Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Roentgen pada tahun 1895. Pada

saat ditemukan, sifat-sifat sinar-x tidak langsung dapat diketahui. Sifat-sifat

alamiah (nature) sinar-x baru secara pasti ditemukan pada tahun 1921 seiring

dengan penemuan difraksi sinar-x oleh kristal. Difraksi sinar-x ini dapat

“melihat” atau “membedakan” objek. Sinar-x tidak dapat diliat oleh mata dan

bergerak dalam lintasan lurus dan dapat mempengaruhi film fotografi sama

seperti cahaya tampak. Daya tembusnya lebih tinggi dari pada cahaya tampak

dan dapat menembus tubuh manusia, kayu, dan beberapa lapisan logam tebal.

Juga dapat digunakan untuk membuat gambar bayangan sebuah objek pada

film fotografi (Kardiawarman,Ph. D. 1996).

Seiring dengan perkembangan zaman, manusia atau ahli medis

menggunakan tekhnologi untuk membantu pengobatan dan lainnya. Di sisi

lain, keamanan tekhnologi tersebut terhadap makhluk hidup juga harus

diperhatikan agar tidak malah memperburuk keadaan pasien. Salah satu

tekhnologi yang dikembangkan dikalangan ahli medis untuk mengobati

pasiennya adalah sinar-x. Ahli medis menggunakan sinar-x untuk memotret

kedudukan tulang atau organ dalam tubuh manusia. Dengan demikian sinar-x

dapat dimanfaatkan sebagai alat diagnosis dan terapi di bidang kedokteran.

Perangkat sinar-x untuk diagnosis disebut dengan foto rontgen, sedangkan

1
2

untuk terapi disebut Linec (Linier Accelerator). Adanya peralatan-peralatan

yang menggunakan sinar-x maka akan membantu dalam mendiagnosis dan

pengobatan (terapi) suatu penyakit, sehingga dapat meningkatkan kesehatan

masyarakat (Endang Manik, 2017).

Manus adalah struktur anatomi tulang tangan (carpals), tulang jari

tangan, dan pergelangan tangan meliputi, tulang tangan (ossa manus), yang

meliputi kelompok tulang jari tangan atau tulang falang atau digiti (ossa

phalanges), kelompok tulang telapak tangan atau tulang metacarpus

(metacarpal), pergelangan tangan (ossa carpalia), yaitu tulang-tulang yang

terdiri dari os navikular/skapoid (tulang bentuk kepala), os lunatum (tulang

bentuk bulan sabit), os triquetrum (tulang berbentuk segitiga), os fisiformis

(tulang berbentuk kacang), os trapizoid (tulang besar persegi panjang),

trapezium (tulang kecil segi banyak), kapitatum (tulang berkepala), dan os

hamatum (tulang berkait) (Evelyn C. Pearce, 2008).

Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena

penyebaran infeksi dari darah (Osteomielitis Hematogen) atau yang lebih

sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (Osteomielitis

Eksogen). Ostemielitis adalah penyakit yang sulit diobati karena dapat

terbentuk abses local. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang

sangat kurang, dengan demikian, penyampaian sel-sel imun dan antibiotic

terbatas. Apabila infeksi dan agresif, nyeri hebat dan ketidak mampuan

permanen dapat terjadi (Corwin, 2001).


3

Pasien-pasien dengan klinis osteomielitis pada umumnya dilakukan

pemeriksaan di radiologi terlebih dahulu untuk dapat menegakan diagnosa

sebelum diberi tindakan selanjutnya.

Pengalaman peneliti pada saat melakukan prakek kerja lapangan di

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang, pasien-pasien yang

dicurigai menderita osteomielitis pada daerah manus dilakukan pemeriksaan

radiografi manus, dan hasil pemeriksaan radiografi mampu menunjukkan

adanya gambaran osteomielitis dengan baik.

Berdasarkan literatur yang ada dan kenyataan di lapangan, maka penulis

akan membahas mengenai teknik pemeriksaan radiografi manus dengan klinis

osteomielitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang. Hasil

bahasan tersebut penulis tuangkan dalam penulisan tugas akhir yang berjudul

“Pemeriksaan Radiografi Manus dengan Klinis Osteomielitis di RSUD

Kabupaten Sumedang”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana teknik pemeriksaan radiografi manus pada klinis osteomielitis

di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang?

2. Apakah hasil gambaran radiograf yang dihasilkan dapat memberikan

informasi diagnostik yang diharapkan?

3. Apakah teknik pemeriksaan radiografi manus dengan proyeksi PA dan

Oblique efektif untuk menegakkan diagnosa osteomielitis?


4

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan radiografi manus di Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Sumedang.

2. Untuk mengetahui apakah gambaran radiograf yang dihasilkan cukup

memberikan informasi diagnostik yang diharapkan.

