Drs KARYADI M.T - Artikel
Drs KARYADI M.T - Artikel
1
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang
Abstract
Balok berpenampang kotak memiliki momen inertia lebih besar dibandingkan dengan balok pejal untuk sejumlah
material yang sama. Untuk itu diharapkan balok berpenampang kotak memiliki kekuatan dan kekakuan lebih besar
dibandingkan dengan balok pejal. Dilain pihak penelitian tentang balok berpenampang kotak, terutama dari bahan
laminasi bambu, belum banyak dilakukan. Untuk alasan ini penelitian ini dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menemukan karakteristik mekanika balok berpenampang kotak dari laminasi bilah bambu asia dengan model
kerusakan geser akibat beban transversal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan dan kekakuan lentur balok
berpenampang kotak meningkat sesuai dengan bertambahnya momen inertia. Selanjutnya rerata tegangan geser
balok pada saat runtuh mencapai 2,00MPa dan rerata modulus elastis lentur balok mencapai 15,496 Mpa.
Berdasarkan hasil-hasil tersebut disimpulkan bahwa balok berpenampang kotak dari laminasi bilah bambu petung
lebih efisien dalam menerima beban lentur dibandingkan dengan balok pejal untuk sejumlah material yang sama.
PENDAHULUAN
Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa secara struktural berbagai jenis bambu, termasuk
bambu petung, memiliki sifat-sifat fisika dan mekanika menyerupai kayu. Hasil penelitian Malanit (2009)
menunjukkan bahwa jika disetarakan dengan klasifikasi kekuatan kayu di Indonesia maka Asian bambu
(Dendrocalamus Asper) dapat disetarakan dengan kayu kelas kuat II dengan rentang keteguhan lentur mutlak 72,5–
110 MPa dan keteguhan tekan mutlak 42,5 – 65 MPa (Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. 1961). Contoh
kayu yang termasuk kelas kuat II adalah Kayu Jati, Kayu keruing dan Kayu Kamfer (Martawijaya dan Kartasujana,
1997).
Dengan telah diketahuinya sifat fisika dan mekanika bambu maka banyak peneliti yang telah
mengaplikasikan bambu sebagai elemen struktur seperti Shan, et.al. (2008), Xiao, et.al. (2009), Xiao, et.al.(2010a),
Xiao, et.al. (2010b), Masdar, dkk. (2011), Karyadi dan Susanto (2014), Teh, et.al., 2014. Peneliti tersebut
melakukan kajian terhadap balok laminasi bambu dengan penampang pejal (solid) dengan beban lentur, puntir, atau
aksial.
Meskipun Peneliti-peneliti di atas telah mampu memanfaatkan bambu sebagai bahan substitusi kayu dalam
elemen konstruksi bangunan tetapi penelitian untuk menciptakan elemen struktur yang lebih efisien, murah, dan
ringan tetap harus dilakukan. Balok berpenampang kotak (box-beam) adalah solusi yang ditawarkan untuk maksud
di atas karena box beam memiliki momen inersia yang lebih besar dibanding dengan penampang pejal (solid) untuk
volume bahan yang sama (Gere dan Timoshenko, 1994). Dengan momen inersia yang lebih besar diharapkan box-
beam memiliki kekuatan yang lebih besar pula dalam menerima beban transversal.
Tegangan lentur dan dan tegangan geser pada balok berpenampang kotak dihitung dengan rumus berikut
ini
M
Tegangan lentur : …………………………………………...... (1)
S
VQ …………………………………………..... (2)
Tegangan geser :
Ib
Modulus elastic (MOE) untuk pembebanan lentur empat titik seperti ditunjukkan pada Gambar 3 dihitung
dengan formula,
Pa
C (3L2 4a 2 ) …………………………………………....... (3)
24EI
Pada formula (1), (2), dan (3), M: Momen lentur, S: modulus penampang, V: gaya geser, Q: momen pertama luasan,
I: momen inertia, b: lebar penampang, dan E: modulus elastic.
