Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH

“NETRALISASI AIR LIMBAH”

OLEH:
NARESWARA TITIS 153800032
VENNY YUNITA SARI 153800068
M. NASRUDIN ARIF 153800061
ANDY WAHYUWONO 153800029
BANGUN WAHYU R I H P 153800044

DOSEN MATA KULIAH:


Dra. INDAH NURHAYATI S.T., M.T.

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA
SURABAYA
2017
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air buangan merupakan air yang sudah dipakai oleh manusia dalam
kegiatannya sehari-hari, baik itu domestik maupun non domestik. Banyak cara
yang digunakan untuk mengolah air buangan tersebut sebelum dibuang ke badan
air baik dengan pengolahan secara fisika, kimia maupun biologi. Berdasarkan UU
RI No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
maka setiap industri maupun instansi/ badan usaha harus bertanggung jawab
terhadap pengelolaan limbah yang dihasilkan dari kegiatannya. Limbah cair dari
industri berbasis organik mempunyai potensi pencemaran yang sangat tinggi
terhadap lingkungan.

Bahan-bahan yang terkandung di dalamnya merupakan bahan-bahan yang


sangat komplek baik bersifat larut dalam air ataupun tidak larut. Air limbah
organik umunya diolah dengan proses biologi baik secara aerobik maupun
anaerobik, tergantung beban organik yang dikandungnya. Pada suatu proses
pengolahan air limbah, pada kolam biologi, ada suatu kondisi dimana pH harus
berada di sekitar 7 atau berada di kondisi netral. Pengendalian pH sangat penting
untuk berbagai proses di antaranya proses-proses netralisasi limbah cair, reaksi
kimia dan biologi, pelunakan air dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk
memenuhi kondisi lingkungan yang sesuai atau yang dipersyaratkan. Netralisasi
merupakan salah satu proses pengolahan limbah cair secara kimia selain dari
reaksi presipitasi dan reaksi redoks. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian lebih
dalam mengenai proses netralisasi pada suatu limbah cair untuk mengerti dan
memahami bagaiman prosesnya.
1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana proses netralisasi dan pengaplikasiannya?


b. Bagaimana konsep netralisasi dalam mengatasi masalah lingkungan,
khususnya dalam pengolahan air limbah?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:


a. Untuk mengetahui dan memahami proses netralisasi, dan aplikasinya;
b. Untuk mengetahui penerapan konsep netralisasi dalam mengatasi masalah
lingkungan, khususnya dalam pengolahan air limbah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Limbah Cair

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari
rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya
mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan
manusia serta menggangu lingkungan hidup. Sumber lain mengatakan bahwa air
limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah
pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, yang bercampur dengan air
tanah, air permukaan dan air hujan. Berdasrkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa air limbah adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik
kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan dan
sebagainya.
Diantara dampak kegiatan yang sangat berpengaruh pada kualitas
lingkungan adalah dihasilkannya limbah pada berbagai kegiatan diatas. Beberapa
pengertian air limbah menurut beberapa pendapat antara lain:
1. Menurut Azwar (1989), air limbah adalah air yang tidak bersih dan
mengandung berbagai zat yang membahayakan kehidupan manusia atau hewan
serta tumbuhan, merupakan kegiatan manusia seperti, limbah industri dan limbah
rumah tangga.
2. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), air limbah atau air buangan adalah
sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-
tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat
yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan
hidup.
3. Pengertian lain menyebutkan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan
dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran
dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang
mungkin ada.
4. Menurut Sugiharto (1987), air limbah (wastewater) adalah kotoran dari
manusia dan rumah tangga serta berasal dari industri, atau air permukaan serta
buangan lainnya. Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat
kotoran umum.
2.2. Karakteristik Limbah Cair

Karakteristik air limbah perlu diketahui karena hal ini akan menentukan
cara pengolahan yang tepat sehingga tidak mencemari lingkungan hidup.
Pengolahan air limbah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu pengolahan secara
fisika, kimia, biologi. Ketiga proses tersebut tidak selalu berjalan sendirisendiri
tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara kombinasi antara satu dengan
yang lainnya. Ketiga proses tersebut yaitu (Daryanto, 1995):

