BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Psoriasis
2.1.1 Definisi
epidermis yang berlangsung singkat dan inflamasi kulit disertai dengan fenomena
tetesan lilin, Auspitz dan Koebner (Gudjonsson dkk., 2012; Traub dkk., 2007).
dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia (Gudjonsson dkk.,
2.1.2 Epidemiologi
berkisar antara 2,2% hingga 2,6%, dengan sekitar 150.000 kasus baru terdiagnosis
Winta dkk melaporkan di RSUP dr. Kariadi terdapat 198 kasus (0,97%)
psoriasis selama rentang waktu 5 tahun (2003-2007) (Winta dkk., 2008). Kisaran
umur penderita yang terbanyak adalah antara 25-35 tahun, 70%-90% pasien mulai
7
8
mengalami gejala sebelum umur 40 tahun, sedangkan 10% pada masa anak-anak
Psoriasis dapat terjadi pada semua umur, tetapi jarang pada umur di bawah
10 tahun. Paling sering terjadi antara umur 15 sampai 30 tahun (Gudjonsson dkk.,
menunjukkan kerentanan genetik yang lebih besar dan tentu saja lebih parah
penelitian menunjukkan bahwa jika psoriasis timbul lebih awal, akan dapat
menetap seumur hidup dan bermanifestasi dalam jangka waktu yang tidak dapat
sekitar sepertiga pasien psoriasis dengan frekuensi yang bervariasi ( Elder, 2012).
HLA-B13, -B17, -B39, -B57, -CW6, -CW7, -DR4, -DR7, dan analisis
berat. Beberapa obat yang dilaporkan dapat mengeksaserbasi psoriasis antara lain
litium. Infeksi bakteri, virus, dan jamur juga dilaporkan dapat mencetuskan
turunan yang telah diperkirakan berkisar 41 persen jika kedua orang tua terkena,
14 persen jika salah satu orang tua terkena, 6 persen jika satu saudara kandung
terkena, dan 2 persen jika tidak ada orang tua atau saudara kandung yang terkena.
berbagai penelitian. Variasi dan fakta bahwa angka ini tidak mendekati 100
diidentifikasi beberapa lokus gen yang berperan dalam patogenesis psoriasis yaitu
(PSORS9) (Mahajan dkk., 2013). Diantara lokus gen suseptibel psoriasis tersebut
(PSORS 1-9), didapatkan hubungan yang paling kuat terhadap insiden psoriasis
yaitu gen PSORS1 (Chandran dkk., 2010). PSORS1 terletak pada major
histocompatibility complex (MHC), kromosom 6p21.3, tempat dari gen HLA. Alel
Cw6, yang menunjukkan risiko relatif tertinggi untuk terjadinya psoriasis pada
psoriasis yang paling rentan adalah PSORS2 (17q24-25). Lokus lain yang
imunitas alami maupun adaptif yang menginduksi sel-sel residen kulit seperti
keratinosit, fibroblast dan sel endotelial. Sel T yang telah teraktivasi diketahui
adanya TGF-ß, dan IL-6 maka sel T naif akan bertransformasi menjadi Th17. Sel
yang telah terakivasi ini akan memasuki sirkulasi dan mengalami ekstravasasi
(APC) seperti sel dendritik dan makrofag menghasilkan interleukin 23. Sel
dendritik pada lesi psoriasis, memiliki peranan dalam mengawali respon imun
spesifik dan induksi self tolerance, namun peranan spesifik dari masing-masing
subset masih belum jelas. Interleukin 23 yang dihasikan oleh sel dendritik dan
sitokin proinflamasi, kemokin dan growth factor serta mediator inflamasi lainnya
seperti eikosanoid dan mediator imunitas alami antara lain katelisidin, defensin,
dan protein S100. Keratinosit pada psoriasis diaktifkan melalui suatu jalur
ini terjadi saat ini masih belum diketahui. Selanjutnya didapatkan peran faktor
dermis yang abnormal dan angiogenesis. Pada lesi psoriasis tipe plak didapatkan
2013).
