 Agustus Penyiangan 1 kali
2017
41 Jumat,25 Agustus Penyiangan 1 kali
2017
42 Sabtu, 26 Agustus Penyiangan 1 kali
2017
43 Senin, 28 Agusutus Materi dan Pengaplikasian Herbisida
2017
44 Selasa, 29 Agustus Pengaplikasian Herbisida
2017
45 Rabu, 30 Agustus Pengaplikasian Herbisida
2017
46 Kamis, 31 Agustus Pengaplikasian Herbisida
2017
47 Jumat, 1 September Hari Raya Idul Adha
2017
48 Sabtu, 2 September Pengaplikasian Herbisida
2017
49 Senin, 4 September Diskusi dan Wawancara (Konsultasi Laporan)
2017
50 Selasa, 5 September Pengerjaan Laporan
2017
51 Rabu, 6 September Pengumpulan Laporan Magang (masih direvisi)
2017
52 Kamis, 7 September Diskusi dan Wawancara

30
2017
53 Jumat,8 September Diskusi dan Wawancara
2017
54 Sabtu, 9 September Perpisahan dengan staff pegawai di kantor
2017
55 Senin, 11 September Perpisahan dengan staff lapang DP 1
2017
56 Selasa, 12 September Pengumpulan Laporan Magang yang sudah di
2017 revisi pembimbing lapang

31
Lampiran 2. Biodata Mahasiswa

Nama : Swella Paskah Yohana


NIM : 145040201111281
Program Studi : Agroekoteknologi
Jurusan/ Fakultas : BudidayaPertanian/ Pertanian
Universitas : Brawijaya, Malang
No Handphone : 089653014162
Email : swellapaskah56@gmail.com
AlamatAsal : Jalan Masjid Al-Barkah NO.81 RT 05/ RW 05 Kel.Jurang
Mangu Barat Kec.Pondok Aren ,Kota Tangerang Selatan
15223
No Hp Orang Tua : 081383670391
Alamat di Malang : Jl. Sumbersari IV no 60C
Tempat Magang : PT Perkebunan Nusantara II, Medan, Sumatera Utara
Alamat Magang : PT Perkebunan Nusantara II,DP 1 Kebun Helvetia,
Klambir 5, Klumpang, Medan, Sumatera Utara

32
Lampiran 3. Denah Lokasi Magang Kerja.

33

Anda mungkin juga menyukai