KASUS DEWASA
LAKI-LAKI 37 TAHUN DENGAN GANGGUAN SOMATOFORM DAN
RIWAYAT TB PARU
Disusun oleh :
dr. Noor Aminah
Pendamping :
dr. Alexander Bramukhaer
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
Kesan : normal
Pemeriksaan Urinalisa Tanggal 7 Agustus 2016
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Urine Rutin:
Warna Kuning K. Muda-K. Tua
Kejernihan Jernih Jernih
PH 7,4 4,8 – 7,4
Berat Jenis 1,015 1,003 – 1,025
Reduksi Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 0,2 mg/dl Negatif
Keton Negatif Negatif
Blood Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Sedimen:
Lekosit 0-2 LPB < 15
Eritrosit 0-1 LPB 0-3
Epitel Squamous 0-1 LPK
Kristal Negatif
Urat Amorf Negatif
Bakteri Positif 1
Silinder Negatif
Lain-lain Benang mucus
positif
e) Pemeriksaan Radiologi
X Foto Thorax Tanggal 11 Januari 2016 (RS Tugu Semarang)
Kesan : Cor normal. Pulmo : TB paru lama aktif perbaikan minimal.
X Foto Thorax tanggal 7 Agustus 2016. Kesan: Cor normal. Infiltrat
pada lapangan atas paru kiri DD/ TB paru lesi minimal.
USG Abdomen tanggal 8 Agustus 2016. Kesan: sonografi organ intra
abdomen dalam batas normal.
Daftar Pustaka :
1. Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.
2002.
2. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi IV. Media Aesculapius. 2014
3. Kaplan, B. J Sadock, V. A. 2007. Kaplan& Sadock’s Synopsis of Psychiatry :
Behavioral.
Hasil Pembelajaran
1. Etiologi gangguan somatoform
2. Diagnosis gangguan somatoform
3. Gambaran klinis gangguan somatoform
4. Tata laksana gangguan somatoform
SOAP
1. Subjektif: Pasien mengeluh mengalami berbagai keluhan penyakit. Sejak 2
bulan lalu merasa badan lemas dan sulit konsentrasi. Setelah minum vitamin
pasien merasa matanya mengalami peradangan karena efek samping
vitamin. Pasien mengatakan pernah BAB berwarna putih seperti jika
mengalami penyakit di hati nya. Pasien khawatir sakit ginjal karena air
kemihnya berwarna keruh. Pasien memiliki riwayat pengobatan penyakit TB
paru dan sudah dinyatakan sembuh di RS Tugu Semarang (bulan Juni 2016)
2. Objektif : Hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan :
Gejala Klinis:
1. Pemeriksaan fisik pasien dalam batas normal
2. Riwayat pengobatan penyakit TB paru dan sudah dinyatakan
sembuh di RS Tugu Semarang (bulan Juni 2016)
Keadaan umum : sadar, lemah
Tanda Vital :
1. TD : 110/80 mmHg
2. Nadi : 90/menit regular
3. RR : 20 x/menit
4. Suhu : 36,6°C (axiller)
Pemeriksaan Klinis :
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-),konjungtiva bulbi
hiperemis (-/-), mata cekung (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil +/+
Ø 3mm/3mm, sekret (-/-)
Abdomen: I: Datar
A: bising usus (+) normal
P: timpani (+)
Pa: Nyeri tekan (-), hepar/lien tak teraba
Urogenital
Suprapubik
I : hiperemis (-)
Pa : nyeri tekan (-)
Costovertebra Angle
I : hiperemis (-/-)
Pa : nyeri tekan (-/-)
Pe : nyeri ketok (-/-)
Pemeriksaan Laboratorium : Dari pemeriksaan hematologi tanggal 7
Agustus 2016 masih dalam batas normal. Dari pemeriksaan urinalisa
tanggal 7 Agustus 2016 didapatkan urobilinogen 0,2 mg/dl, epitel
squamous, bakteri positif 1, dan benang mucus positif.
Pemeriksaan Radiologi :
X Foto Thorax tanggal 11 Januari 2016 (RS Tugu Semarang. Kesan :
Cor normal. Pulmo : TB paru lama aktif perbaikan minimal.
X Foto Thorax tanggal 7 Agustus 2016. Kesan: Cor normal. Infiltrat
pada lapangan atas paru kiri DD/ TB paru lesi minimal.
USG Abdomen tanggal 8 Agustus 2016. Kesan: sonografi organ intra
abdomen dalam batas normal.
