Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, di topang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel
fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch.
Beberapa terminologi lain yang erat kaintannya adalah demam paratifoid
dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah
sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan
oleh spesies Salmonella enteriditis sedangkan demam enterik dipakai baik pada
demam tifoid maupun demam paratifoid. Terdapat 3 bioserotipe Salmonella
enteriditis yaitu bioserotipe paratyphi A, paratyphi B dan paratyphi C (Sumarmo,
2002).
Beberapa negara sudah menjalankan imunisasi tifoid sesuai rekomendasi
WHO sehingga sulit menentukan prevalens penyakit tersebut di dunia. Data
surveilas yang tersedia menunjukkan bahwa pada tahun 2000, estimai penyakit
adalah sebanyak 21.650.974 kasus, kematian terjadi pada 216.510 kasus tifoid dan
5.412.744 pada penyakit paratifoid. Manifestasi gejala klinis demam tifoid dan
derajat beratnya penyakit bervariasi pada populasi yang berbeda. Sebagian besar
pasien yang dirawat di RS dengan demam tifoid berusia 5-25 tahun. Namun,
beberapa peneltian dikomunitas menunjukkan bahwa demam tifoid dapat terjadi
pada usia kurang dari 5 tahun dengan gejala non spesifik yang secara klinis tidak
tampak seperti tifoid.
Banyak faktor yang mempengaruhi derajat beratnya penyakit dan gejala
klinis infeksi, yaitu lamanya penyakit sebelum diberikan antimikroba yang tepat,
pemilihan antimikroba, umur pasien, dan riwayat imunisasi. Komplikasi terjadi
10%-15% kasus yang menderita penyakit lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang
2

sering terjadi adalah perforasi saluran cerna (10%) dan ensefalopati tifoid (10%-
40%) (Prayitno 2012).
1.2 Tujuan
Untuk mengetahu definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis,
penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi dan prognosa pada demam tifoid.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi demam tifoid


Demam tifoid adalah salah satu penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan oleh bakteri gram negative Salmonella typhi. Penyakit ini ditularkan
melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi. Demam tifoid
dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain laju pertumbuhan penduduk yang
tinggi, peningkatan urbanisasi, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di
beberapa daerah, buruknya sanitasi lingkungan dan kebersihan diri.
Demam tifoid atau thypoid fever adalah suatu sindrom sistemik yang
disebabkan Salmonella typhii. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari
salmonelosis. Beberapa terminologi yang erat kaitannya adalah demam paratifoid
dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah
sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan
oleh species Salmonella enteriditis sedangkan demam enteric dipakai pada demam
tifoid maupun demam paratifoid. Terdarpat 3 serotipe Salmonella enteriditis yaitu
serotipe paratyphi A, paratyphi B ( Salmonella Schotsmuelleri) dan paratyphi C (
Salmonella Hirschfeldii) (Sumarmo, 2002).
2.2 Etiologi
Penyebab dari demam thypoid yaitu :
96 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, basil gram negative, mempunyai
flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai
antigen:
a.Antigen O (somatic terdiri dari oligosakarida)
b.Antigen H (flagellar antigen) yang terdiri dari protein.
c.Antigen K (envelope antigen) yang terdiri dari polisakarida.
Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk
lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat
memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple
antibiotic (Sumarmo, 2002).
4

2.3 Patogenesis
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang
terinfeksi oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Keasaman lambung
merupakan faktor penentu dari suseptibilitas terhadap salmonella. Kuman melekat
pada ileum lalu menembus epitel usus dan nampaknya melewati plak peyer.
Kuman diangkut kekelenjar getah bening usus dan disitu memperbanyak diri
didalam sel mononukleus, kemudian sel monosit yang mengandung kuman
melalui saluran kelenjar limfe mesenterik, dan selanjutnya duktus limfatik kuman
mencapai aliran darah dan terjadilah bakteremia pertama yang berlangsung
singkat. Kuman mengikuti peredaran darah dan mencapai jaringan
retikuloendotelial diberbagai organ yaitu hati, kandung empedu, limpa, sumsung
tulang, ginjal, paru, susunan saraf dll. Didinding kandung empedu kuman
berkembang dalam jumlah yang sangat banyak, kemudian bersama empedu
disalurkan ke usus. Invasi Plak Peyer terjadi karena gen yang mirip dengan gen
dari Shigella dan E.coli, tetapi jumlah dari gen S. Thypi lebih banyak dari gen
Sigella. Antigen Vi pada permukaan kapsul dari S.thypi berpengaruh pada proses
fagositosis dengan cara mencegah peningkatan C3 pada permukaan bakteri.
Kemampuan hidup dari bakteri dalam makrofag adalah disebabkan karena sifat
ganas yang disebut phop regulon.
Endotoksin yang beredar adalah komponen lipopolisakarida dari dinding
bakteri diperkirakan sebagai penyebab panas dan gejala toksik dari demam
enterik. Endotoksik yang diproduksi karena pengaruh sitokin oleh makrofag
adalah juga sebagai penyebab timbulnya gejala sistemik. Sebagai penyebab diare
yang terjadi adalah toksin yang labil terhadap panas dari e.coli. Imunitas yang
bersifat seluler adalah penting sebagai perlindungan terhadap demam tifoid
(Widagdo, 2010).
2.4 Gejala klinis
Pada anak periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata
antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, gejala klinis
ringan dan tidak memerlukan rawatan khusus sampai berat sehingga harus
dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor salmonella, status nutrisi dan
5