3. Untuk mengetahui efektifitas pemeriksaan radiografi manus proyeksi PA

dan Oblique dalam menegakkan diagnosa osteomielitis.

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

a. Menambah perbendaharaan ilmu di bidang teknik radiografi, terutama

bagi radiografer dalam menentukan teknik pemeriksaan radiografi yang

tepat pada pasien-pasien dengan diagnosa osteomielitis di daerah

manus.

b. Dapat digunakan sebagai bahan ajar bagi institusi pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Menambah pengetahuan penulis tentang teknik pemeriksaan radiografi

Manus dengan klinis Oteomielitis serta mengetahui hasil gambaran

radiografinya.

b. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan khususnya bagi radiografer di

rumah sakit, radiolog dan semua pihak yang terkait dalam melakukan

teknik pemeriksaan radiografi Manus dengan klinis Oteomielitis.


5

E. Kerangka Pemikiran

Untuk mempermudah kelancaran observasi di lapangan, penulis membuat

kerangka pemikiran sebagai berikut:

Pemeriksaan radiografi manus dengan


klinis osteomielitis

Tinjauan pustaka teknik Teknik pemeriksaan radiografi


pemeriksaan radiografi manus manus dengan klinis
pada klinis osteomielitis Osteomielitis di RSUD
Kabupaten Sumedang

Rumusan Masalah :
1. Bagaimana teknik pemeriksaan radiografi manus pada klinis
osteomielitis di RSUD Kabupaten Sumedang?
2. Apakah hasil gambaran radiograf yang dihasilkan cukup
memberikan informasi yang diharapkan?
3. Apakah teknik pemeriksaan radiografi manus dengan
proyeksi PA dan oblique efisien untuk menegakkan diagnosa
osteomielitis?

Pengumpulan data

Analisa Data

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


BAB II

STUDI PUSTAKA

A. Anatomi Manus

Anatomi pada Os Manus terdiri dari tulang tangan (carpals), tulang jari

tangan, dan pergelangan tangan meliputi, tulang tangan (ossa manus), yang

meliputi kelompok tulang jari tangan atau tulang falang atau digiti (ossa

phalanges), kelompok tulang telapak tangan atau tulang metacarpus

(metacarpal), pergelangan tangan (ossa carpalia), yaitu tulang-tulang yang

terdiri dari os navikular/skapoid (tulang bentuk kepala), os lunatum (tulang

bentuk bulan sabit), os triquetrum (tulang berbentuk segitiga), os fisiformis

(tulang berbentuk kacang), os trapizoid (tulang besar persegi panjang),

trapezium (tulang kecil segi banyak), kapitatum (tulang berkepala), dan os

hamatum (tulang berkait). (Evelyn C. Pearce, 2008).

Struktur anatomi manus yang terbagi dalam tiga kelompok yaitu :

1. Phalanx (tulang jari tangan).

2. Ossa Metacarpal (tulang-tulang telapak tangan).

3. Ossa Carpal (tulang-tulang dari pergelangan tangan).

Bagian-bagian dari Os manus:

1. Digiti (tulang jari-jari tangan)

Tulang jari-jari tangan memiliki urutan dan nomor. Bagaimanapun

urutan gambar berdasarkan istilah yang tepat. Pertama dari sisi medial

6
7

(thumb) urutan dan nama. First digiti (thumb), digiti kedua (jari telunjuk),

digit ketiga (jari tengah), digit keempat (jari manis) dan digiti kelima (jari

kelingking).

Terdapat 14 tulang phalanx dalam tulang-tulang jari tangan, yang

terdiri dari dua tulang pada jari thumb dan 3 tulang pada tulang lainnya.

Ruas jari pertama terdiri dari 2 tulang yaitu bagian proximal (yang dekat

dengan telapak tangan) dan bagian distal. Ruas jari yang lain

menggambarkan 3 bagian yaitu bagian proximal, midle dan distal.

2. Telapak tangan

Terdiri dari 5 metacarpal, yang berbentuk silinder dan cekung pada

bagian anteriornya, dari telapak tangan.

3. Wrist joint (Ossa Carpal)

Ossa Carpal tersusun atas 8 tulang, semuanya bersama-sama

menutupi dan tersusun dalam dua baris.

