Anda di halaman 1dari 37

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Biasanya kejang terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, bila anak usia

kurang 6 bulan atau lebih 5 tahun mengalami kejang didahului oleh demam,

kemungkinan lainya, misalnya mengalami epilepsi yang kebetulan terjadi

bersama demam. Anak yang mengalami kejang tanpa demam, kemudian

kejang demam kembali tidak termasuk kejang demam. Kejang disertai

demam pada bayi usia kurang lebih 1 bulan tidak termasuk dalam kejang

demam (Garna & Nataprawira, 2005).

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan

suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C). Kondisi yang menyebabkan kejang

demam antara lain : infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti

tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling

sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses

ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan

bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang

demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir

7
3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang

demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki dari pada

perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi

serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki (Judha & Rahil, 2011).

Kejang demam terjadi jarang sebelum umur 9 bulan dan sesudah umur

5 tahun. Kejang demam sering terjadi sekitar usia 14 sampai 18 bulan.

Kejadian kejang demam menunjkan fenomena kecenderungan faktor genetik.

Resiko kejang demam meningkat jika ada riwayat kejang demam pada

keluarga (orang tua & saudara kandung) (Behrman, Robert , Kliegman,

Arvin, 2000).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejang

demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh

yang sering dijumpai pada anak usia di bawah umur 5 tahun.Dari pengertian

diatas maka penulis menyimpulkan bahwa yang di maksud kejang demam

adalah perubahan potensial listrik cerebral yang berlebihan akibat kenaikan

suhu dimana suhu rectal diatas 38°C sehingga mengakibatkan renjatan kejang

yang biasanya terjadi pada anak dengan usia 3 bulan sampai 5 tahun.

8
B. Anatomi Fisiologi Sistem Syaraf

1. Otak

Otak terdiri dari otak besar yaitu disebut cerebrum, otak kecil

disebut cerebellum dan batang otak disebut brainstem.Beberapa

karakteristik khas otak orang anak yaitu mempunyai berat lebih kurang 2

% dari berat badan dan mendapat sirkulasi darah sebanyak 20 % dari

cardiac output dan membutuhkan kalori sebesar 400 kkal setiap hari.

Otak mempunyai jaringan yang paling banyak menggunakan

energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa.Kebutuhan

oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh

9
metabolisme otak yang merupakan proses yang terus menerus tanpa

periode istirahat yang berarti.Bila kadar oksigen dan glukosa kurang

dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu dan jaringan

saraf akan mengalami kerusakan. Secara struktural,cerebrum terbagi

menjadi bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan sub korteks

yang disebut struktural subkortikal.Korteks cerebri terdiri atas korteks

sensorik yang berfungsi untuk mengenal,interpretasi inpuls sensorik yang

diterima sehingga individu merasakan,menyadari adanya suatu sensasi

rasa/indera tertentu.Korteks sensorik juga menyimpan sangat banyak data

memori sebagai hasil rangsang sensorik selama manusia hidup.Korteks

motorik berfungsi untuk memberi jawaban atas rangsangan yang

diterimanya.

Struktur Sub Kortikal :

a. Basal ganglia:melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan

mengkoordinasi gerakan dasar,gerakan halus atau gerakan trampil

dan sikap tubuh.

b. Talamus:merupakan pusat rangsang nyeri.

c. Hipotalamus:pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem syaraf

otonom dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting. Seperti

makan,minum,seks,dan motivasi.

d. Hipofise:bersama hipotalamus mengatur kegiatan sebagian besar

kelenjar endokrin dalam sintesa dan pelepasan hormon.

10
Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut

hemispherium cerebri dan keduanya dipisahkan oleh fisura

longitudinalis.Hemisperium cerebri terbagi hemisper kanan dan

kiri.Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan yang

disebut corpus callosum.Hemisper cerebri dibagi menjadi lobus -

lobus yang diberi nama sesuai dengan tulang diatasnya,yaitu:

a. Lobus Frontalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang

frontalis

b. Lonbus Parietalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang

parietalis

c. Lobus Occipitalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang

occipitalis

d. Lobus Temporalis,bagian cerebrum yang berada di bawah

tulang temporalis.