1.Karakteristik Fisik
Pada umumnya limbah cair domestik terdiri dari 99,9 % cairan dan
sejumlah kecil bahan padat tersuspensi.Zat padat yang terdapat dalam limbah cair
mengandung lebih kurang 75 % zat organik yang terdiri dari 65 % protein,25 %
karbohidrat,10 % lemak dan 30 % zat anorganik berupa pasir,garam dan logam.
Penentuan derajat kekotoran air limbah sangt dipengaruhi oleh adanya sifat
fisik yang mudah terlihat.Adapun sifat fisik yang penting dari air limbah adalah
kandungan total solit yang tersusun dari zat terapung,zat tersuspensi ,zat
koloidal ,zat dalam solusian ,odor ,temperatur dan warna.
Jumlah endapan pada contoh air merupakan sisa penguapan dari contoh air
limba pada suhu 103-105 C.Beberapa komposisi air limbah akan hilang apabila
dilakukan pemanasan secara lambat.Jumlah total endapan terdiri dari benda-benda
yang mengendap,terlarut,tercampur.
Endapan dengan ukuran diatas 10 mikron dapat dihilangkan melalui proses
penyaringan dan pengendapan,sedangkan ukuran dibawah 1 mikron memerlukan
satu atau lebih cara pemisahan yang lebih tinggi.Hal inilah yang dipergunakan
sebagai pertimbangan sehingga pada tes analitik dilakukan pemisahan menjadi 3
golongan besar yaitu;
1. Golongan zat yang mengendap
2. Golongan zat yang tercampur
3. Golongan zat padat yang terlarut

Zat-zat padat yang bisa mengendap adalah zat padat yang akan mengendap pada
kondisi tidak bergerak atau diam kurang lebih 1 jam sebagai akibat gaya beratnya
sendiri.Besarnya endapan diukur dengan alat pengukur yang dinyatakan dalam
satuan miligram setiap liter air limbah.

2.Karakteristik Kimia
Sifat kimia limbah cair biasanya dinyatakan dalam bentuk organik dan
anorganik.Contohnya;logam,fosfat,sulfur,khlor dan gas(CO2,H2S,dan CH4)
kandungan bahan organik didalam limbah cair bergantung pada jumlah pemakaian
air,pemakaian air yang lebih sedikit akan menghasilkan limbah yang lebih
pekat.Pada awalnya limbah cair bersifat basa kemudian mulai membusuk akn
menjadi asam.Kandungan senyawa-senyawa kimia yang terdapat didalam liumbah
cair sangat banyak macamnya sehingga untuk menentukan karakteristik didalam
limbah cair biasanya dinyatakan dengan parameter-parameter.
Adapun bahan kimia yang penting yang ada didalam air limbah pada
umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut;
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme
hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan–bahan buangan di dalam air.
Jadi nilai BOD tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi
hanya mengukur secara relativ jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang
ditunjukan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut didalam air, maka
berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi.
BOD dapat diterima bilamana jumlah oksigen yang akan dihabiskan dalam
waktu lima hari oleh organisme pengurai aerobik dalam suatu volume limbah
pada suhu 200C. Hasilnya dinyatakan dengan ppm.

b. Chemical Oxygen Demand (COD)