presentasi klasik dan yang paling sering terjadi pada psoriasis. Gambaran klasik
lesi psoriasis adalah plak eritema berbatas tegas, meninggi dan ditutupi oleh
skuama putih. Lesi dapat bervariasi mulai dari papul kecil hingga plak yang
merupakan pelebaran kapiler bila skuama disisihkan selain kulit eritema yang
mendapat trauma pada kulit yang awalnya tidak ada lesi, sering muncul selama
serangan disebut sebagai fenomena koebner, yang muncul 7-14 hari setelah
cedera. Tanda tetesan lilin juga dapat ditemukan pada pasien psoriasis. Lesi baru
bermula sebagai lesi pin point yang berkembang dan bergabung menjadi satu
dengan lesi lain menjadi lesi plak (Pelsyak, 2012; Patel, 2011). Psoriasis vulgaris
merupakan bentuk yang terjadi pada sekitar 90% kasus. Psoriasis secara umum
adalah seperti psoriasis vulgaris dengan pola distribusi yang simetris. Lesi dapat
dengan bagian ekstensor yaitu siku dan lutut serta kulit kepala adalah bagian
tubuh yang paling sering terlibat (Newman dkk., 2008; Gudjonsson dkk., 2012).
Kelainan kuku ditemukan pada 40 persen kasus dan jarang dijumpai jika tidak ada
penyakit kulit di tempat lain. Pitting nail adalah bentuk yang banyak dijumpai dan
lebih sering mengenai jari-jari tangan dibanding kaki. Daerah yang terlibat
lainnya termasuk telinga, glans penis, daerah perianal dan derah yang mengalami
pada daerah intertriginosa dan lipatan kulit berwarna merah, mengkilap dan
biasanya tanpa skuama. Psoriasis inversa ini terjadi sekitar 2-6% dari seluruh
Psoriasis gutata akut pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda berkisar
pharingitis atau infeksi virus. Manifestasi berupa erupsi papular eritema ukuran
diameter kurang dari 1 cm pada badan dan ekstremitas. Psoriasis gutata akut
berkembang menjadi plak psoriasis klasik (Newman dkk., 2008: Traub dkk.,
2007).
panas badan, pustul kecil steril monomorfik , nyeri dan sering dipicu oleh infeksi
sistemik. Hal ini dapat terlokalisir pada telapak tangan maupun kaki (psoriasis
dan infeksi serta gagal jantung. Sehingga pasien perlu perawatan untuk mencegah
Psoriasis kuku terjadi pada sekitar 10-50 persen pasien psoriasis dan paling sering
perubahan warna, penebalan dan distropi (Gudjonsson dkk., 2012; Patel dkk.,
2011).
10% pasien dan dapat juga terjadi pada pasien tanpa manifestasi kulit psoriasis.
Manifestasi yang paling sering adalah arthritis dengan gejala yang sama dengan
interphalangeal dari tangan. Kadang monoartritis dan poliartritis dari sendi besar
15
dapat terjadi. Pasien dengan psoriasis artropati, peningkatan frekuensi dari HLA-
psoriasis, namun dapat dilakukan pada kasus yang sulit. Gambaran histopatologi
dari psoriasis vulgaris bervariasi berdasarkan stadium lesi, namun secara umum
suprapapilari epidermis dan hilangnya lapisan granuler. Pada dermis, elongasi dan
oedema dari papilanya terlihat dengan dilatasi dan infiltrat inflamasi (Pelsyak,
2012).
terhadap terapi namun tidak lazim digunakan untuk membuat diagnosis atau
dibantu oleh pemeriksaan biopsi kulit. Manifestasi klinis psoriasis vulgaris berupa
lesi plak eritema berbatas tegas dan ditutupi oleh skuama berwarna putih tebal.
Fenomena Koebner atau respon isomorfik lebih sering terjadi selama masa
psoriasis yaitu dengan menggunakan skor Psoriasis Area and Severity Index
(PASI) (Bonifati dan Berardesca, 2007; Kenneth, 2005). Skor PASI merupakan
dan luas lesi psoriasis. Pada uji klinis, perubahan skor PASI digunakan untuk
psoriasis ditunjukkan dengan adanya perbaikan skor PASI hingga lebih atau sama
75%, walaupun perbaikan skor PASI <75% masih menunjukkan adanya perbaikan
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan psoriasis didasarkan pada luas area tubuh yang terkena.