Cerebelum (otak kecil) terletak di bagian belakang kranium

menempati fosa cerebri posterior dibawah lapisan durameter

tentorium cerebelli.Dibagian depannya terletak batang otak.Berat

cerebellum sekitar 150 gr atau 88 % dari berat batang otak

seluruhnya.Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisper cerebelli

kanan dan kiri yang dipisahkan oleh Vermis.Fungsi cerebellum

pada umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot

sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna

11
Batang otak atau brainstern terdiri atas diencephalon, mid

brain,pons dan medullan oblongata merupakan tempat berbagai

macam pusat vital seperti pusat pernapasan,pusat vasomotor ,pusat

pengatur kegiatan jantung dan pusat muntah.

2. Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan perpanjangan modulla

oblongata ke arah kaudal di dalam kanalis vertebralis cervikalis I

memanjang hingga setinggi cornu vertebralus lumbalias I-II.Terdiri

dari 31 segmen yang setiap segmenya terdiri dari satu pasang saraf

spinal.Dari medulla spinallis bagian cervical keluar 8 pasang,dari

bagian thorakal 12 pasang,dari bagian lumbal 5 pasang dan dari

bagian sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar 1 pasang saraf

spinalis.Seperti halnya otak,medula spinalis pun terbungkus oleh

selaput meninges yang berfungsi melindungi saraf spinal dari

benturan atau cedera.

Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan

bagian-bagian substansi grissea dan substansia alba.Substansia

grissea ini mengelilingi canalis centralis sehingga membentuk

columna dorsalis,columna lateralis dan columna ventralis.Massa

grissea dikelilingi oleh substansia alba atau badan putih yang

mengandung serabut-serabut saraf yang diselubungi oleh

myelin.Substansi alba berisi berkas-berkas saraf yang membawa

impuls sensorik dari sistem saraf tepi (SST) menuju sistem saraf

12
pusat (SSP) dan impuls motorik sistem saraf pusat (SSP) menuju

sistem saraf tepi (SST).Substansia grissea berfungsi sebagai pusat

koordinasi yang berpusat di medula spinalis. Di sepanjang medula

spinalis terdapat jaras saraf yang berjalan dari medula spinalis

menuju otak yang disebut jaras acenden dan dari otak menuju

medula spinalis yang disebut sebagai jaras desenden.Substansia

alba berisi berkas-berkas saraf yang berfungsi membawa impuls

sensorik dari sistem tepi saraf tepi otak ke otak dan impuls motorik

dari otak ke saraf tepi.Substansi grissea berfungsi sebagai pusat

koordinasi reflek yang berpusat di medulla spinalis.

Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf pusat yang

bukan medulla spinalis,pusat koordinasi tidak disubstansi grisea

medulla spinalis.Pada umumnya penghantaran impuls sensorik di

substansi alba medula spinalis berjalan menyilang garis

tengah.Impuls sensorik dari tubuh sisi kiri akan dihantarkan ke otak

sisi kanan dan sebaliknya.Demikian juga dengan impuls

motorik.Seluruh impuls motorik dari otak yang dihantarkan ke

saraf tepi melalui medula spinalis akan menyilang.

Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron

motorik yang berasal dari korteks serebri atau batang otak yang

seluruhnya(dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf

pusat.Lower Motor Neuron(LMN) adalah neuron-neuron motorik

yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya

13
keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan

berakhir di otot rangka.Gangguan fungsi UMN maupun LMN

menyebabkan kelumpuhan otot rangka,tetapi sifat kelumpuhan

UMN berbeda sifat dengan kelumpuhan LMN.Kerusakan LMN

menimbulkan kelumpuhan otot yang lemas ketegangan otot (tonus)

rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot

rangka(hiporefleksia).Pada kerusakan UMN,otot lumpuh

(paralisa/paresa) dan kaku(rigid),ketegangan otot tinggi

(hiperrefleksia). Berkas UMN bagian internal tetap berjalan pada

sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medulla spinalis.Di

segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron

LMN. Berkas tersebut akan menyilang,sehingga kerusakan UMN

diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot

sisi yang berlawanan.

Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat

adalah sebagai pusat refleks.Fungsi tersebut diselenggarakan oleh

substansi grisea medula spinalis.Refleks adalah jawaban individu

terhadap rangsang melindung tubuh terhadap berbagai perubahan

yang terjadi baik di lingkungan eksternal.Kegiatan refleks terjadi

melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks.

14
Fungsi medula spinalis:

a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu di kornu motorik atau kornu

ventralis.

b. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan reflek tungkai

c. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju

cerebellum

d. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

Fungsi Lengkung Reflek:

a. Reseptor : penerima rangsang

b. Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem

saraf pusat(ke pusat refleks)

c. Pusat Refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis :

substansia grisea ) tempat terjadinya sinap(hubungan antara neuron

dengan neuron dimana terjadi pemindahan /penerusan impuls)

d. Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel

efektor. Bila sel efektornya berupa otot,maka eferen disebut juga

neuron motorik (sel saraf/penggerak)

e. Efektor : sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai

jawaban refleks.Dapat berupa sel otot (otot jantung ,otot polos atau

otot rangka),sel kelenjar.

3. Sistem Saraf Tepi

Kumpulan neuron di luar jaringan otak dan medula spinalis

membentuk sistem saraf tepi(SST).Secara anatomik di golongkan

15
ke dalam saraf-saraf otak sebanyak 12 pasang dan 31 pasang saraf

spinal.Secara fungsional,SST di golongkan ke dalam :

a. Saraf sensorik (aferen) somatik : membawa informasi dari

kulit,otot rangka dan sendike sistem saraf pusat

b. Saraf motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari

sistem saraf pusat ke otot rangka

c. Saraf sensorik (aferen) viseral : membawa informasi dari

dinding visera ke sistem saraf pusat

d. Saraf motorik (aferen) viseral : membawa informasi dari

sistem saraf pusat ke otot polos,otot jantung dan kelenjar.

e. Saraf eferen viseral di sebut juga sistem saraf otonom.Sistem

saraf tepi terdiri atas saraf otak ( s.kranial) dan saraf spinal.

(Pearce, 2006)

C. Etiologi

Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak

spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya

yang terjadi(Lumbantobing, 2004).Bangkitan kejang pada bayi dan anak

disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan

oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut,

bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang

demam antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial sperti

tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009)

16
Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan

penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan

pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab dokter yang paling penting adalah

menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Infeksi

saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang

demam yang paling sering (Behrman, Robert , Kliegman, Arvin, 2000).

D. Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi di

pecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari

permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam

keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion

kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali

ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan

konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan

sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar

sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial

membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di

perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat pada

permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan

konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak

misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan

17
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada

keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat

20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu

kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel

neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun

ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas

keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan

“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama

biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk

kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis

laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai

denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan

makin meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak

meningkat (Judha & Rahil, 2011).

Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis,

otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat

toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar

keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen.

Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus

dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh

18
mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus

akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit

sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.

Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan

disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin.

Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi

pada neuron . Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion

natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa

inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat

sehingga timbul kejang.

Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami

penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat

mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan

jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Price, 2005).

E. Manifestasi klinik

Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul

pada penderita kejang demam :

1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.

2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau

kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan

reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali

tanpa ada kelainan persarafan.

19
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,

cahaya (penurunan kesadaran)

Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone

juga dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang

demam. Ada 7 kriteria antara lain:

1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.

2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot

rahang saja ).

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada

kelainan.

6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu

atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan

7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,

berlangsung singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,

klonik, fokal atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang

berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa

detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.(Judha & Rahil,

2011)

20
F. Penatalaksanaan

Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam penanggulangan

kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu : Pemberantasan

kejang secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang,

maka :

1. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang

2. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat

dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi

lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan

oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan

oksigen.

3. Pengobatan rumat

Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari

pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari

berikutnya.

4. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan

otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati

penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan

lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium,

natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, ensefalografi.

21
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan bahwa

penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:

1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara

perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10

kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-

rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan

maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan

maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian

tidak boleh melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama

diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan

injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila

masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi

diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.