Bambu petung untuk penelitian ini diambil dari daerah Malang, Jawa Timur, Indonesia. Bambu dengan
umur antara 3 – 4 tahun kemudian dibentuk menjadi bilah-bilah dengan tebal 5mm, lebar 20mm dan panjang
3200mm. Karena tebal dinding bambu bervariasi mulai dari bawah sampai atas, maka ketebalan bilah 5mm diambil
dari dinding bambu yang dekat kulit. Dengan demikian diharapkan diperoleh bilah-bilah bambu dengan sifat-sifat
fisika dan mekanika yang seragam. Selanjutnya bilah-bilah bambu diawetkan dengan merendamnya dalam larutan
campuran tetra sodium borax (Na2B4O2) dan boric acid (H3BO3) dengan konsentrasi 1% selama 24 jam.
Penampang balok berpenampang kotak disusun dari empat lembar papan dari laminasi bilah bambu petung
seperti Gambar 1. Penampang ini memiliki ukuran lebar (b), tinggi (h), dan tebal (t) yang bervariasi seperti
dicantumkan pada Tabel 1. Semua balok berpenampang kotak dalam penelitian ini menggunakan sejumlah material
yang sama banyaknya. Hal ini ditunjukkan oleh luas penampang material (A) yang sama besarnya untuk semua
balok yaitu 6.400 mm2. Variasi ukuran penampang ditujukan untuk meningkatkan momen inertia penampang.
Kelompok 2
B.125.20 1.25 89 111 20 6.400 8.696.429 300 3200
B.150.20 1.50 80 120 20 6.400 9.813.333 3000 3200
Dinding-dinding balok berpenampang kotak disusun dari bilah-bilah bambu yang direkat satu sama lain
seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Perekatan dilakukan dengan lem urea formaldehyde dengan jumlah terlabur 268
gram/m2 dan dikempa dingin dengan tekanan 2 Mpa selama 4jam (Masdar, et.al. 2011).
(a) (b)
Figure 2. (a) Sliced bamboo, (b) Laminated bamboo
Pengujian balok dilakukan dengan empat titik pembebanan lentur (Gambar 3) berdasarkan the Annual
Book of ASTM Standards Volume 4:10: D 198-02: Standard Test Method of Test Statics of Lumber in Structural
Sizes, Section 4-11 (ASTM, 2003). Ujung-ujung balok ditumpu dengan tumpuan sendi dan rol dengan jarak dua
beban (L-a) sebesar 25cm. Pembebanan dilakukan dengan hydraulic jack yang berkapasitas 50 kN dan dibaca
dengan load cell dengan kapasitas 50 kN dan ketelitian 50N. Untuk mengukur lendutan di tengah balok (ΔC) dan di
atas tumpuan (ΔA and ΔB) digunakan dial gauge dengan ketelitian 0,001 mm.
Figure 3. Four-point bending test setup
Kapasitas maksimum balok ditunjukkan oleh beban yang menyebabkan balok runtuh yang ditandai oleh
hilangnya kemampuan balok dalam menahan beban. Selanjutnya tegangan-tegangan dalam balok dihitung dengan
menggunakan formula (1) atau (2) dan modulus elastisitas balok dihitung dengan menggunakan formula (3).
Data dari penelitian ini adalah beban dan lendutan di tengah bentang. Pembebanan dimulai dari nol dan
secara bertahap dinaikan sampai balok runtuh. Seluruh balok dalam penelitian ini mengalami kegagalan akibat
geser. Dengan menggunakan data beban dapat dihitung besarnya tegangan lentur dan tegangan geser yang terjadi
pada balok. Sedangkan dengan menggunakan data beban dan lendutan di tengah bentang dapat dihitung modulus
elastic lentur.
