Sap 12
Sap 12
Lumpur Lapindo
Desember 7, 2013
Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran gas melalui perusahaan kontraktor pengeboran
PT. Medici Citra Nusantara yang merupakan perusahaan afiliasi Bakrie Group. Kontrak itu
diperoleh Medici dengan tender dari Lapindo Brantas Inc. senilai US$ 24 juta. Namun dalam
hal perijinannya telah terjadi kesimpangsiuran prosedur dimana ada beberapa tingkatan ijin
yang dimiliki oleh lapindo. Hak konsesi eksplorasi Lapindo diberikan oleh pemerintah pusat
dalam hal ini adalah Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara ijin
konsensinya diberikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur sedangkan ijin kegiatan aktifitas
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sidoarjo yang memberikan
keleluasaan kepada Lapindo untuk melakukan aktivitasnya tanpa sadar bahwa Rencana Tata
Ruang (RUTR) Kabupaten Sidoarjo tidak sesuai dengan rencana eksplorasi dan eksploitasi
tersebut.
Dampak dari luapan lumpur yang bersumber dari sumur di Desa Renokenongo, Kecamatan
Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur sejak 29 Mei 2006 ini telah
mengakibatkan timbunan lumpur bercampur gas sebanyak 7 juta meter kubik atau setara
dengan jarak 7.000 kilometer, dan jumlah ini akan terus bertambah bila penanganan terhadap
semburan lumpur tidak secara serius ditangani. Lumpur gas panas Lapindo selain
mengakibatkan kerusakan lingkungan, dengan suhu rata-rata mencapai 60 derajat celcius juga
bisa mengakibatkan rusaknya lingkungan fisik masyarakat yang tinggal disekitar semburan
1
lumpur. Tulisan lingkungan fisik diatas adalah untuk membedakan lingkungan hidup alami
dan lingkungan hidup buatannya, dimana dalam kasus ini Daud Silalahi menganggap hal ini
sebagai awal krisis lingkungan karena manusia sebagai pelaku sekaligus menjadi korbannya.
Rusaknya lingkungan fisik tersebut sudah dirasakan berbagai pihak selama ini antara lain :
Kerugian di sektor lain seperti pertanian, perikanan darat dll. Sejauh ini sudah diidentifikasi
luas lahan pertanian berupa lahan sawah yang mengalami kerusakan, menurut Direktur
Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Soetarto Alimoeso mengatakan area
pertanian di Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkena luapan lumpur Lapindo seluas 417 hektare.
Lumpur telah menggenangi duabelas desa di tiga kecamatan, tak kurang 10.426 unit rumah
terendam lumpur, menggenangi sarana dan prasarana publik, Sekitar 30 pabrik yang
tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja.
Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini, serta memindah paksakan
sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi.
Dampak sosial kehidupan masyarakat disekitar seperti sarana tempat tinggal, pendidikan,
kesehatan, sarana air bersih dll. Bahwa efek langsung lumpur panas menyebabkan infeksi
saluran pernapasan dan iritasi kulit. Lebih lanjut dijelaskan bahwa lumpur tersebut juga
mengandung bahan karsinogenik yang bila berlebihan menumpuk dalam tubuh dapat
menyebabkan kanker dan akumulasi yang berlebihan pada anak-anak akan mengakibatkan
berkurangnya kecerdasan.
Hasil uji laboratorium juga menemukan adanya kandungan Bahan Beracun dan Berbahaya
yaitu kandungan (B3) yang sudah melebihi ambang batas. Hasil uji kualitas air lumpur
Lapindo pada tanggal 5 Juni 2006 oleh Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Timur,
menunjukkan bahwa uji laboratorium dalam air tersebut terdapat kandungan fenol. Kontak
langsung dengan kulit dapat mengakibatkan kulit seperti terbakardan gatal-gatal. Fenol bisa
berakibat menjadi efek sistemik atau efek kronis jika fenol masuk ke dalam tubuh melalui
makanan. Efek sistemik fenol bisa mengakibatkan sel darah merah pecah (hemolisis),
2
jantungberdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa selain
dampak kerusakan lingkungan fisik, lumpur panas tersebut juga mengakibatkan ancaman lain
yaitu efek kesehatan yang sangat merugikan dimasa yang akan datang dan hal ini justru tidak
diketahui olehmasyarakat korban pada umumnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ilmuwan dari berbagai negara
menyimpulkan bahwa luapan lumpur adalah akibat dari proses pengeboran eksplorasi gas
yang dilakukan PT. Lapindo Brantas. Tim yang dipimpin oleh Richard Davies dari
Universitas Durham, Inggris, itu menyatakan, data yang dirilis Lapindo yang menjadi dasar
bukti baru timnya bahwa pengeboran menyebabkan luapan lumpur. Melalui serangkaian
konferensi internasional yang diselenggarakan oleh pihak yang netral, diperoleh hasil akhir
bahwa kesalahan operasi Lapindo dianggap para ahli sebagai penyebab semburan Lumpur
panas di Sidoarjo.