2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi

miring, pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak

membaik dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.

3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.

4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan

memudahkan dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian

cairan intravena pemantauan intake dan output cairan selama 24 jam

22
perlu dilakukan, karena pada penderita yang beresiko terjadinya

peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat

penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan

intraklanial juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu

dihindari.

Kebutuhan cairan rata-rata untuk anak terlihat pada tabel

sebagai berikut :

Umur BB kg Kebutuhan Cairan kg

BB

0-3 hari 3 150

3-10 hari 3,5 125-150

3 bulan 5 140-160

6 bulan 7 135-155

9 bulan 8 125-145

1 tahun 9 120-135

2 tahun 11 110-120

4 tahun 16 100-110

6 tahun 20 85-100

10 tahun 28 70-85

14 tahun 35 50-60

23
5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan

metode konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu

tubuh) ke benda yang mempunyai derajat yang lebih rendah (kain

kompres). Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang

banyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area

pembuluh darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat

dikombinasikan dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4-

6 mg/kg BB/hari (terbagi dalam 3 kali pemberian).

6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu

diberikan obat-obatan untuk mengurang edema otak seperti

dektametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan

membaik.Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota

tubuh yang lain dengan craa menaikan tempat tidur bagian kepala

lebih tinggi kurang kebih 15° (posisi tubuh pada garis lurus)

7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca

pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan

dosis awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-

1tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas dengan tehnik

pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan

fenobarbital dengan dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi

dalam 2 kali pemberian) hari berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang

terbagi dalam 2 kali pemberian.

24
8. Pengobatanpenyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya

kejang adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga,

saluran pernapasan, tonsil maka pemeriksaan seperti angka leukosit,

foto rongent, pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis

mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu

dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik

yang cocok diberikan pada pasien anak dengan kejang demam.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2005)

1. Epilepsi

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh

terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang

yang terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang

berlebihan di sel neuron saraf pusat.

2. Kerusakan jaringan otak

Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif

sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D

Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel

otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.

3. Retardasi mental

Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.

4. Aspirasi

Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.

25
5. Asfiksia

Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan

atau teratur.

H. Pemeriksaan penunjang

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,

pemeriksaannya meliputi:

1. Darah

a) Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang

(N<200mq/dl)

b) BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

c) Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan

predisposisi kejang

d) Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)

e) Natrium (N 135-144 meq/dl)

2. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda

infeksi,pendarahan penyebab kejang

3. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

4. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih

terbaik (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk

transiluminasi kepala

5. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang

utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal.

26
6. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral

oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa kontras.

I. PENGKAJIAN FOKUS

Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan

baik saat penderita baru pertama kali datang maupun selama klien dalam

masa perawatan (Hadinegoro, 2006).Pengkajian adalah pendekatan sistemik

untuk mengumpulkan data dan menganalisa sehingga dapat diketahui

kebutuhan perawatan pasien tersebut

Langkah–langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan

data,analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan.

Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau

keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik,psikososial dan kebutuhan

pasien.Sumber data di dapatkan dari pasien, keluarga, teman, tim kesehatan

lain,catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium.Metode pengumpulan

data melalui observasi,pemeriksaan fisik yaitu dengan cara inspeksi, palpasi ,

auskultasi, perkusi, wawancara berupa percakapan untuk memperoleh data

yang diperlukan, catatan berupa catatan klinik,dokumen yang baru atau pun

yang lama , literatur mencakup semua materi,buku-buku, majalah dan surat

kabar.