COD Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi
secara kimia guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam
ppm (part per milion) atau ml O2/ liter.(Alaerts dan Santika, 1984). Pengukuran
kekuatan limbah dengan COD adalah bentuk lain pengukuran kebutuhan oksigen
dalam air limbah. Pengukuran ini menekankan kebutuhan oksigen akan kimia
dimana senyawa-senyawa yang diukur adalah bahan-bahan yang tidak dapat
dipecah secara biokimia.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat anorganik.
Dalam laboratorium, pengukuran COD dilakukan sesaat dengan membuat
pengoksidasi K2Cr2O7 yang digunakan sebagi sumber oksigen.
c. Dissolved Oxygen (DO)
DO adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob
mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung pada temperatur dan salinitas.
Keadaan DO berlawanan dengan keadaan BOD. Semakin tinggi BOD semakin
rendah DO. Keadaan DO dalam air dapat menunjukan tanda-tanda kehidupan
organisme dalam perairan. Angka DO yang tinggi menunjukan keadaan air yang
semakin baik.
d. Derajat keasaman (pH)
Keasaman air diukur dengan pH meter.Keasaman ditetapkan berdasarkan
tinggi- rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. pH dapat mempengaruhi
kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
mematikan kehidupan mikroorganisme. Ph normal untuk kehidupan air 6 – 8.
e. Logam Berat
Air sering tercemar oleh berbagai komponan anorganik, diantaranya
berbagai jenis logam berat yang berbahaya. Logam berat bila konsentrasinya
berlebih dapat bersifat toksik sehingga diperlukan pengukuran dan pengolahan
limbah yang mengandung logam berat.
Logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan, yang
terutama adalah Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd),
Tembaga (Cu), Kromium (Cr), dan Nikel (Ni). Logam- logam tersebut diketahui
dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh
dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi.
f. Tembaga (Cu)
Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu. Unsur
logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan.Unsur tembaga di alam,
dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan
dalam bentuk persenyawaan atau senyawa padat dalam bentuk mineral,
seperti dari peristiwa pengikisan (erosi) dari batuan mineral.
Sesuai dengan sifat kelogamannya, Cu dapat membentuk alloy dengan
bermacam-macam logam. Dalam bidang industri, senyawa Cu banyak digunakan,
seperti pada industri cat sebagai antifoling, industri insektisida dan fungisida, dan
lain-lain.
Pada manusia, efek keracunan utama yang ditimbulkan akibat terpapar
oleh debu atau uap logam Cu adalah terjadinya gangguan pada jalur penafasan
sebelah atas.
3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air
yang dikonsumsi sebagai air minum dan air bersih. Parameter yang biasa
digunakan adalah banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah.
Limbah dan Unit Proses yang Dibutuhkan :

Polutan/Kontamminan Unit operasi, Unit Sistem atau Sistem


Perlakuan

Suspended solid Screening and comminution


Grit removal
Sedimentasi
Filtrasi
Flotasi
Penambahan polimer kimia
Koagulasi/sedimentasi
Sistem alamiah (land treatment)

Biodegradable organics Berbagai proses lumpur aktif


Fixed–film reactor: trickling filters
Fixed–film reactor: RBC Lagoon
variations
Intermittent sand filtration
Sistem fisika-kimia
Sistem alamiah

Volatile organics Air stripping


Off gas treatment
Adsorpsi karbon

Pathogen Klorinasi
Hipoklorinasi
Bromine klorida
Ozonasi
Radiasi UV
Sistem alamiah

Nutrient:
Nitrogen Berbagai suspended-growth nitrification
and denitrification
Berbagai fixed-film nitrification and
denitrification
Ammonia stripping
Pertukaran ion
Breakpoint chlorination
Sistem alamiah

Fosfor Penambahan garam logam


Lime coagulation/sedimentation
Biological phosphorus removal
Biological-chemical phosphorus
removal
Sistem alamiah
Nitrogen dan Fosfor
Biological nutrient removal

Refractory organics Adsorpsi karbon


Ozonasi tersier
Sistem alamiah

Logam berat Preipitasi kimiawi


Pertukaran ion
Sistem alamiah

Padatan organic terlarut Pertukaran ion


Reverse osmosis elektrodialisis

2.3. Pengolahan Limbah

1. Karakteristik fisik
Pengolahan ini terutama ditujukan untuk air limbah yang tidak larut
(bersifat tersuspensi), atau dengan kata lain buangan cair yang mengandung
padatan, sehingga menggunakan metode ini untuk pimisahan. Pada umumnya
sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan diinginkan agar
bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan mudah mengendap atau bahan-
bahan yang mengapung mudah disisihkan terlebih dahulu. Proses flotasi banyak
digunakan untuk menyisihkan bahanbahan yang mengapung seperti minyak dan
lemak agar tidak mengganggu proses berikutnya (Tjokrokusumo, 1995).