Akan tetapi pihak Lapindo dan beberapa geolog menganggap bahwa semburan Lumpur
diakibatkan oleh gempa bumi Yogyakarta yang terjadi dua hari sebelum Lumpur menyembur
pada tanggal 29 Mei 2006. Sementara sebagian ahli menganggap bahwa hal itu tidak
mungkin karena jarak yang terlalu jauh dan skala gempa yang terlalu kecil. Mereka, melalui
berbagai penerbitan di jurnal ilmiah yang sangat kredibel, justru menganggap dan
menemukan fakta bahwa penyebab semburan adalah kesalahan operasi yang dilakukan oleh
Lapindo. Lapindo telah lalai memasang casing, dan gagal menutup lubang sumur ketika
terjadi loss dan kick, sehingga Lumpur akhirnya menyembur. (Ketika Lapindo mengebor
lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang
casing 9-5/8 inchi)
Puluhan ahli datang dari seluruh penjuru dunia membahas enam makalah tentang masalah
Lapindo yang dipaparkan oleh para presenter, baik dari pihak Lapindo maupun para pakar
independen. Para ahli yang berada di pihak Lapindo tetap berkeras dengan pendirian mereka,
untuk memperoleh kepastian pendapat dari para ahli dunia tersebut dengan cara voting,
menggunakan metoda langsung angkat tangan. Hasilnya, tidak diragukan lagi bahwa
sebagian besar peserta yang hadir berpendapat bahwa penyebab semburan adalah karena
pengeboran yang disebabkan oleh Lapindo. Hasil konferensi ini mestinya cukup untuk
meyakinkan publik, pemerintah, dan penegak hukum di Indonesia bahwa Lapindo merupakan
pihak yang harus bertanggung jawab dalam bencana ini.
3
Pandangan Etika Tentang Kasus Lumpur Lapindo
Dari kasus lumpur lapindo diketahui bahwa kelalaian yang dilakukan PT. Lapindo Brantas
merupakan penyabab utama meluapnya lumpur panas di Sidoarjo, akan tetapi pihak Lapindo
malah berdalih dan enggan untuk bertanggung jawab. Jika dilihat dari sisi etika bisnis, PT.
Lapindo Berantas jelas telah melanggar etika dalam berbisnis. Dimana PT. Lapindo Brantas
telah melakukan eksploitasi yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan
terjadinya bencana besar yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan sosial.
Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo rela
menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Keengganan PT. Lapindo untuk
bertanggung jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk melindungi aset-
aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan
sosial yang mereka timbulkan.
Hal yang dilakukan oleh PT. Lapindo telah melanggar prinsip – prinsip etika yang ada.
Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran gas melalui perusahaan kontraktor pengeboran
PT. Medici Citra Nusantara yang merupakan perusahaan afiliasi Bakrie Group. Kontrak itu
diperoleh Medici dengan tender dari Lapindo Brantas Inc. senilai US$ 24 juta. Namun dalam
hal perijinannya telah terjadi kesimpang siuran prosedur dimana ada beberapa tingkatan ijin
yang dimiliki oleh lapindo. Hak konsesi eksplorasi Lapindo diberikan oleh pemerintah pusat
dalam hal ini adalah Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara ijin
konsensinya diberikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur sedangkan ijin kegiatan aktifitas
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sidoarjo yang memberikan
keleluasaan kepada Lapindo untuk melakukan aktivitasnya tanpa sadar bahwa Rencana Tata
Ruang (RUTR) Kabupaten Sidoarjo tidak sesuai dengan rencana eksplorasi dan eksploitasi
tersebut.