27
Data yang diperoleh dari pengkajian klien dengan kejang demam

meliputi:

1. Data subyektif

a. Biodata / identitas

Biodata anak yang mencakup nama,jenis kelamin.Biodata orang

tua perlu ditanyakan untuk mengetahui status sosial anak

meliputi:nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,

penghasilan,alamat.

b. Riwayat penyakit

Menurut Suharso (2000) antara lain sebagai berikut:

1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:

a) Jenis,lama,dan frekuensi kejang

b) Demam yang menyertai,dengan mengetahui ada tidaknya

demam yang menyertai kejang,maka diketahui apakah

infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan

kejang.

c) Jarak antara timbulnya kejang dengan demam

d) Lama serangan

e) Pola serangan, apakah bersifat umum,fokal,tonik,klonik

f) Frekuensi serangan,apakah penderita mengalami kejang

sebelumnya umur berapa kejang terjadi untuk pertama

kali,dan berapa frekuensi kejang pertahun.Prognosa makin

28
kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur

muda dan bangkitan kejang sering timbul.

g) Keadaan sebelum,selama dan sesudah serangan.

h) Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau

rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang

misalnya,lapar,mual,muntah,sakit kepala dan lain-lain

i) Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya

j) Sesudah kejang perlu ditanyakan pakah penderita segera

sadar,tertidur,kesadran menurun,ada paralise,menangis.

2) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah muntah,diare,trauma kepala,gagap bicara

(khususnya pada penderita epilepsi),gagal jantung, kelainan

jantung,DHF,ISPA,dan lain-lain.

3) Riwayat penyakit dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini

ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang

sebelumnya,umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama

kali.Apakah ada riwayat trauma kepala,radang selaput otak,dan

lain-lain.

c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester,apakah ibu pernah

mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil.Riwayat

trauma,perdarahan pervagina sewaktu hamil,penggunaan obat-

29
obatan maupun jamu selama hamil.Riwayat persalinan ditanyakan

apakah sukar,spontan atau dengan tindakan,perdarahan ante

partum,asfiksia dan lain lain.Keadaan selama neonatal apakah bayi

panas,diare muntah,tidak mau menetekdan kejang-kejang.

d. Riwayat Imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan

serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi.

e. Riwayat Perkembangan

Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:

1) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) :berhubungan

dengan kemampuan mandiri,bersosialisasi,dan berinteraksi

dengan lingkungannya.

2) Gerakan motorik halus:berhubungan dengan kemampuan anak

untuk mengamati sesuatu,melakukan gerakan yang melibatkan

bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil

memerlukan koordinasi yang cermat misalnya menggambar,

memegang suatu benda.

3) Gerakan motorik kasar:berhubungan dengan pergerakan dan

sikap tubuh

4) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap

suara,mengikuti perintah dan berbicara spontan.

30
f. Riwayat Kesehatan Keluarga

1) Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (± 25 %

penderita kejang demam mempunyai faktor turunan).

2) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau

lainya.

3) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti

ISPA,diare atau penyakit infeksi menular yang dapat

mencetuskan terjadinya kejang demam.

g. Riwayat Sosial

Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu

dikaji siapakah yang mengasuh anak.Bagaimana hubungan dengan

anggota keluarga dan teman sebayanya.

h. Pola kesehatan dan fungsi kesehatan

Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi:

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

a) Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatanpengetahuan

tentang kesehatan,pencegahan dan kepatuhan pada setiap

perawatan dan tindakan medis.

b) Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang

diderita,pelayanan kesehatan yang diberikan,tindakan apabila

ada anggota keluarga yang sakit,penggunaan obat-obatan

pertolongan pertama.

31
2) Pola nutrisi

a) Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak,ditanyakan

bagaiman kualitas dan kuantitas dari makanan yang

dikonsumsi oleh anak.

b) Makanan apa saja yang di sukai dan yang tidak disukai anak

c) Bagaimana selera makan anak sebelum dan setelah sakit

d) Berapa kali minum,jenis dan jumlahnya perhari?

3) Pola eliminasi

a) BAK: ditanyakan frekuensinya,jumlahnya,secara

mikroskopis, ditanyakan bagaimana warna,bau,dan apakah

terdapat darah?serta ditanyakan apakah disertai nyeri pada

saat kencing

b) BAB:Ditanyakan kapan waktu BAB,teratur atau

tidak?bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau

berlendir?

4) Pola aktivitas dan latihan

a) Apakah anak senang main sendiri atau dengan teman

sebayanya

b) Berkumpul dengan keluarga berapa jam

c) Aktivitas apa yang disukai anak

5) Pola tidur / istirahat

a) Berapa jam sehari tidur?

b) Berangkat tidur jam berapa?