2.1 Gambar Anatomi Manus (Bontrager,2014)


8

Keterangan gambar :

a. Phalanges m. Radius t. Proximal

b. Metacarpals n. Ulna Interphalangeal

c. Distal o. Interphalangeal Joint

d. Middle joint u. 5th

e. Distal p. 1st Metacarphopalang

f. Middle Interphalangeal eal joint

g. Proximal q. Trapezoid v. 5th

h. Head r. Trapezium Carpometacarpal

i. Body s. Distal joint

j. Base Head Interphalangean w. hamate

k. Body joint x. capitate

l. Base

2.2 Gambar radiografi manus. (Bontrager,2014)


9

Keterangan gambar :

a. Carpometacarpals joint I j. Middle phalang digit II

b. Metacarpal I k. Distal interphalangeal digiti II

c. Metacarpophalangeal joint I l. Distal phalang digiti II

d. Proximal phalang digiti I m. Middle phalang digiti ke IV

e. Interphalangeal joint digiti I n. Distal interphalangeal digit ke V

f. Distal phalang digiti I o. Proximal phalang digit ke III

g. Metacarpophalangeal joint II p. Metacarpophalangeal joint ke V

h. Proximal phalang digiti II q. Metacarpal ke IV

i. Proximal interphalangeal joint r. Carpometacarpal joint ke V

digiti II

B. Indikasi Patologis

Indikasi patologis ekstremitas atas meliputi hal berikut :

1. Radang kandung lendir (bursitis/ber-si’tis) : Radang bursa atau kantung

berisi cairan yang melapisi sendi umumnya melibatkan pembentukan

klasifikasi pada tendon terkait, menyebabkan rasa sakit dan keterbatasan

gerakan sendi.

2. Sindrom terowongan karpal (Carpal Tunel Syndrome/kar’pal) : Gangguan

nyeri pada pergelangan tangan dan tangan akibat kompresi saraf saat

melewati pusat pergelangan tangan paling sering ditemukan pada wanita

paruh baya.
10

3. Patah (Fracture/frak’chur) : Banyak jenis yang dinamai sejauh fraktur,

arah garis patah, pelurusan fragmen tulang, dan integritas jaringan

diatasnya, beberapa contoh yang lebih umum sebagai berikut:

a. Fraktur barton (barton’s fracture) : Fraktur dan dislokasi bibir posterior

radius distal yang melibatkan sendi pergelangan tangan.

b. Fraktur benner (Bennet’s fracture) : Fraktur dasar tulang metacarpal

pertama, membentang kedalam sendi carpometacarpal, diperumit oleh

subluksasi dengan beberapa perpindahan posterior.

c. Fraktur petinju (Boxer’s fracture) : Fraktur melintang yang

membentang melalui leher metacarpal, paling sering terlihat di

metacarpal kelima.

d. Fraktur coles (Colles fracture) : Fraktur transversal radius distal dengan

fragmen distal yang dipindahkan ke posterior, fraktur ulkus terkait yang

terlihat pada 50% sampai 60% kasus.

e. Fraktur smith (smith’s fracture) : Kebalikan dari fraktur coles, atau

fraktur tranversal radius distal dengan fragmen distal yang mengungsi

ke anterior.

4. Asam urat (gout/gowt) : Bentuk arthritis yang mungkin turun temurun

dimana asam urat muncul dalam jumlah yang berlebihan dalam darah dan

dapat disimpan di sendi dan jaringan lainnya, serangan awal yang umum

terjadi pada sendi MT pertama serangan yang terjadi pada sendi MP

pertama tangan tidak terlihat secara radiografis sampai kondisi yang lebih
11

berkembang. Sebagian besar kasus terjadi pada pria, dan serangan pertama

jarang terjadi sebelum usia 30 tahun.

5. Efusi sendi (Joint effusion) : Akumulasi cairan (sinovial atau hemorrhagic)

pada rongga sendi. tanda kondisi yang mendasari, seperti patah tulang,

dislokasi, kerusakan jaringan lunak, atau pembengkakan.

6. Osteoarthritis (osteoarthritis/os”te-o-ar-thri’tis) : Juga dikenal sebagai

penyakit sendi degeneratif. Penyakit sendi non inflamasi ditandai dengan

penurunan bertahap tulang rawan artikular dengan pembentukan tulang

hipertrofik. Jenis arthritis yang paling umum dianggap sebagai bagian

normal dari proses penuaan.

7. Osteomielitis (osteomyelitis/os”te-o-mi”e-li’tis) : Infeksi lokal atau umum

pada tulang atau sumsum tulang mungkin disebabkan oleh bakteri yang

dikenalkan oleh trauma atau pembedahan, lebih umum akibat infeksi dari

sumber yang bersebelahan, seperti ulkus kaki diabetik.

8. Osteopetrosis (osteopetrosis/os”te-o-pe-tr’sis) : Penyakit turun temurun

yang ditandai oleh tulang yang tidak normal dan sering terjadi patah tulang

yang terkena dapat menyebabkan pemusnahan ruang sumsum, juga

dikenal sebagai tulang marmer.

9. Osteoporosis (osteoporosis/os”te-o-po-ro’sis) : Pengurangan jumlah

tulang atau atrofi jaringan rangka, terjadi pada wanita pasca monopous dan
12

pria lanjut usia, mengakibatkan tulang trabekula yang jarang dan tipis.