2. Karakteristik kimiawi
Pengolahan secara kimia adalah proses pengolahan yang menggunakan
bahan kimia untuk mengurangi konsentrasi zat pencemar dalam air limbah. Proses
ini menggunakan reaksi kimia untuk mengubah air limbah yang berbahaya
menjadi kurang berbahaya. Proses yang termasuk dalam pengolahan secara kimia
adalah netralisasi, presipitasi, khlorinasi, koagulasi dan flokulasi. Pengolahan air
buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel
yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa phospor dan
zat organik beracun, dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan.
Pengolahan secara kimia dapat memperoleh efisiensi yang tinggi akan tetapi biaya
menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia (Tjokrokusumo, 1995).

3. Karakteristik bakteriologis
Semua polutan air yang biodegradable dapat diolah secara biologis,
sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologis dipandang sebagai
pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah
dikembangkan berbagai metoda pengolahan biologis dengan segala modifikasinya
(Tjokrokusumo, 1995).
Pengolahan air limbah secara biologis, antra lain bertujuan untuk
menghilangkan bahan organik, anorganik, amoniak, dan posfat dengan bantuan
mikroorganisme. Penggunaan saringan atau filter telah dikenal luas guna
menangani air untuk keperluan industri dan rumah tangga, cara ini juga dapat
diterapkan untuk pengolahan air limbah yaitu dengan memakai berbagai jenis
media filter seperti pasir dan antrasit. Pada penggunaan sistem saringan anaerobik,
media filter ditempatkan dalam suatu bak atau tangki dan air limbah yang akan
disaring dilalukan dari arah bawah ke atas (Laksmi dan Rahayu, 1993).
Selain melakukan pencegahan perlu adapun cara atau teknik pengolahan
air limbah. Tujuan utama pengolahan air limbah ini ialah untuk mengurai
kandungan bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan
tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan
oleh mikroorganisme yang terdapat di alam. Pengolahan air limbah tersebut dapat
dibagi menjadi 5 tahap, berikut ini adalah tahap-tahapannya:
1. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk
menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa
proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit
removal, equalization and storage, serta oil separation.
2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
Pada dasarnya pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang
sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang
berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama
ialah neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation,
dan filtration.
3. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut
dari air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan
pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated
sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization
basin, rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
4. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga
ialah coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion
exchange, membrane separation, serta thickening gravity or flotation.
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan
sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet
combustion, pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation, lagooning or
drying bed, incineration, atau landfill.
2.4. Pengolahan Limbah dengan Netralisasi

2.4.1. Prinsip Netralisasi


Netralisasi berawal dari teori tentang asam basa yang di kemukakan oleh
Arhennius, bronted lowry dan Lewis. Menurut arhenius asam adalah suatu
senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan melepaskan ion H+ dan basa adalah
suatu senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan melepaskan ion OH-. Menurut
bronsted lowry asam adalah suatu zat yang memberikan proton sedangkan basa
adalah akseptor proton.
Titrasi asam basa adalah penetapan kadar suatu zat (asam atau basa) berdasarkan
atas reaksi asam basa. Bila titran digunakan larutan asam baku maka penetapan
tersebut dinamakan asidimetri, sedangkan apabila larutan bakunya basa sebagai
titran maka penetapan itu disebut alkalimetri. Netralisasi adalah suatu reaksi
antara senyawa asam dan senyawa basa dengan menggunakan indikator tertentu
untuk menjadikannya suatu senyawa netral. Pada percobaan netralisasi ini lakukan
percobaan asidimetri, alkalimetri dan titrasi bebas air.
Netralisasi merupakan reaksi dimana asam dan basa bereaksi dalam
larutan berair untuk menghasilkan garam dan air. Natrium klorida cair yang
dihasilkan dalam reaksi disebut garam. Sebuah garam merupakan senyawa ionik
yang terdiri dari kation dari basa dan anion dari asam. Sebuah garam pada
dasarnya adalah setiap senyawa ionik yang bukan merupakan asam atau basa.
Netralisasi limbah diperlukan jika kondisi limbah masih di luar range pH
baku mutu limbah (BML) yang diperlukan (pH 6 – 8), sebab limbah diluar kondisi
tersebut dapat bersifat racun atau korosif, termasuk bakteri. Dalam beberapa hal
netralisasi dapat dilakukan dengan cara mencampur limbah yang bersifat asam
dengan limbah yang bersifat basa. Pencampuran dilakukan di dalam suatu bak
equalisasi (bak penstabil) pada level ketinggian tetap. Tangki reaksi netralisasi
dilengkapi dengan alat sensor pH untuk mengontrol kondisi hasil reaksi.
Netralisasi merupakan proses penetralan asam dan basa yang dimana
menghasilkan air dan garam. Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai
asam dengan ion hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral.
Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi
antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).

Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak
bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah
de-asidifikasi.

Reaksi antara asam dan basa disebut juga reaksi netralisasi. Produk reaksi
ini mempunyai karakteristik yang berbeda dari reaktan. Contoh:

HCl (aq) + NaOH (aq)  H2O (l) + NaCl (aq)


Asam tajam Pahit licin Garam

Ada beberapa cara netralisasi yaitu:


1. Netralisasi dengan Kaustik Soda (NaOH)
Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala
industry, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara
netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu
mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lender dalam
minyak.
Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan
kotoran seperti fosfatidan dan protein, dengan cara mementuk emulsi. Sabun
atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara
sentrifusi. Sementara dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses
pemisahan sabun secara mekanis, maka netralisasi dengan menggunakan
kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, rennin, dan suspense
dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum.
Komponen minor (minor component) dalam minyak berupa sterol, klorofil,
vitamin E, dan karotenoid hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses
netralisasi.
Netralisasi menggunakan kaustik soda akan menyabunkan sejumlah
kecil trigliserida. Molekul mono dan digliserida lebih mudah bereaksi dengan
persenyawaan alkali.
Reaksi penyabunan mono dan digliserida dalam minyak terjadi sebagai
berikut

Gambar 2.1 Reaksi penyabunan mono dan digliserida

Di Amerika, netralisasi dengan kaustik soda dilakukan terhadap


minyak biji kapas dan minyak kacang tanah dengan konsentrasi larutan
kaustik soda 0,1 – 0,4 N pada suhu 70- 95oC. Penggunaan larutan kaustik soda
0,5 N pada suhu 70 oC akan menyebabkan trigliserida sebanyak 1%.

Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor, yaitu


perbandingan antara kehilangan karena netralisasi dan jumlah asam lemak
bebas dalam lemak kasar. Sebagai contoh ialah netralisasi kasar yang
mengandung 3% asam lemak bebas, menghasilkan minyak netral dengan
rendemen sebesar 94%, maka akan mengalami kehilangan total (total loss)
sebesar (100-94)% = 6%.

refining factor =
Makin kecil nilai refining factor, maka efisiensi netralisasi makin tinggi.
Pemakaian larutan kaustik soda dengan kensentrasi yang terlalu tinggi akan
bereaksi sebagian dengan trigiserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan
menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu, harus dipilih
konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak
bebas dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya
emulsi dalam minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan
rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih konsentrasi


larutan alkali yang digunakan dalam netralisasi adalah sebagai berikut:

a. Keasaman dari Minyak Kasar

Konsentrasi dari alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak
bebas atau derajat keasaman minyak. Makin besar jumlah asam lemak bebas,
makin besar pula konsentrasi alkali yang digunakan.
Secara teoritis, untuk menetralkan 1 kg asam lemak bebas dalam minyak
(sebagai asam oleat), dibutuhkan sebanyak 0,142 kg kaustik soda Kristal, atau
untuk menetralkan 1 ton minyak yang mengandung 1% asam lemak bebas (10 kg
asam lemak bebas) dibutuhkan sebanayk 1,42 kg kaustik soda Kristal. Pada
proses netralisasi perlu ditambahkan kaustik soda berlebih yang
disebut excess dari jumlahnya terantung dari sifat-sifat khas minyak; misalnya
untuk minyak kelapa sebanyak 0,1 – 0,2% kaustik soda didasarkan pada berat
minyak.