Bila area tubuh yang terkena kurang dari 10 persen pilihan pengobatannya adalah
pengobatan topikal dan dapat dikombinasi dengan fototerapi. Apabila area tubuh
yang terkena lebih dari 10 persen yang termasuk kategori sedang adalah
kombinasi antara terapi topikal, fototerapi dan pusat perawatan harian. Sedangkan
untuk kategori berat dengan keterlibatan lebih dari 30 persen area permukaan
harian, fototerapi dan terapi topikal (Chaudhari dkk., 2008; Prodanovic dan
frustasi karena kegagalan dalam terapi dan 32 persen dilaporkan sudah tidak
terlalu antusias dengan pengobatan. Oleh karena psoriasis adalah penyakit yang
kronis maka sangat penting untuk memahami aman tidaknya suatu terapi jika
analognya, antralin, coal tar, tazaroten, inhibitor kalsineurin topikal, dan emolien
(Reichrath dan Nurnberg, 2009). Kortikosteroid topikal sering sebagai terapi lini
pertama pada psoriasis ringan dan sedang. Perbaikan biasanya dicapai dalam
waktu 2-4 minggu, dengan terapi pemeliharaan yaitu dengan pemakaiannya yang
banyak negara meskipun telah banyak diperkenalkan agen non steroid yang sama
merupakan anggota lain dari superfamili reseptor hormon inti, Vitamin D 3 bekerja
dengan meregulasi pertumbuhan sel, diferensiasi dan fungsi imun, dan juga
proliferasi dari keratinosit pada kultur dan untuk mengatur proses diferensiasi
proinflamasi melalui klon sel T psoriasis termasuk IL-2 dan IFN-γ ( Menter, 2009;
Analog dari vitamin D yang telah digunakan sebagai terapi penyakit kulit
jangka waktu yang singkat atau coal tar 15%, ternyata kalsipotrien lebih efektif.
jangka panjang. Kalsipotrien digunakan dua kali sehari dan lebih efektif daripada
plak kronis. Sering digunakan sebagai terapi pada psoriasis. Bisa dikombinasikan
dengan fototerapi UVB dengan hasil yang baik (rejimen Ingram). Efek samping
yang paling sering adalah dermatitis kontak iritan dan dapat mewarnai baju, kulit,
rambut dan kuku. Antralin memiliki aktivitas anti proliperatif pada keratinosit
manusia serta efek anti inflamasi yang poten. (Menter, 2009 ; Gudjonsson dkk.,
2012).
sebagai terapi psoriasis pada tahun 1925. Tar bekerja dengan menekan sintesis
DNA dan menurunkan aktivitas mitotik pada lapisan basal epidermis, dan
beberapa komponen dari tar memiliki akivitas anti inflamasi. Tar sering
keratolitik dan memudahkan penyerapan dari coal tar (Menter, 2009 ; Gudjonsson
dkk., 2012).
diketahui. Sering terjadi iritasi lokal jika digunakan sebagai monoterapi dan
dkk., 2012).
Pimekrolimus adalah inhibitor kalsineurin dan bekerja dengan cara yang sama
dengan takrolimus dan CsA. Agen ini sebagai terapi psoriasis pada wajah dan
dkk., 2012).
mengurangi nyeri lecet dan membantu mengontrol rasa gatal. Penambahan urea
skuama pada lesi awal. Penggunan emolien lunak di atas lapisan terapi topikal
2.1.8.2 Fototerapi
diindikasikan untuk kasus psoriasis. UVB 311nm memberikan hasil yang lebih
baik bila dibandingkan dengan UVB konvensional dengan efek eritema yang lebih
Dosis terapi UVB antara 50-75 % dari minimal eritema dose, diberikan
dua atau lima kali setiap minggu. Terapi diberikan sampai remisi total tercapai
21
atau sampai tidak ada perbaikan yang akan didapat jika terapi dilanjutkan.