Sebagian besar patah tulang yang ditopang oleh wanita berusia diatas 50

tahun menjadi sekunder akibat osteoporosis.

10. Penyakit paget (paget’s disease/osteitis deformans) : Salah satu penyakit

kerangka kronik yang lebih umum; sebuah penyakit tulang yang destruktif

diikuti oleh proses reparative over produksi tulang yang sangat padat

namun lembut yang cenderung mudah pecah. Paling umum pada pria

diatas usia 40 tahun. penyebabnya tidak diketahui, namun beberapa bukti

menunjukkan keterlibatan infeksi virus bisa terjadi pada tulang manapun

tapi paling sering menyerang panggul, tulang paha, tengkorak, vertebra,

klavikula, dan humerus.

11. Radang sendi (rheumatoid arthritis/ru’ma-toyd) : Penyakit sistemik kronis

dengan perubahan inflamasi yang terjadi diseluruh jaringan ikat tubuh,

perubahan paling awal adalah pembengkakan jaringan lunak. Yang paling

umum terjadi di sekitar uleni styloid pergelangan tangan. Erosi tulang dini

juga biasanya terjadi pertama pada sendi MP kedua dan ketiga atau sendi

PIP ketiga.

12. Tumor (tumor tulang) : Mungkin jinak (non kanker) atau ganas (tanpa

kanker umum). CT atau MRI membantu dalam menentukan lokasi dan

ukuran tumor yang tepat. Misalnya :


13

a. Multiple myeloma: jenis tumor tulang kanker primer yang paling umum

umumnya mempengaruhi orang-orang berusia antara 40 sampai 70

tahun.

b. Osteochondromas: jenis tumor tulang jinak yang paling umum,

biasanya terjadi pada orang berusia 10 sampai 20 tahun.

c. Osteosarcoma: tipe tumor tulang tumor primer yang paling umum

kedua. Umumnya mempengaruhi usia 10 sampai 20 tahun tapi bisa

terjadi pada usia berapapun. Bisa berkembang pada orang tua dengan

penyakit paget.

C. Osteomielitis

1. Pengertian

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Berasal dari kata osteon

(tulang) dan myelo (sum-sum tulang) dan dikombinasi dengan itis

(inflamasi) untuk menggambarkan kondisi klinis dimana tulang terinfeksi

oleh mikroorganisme (Madder dkk, 1997, Lazzarini dkk, 2004).

Osteomielitis kronis didefinisikan sebagai osteomielitis dengan gejala

lebih dari 1 bulan (Dormans & Drummond, 1994). Osteomielitis kronis

dapat juga didefinisikan sebagai tulang mati yang terinfeksi didalam

jaringan lunak yang tidak sehat (Cierny & Madder, 2003).

D. Patofisiologi

Terdapat tiga mekanisme dasar terjadinya osteomielitis. Osteomielitis

hematogen biasanya terjadi pada tulang panjang anak-anak, jarang pada orang
14

dewasa, kecuali bila melibatkan tulang belakang. Osteomielitis dari insufisiensi

vaskuler sering terjadi pada diabetes melitus. Contiguous osteomielitis paling

sering terjadi setelah terjadi cedera pada ekstremitas. Berbeda dari osteomielitis

hematogen, kedua yang terakhir biasanya dengan infeksi polimikroba, sering

Staphylococcus aureus bercampur dengan patogen lain (Swiontkowski dkk,

1999).

Infected nonunion dan osteomielitis post trauma disebabkan oleh karena

kontaminasi mikroba setelah suatu patah tulang terbuka atau pembedahan pada

patah tulang tertutup. Pembentukan biofilm merupakan kunci dari

perkembangan infeksi. Biofilm merupakan suatu kumpulan koloni mikroba

yang ditutupi matriks polisakarida ekstraseluler (glycocalyx) yang melekat

pada permukaan implan atau tulang mati (Patzakis dkk, 2005).

Fokus primer dari osteomielitis akut pada anak-anak terdapat pada

metafise. Bila tidak ditangani, terjadi peningkatan tekanan intramedula dan

eksudat menyebar melalui korteks metafise yang tipis menjadi abses

subperiosteal. Abses subperiosteal dapat menyebar dan mengangkat periosteum

sepanjang diafise. Nekrosis tulang terjadi karena kehilangan aliran darah akibat

dari peningkatan tekanan intramedulari dan kehilangan suplai darah dari

periosteal. Bagian yang avaskular dari tulang yang dikenal sebagai sequestrum,

dan seluruh panjang dari tulang dapat menjadi sequestrum.