b. Jumlah Minyak Netral (Trigliserida) yang Tersabunkan Diusahakan


Serendah Mungkin
Semakin besar konsentrasi larutan alkali yang digunakan, maka kemungkinan
jumlah trigliserida yang tersabunkan semakin besar pula sehingga angka refining
factor bertambah besar.

c. Jumlah Minyak Netral yang Terdapat dalam Soap Stock


Makin encer larutan kaustik soda, maka makin besar tendensi larutan sabun
untuk membentuk emulsi dengan trigliserida. Umumnya minyak yang
mengandung kadar asam lemak bebas yang rebdah lebih beik dinetralkan dengan
alkali encer (konsentrasi lebih kecil dari 0,15 N atau 5oBe), sedangkan asam
lemak bebas dengan kadar tinggi, baik dinetralkan dengan larutan alkali 10-
24oBe. Dengan menggunakan larutan alkali encer, kemungkinan terjadinya
penyabunan trigliserida dapat diperkecil, akan tetapi kehilangan minyak
bertambah besar karena sabun dalam minyak akan membentuk emulsi.

d. Suhu Netralisasi
Suhu netralisasi dipilih sedemikian rupa sehingga sabun (soap stock) yang
terbentuk dalam minyak mengendap dengan kompak dan cepat. Pengendapan
yang lambat akan memperbesar kehilangan minyak karena sebagian minyak akan
diserap oleh sabun.

e. Warna Minyak Netral


Makin encer larutan alkali yang digunakan, makin besar jumlah larutan
yang dibutuhkan untuk netralisasi dan minyak netral yang dihasilkan
berwarna lebih pucat.

2. Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)


Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah karena
trigliserida tidak ikut tersabunkan, sehingga nilai refining factor dapat
diperkecil. Suatu kelemahan dari pemakaian senyawa ini adalah karena sabun
yang terbentuk sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena gas CO2 yang
dibebaskan dari karbonat akan menimbulkan busa dalam minyak.

Netralisasi menggunakan natrium karbonat biasanya disusul dengan


pencucian menggunakan kaustik soda encer, sehingga memperbaiki mutu,
terutama warna minyak. Hal ini akan mengurangi jumlah absorben yang
dibutuhkan pada proses pencucian.
Pada umumnya netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat
dilakukan di bawah suhu 50oC, sehingga seluruh asam lemak bebas yang
bereaksi dengan natrium karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat.

Pada pemanasan, asam karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas
CO2 dan H2O. gas CO2 yang dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun
yang terbentuk dan mengapungkan partikel sabun di atas permukaan minyak.
Gas tersebut dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau atau
dengan cara menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak dengan
pompa vakum.

Cara netralisasi adalah dengan minyak dinetralkan, dipanaskan pada


suhu 35-40oC dengan tekanan lebih rendah dari 1 atmosfir. Selanjutnya
ditambahkan larutan natrium karbonat, kemudian diaduk selama 10-15 menit
dengan kecepatan pengadukan 65-75 rpm. Kemudian kecepatan pengadukan
dikurangi 15-20 rpm dan tekanan vakum diperkecil selama 20-30 menit.
Dengan cara tersebut, gas CO2 yang terbentuk akan menguap dan asam lemak
bebas yang tertinggal dalam minyak kurang lebih sebesar 0,05%. Sabun yang
terbentuk dapat diendapkan dengan menambahkan garam, misalnya natrium
sulfat atau natrium silikat, atau mencucinya dengan air panas. Setelah sabun
dipisahkan dari minyak selanjutnya dilakukan proses pemucatan.