Dampak dari luapan lumpur yang bersumber dari sumur di Desa Renokenongo, Kecamatan
Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur sejak 29 Mei 2006 ini telah
mengakibatkan timbunan lumpur bercampur gas sebanyak 7 juta meter kubik atau setara
dengan jarak 7.000 kilometer, dan jumlah ini akan terus bertambah bila penanganan terhadap
semburan lumpur tidak secara serius ditangani. Lumpur gas panas Lapindo selain
mengakibatkan kerusakan lingkungan, dengan suhu rata-rata mencapai 60 derajat celcius juga
bisa mengakibatkan rusaknya lingkungan fisik masyarakat yang tinggal disekitar semburan
lumpur. Tulisan lingkungan fisik diatas adalah untuk membedakan lingkungan hidup alami
4
dan lingkungan hidup buatannya, dimana dalam kasus ini Daud Silalahi menganggap hal ini
sebagai awal krisis lingkungan karena manusia sebagai pelaku sekaligus menjadi korbannya.
Rusaknya lingkungan fisik tersebut sudah dirasakan berbagai pihak selama ini antara lain :
5
kronis jika fenol masuk ke dalam tubuh melalui makanan. Efek sistemik fenol bisa
mengakibatkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia),
dan gangguan ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa selain dampak kerusakan
lingkungan fisik, lumpur panas tersebut juga mengakibatkan ancaman lain yaitu efek
kesehatan yang sangat merugikan dimasa yang akan datang dan hal ini justru tidak
diketahui oleh masyarakat korban pada umumnya.
Prinsip etika bisnis mengenai keadilan distributif juga dilanggar oleh PT. Lapindo, karena
perusahaan tidak bertindak adil dalam hal persamaan, prinsip penghematan adil, dan keadilan
sosial. PT. Lapindo pun dinilai tidak memiliki kepedulian terhadap sesama manusia atau
lingkungan, karena menganggap peristiwa tersebut merupakan bencana alam yang kemudian
dijadikan alasan perusahaan untuk lepas tanggung jawab. Dengan segala tindakan yang
dilakukan oleh PT. Lapindo secara otomatis juga berarti telah melanggar etika kebajikan.
6
Kasus Diskriminasi Pekerjaan
Stop Diskriminasi Buruh Perempuan
Penulis: Putu Ayu Bertyna Lova
12:20 WIB | Rabu, 01 Mei 2013
Banyak perusahaan atau pengusaha lebih memilih untuk mempekerjakan buruh perempuan
dibandingkan dengan buruh laki-laki. Alasannya, karena buruh perempuan lebih rajin, enggan
terlibat dalam serikat pekerja, dan cenderung patuh kepada majikan. Padahal dalam
pelaksanaannya, mayoritas pekerja perempuan yang dipekerjakan dengan perjanjian
outsourching atau pekerja temporer, lebih mudah terkena PHK. Hal ini bisa terjadi tanpa
alasan yang jelas, bisa karena pekerja tersebut hamil atau terlibat dalam serikat pekerja.
Sejumlah kasus yang terjadi pada pekerja perempuan, dapat terjadi karena pengusaha atau
majikan tidak memberikan perlindungan. Sedangkan pemerintah yang semestinya membela
hak-hak pekerja perempuan, mengabaikan sejumlah kasus yang terjadi. Pemerintah tidak
menindak perusahaan atau pengusaha yang telah melakukan diskriminasi dan kekerasan
terhadap pekerja perempuan.
7
Berbagai kebijakan diskriminatif juga masih dialami oleh pekerja perempuan. Untuk jurnalis
perempuan, masih banyak yang belum mendapatkan hak dan asuransi, seperti pekerja laki-
laki. Jurnalis perempuan yang bekerja di televisi, kebanyakan hanya dinilai dari daya tarik
fisik, tanpa melihat kemampuannya. Di kasus lain, minimnya jumlah pekerja perempuan
yang menempati posisi sebagai pengambil keputusan dalam suatu perusahaan atau organisasi,
juga merupakan tindakan diskriminatif.