“Assessment”(Penalaran Klinis):
Definisi
Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan
ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat
dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik. Pada gangguan somatoform, orang
memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada
abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan
keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan
pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan
somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.
Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam
transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan
metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non
dominan.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut:
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada
gangguan somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran
sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
- Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari
situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan
sekunder).
- Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
- Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang
diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau
kerusakan fisik yang dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab
ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:
- Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari
adanya penyakit serius (hipokondriasis).
- Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-
impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik
(gangguan konversi)
- Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin
merupakan suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).
Manifestasi Klinis
Ciri utama gangguan somatoform adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali
terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak
ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Seandainya ada gangguan
fisik, maka gangguan tersebut tidak menjelaskan gejala atau distres dan preokupasi
yang di kemukaan pasien. Meskipun onset dan kelanjutan gejala tadi mempunyai
hubungan erat dengan peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan ataupun
konflik, pasien biasanya menolak upaya untuk membahas kemungkinan adanya
penyebab psikologis, bahkan meskipun ditemukan gejala-gejala anxietas dan
depresi yang nyata.
Pada kasus ini pasien telah mengunjungi berbagai dokter untuk memeriksakan
keluhan-keluhannya dengan hasil pemeriksaan yang masih normal. Gangguan fisik
yang dialami pasien yaitu penyakit TB paru tidak menjelskan gejala keluhan
lainnya, dan pasien telah dinyatakan sembuh sebelum keluhan-keluhan ini timbul.
Atau :
- Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan,
keluhan gastrointestinal atau saluran kemih)
- Salah satu (1)atau (2)
o Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya
oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari suatu
zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
o Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi
apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau
temuan laboratorium.
- Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
- Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan
kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
- Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura)
Pada kasus ini pasien memiliki bermacam-macam keluhan dan berubah-ubah. Hasil
pemeriksaan fisik dan penunjang cenderung normal. Pasien juga memiliki riwayat
pengobatan ke berbagai sarana pelayanan kesehatan.
Terapi Somatoform
Tingginya tingkat kecemasan yang diasosiasikan dengan gangguan somatoform
dipicu oleh situasi khusus. Dokter hendaknya tidak meremehkan validitas dari
keluhan fisik, tetapi perlu meminimalisir penggunaan ts-tes diangnosis dan obat-
obatan, mempertahankan hubungan dengan mereka terlepas mereka mengeluh
penyakitnya atau tidak.
Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan somatoform
adalah sebagai berikut:
- Penanganan Biomedis
Pada penanganan biomedis dapat digunakan antidepresan yang terbatas dalam
menangani hipokondriasis yang biasanya disertai dengan depresi. Untuk gangguan
somatisasi juga dapat digunakan anti anxietas.
- Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)
CBT merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang bertujuan untuk membantu
pasien menjadi lebih sehat dalam pikiran dengan mengubah bagaimana cara pasien
berpikir (kognitif). CBT bertujuan untuk mengoreksi konstruksi disfungsional
kognisi yang salah, sehingga dapat menyebabkan perbaikan klinis dalam emosi dan
aksi perilaku ketika menghadapi suatu masalah.
Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement
sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping
untuk mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi
mengenai kesehatan atau penampilan seseorang. Terapi ini berusaha untuk
mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu individu
melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata tetapi juga dalam
pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya. Terapi kognitif-behavioural,
untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada pasien. Teknik behavioral,
terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform,
membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan
cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang
terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara menyemangati mereka untuk
mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.
3. “Plan”:
Diagnosis: Pasien mengalami gangguan somatoform tak terinci. Ditunjang
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan radiologi. Upaya
Diagnosis sudah dilakukan optimal.
Diagnosis Multiaksial
Axis I : Gangguan somatoform Tak Terperinci
Axis II : tidak ada diagnosisi aksis II
Axis III : Riwayat TB Paru
Axis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Axis V : 61-70
Pengobatan :
- Infus RL 20 tpm
- Injeksi Ranitidin 2x50mg
- PO:
- Fluoxetine 1x20mg
- Alprazolam 0,5 mg
- Cognitive Behavioral Therapy
Pendidikan : Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya
mengenai kondisi pasien, penyakit yang diderita pasien, pengobatan, dan
konseling yang akan dilakukan kepada pasien. Selain itu dijelaskan pula
kepada pasien dan keluarga pasien bahwa untuk membantu proses
penyembuhan dan pemulihan kondisi pasien, pasien harus memiliki
kesadaran dan penerimaan akan penyakitnya.