Fragmen ini menjadi tempat berkumpulnya mikroorganisme dan dapat

terjadi episode infeksi klinis yang berulang. Abses dapat keluar melalui kulit,

membentuk sinus. Respon pasien dibentuk oleh periosteum sebagai usaha


15

memagari atau menyerap fragmen ini dan mengembalikan stabilitas, disebut

involucrum (Song dkk, 2001, Spiegel & Penny, 2005, Salomon dkk, 2010).

Infeksi bakteri ke tulang dapat terjadi karena inokulasi langsung,

penyebaran hematogen atau invasi lokal dari tempat infeksi lain. Fisis yang

avaskuler membatasi penyebaran infeksi ke epifise kecuali pada neonatus dan

bayi. Pembuluh darah menyebrang fisis hingga umur 15 hingga 18 bulan,

berpotensi terjadinya septic arthritis. Hal ini dapat terjadi sekitar 75% dari

kasus osteomielitis neonatus (Song dkk, 2001).

Bakteri dapat muncul dalam bentuk biofilm atau planktonik. Biofilm

memberikan proteksi, kerangka, yang dapat memfasilitasi aktivitas metabolik

dan bahkan komunikasi antara anggotanya. Pada bentuk planktonik, tidak

terdapat struktur organisasi antara sel-sel, demikian juga tidak terbentuk

lapisan kimia. Bakteri dalam bentuk planktonik memudahkan penyebaran

infeksi ke tempat lain (bacteremia atau sepsis); namun lebih rentan diserang

oleh sistem imun atau antibiotik (Arnold, 2013).

Setelah terinfeksi, osteomielitis melunakan tulang secara progresif dan

terjadi nekrosis tulang sehingga terbentuknya sequestrum. Pada stadium ini,

debridemen dengan pembedahan menjadi pilihan terapi. Adanya implant pada

lokasi infeksi dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat

pengobatan yang sukses (Eid & Berbari, 2012).

C. Teknik Pemeriksaan

Proyeksi pemeriksaan pada ossa manus menurut Bontrager 2018 adalah

sebagai berikut, yaitu :


16

1. PA (Posterior anterior)

2. PA Oblique

3. Lateral – Lateromedial

4. Lateral Extension dan Flexion – Lateromedial

5. AP Oblique Bilateral - AP Perbandingan

Untuk Pemeriksaan di lapangan yang sering dipakai yaitu PA dan Obliq.

Untuk klinis pasien di lapangan biasanya Fraktur (Patah tulang), Trauma,

Fisura, Dislokasi Sendi, Ruptur, Artheritis, Osteoma dan Corpus alienum

(Benda Asing).

1. Proyeksi PA

2.3 Gambar Proyeksi PA (Bontrager,2018)

Indikasi Pemeriksaan:

a. Patah tulang, dislokasi atau benda asing dari falang, metacarpal, dan semua

sendi tangan.
17

b. Proses patologis seperti osteoporosis dan osteoarthritis.

Faktor Teknis :

a. Minimun SID 40 inci (102 cm).

b. Ukuran IR 24 x 30 cm (10 x 12 inci), potret; IR terkecil tersedia dan

berkelompok dengan area yang diminati.

c. Non grid.

d. Layar detail.

e. Sistem analog 60 sampai kisaran 70 kV.

f. Sistem digital 65 ± 5 kV jangkauan.

Posisi pasien :

a. Kursi pasien di ujung meja dengan tangan dan lengan bawah diperpanjang.

b. Tangan pronate dengan permukaan palmar yang bersentuhan dengan IR;

sedikit merentangkan jari.

c. Luruskan tangan dan lengan bawah sumbu panjang IR.

d. CR tegak lurus terhadap IR, diarahkan ke sendi MCP ketiga.

Direkomendasikan kolimasi berikat pada empat sisi ke pinggiran luar tangan

dan pergelangan tangan.

Catatan:

Jika pemeriksaan kedua tangan atau pergelangan tangan diminta,

umumnya bagian tubuh yang harus diposisikan dan dipaparkan secara terpisah

untuk penempatan CR yang benar.


18

2.4 Gambar radiografi proyeksi PA. (Bontrager,2018)

Kriteria evaluasi anatomi menunjukkan:

a. Proyeksi PA terhadap seluruh tangan dan pergelangan tangan dan sekitar 2.5

cm (1 inci) lengan bawah distal terlihat.

b. PA proyeksi tangan menunjukkan gambaran miring ibu jari.

c. sumbu panjang tangan dan pergelangan tangan sejajar.

d. Tidak ada rotasi tangan, sebagaimana dibuktikan oleh penampilan simetris

kedua sisi atau cekung poros metacarpal dan falang dari angka 2 sampai 5

dan penampilan jumlah yang sama dari jaringan lunak pada setiap sisi

falang 2 sampai 5.

e. Jarak dengan jaringan lunak yang tidak tumpang tindih.

f. Sambungan MCP dan IP harus tampak terbuka, menunjukkan lokasi CR

yang benar dan tangan sepenuhnya terlihat.