8
pekerja wanita dalam masa haid terdapat dysmenorrhoea dan memberitahu pada perusahaan
tidak wajib bekerja pada hari 1 dan 2 dalam masa haid.
Undang-undang dasar yang dirumuskan tahun 1945 sejak semula telah mencantumkan dalam
pasal 27 ayat 1 bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum. Jadi
sejak tahun 1945 di Negara kita prinsip kesetaran pria dan wanita di depan hukum telah di
akui.
Perusahaan diatas hanya ingin memperoleh hasil yang maksimal dengan cara apapun
walaupun cara yang dilakukannya salah dan melanggar hukum. Perusahaan ini telah
melanggar hak asasi manusia, karena seharusnya manusia mempunyai derajatnya yang sama.
Cara mengatasi agar diskriminasi terhadap perempuan tidak terjadi lagi yaitu setiap orang
harus mempunyai rasa saling menghargai terhadap orang lain, harus adanya perlindungan
9
hak-hak bagi perempuan dalam pekerjaan, setiap perusahaan harus menyadari tentang
kesamaan derajat antara laki-laki dengan perempuan dalam sebuah pekerjaan, dengan itu
akan dapat mengurangi kasus deskriminasi pekerja perempuan. Dalam hal ini diskriminasi
pekerjaan terhadap perempuan, telah melanggar norma dan aturan etika bisnis, dimana
sebuah perusahaan seharusnya tidak dibolehkan mendiskriminasikan para karyawannya.
Selain itu, diskriminasi telah menyalahi nilai-nilai moral karena diskriminasi telah membeda-
membedakan antara satu individu dengan indivisu lainnya.
Dampak dari adanya diskriminasi kerja pada wanita di antaranya adalah wanita menjadi tidak
percaya diri. Dari diskriminasi ini juga menimbulkan adanya kesenjangan dalam hal upah,
posisi jabatan dalam bekerja, dan jenjang karir. Bahkan dampak terparah mengakibatkan
produktifitas kaum perempuan menurun cukup drastis.
1. Marginalisasi
a. Proses pengucilan, perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau jenis kerja
tertentu,
10
b. Proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margins) dari pasar tenaga kerja,
berupa kecenderungan bekerja pada jenis pekerjaan yang memiliki hidup yang
tidak stabil, upahnya rendah, dinilai tidak atau kurang terampil
3. Stereotipe
Stereotipe mempunyai arti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau
kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Stereotipe
umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai
alasan untuk membenarkan suatu tindakan kelompok atas kelompok lainnya.
Stereotipe juga menunjukkan adanya hubungan kekuasaan yang timpang atau tidak
seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain. Stereotipe
negatif juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan
negatif ditimpakan kepada perempuan seperti perempuan yang pulang larut malam
adalah pelacur, jalang dan berbagai sebutan buruk lainnya.
11
Daftar Pustaka
https://cwgi.wordpress.com/2007/07/31/press-release-memantau-upaya-penghapusan-
diskriminasi-terhadap-perempuan-di-indonesia/. Diakses tanggal 9 November 2014.
http://zulyaaldani.blogspot.com/2011/12/diskriminasi-terhadap-pekerja-wanita.html. Diakses
tanggal 9 November 2014.
http://igedegunawijaya.wordpress.com/2012/12/14/contoh-kasus-diskriminasi-pekerjaan-
dibuat-oleh-igede-guna-wijaya/. Diakses tanggal 9 November 2014.
http://mishbahulmunir.wordpress.com/2008/08/27/etika-bisnis-diskriminasi-pekerjaan-
terhadap-wanita-2/. Diakses tanggal 9 November 2014.
http://inessworld.blogspot.com/2013/12/analisis-kasus-penyimpangan-etika.html. Diakses
tanggal 9 November 2014.
http://underground-paper.blogspot.com/2012/02/makalah-etika-bisnis-pt-lapindo.html.
Diakses tanggal 9 November 2014.
http://marthasuzan.wordpress.com/2013/09/01/artikel-kegagalan-etika-bisnis-pt-lapindo/.
Diakses tanggal 9 November 2014.
12