menghasilkan klirens psoriasis yang lebih cepat, namun ada faktor lain seperti
intoleransi dari kulit normal disekitar lesi karena lesi psoriasis sering dapat lebih
tahan terhadap paparan UV yang lebih tinggi. Laser eksimer monokromatik 308
UVB dan PUVA ( sampai dengan 6 MED, biasanya dalam jarak 2-6 MED)
secara terfokus pada lesi kulit. Dosis ditentukan berdasarkan kondisi kulit pasien
dan ketebalan dari plak dengan dosis berikutnya berdasarkan respon dari terapi
2012).
perbaikan pada semua pasien psoriasis dengan penurunan skor PASI serta
merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan psoriasis. Obat ini
samping terhadap sistem hemopoetik dan merusak hati (Shah dan Weinberg,
2008; Robinson dan Korman, 2008; Afifi dkk., 2005). Jika terjadi hepatotoksik,
tidak diberikan pada wanita hamil (Strober, 2006; Gudjonsson dkk., 2012).
pada pasien psoriasis pustular dan psoriasis gutata, efek sampingnya berupa
dari sel T, efek samping yang dapat terjadi adalah hipertensi dan gagal ginjal.
mengingat efek remisi yang cepat dari psoriasis (Robinson dan Korman, 2008).
namun akan dapat membantu jika obat lain tidak memberikan efek atau adanya
dilakukan oleh Finamor dkk. pada pasien psoriasis di Brazil tahun 2013.
Penelitian ini memberikan vitamin D oral dengan dosis 35.000 IU perhari selama
6 bulan. Skor PASI secara signifikan mengalami perbaikan pada semua passion
psoriasis yang ikut dalam penelitian ini tanpa adanya efek samping (Finamor dkk.,
2013).
23
lebih besar dengan dosis yang sama dengan pengobatan tunggal. Data mengenai
kombinasi terapi biologi dengan sistemik yang lain atau agen topikal masih
terapi artritis inflamasi, seperti kombinasi MTX dan agen anti-TNF yang juga
2012).
2.2 Vitamin D
Vitamin D adalah nutrisi larut lemak dimana manusia memperoleh dari
makanan dan juga sintesis di kulit dari paparan matahari (Glowacki dan Leboff,
2010). Peran utama vitamin D yang diakui adalah dalam pembentukan tulang,
namun dengan semakin banyaknya penelitian yang berbasis bukti maka fungsi
vitamin D semakin diakui berfungsi pada berbagai jaringan dalam tubuh termasuk
otak, jantung, otot, sistem kekebalan tubuh dan kulit. Defisiensi vitamin D
banyak penelitian selama beberapa tahun terakhir (Mostafa dan Hegazy, 2014).
24
menemukan perbedaan antara orang yang makan nasi yang masih terbungkus
sekam dengan yang telah dihilangkan sekamnya. Dia percaya bahwa ada nutrisi
khusus yang terkandung dalam sekam padi. Pada saat yang sama ahli biokimia
menamakan nutrisi khusus pada makanan sebagai “vitamine” yang berasal dari
kata vita yang artinya kehidupan dan amine yang berasal dari kata thiamin,
ini sebagian besar tidak diketahui sampai ditemukan vitamin D sebagai senyawa
gizi oleh Mellanby di awal abad ke-20 (Bouillon dkk., 2008; Wacker dan Holick,
sinar matahari atau setelah minum minyak hati ikan yang kaya vitamin D
(OH) 2 D] dan regulasi kompleks produksi ginjal dari produk aktif [1,25-(OH) 2 D]
sebagai vitamin pada awal abad ke-20 dan pada pertengahan abad ke-20 sebagai
untuk mengubah tingkat target transkripsi gen. Kehadiran VDR pada jaringan
2.2.2 Nomenklatur
mengandung sterol ergosterol seperti jamur dan ragi (Osmancevic, 2009). Selain
D3 pada rantai samping. Berbeda dengan vitamin D3, vitamin D2 memiliki ikatan
26
ganda antara karbon 22 dan 23 dan gugus metal pada karbon 24, namun secara
umum, aktivitas biologisnya hampir sama (Chung dkk., 2009; Osmancevic, 2009).