Paparan:

Kerapatan optimal (brightness) dan kontras tanpa gerakan menunjukkan

margin jaringan lunak dan tanda-tanda trabecular yang jelas dan tajam.
19

2. Proyeksi PA Oblique

2.5 Gambar Proyeksi PA Oblige. (Bontrager,2018)

Indikasi Pemeriksaan:

a. Patah tulang dan dislokasi falang, metacarpal, dan semua sendi tangan.

b. Proses patologis, seperti osteoporosis dan osteoarthritis.

Faktor Teknis:

a. Minimun SID 40 inci (102 cm).

b. Ukuran IR 24 x 30 cm (10 x 12 inci), potret; IR terkecil tersedia dan

berkelompok dengan area yang diminati.

c. Non grid.

d. Layar detail.

e. Sistem analog 60 sampai kisaran 70 kV.

f. Sistem digital 65 ± 5 kV jangkauan.

Posisi pasien:
20

a. kursi pasien di ujung meja dengan tangan dan lengan bawah diperpanjang.

b. Tangan pronate pada IR dan luruskan tangan dengan sumbu panjang IR.

c. Putar seluruh tangan dan pergelangan tangan kea rah lateral 45o dan dukung

dengan benda radiolusen atau blok, seperti yang ditunjukkan, sehingga

semua digit dipisahkan dan sejajar dengan IR.

d. CR Tegak lurus terhadap IR, diarahkan ke sendi MCp ketiga.

Direkomendasikan kolimasi pada 4 sisi tangan dan pergelangan tangan.

Catatan:

untuk tangan miring rutin, gunakan blok pendukung untuk menempatkan

digit palarel ke IR. Blok ini mencegah pantulan falang dan menutupi sendi

interphalangeal.

2.6 Gambar Radiografi proyeksi PA Oblique. (Bontrager,2018)

Kriteria evaluasi anatomi menunjukkan:

a. Proyeksi tangan dan pergelangan tangan miring sekitar 2.4 cm (1 inci)

lengan bawah distal terlihat.


21

b. Sumbu panjang tangan dan pergelangan tangan harus selaras dengan IR.

c. 45o oblique dengan pertengahan poros metacarpal seharusnya tidak tumpang

tindih. Tumpang tindih metacarpal yang berlebihan mengindikasikan

adanya rotasi.

d. Sambungan MCp dan IP terbuka dari falang tengah atau falang distal dan

menunjukkan bahwa jari sejajar dengan IR.

e. CR dan pusat collimation feld harus berada pada sendi MCp ketiga.

Paparan:

kerapatan optimal (brightness) dan kontras tanpa gerakan menunjukkan

margin jaringan lunak dan tanda-tanda trabecular yang jelas dan tajam.

3. Proyeksi Lateral

2.7 Gambar Proyeksi Lateral. (Bontrager,2018)

Indikasi Pemeriksaan:

a. Patah tulang dan dislokasi pada falang, fraktur pengungsi anterior/posterior,

dan dislokasi metacarpal.


22

b. Proses patologis, seperti osteoporosis dan osteoarthritis terutama pada

falang.

Faktor teknis:

a. Minimum SID 40 inci (102 cm).

b. Ukuran IR 24 X 30 cm (10 x 12 inci), potret; IR terkecil tersedia dan

berkelompok dengan area yang diminati.

c. Non grid.

d. Layar detail

e. Sistem analog 60 sampai kisaran 70 kV.

f. Sistem digital 65 ± 5 kV jangkauan.

g. Aksesoris 45o foam step support.

h. Saringan kompensasi A filter dapat digunakan untuk memastikan

pemaparan optimal dari falang dan metacarpal karena ketebalan bagian.

Posisi pasien :

a. kursi pasien di ujung meja dengan tangan dan lengan bawah diperpanjang.

b. Luruskan sumbu panjang tangan dengan sumbu panjang tangan IR.

c. Putar pergelangan tangan ke posisi lateral dengan ibu jari menghadap ke

atas.

d. Jari dan jempol menyebar ke posisi “kipas” dan dukung setiap digit pada

blok radiolusen seperti yang ditunjukkan. Pastikan semua digit, termasuk

jempol dipisahkan dan diparalelkan dengan IR dan metafisiknya tidak

diputar namun tetap berada pada posisi lateral yang benar.


23

e. CR tegak lurus terhadap IR, diarahkan ke sendi MCp kedua.

Direkomendasikan kolimator berikat pada empat sisi ke pinggiran luar

tangan dan pergelangan tangan.

Catatan :

posisi lateral “kipas” adalah lateral yang umum untuk tangan jika falang

adalah area yang diminta.