imunologik. Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal
penyakit. Demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step ladder temperatur
chart yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara
bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama,
setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke 4 demam turun
perlahan.
Gejala sistemik lain yaitu nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea,
mialgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus berat penampilan klinis
berat, pada saat demam tinggi akan tampak sakit berat. Bahkan dapat juga
dijumpai penderita demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai
akibat kurang masukan cairan dan makanan. Gangguan gastrointestinal pada
kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi,
pada pasien sebagian lidah tampak kotor dengan puti ditengah sedang tepi dan
ujungnya kemerahan.
Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan
ukuran 1-5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas
dan punggung. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
(Sumarmo, 2012).
2.5 Diagnosis
1. Amanesa
Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada sore
menjelang malam dan suhu turun namun tidak mencapai normal pada pagi hingga
siang hari. Suhu bertahap naik hingga akhir minggu pertama demam, minggu
kedua demam terus menerus tinggi. Anak sering mengigau (delirium), malaise,
letargi, anoreksia, nyeri kepala, perut kembung, diare atau konstipasi, mual dan
muntah. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai gangguan kesadaran
2. Pemeriksaan fisik
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai beratdengan komplikasi.
Kesaran menurun, delirium, sebagai anak terdapat typhoid tongue (lidah dengan
bercak putih) dan hiperemis (kemerahan) pada pinggir lidah, hepatomegali,
splenomegali. Kadang dijumpai ronki pada pemeriksaan paru.
6

3. Laboraturium
Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe
atau perdarahan usus. Leukopenia, namun jarang <3000/uL. Limfositosis relative.
Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat.
4. Pemeriksaan serologi:
- Serologi widal: kenaikan titer Salmonella typhi titer O 1:200 atau
kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens
- Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot)
5. Pemeriksaan biakan salmonella:
- biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit
- biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4
6. Pemeriksaan radiologik:
- Foto toraks apabila diduga teradi komplikasi pneumonia
-Foto abdomen apabila terjadi komplikasi seperti perforasi usus dan
perdarahan saluran cerna (Hardiono, 2004).
2.6 Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan tirah
baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta
pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kaus berat harus dirawat di RS agar
pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan
timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik
merupakan golongan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi salmonella
typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia (Sumarmo, 2002).

Menurut Prayitno (2012) Kloramfenikol masih menjadi obat pilihan


pertama pengobatan demam tifoid pada anak, terutama dinegara berkembang.
Pada pasien anak, kloramfenikol diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari
PO/IV dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari. Regimen lain yang dapat
diberikan pada anak, yaitu: ampisilin (100-200 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 kali
pemberian IV), amoksisilin (100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 kali pemberian
PO), trimethoprim (10 mg/kg/hari) atau sulfametoksazol (50 mg/kg/hari) terbagi
7

dalam 2 dosis, seftriakson 50 mg/kg/hari IM untuk 5 hari, dan cefixime 20


mg/kg/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari.

Pemberian steroid diindikasikan pada kasus toksik tifoid (disertai


gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis dan hasil pemeriksaan
CSF dalam batas normal) atau pasien yang mengalami renjatan septik. Regimen
yang dapat diberikan adalah deksamethasone dengan dosis 3x5 mg. Sedangkan
pada pasien anak dapat digunakan deksametashone IV dengan dosis 3 mg/kg
dalam 30 menit sebagai dosis awal yang dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam
hingga 48 jam. Pengobatan lainnya bersifat simtomatik/sampai kesadaran
membaik (Sumarmo, 2002).

2.7 Pencegahan
Secara umum untuk memperkecil kemungkinan tercemar salmonella typhi
maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang
mereka konsumsi. Samonella typhi didalam air akan mati apabila dipanasi
setinggi 57oC untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi.
Untuk makanan, pemanasan sampai 57oC beberapa menit dan secara
merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas
suatu negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan
pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higien
pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid
(Sumarmo, 2012).
2.8 Komplikasi dan Prognosa
Komplikasi yang sering adalah perforasi usus, miokarditis manifestasi
sistem saraf sentral (Nelson, 1999).
Dinegara maju angka kematian adalah <1% sedang dinegara berkembang
bisa >10%. Angka kematian tergantung pada umur anak, kondisi kesehatan
sebelum sakit, serotipe salmonela dan komplikasi yang terjadi (Widagdo, 2010).
8

BAB 3
KESIMPULAN

Demam tifoid adalah salah satu penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan oleh bakteri gram negative Salmonella typhi. Penyakit ini ditularkan
melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi. Demam tifoid
dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain laju pertumbuhan penduduk yang
tinggi, peningkatan urbanisasi, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di
beberapa daerah, buruknya sanitasi lingkungan dan kebersihan diri.
Gejala khas pada demam tifoid adalah demam > 1 minggu dengan sifat
demam yang naik turun atau demam mencapai suhu tertinggi pada sore hingga
malam hari dan suhu turun namun tidak pernah mecapai suhu normal pada pagi
hingga siang hari. Dijumpai thypoid tongue, gangguan gastrointestinal,
hepatosplenomegali dan dapat dijumpai rose spot. Pengobatan antibiotik
merupakan golongan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi salmonella
typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia
9

DAFTAR PUSTAKA

Hardiono, D. Pusponegoro., dkk. Standar Kesehatan Medis Kesehatan Anak.


Edisi 1. 2004. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
KMK RI, 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Available from:
https://ml.scribd.com/.../KMK-No-364-ttg-Pedoman-Pengendalian-Dema....
{Accessed bye 10 Juni 2015}.
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Prayitno, 2012. Pendidikan kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak
LXIII.
Sumarmo, S. Poorwo., dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, edisi kedua.
2002: Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Aanak FKUI.
Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. 2010, Sagung
Seto.

Anda mungkin juga menyukai