abad ke-20. Penemuan dua langkah aktivasi yang terlibat dalam metabolisme
vitamin D dalam peristiwa fisiologis yang terlibat dalam kalsium dan fosfat
Kemungkinan lain, vitamin D, baik dalam bentuk vitamin D2 atau D3, dapat
27
diperoleh dari sumber makanan. Terdapat sedikit vitamin D yang secara alami ada
pada makanan. Sumber makanan alami yaitu lemak ikan, hati sapi dan kuning
telur, namun banyak makanan yang kini telah difortifikasi dengan vitamin D
(Dusso dkk.,2005; Chung dkk.,2009). Kedua vitamin ini menjalani proses aktivasi
yang sama, yang melibatkan 25-hydroxylation pertama kali di hati, diikuti 1α-
1,25-(OH) 2 D 3 dan 1,25-(OH) 2 D 2 . Ada sedikit bukti bahwa kedua bentuk aktif
berbeda dalam tempat dan mekanisme kerjanya, tetapi kebanyakan yang diketahui
adalah sintesis dan kerja dari 1,25-(OH) 2 D 3 maka lebih banyak sumber yang
membahas tentang senyawa D 3 ini (Miller dan Gallo, 2010; Samuel dan Sitrin,
2008).
merupakan reaksi fotokimia murni tanpa ada enzim yang terlibat. Reaksi ini
tergantung pada waktu dalam hari, musim, lokasi, warna kulit dan usia. Reaksi ini
kolesterol normal dan biasanya ada dalam konsentrasi rendah (Bouillon dkk.,
vitamin D3 (Dusso dkk., 2005; Chung dkk., 2009). Setelah terbentuk, vitamin D3
dikeluarkan dari membran plasma keratinosit dan ditarik ke dalam kapiler dermis
darah vena, yang diikat oleh DBP dan lipoprotein kemudian diangkut menuju
(D3,D2 dan metabolit lainnya) adalah hidroksilasi karbon 25, yang terjadi primer
pada hepar. Beberapa sitokrom p-450 hepar telah menunjukkan mengandung 25-
asupan vitamin D, dan dengan alasan ini kadar plasma 25(OH)D biasanya
pada ginjal, namun beberapa kondisi dapat mempengaruhi kadar dalam sirkulasi
sebagai faktor autokrin atau parakrin dengan fungsi sel spesifik. Regulasi 1α-
hydroxylase ekstrarenal sangat berbeda dari enzim ginjal, sesuai dengan fungsi
autokrin atau parakrin yang secara lokal memproduksi 1,25(OH) 2 D 3 . Sampai saat
ini, 1α-hydroxylase diketahui terdapat pada beberapa sel dan jaringan yaitu
prostat, panyudara, kolon, paru, sel β pankreas, monosit dan sel paratiroid. Rata-
rata 1,25(OH) 2 D 3 mengalami sintesis dan degadrasi dibawah kontrol faktor lokal
untuk fungsi sel spesifik ini melalui mekanisme yang masih belum sepenuhnya
diproduksi di kulit atau dari asupan makanan yang disimpan dalam lemak tubuh
29
akan dilepaskan ke dalam sirkulasi pada kondisi dimana produksi vitamin D 3 pada
kulit tidak memadai. Vitamin D tidak disirkulasi lama didalam darah, tapi akan
segera diambil oleh jaringan adipose untuk disimpan di hati untuk metabolisme
bulan bahkan tahun. Pertama kali akan teraktivasi di hati sebelum berfungsi pada
Pengamatan pada subyek dengan paparan yang konstan dari UVB tinggi
yang tinggal dekat dengan khatulistiwa memiliki rata-rata level serum 25(OH)D
107nmol-1 yang memberikan asumsi bahwa level diatas 100 nmol-1 dapat
dianggap memadai dimana tidak ada gangguan fungsi vitamin D tubuh yang
terjadi (Glowacki dan Leboff, 2010). Hipovitaminosis D lazim terjadi pada orang
tua karena aktivitas diluar ruangan yang terbatas dan penurunan kapasita sintesis
vitamin D pada kulit bila dibandingkan dengan orang dewasa muda. Dalam
pada 36% subyek laki-laki tua dan 47% pada subyek perempuan tua (Reichrath
meningkatkan kadar vitamin D dalam darahnya sekitar 50% dari orang yang
kejadian dan aktivitas psoriasis serta dapat mempengaruhi pendekatan terapi dan
dengan obesitas. Pasien psoriasis dengan indeks masa tubuh lebih atau sama
(Orgaz-molina dkk., 2012). Kondisi ini juga ditunjukkan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Wilson yaitu terdapat korelasi yang negatif antara kadar vitamin D
merupakan anggota protein dari superfamili reseptor hormon inti. Cara kerjanya
dengan mengatur pertumbuhan sel, diferensiasi dan fungsi imun serta untuk
Selain itu vitamin D juga menghambat produksi dari berbagai sitokin pro
inflamasi termasuk IL-2 dan IFN-( ץReichrath dan Nurnberg, 2009; Ricketts dan
menunjukkan efek melalui VDR di lebih dari 30 jaringan yang berbeda. Salah
satu target jaringan untuk 1,25 (OH) 2 D 3 adalah kulit. Dimana keratinosit
Kulit adalah organ yang unik dalam sintesis vitamin D karena dapat
mengekspresikan VDR dan merespon aktivasi VDR untuk induksi atau regresi
mamalia VDR terdapat pada jaringan metabolik seperti usus, ginjal, kulit dan
transkripsi gen.