Gambar 2.2 Ketel untuk netralisasi


Minyak dalam sabun yang telah mengendap dapat dipisahkan dengan
cara menyaring menggunakan filter press. Asam lemak bebas yang telah
membentuk sabun (soap stock) dapat diperoleh kembali jika sabun tersebut
direaksikan dengan asam mineral.

Keuntungan netralisasi menggunakan natrium karbonat adalah sabun


yang terbentuk bersifat pekat dan mudah dipisahkan, serta dapat dipakai
langsung untuk pembuatan sabun bermutu baik. Minyak yang dihasilkan
mmlebih baik, terutama setelah mengalami proses deodorisasi. Di samping itu
trigliserida tidak ikut tersabunkan sehingga rendemen minyak netral yang
dihasilkan lebih besar.
Kelemahannya adalah karena cara tersebut sukar dilaksanakan dalam
praktek, dan di samping itu untuk minyak semi drying oil seperti minyak
kedelai, sabun yang terbentuk sukar disaring karena adanya busa yang
disebabkan oleh gas CO2.

3. Netralisasi Minyak dalam Bentuk “miscella“


Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstrak dengan
menggunakan pelarut menguap (solvent extraction). Hasil ekstraksi merupakan
campuran antara pelarut dan minyak disebut miscella.
Asam lemak bebas dalam miscella dapat dinetralkan dengan menggunakan
kaustik soda atau natrium karbonat. Penambahan bahan kimia tersebut ke
dalam miscella yang mengalir dalam ketel ekstraksi, dilakukan pada suhu yang
sesuai dengan titik didih pelarut. Sabun yang terbenuk dapat dipisahkan dengan
cara menambahkan garam, sedangkan minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut
dengan cara penguapan.

4. Netralisasi dengan Etanol Amin dan Amonia


Etanol amin dan ammonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak
bebas. Pada proses ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan
trigliserida, sedangkan ammonia yang digunakan dapat diperoleh kembali
dari soap stock dengan cara penyulingan dalam ruang vakum.
5. Pemisahan Asam (de-acidification) dengan Cara Penyulingan

Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan


asam lemak bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikannya dengan larutan
biasa, sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan
disuling terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor (heat exchanger).
Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinu ke dalam alat penyuling,
dengan letak horizontal.

Gambar 2.3 Skema Penyuling Asam Lemak Bebas

Efisiensi pemisahan sabun dari minyak yang sudah dinetralisasi, yang


biasanya dilakukan dengan bantuan separator sentrifugal, merupakan faktor yang
signifikan dalam netralisasi kaustik. Netralisasi kaustik konvensional sangat
fleksibel dalam memurnikan minyak mentah untuk menghasilkan produk
makanan.
Limbah dari beberapa industri dapat bersifat asam maupun basa, untuk itu
netralisasi sangat diperlukan agar air limbah dapat tetap diolah pada bangunan.
Selanjutnya, dan tidak mengganggu proses pengolahan selanjutnya. Untuk
pengolahan secara biologis pH yang dibutuhkan antara 6,5 - 8,5 agar aktivitas
pengolahan biologis tidak terganggu.

2.4.2. Macam-Macam Dari Proses Netralisasi

a. Mengalirkan air limbah yang bersifat asam pada media batu kapur
Ini merupakan sistem aliran ke bawah atau ke atas. Dimana maximum
kecepatan hydrolik untuk sistem aliran ke bawah adalah 1 gal / (min, ft2)
(4,07.10-2 m3/min, m2). Konsentrasi asam dibatasi hingga 0,6 % H2SO4 jika
H2SO4 ada dan melapisi butiran kapur dengan bahan CaSO4 & CO2. Kecepatan
hydrolik loading dapat bertambah dengan sistem aliran ke atas karena hasil dari
reaksi dijaga sebelum adanya pengendapan. Sistem ini dapat dilihat pada
gambar berikut :