Terlihat dari Tabel 2 kolom ke-1 dan ke-2 bahwa perubahan pada ketebalan dinding kolom akan menyebabkan
perubahan besarnya momen inertia. Selanjutnya dengan memperhatikan kolom ke-2 dan kolom ke-3 Tabel 2 terlihat
bahwa semakin besar nilai momen inertia semakin besar pula beban yang mampu ditahan oleh balok. Uraian ini
lebih jelas dengan paparan grafik pada Gambar 5.
2500
y = 1.993x
2000 R² = 0.501
Max. Load (kg)
1500
1000
500
0
0 200 400 600 800 1000 1200
Inertia Moment (cm4)
Hubungan antara besarnya momen inertia dengan beban yang tertulis pada Tabel 3 dapat diperjelas dengan
grafik pada Gambar 6. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa semakin besar momen inertia semakin besar beban yang
dapat diterima oleh balok,
2,500
y = 1.718x
2,000 R² = 0.274
Max. Load (kg)
1,500
1,000
500
0
850 900 950 1,000
Inertia Moment (cm4)
Gambar 6 Hubungan antara Beban maksimum dan momen inersia
Pada beban maksimum, untuk kedua kelompok eksperimen di atas menghasilkan rerata tegangan lentur
(MOR) dan tegangan geser berturut-turut adalah 719kg/cm2 dan 20kg/cm2. Mengingat semua benda uji rusak geser,
maka tegangan geser pada balok telah mencapai kapasitas maksimumnya. Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang
tegangan geser laminasi bambu dapat diterangkan seperti di bawah ini. Malanit (2009) mengumpulkan data
tegangan geser searah serat dari bambu petung dari tiga peneliti yang menunjukkan bahwa rentangan tegangan geser
searah serat dari ketiga peneliti tersebut terbentang mulai 5,35 Mpa sampai 14 Mpa. Selanjutnya Manuhuwa dan
Loiwatu (2010) meneliti papan dari laminasi bambu petung dengan tegangan geser rerata 7,32 Mpa. Dengan
demikian tegangan geser sebesar 20kg/cm2 yang diperoleh dari penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan
Tabel 3 Menunjukkan bahwa semakin besar momen inertia balok berpenampang kotak, semakin besar pula
kekakuan yang dimilikinya. Secara lebih jelas grafik pada Gambar 6 menunjukkan hubungan tersebut. Dalam grafik
tersebut dapat diketahui bahwa hubungan antara momen inertia dan kekakuan dapat drumuskan dengan
y 15,288x , dengan y adalah kekakuan dan x adalah momen inertia. Rumus empiris tersebut memiliki koefisien
determinasi (R2) = 0,807.
180,000,000
160,000,000 y = 15288x
R² = 0.807
Tabel 3 juga menujukkan hubungan antara kekakuan dengan beban layan yang mampu diterima oleh balok
berpenampang kotak. Beban layan ini dihitung untuk lendutan 1/300 kali besarnya bentang balok. Dari tabel tersebut
dapat dibaca bahwa semakin besar kekakuan balok semakin besar pula beban layan yang dapat dipikul oleh balok.
Grafik pada Gambar 7 memberikan gambaran yang lebih jelas tentang hubungan ini. Dari grafik tersebut diperoleh
pula rumusan y 0,286 x , dengan y adalah beban layan dan x adalah kekakuan balok. Rumus empiris tersebut
memiliki koefisien determinasi (R2) = 0,705. Rerata besarnya beban layan dalam penelitian ini adalah 15.38% dari
beban maksimum.
350
y = 0.286x
300 R² = 0.705
Servieceability Load (kg)
250
200
150
100
50
0
0 200 400 600 800 1,000 1,200
Inertia Moment (cm 4 )
1. Dengan sejumlah material yang sama, besarnya beban yang mampu ditahan oleh balok meningkat sesuai
dengan peningkatan momen inertia.
2. Rerata beban pada saat lendutan sebesar 1/300 kali panjang bentang (beban layan) mencapai 15.38% dari
beban maksimum yang mampu ditahan oleh balok.