32
c) Bangun tidur jam berapa?

d) Kebiasaan sebelum tidur

e) Bagaimana dengan tidur siang?

2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

a) Adakah tanda-tanda mikro atau mikrossepali

b) Adakah dispersi bentuk kepala

c) Adakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial yaitu

ubun-ubun besar cembung,bagaimana keadaan ubun-

ubun besar menutup atau belum

2) Rambut

Dimulai warna,kelebatan, distribusi serat karakteristik

rambut lain.Pasien dengan malnutrisi energi protein

mempunyai rambut yang jarang,kemerahan seperti rambut

jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit

pada pasien

3) Muka/Wajah

Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah:sisi

yang paresis tertinggal bila anak menangis atau

tertawa,sehingga wajah tertarik ke sisi

33
4) Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil,untuk

periksa pupil dan ketajaman peglihatan.Apakah keadaan

sklera,konjungtiva?

5) Telinga

Periksa fungsi telinga,kebersihan telinga serta tanda-

tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di

daerah belakang telinga, keluar cairan dari

telinga,berkurangnya pendengaran

6) Hidung

a) Apakah adanya pernapasan cuping hidung

b) Polip yang menyumbat jalan napas

c) Apakah keluar sekret,bagaimana konsistensinya,

jumlahnya?

7) Mulut

a) Adakah sianosis

b) Bagaiman keadaan lidah

c) Adakah stomatitis

d) Berapa jumlah gigi yang tumbuh

e) Apakah ada karies gigi

8) Tenggorokan

a) Adakah peradangan tanda-tanda peradangan tosil

b) Adakah pembesaran vena jugularis

34
9) Leher

a) Adakah tanda-tanda kaku kuduk,pembesaran kelenjar

tiroid

b) Adakah pembesaran vena jugularis

10) Thorax

a) Pada inspeksi:amati bentuk dada klien,bagaimana gerak

pernapasan, frekuensinya,irama,kedalaman,adakah

retraksi intercostal.

b) Auskultasi:adakah suara napas tambahan

c) Jantung:bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta

iramanya? adakah bunyi tambahan?adakah bradicardi

dan takikardi?

11) Abdomen

a) Adakah distensi abdomen serta kekuatan otot pada

abdomen?bagaiman turgor kulit dan peristaltik usus?

b) Adakah pembesaran lien dan hepar?

12) Kulit

a) Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun

warnanya?

b) Adakah terdapat edemahemangioma?

c) Bagaimana keadaan turgor kulit?

35
13) Ekstremitas

a) Apakah terdapat oedema,atau paralise terutama setelah

terjadi kejang?

b) Bagaimana suhunya pada daerah akral?

14) Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema,sekret yang keluar

dari vagina, tanda-tanda infeksi.

36
J. Pathways

Infeksi ekstrakranial

Reaksi inflamasi

Peningkatan metabolisme basal suhu hipotalamus meningkat

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia (epinefrin & prostaglandin)

Peningkatan potensial aksi

Difusi ion kalium maupun natrium

Lepas muatan listrik


Lidah tergigit RISIKO INJURI
RISIKO
KEJANG Kejang
BERULANG
Pengeluaran
Pengeluaransekret
sekretdijalan
dijalanna
nafas

Peningkatan fase depolarasi dan otot dengan cepat

Ekspansi paru BERSIHAN JALAN


NAFAS TIDAK
Input O2 menurun EFEKTIF

Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2

Peningkatan kerja pernapasan

POLA NAPAS TIDAK


EFEKTIF

(Judha & Rahil, 2011)

37
K. Fokus intervensi

Menurut Judha & Rahil (2011) :

1. Diagnosa keperawatan : risiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan

hipertermi

Tujuan : klien tidak mengalami kejang berulang

Kriteria Hasil :

a. Tidak terjadi serangan kejang berulang

b. Suhu 36,5-37,5°C (bayi) ,36-37°C (anak)

c. Nadi 110-120x/menit (bayi),100-110x/menit (anak)

d. Respirasi 30-40x/menit (bayi) ,24-28x/menit (anak)

e. Kesadaran composmentis

Rencana tinadakan :

a. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap

keringat.