Gambar 2.4 Sistem Aliran Pada Bangunan Netralisasi

b. Mencampur air limbah yang bersifat asam dengan bahan-bahan yang bersifat
basa
Jenis netralisasi ini tergantung dari macam-macam bahan basa yang
digunakan Magnesium adalah bahan basa yang sangat reaktif dalam asam kuat
dan digunakan pada pH di bawah 4,2.
Netralisasi dengan menggunakan bahan basa dapat didefinisikan
berdasarkan faktor titrasi dalam 1 gram sampel dengan HCl yang dididihkan
selama 15 menit kemudian dititrasi lagi dengan 0,5 N NaOH dengan
menggunakan phenolpthalen sebagai buffer. Mencampurkan bahan-bahan basa
dapat dilakukan dengan pemanasan maupun pengadukan secara fisik. Untuk
bahan yang sangat reaktif, reaksi terjadi secara lengkap selama 10 menit.
Bahan-bahan basa lainya yang dapat digunakan sebagai netralisasi adalah
NaOH, Na2CO3 atau NH4OH.

c. Air limbah yang bersifat basa


Banyak bahan asam kuat yang efektif digunakan untuk menetralkan air
limbah yang bersifat basa, biasanya yang digunakan adalah sulfaric atau
hydrochloric acid. Asap gas yang terdri dari 14 % CO2 dapat digunakan untuk
netralisasi dengan melewatkan gelembung-gelembung gas melalui air limbah
CO2 ini terbentuk dari carbonik acid yang mana dapat bereaksi dengan basa.
Reaksi ini lambat tapi cukup untuk mendapatkan pH antara 7 hingga 8. Cara
lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan spray tower.

Adapun beberapa sistem yang digunakan untuk bangunan netralisasi ini adalah:
 Sistem Batch, yang digunakan untuk aliran air limbah hingga 380 m3/hari
(limbah industri makanan/pangan).
 Sistem continouse, dengan pH control dimana dibutuhkan udara untuk
pengadukan dengan minimum aliran air 1-3 ft3/mm, ft2 atau 0,3-0,9 m3/mm, m2
pada kedalaman 9 ft (2,7 m) (atau kebanyakan digunakan pada industri
pengolahan kopi).

Gambar 2.2 Sistem Continous


 Sistem pengadukan mekanis, dimana daya yang digunakan 0,2-0,4 hp/thausand
gal ( 0,04 - 0,08 kW/m3 ) (digunakan pada limbah – limbah cair yang
mengandung bahan padat).

Gambar 2.3 Sistem pengadukan mekanis

2.4.3. Keunggulan dan Kelemahan Proses Netralisasi

Keunggulan dari proses netralisasi dengan proses lainnya adalah sebagai berikut :
 Bahan – bahan yang digunakan mudah didapat
 Prosesnya mudah dilakukan
 Biaya yang digunakan tidak terlalu mahal

Sedangkan kelemahan dari proses netralisasi adalah sebagai berikut :


 Proses ini hanya bisa dilakukan pada jenis limbah cair
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G., dan santika, S.S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya : Usaha
Nasional
Azwar, 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta : Yayasan Mutiara
Daryanto. 1995. Masalah Pencemaran. Bandung : Tarsito
Jenie, Betty Sri Laksmi dan Rahayu, Winalti Puji. 1993. Penanganan Limbah
Industri Pangan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Muffidah, Sirril, dkk. 2015. Makalah Pengolahan Limbah Industri “Pengolahan
Limbah Dengan Cara Netralisasi. Teknik Kimia Universitas Mulawarman
Notoadmodjo, Soekidjo.2003 .Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip
Dasar. Jakarta : PT Asdi Mahasatya
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah.UI Press, Jakarta
Tjokrokusumo. 1995. Pengantar Konsep Teknologi Bersih. Yogyakarta: Sekolah
Tinggi Teknik Lingkungan YLH. Hal. 63-65.
Wangsa, Dharma, dkk. 2014. Tugas Makalah “Netralisasi”. Jurusan Teknik
Lingkungan Universitas Andalas Padang

Anda mungkin juga menyukai