3. Semua balok dalam penelitian ini mengalami kegagalan akibat geser dengan rerata besarnya tegangan geser
maksimum pada balok adalah 20kg/cm2.
4. Besarnya kekakuan lentur balok meningkat sesuai dengan peningkatan momen inertia dan merupakan
perkalian antara momen inertia dan modulus elastis (MOE), dengan MOE diperoleh sebesar
2
154,960kg/cm .
ACKNOWLEDGMENTS
This article is part of a Fundamental research that fund by The Ministry of Education and Culture of The
Republic of Indonesia.
REFERENCES
Ahmad M and F.A. Kamke., 2005. Bamboo as a construction material: strength analysis of parallel strand lumber s
from Calcutta Bamboo (dendrocalamus strictus).Pp.21-27. Proceeding of Inter American Conference on Non-
Conventional Materials and Technologies in Ecological and Sustainable Construction. November 11-15th, 2005. Rio
de Janeiro-Brazil.
ASTM., 2003. “Annual book of ASTM standards, volume 04:10: D 198-02 Standard test method of test statics
lumber in structural sizes, section 4-11.” West Conshohocken, PA.
Correal J., F, Ramirez., S, Gonzalez. and J, Camacho., 2010. Structural behavior of glued laminated guadua bamboo
as a construction material. Proceedings of World Conference on Timber Engineering, 20 th – 24th June. Trentino
Italy.
Gere, J.M and S.P, Timoshenko., 1994. Mechanic of Material, Third SI Edition. Chapman and Hall. London.
Karyadi and E, Suwarno., 2006. Kajian analitis dan eksperimental kekakuan dan kekuatan lentur balok laminasi
dengan bahan kayu sengon dan bambu petung. Jurnal Teknologi dan Kejuruan. 29(2): 91-104
Malanit P., 2009. The Suitability of Dendrocalamus Asper Becker for Oriented Strand Lumber. A Thesis for the
Degree of Doctor of Natural Science in Department of Biology Faculty of Mathematics, Information and Natural
Science University of Hamburg.
Manuhua E. and M, Loiwatu., 2010. Mechanical and physical properties of the laminated board of bamboo.
Proceedings The 2nd International Symposium of Indonesian Wood research Society, Indonesian Wood Society
(IWoRS).
Masdar A., Morisco and T.A, Prayitno, 2011. Pengaruh posisi sambungan terhadap keruntuhan lentur balok bambu
laminasi. www.fab.utm.my/download/ ConferenceSemiar/ ICCI2006S2PP04.pdf. Accessed February, 2nd, 2011.
Riyanto, D.S. and R, Gupta., 1998. A comparison of test methods for evaluating shear strength of structural lumber.”
Forest Product Journal, 48(2): 83-90.
Setyo, N.I. dan Sudibyo, G.H. 2005. Balok Komposit (Glulam) Bambu-Keruing pada Lantai Beton. Media Teknik
Sipil. Juli 2005. p. 47-54.
Shan B, Zhou Q & Xiao Y. 2008. Construction of world first truck-safe modern bamboo bridge. In Xiao, et.al. (eds).
Modern bamboo Structures. Pp. 239-244. CRC Press Taylor and Francis Group. London.
Sulastiningsih, I.M. and Nurwati. 2009. Physical and mechanical properties of laminated bamboo board. Journal of
Tropical Forest Science. 21(3): 246-251.
Xiao, Y., Zhou, Q., and Shan, B. 2010a. Design and construction of Modern Bamboo bridge. Journal of Bridge
Engineering 15(5). p. 533-541.
Xiao, Y., Chen, G., Shan, B., and She, L. 2010b. Two-by-four house construction using laminated bamboos.
Proceeding of Wood Conference of Timber Engineering.
Zhou, A. and Y, Bian., 2014. Experimental study on the flexure performance parallel strand bamboo beam. The
Scientific World Journal, Volume 2014, Article ID 181627: 1-6.