Rasional:proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat

dan tidak menyerap keringat

b. Berikan kompres hangat

Rasional : perpindahan panas secara konduksi

c. Berikan ekstra cairan (susu,sari buah,dll)

Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.

d. Observasi kejang dan tanda vital setiap 4 jam

Rasional : pemantauan teratur akan menentukan tindakan yang

akan dilakukan

38
e. Batasi aktivitas selama anak panas

Rasional:aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan

meningkatnya panas

f. Berikan anti piretik dan pengobatan sesuai advis

Rasional: menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai

propilaksis

2. Diagnosa Keperawatan: risiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan

kurangnya koordinasi otot

Tujuan : tidak terjadi trauma fisik akibat kejang

Kriteria Hasil :

a. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan

b. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang

c. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang

Rencana tindakan :

a. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur

yang rendah

Rasional : meminimalkan injuri saat kejang

b. Tinggal bersama klien selama fase kejang

Rasional : meningkatkan keamanan klien

c. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah

Rasional : menurunkan risiko trauma pada mulut

39
d. Letakkan klien di tempat yang lembut

Rasional :membantu menurunkan risiko injuri fisik pada ekstremitas

ketika kontrol otot volunter beerkurang

e. Catat tipe kejang (lokasi,lama)dan frekuensi kejang.

Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang

terganggu

f. Catat tanda –tanda vital sesudah fase kejang

Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal

3. Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman berhubungan dengan

hiperthermi (peningkatan suhu tubuh)

Tujuan : rasa nyaman terpenuhi

Kriteria hasil :suhu tubuh 36-37,5°C ,N: 100-110x/menit,RR: 24-

28x/menit,Kesadaran composmentis,anak tidak rewel.

Rencana tindakan:

a. Kaji faktor-faktor terjadinya hiperthermi

Rasional : mengetahui penyakit terjadinya hipertermi karena

penambahan pakaian / selimut dapat menghambat penurunan suhu

tubuh.

b. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali

Rasional :pemantauan tanda vital secara teratur dapat menentukan

perkembangan keperawatan selanjutnya

40
c. Pertahankan suhu tubuh normal

Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas,suhu

lingkungan,kelembapan tinggi akan mempengaruhi panas atau dingin

nya tubuh

d. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres hangat pada

kepala/ketiak

Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan

perantara

e. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun

Rasional : proses hilangnya panas akan terhalang oleh pakaian tebal

dan tidak dapat menyerap keringat.

f. Atur sirkulasi udara ruangan

Rasional : penyediaan udara bersih

g. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum

Rasional : kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh

meningkat

h. Batasi aktivitas fisik

Rasional : aktivitas menigkatkan metabolisme dan menigkatkan

panas.

4. Diagnosa keperawatan : kurangnya pengetahuan keluarga

sehubungan dengan keterbatasan informasi

Tujuan : pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit

anaknya

41
Kriteria Hasil :

a. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya

b. Keluarga mampu diikut sertakan dalam proses keperawatn

c. Keluarga mentaati setiap proses keperawatan

Rencana tindakan :

a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki

keluarga dan kebenaran informasi yang di dapat

b. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam

Rasional : penjelasan tentang kondisi yang di alami dapat membantu

menambah wawasan keluarga

c. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan

Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan

perawatan

d. Berikan health educationtentang cara menolong anak kejang dan

mencegah kejang demam antara lain :

1) Jangan panik saat kejang

2) Baringkan anak di tempat rata dan lembut

3) Kepala dimiringkan

4) Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang

basah,lalu dimasukan ke mulut

5) Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat

tunggu sampai keadaan tenang

42
6) Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres hangat dan beri

banyak minum

7) Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama

Rasional: sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar

mendiri dalam mengatasi masalah kesehatan

e. Berikan health education agar selalu sedia obat penurun panas ,bila

anak panas.

Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan

kejang ulang

f. Jika anak sembuh jaga anak tidak terkena penyakit infeksi dengan

menghindari orang atau teman yang menderita penyakit tertular

sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu

Rasional : agar supaya preventif serangan ulang

g. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar

memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah

menderita kejang demam

Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat

menyebabkan kejang demam

43

Anda mungkin juga menyukai