2.8 Gambar Radiografi Manus Proyeksi Lateral. (Bontrager,2018)

Kriteria evaluasi anatomi menunjukan:

a. Seluruh tangan dan pergelangan tangan dan sekitar 2.5 cm (1 inci) distal

terlihat.
24

b. Sumbu panjang tangan dan pergelangan tangan harus selaras dengan sumbu

panjang IR yang seharusnya tampak terpisah sama, dengan falang diposisi

lateral dan ruang sendi terbuka, menunjukan bahwa jari sejajar dengan IR.

c. Ibu jari harus tampak dalam posisi agak miring.

d. CR dan pusat collimation feld harus berada pada sambungan MCp kedua.

e. Garis besar metacarpal individu yang ditunjukkan ditumpangkan.

f. Falang pertengahan dan falang distal jempol dan jari harus tampak tajam .

Paparan:

Kerapatan optimal (brightness) dan kontras tanpa gerakan menunjukan

margin jaringan lunak dan tanda-tanda trabecular yang jelas dan tajam.

4. Proyeksi Lateral Extensi dan Flexi

2.9 Gambar Proyeksi Lateral Extensi dan Flexi (Bontrager, 2014).

Indikasi Pemeriksaan:
25

a. Lateral fleksi adalah alternative untuk pelokalisasi benda asing dari tangan

dan jari ini juga menunjukan fraktur pengungsi anterior atau posterior

metacarpal.

Faktor Teknis:

a. Minimum SID 40 inci (102 cm)

b. Ukuran IR 24 x 30 cm (10 x 12 inci), potret; IR terkecil tersedia dan

berkelompok dengan area yang diminati.

c. Non grid.

d. Layar detail.

e. Sistem analog 60 sampai kisaran 70 kV.

f. Sistem digital 65 ± 5 kV jangkauan.

Posisi pasien:

a. Kursi pasien di ujung meja dengan tangan dan lengan bawah diperpanjang.

b. Putar tangan dan pergelangan tangan, dengan ibu jari menghadap ke atas, ke

posisi lateral yang benar, dengan sendi MCP kedua sampai kelima yang

berpusat pada IR dan CR.

c. Lateral ekstensikan jari tangan dan ibu jari, dan dukungan dengan blok

dukungan radiolusen. Pastikan semua jari dan metacarpal ditumpangkan

secara langsung untuk posisi lateral yang benar.

d. Lateral fleksi yaitu dengan melenturkan jari ke posisi dilipat alami, dengan

ibu jari menyentuh jari telunjuk dengan ringan, mempertahankan posisi

lateral yang benar.


26

e. CR dengan tegak lurus terhadap IR, diarahkan ke sendi MCP kedua sampai

kelima.

Direkomendasikan kolimator berikat ke pinggiran luar tangan dan

pergelangan tangan.

2.10 Gambar Radiografi Proyeksi Lateral Extensi dan Flexi (Bontrager,

2014).

Kriteria evaluasi anatomi menunjukan:

a. Seluruh tangan dan pergelangan tangan dan sekitar 2.5 cm (1 inci) lengan

bawah distal terlihat.

b. Ibu jari harus tampil dalam posisi agak miring dan bebas dari superimposisi

dengan ruang sendi terbuka.

c. Sumbu panjang tangan dan pergelangan tangan sejajar dengan sumbu

panjang IR.

d. Tangan dan pergelangan tangan harus berada dalam posisi lateral yang

benar, yang dibuktikan dengan radius distal dan ulna yang menumpang.
27

e. Lateral dalam ekstensi. falang dan metacarpal harus dilapiskan dan

diperpanjang.

f. Lateral pada fleksi, falang dan metacarpal harus dilapiskan dengan tangan

dalam posisi dilipat alami.

g. CR dan pusat collimation feld harus berada pada sendi MCP kedua sampai

kelima.

h. Margin metacarpal individu dan falang terlihat namun sebagian besar

ditumpangkan.

Paparan:

Kerapatan optimal (brightness) dan kontras tanpa gerakan menunjukkan

margin jaringan lunak dan tanda-tanda trabecular yang jelas dan tajam.

5. Posisi AP Oblique/Perbandingan

2.11 Gambar proyeksi AP Oblique/Perbandingan. (Bontrager,2018)

Indikasi Pemeriksaan:
28

a. Dilakukan umumnya untuk mengevaluasi bukti awal rheumatoid arthritis

pada sendi proksimal interphalangeal (PIP) kedua dan kedua MCP.

b. Dapat menunjukan fraktur dasar metacarpal

Kedua tangan umumnya dan diambil dengan satu paparan untuk

perbandingan struktur tulang dari kedua tangan. Istilah yang umum untuk

proyeksi ini adalah “posisi penangkap bola”.