mengaktivasi vitamin D serta aktivasi autokrin atau parakrin oleh hormon vitamin
Analisis in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa dua jalur ini bertindak secara
sinergis (Bouillon dkk., 2008; Wu dan Sun,2011). Studi pada kultur keratinosit
dilaporkan oleh Hosomi dkk. Namun seberapa penting efek diferensiasinya secara
in vivo masih sulit untuk dinilai (Samuel dan Sitrin, 2008). Analisis in vivo pada
tikus tanpa VDR mencegah fenotip ini, menunjukkan bahwa normalisasi kalsium
juga terdapat pada outer root sheath, folikel rambut, serta kelenjar sebaceous
inhibisi dari pertumbuhan dan pematangan yang dipercepat. Efek pada proliferasi
sel dan diferensiasi melalui VDR ini yang dijadikan konsep penggunaan 1,25
langsung mempengaruhi aktivasi sel-T dan memodulasi fenotif dan fungsi dari
seperti kortikosteroid topikal poten dan ditoleransi dengan baik bahkan untuk
Nurnberg, 2009).
molekul (CD40, CD80, dan CD86) dan penurunan produksi IL-12. 1,25(OH)2D3
dan maturasi sel B juga terhambat. Th sebagai CD4+ helper cell subsets (th1, Th2,
Th3-Treg, Th17) yang berasal dari sel T naïf (Th0). Pada gambar dibawah garis
33
panah tebal (kanan) menunjukkan sitokin yang dihasilkan oleh Th cell subset.
Semua sel T yang telah diuji mengekspresikan VDR. Sel B dan sel NKT juga
dendritik imatur dan kemampuan berikutnya dari sel dendritik imatur mengalami
2012).
limfosit T CD4+ serta pada produksi dan kerja beberapa sitokin. Terdapat
beberapa bukti yang meyakinkan fungsi vitamin D dalam pembentukan dan atau
2003).
penjelasan lain untuk kontribusi kekurangan vitamin D pada psoriasis (Botti dkk.,
proliferasi sel Th1 dan Th17, serta menginduksi Treg, hal ini merupakan jalur
alternatif yaitu defisiensi vitamin D dapat terjadi pada kondisi psoriasis dengan
proliferasi sel Th1 dan Th17 pada satu sisi dan penghambatan sel Treg pada sisi
dan diferensiasi keratinosit. Juga memiliki pengaruh terhadap fungsi imun dari sel
dendritik dan limfosit T sehingga kadar vitamin D yang rendah juga mungkin
35
2011). Banyak studi terbaru juga menunjukkan adanya defisiensi vitamin D pada
2012). Selain itu, turunan vitamin D topikal memiliki efek imunomodulator pada
monosit, makrofag, sel T dan sel dendritik, dan sedang banyak dipergunakan
secara topikal (Menter A et all, 2009). Selain itu, telah diusulkan bahwa radiasi
telah terbukti meningkatkan kadar serum vitamin D pada pasien dengan psoriasis