Faktor Teknis:

a. Minimum SID-40 inci (102 cm)

b. Ukuran IR 24 X 30 cm (10 x 20 inci), atau 35 x 43 cm (14 x 17 inci),

landscape; IR terkecil tersedia dan berkelompok dengan area yang diminati.

c. Non grid.

d. Layar detail.

e. Sistem analog 60 sampai kisaran 70 kV.

f. Sistem digital 60 ± 5 Kv jangkauan.

g. Aksesoris dua spons busa 45o untuk dukungan.

Posisi Pasien:

a. Kursi pasien di ujung meja dengan kedua tangan diperpanjang.

b. Mengasah tangan dan menempatkan aspek medial kedua tangan bersamaan

di pusat IR.

c. Dari posisi ini, putar tangan secara internal 45o dan dukung aspek posterior

tangan pada blok radiolusen 45o (Gambar 2.11)

d. Pastikan jari tangan rileks, sedikit terpisah tapi sejajar dengan IR.
29

e. Mencungkil kedua jempol untuk menghindari superimposisi.

f. CR tegak lurus, diarahkan ke titik tengah antara kedua tangan pada tingkat

sendi MCp kelima.

Direkomendasikan kolimator berikat pada empat sisi ke pinggiran luar

tangan dan pergelangan tangan.

Catatan:

modifikasi metode Norgaard atau posisi penangkap bola dengan jari-jari

yang dilipat sebagian. Ini mendistorsi sendi interphalangeal proksimal dan

distal namun memvisualisasikan sendi MCP dengan sama baiknya.

2.12 Gambar radiografi Proyeksi AP Oblique/Perbandingan.

(Bontrager,2018)

Kriteria evaluasi anatomi menunjukan:

a. Kedua tangan dari area carpal sampai ujung dalam posisi miring 45o terlihat.
30

b. 45o miring seperti yang dibuktikan oleh metacarpals kedua sampai kelima

dan pangkal falang tidak boleh tumpang tindih.

c. Sendi MCP harus terbuka agar tidak ada superimposisi ibu jari.

d. CR dan pusat collimation feld harus berada di tengah antara kedua tangan

pada tingkat sendi MCP kelima.

Paparan:

Kerapatan optimal (brightness) dan kontras tanpa gerakan ditunjukkan

dengan tanda trabecular yang jelas dan tajam dan margin sendi MCP.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode yang digunakan

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini

adalah metode penelitian deskriftif kualitatif dengan pendekatan studi

kasus.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian Tugas Akhir ini dilakukan dari bulan Januari

sampai dengan Februari 2016 dan dilanjutkan kembali pada bulan Maret

sampai dengan Mei 2018 di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Sumedang.

C. Subyek Penelitian

Subyek yang berperan dalam kelengkapan penelitian ini adalah

dokter spesialis radiologi, radiografer dan pasien di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang yang berkaitan dengan

teknik pemeriksaan radiografi manus pada klinis osteomielitis.

D. Obyek Penelitian

Obyek pada penelitian tugas akhir ini adalah hasil gambaran

radiorafi ossa manus dengan proyeksi postero-anterior (PA) dan Oblique

di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang.

31
32

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

1. Studi Pustaka

Penulis mengumpulan data berupa buku dan literatur yang berisi

teori-teori tentang penatalaksanaan pemeriksaan radiografi manus pada

klinis osteomielitis sebagai acuan dalam penelitian ini.

2. Obsevasi

Observasi ini termasuk pada jenis pengamatan terlibat (Observasi

Partisipatif) dimana penulis melakukan pengamatan secara langsung

dan ikut membantu jalannya pemeriksaan radiografi manus dengan

klinis osteomielitis dengan proyeksi PA dan Oblique di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang.

3. Dokumentasi

Dokumentasi berupa Standar Operasional Prosedur (SOP), hasil

radiograf, hasil ekspertise pemeriksaan manus dengan klinis

Osteomielitis dengan proyeksi AP dan Oblique di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang.

4. Wawancara

Dalam wawancara ini penulis melakukan wawancara dengan

radiografer dan dokter spesialis radiologi sebagai responden di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang.


33

F. Instrumen Penelitian

Dalam penulisan tugas akhir ini, instrumen penelitian yang

digunakan oleh penulis berupa pedoman observasi, lembar wawancara,

kamera, buku dan alat tulis.

G. Pengolahan dan Analisis Data

Hasil observasi, hasil dokumentasi dan wawancara dikumpulkan

kemudian dibuat resume data. Data yang diperoleh kemudian di olah dan

di analisis dengan menggunakan metode deskriftif kualitatif yaitu dengan

membandingkan data hasil pengamatan dengan kajian teori pada buku

referensi kemudian ditarik kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai