Serat poliester adalah serat sintetik yang paling banyak digunakan untuk bahan
tekstil. Serat ini merupakan suatu polimer hasil reaksi antara monomer asam terftalat
dan etilena glikol dengan reaksi sebagai berikut:
Pada pembuatan serat poliester, etilena glikol direaksikan dimetil tereftalat atau
asam tereftalat yang dikenal dengan istilah PTA (pure terphthalate acid). Hasil reaksi
berupa ester dari etilena terftalat kemudian dipolimerisasikan pada suhu tinggi
sehingga terjadi reaksi polimerisasi membentuk polietilena tereftalat. Hasil
polimerisasi di Industri umumnya dibuat dalam bentuk butiran-butiran kasar yang
disebut chips poliester.
Chips poliester oleh industri pembuatan serat dipanaskan sampai meleleh
kemudian dipintal dengan menyemprotkan lelehan poliester melalui cetakan
berbentuk lubang-lubang kecil yang disebut spinneret. Hasil pemintalan berupa
filamen filamen poliester. Untuk membuat serat poliester agak suram agar mirip
dengan serat alam, di dalam pemintalannya dapat ditambahkan zat penyuram yang
berupa oksida misalnya titanium dioksida.
2.1.1. Sifat Serat Poliester
Serat poliester merupakan serat buatan yang paling banyak divariasikan bentuk
penampangnya, mulai dari yang berbentuk bulat, segitiga ataupun bergerigi seperti
rayon viskosa. Bentuk penampang serat akan mempengaruhi sifat kenampakan
seratnya. Bentuk segitiga misalnya akan menyebabkan serat berkilau seperti sutera,
sedangkan bentuk bergerigi menyebabkan serat lebih nyaman dipakai karena
banyak menyimpan udara disela-sela permukaannya.
2.1.2. Morfologi Serat Poliester
Secara umum serat poliester berbentuk silinder lurus untuk penampang
memanjang dan bulat untuk penampang melintangnya. Seperti yang disajikan pada
gambar bintik-bintik kecil pada permukaan menunjukkan adanya titanium dioksida
sebagai penyuram.
Karakteristik serat poliester diantaranya:
Daya serap Hidrofobik, Moisture Regain: 0,4%
Daya celup terhadap zat warna Dapat dicelup dengan zat warna dispersi.
Efek panas Tahan panas sampai sekitar 200O C, meleleh
pada suhu sekitar 250O C.
Elastisitas Pada penarikan 8% dapat kembali ke bentuk
semula sampai 80%.
Kimia Tidak tahan terhadap alkali kuat, tahan
terhadap asam, larut dalam metil salisilat dan
m cresol.
Pembakaran Mengeluarkan asap hitam, tidak meneruskan
pembakaran, meleleh dan meninggalkan
bulatan keras.
Stabilitas dimensi Stabil dalam pencucian setelah mengalami
proses heat setting
Kekuatan 4,5 sampai 7 g/denier
Mulur 25 – 11%
N = N – Ph
OH
N
Dispersol Yellow 3G
2. Kromogen golongan antrakuinon
Zat warna golongan antrakuinon umumnya menghasilkan warna pink, merah,
ungu dan biru. Kelebihan zat warna antrakuinon adalah warnanya sangat cerah,
tahan sinar sangat baik, mudah rata, sedangkan kekurangannya adalah perlu
banyak zat warna untuk memperoleh warna tua (color build up jelek), tahan
luntur terhadap pencucian kurang baik dan harganya mahal.
OH O NCH2CH2OH
OH O NCH2CH2OH
(<1) (10)
Serat
Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat, selanjutnya
terjadi difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat. Adsorpsi dan difusi zat warna ke
dalam serat dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur proses.
Dalam air, serat poliester akan memiliki gaya dipol antar serat dimana ikatannya
digambarkan sebagai berikut:
O O
HO OC CO(CH 2) 2 O n H
Gaya Dipol
O O
HO OC CO(CH 2) 2 O n H
Gaya ini terjadi karena atom karbon bermuatan parsial positif (+)dan atom oksigen
bermuatan parsial negatif (-). Gaya dipol akan renggang pada saat pemanasan di atas
80oC sehingga zat warna bisa masuk ke dalam serat.
Pada suhu tinggi, rantai-rantai molekul serat pada daerah amorf mempunyai
mobilitas tinggi dan pori-pori serat mengembang. Kenaikan suhu menyebabkan adsorpsi
dan difusi zat warna bertambah. Energi rantai molekul serat bertambah sehingga mudah
bergeser satu sama lain dan molekul zat warna dapat masuk ke dalam serat dengan
cepat. Masuknya zat warna ke dalam serat dibantu pula dengan adanya tekanan tinggi.
Rantai molekul serat poliester tersusun dengan pola zig-zag yang rapi dan celah-
celah yang akan dimasuki zat warna sangat sempit. Rantai molekul sangat sulit untuk
mengubah posisinya. Akibatnya molekul zat warna sulit menembus serat dan
pencelupan akan berjalan sangat lambat bila dilakukan tanpa pemanasan dengan suhu
tinggi. Zat warna akan menempati bagian amorf dan terorientasi dari serat poliester.
Pada saat pencelupan berlangsung, kedua bagian tersebut masih bergerak sehingga
zat warna dapat masuk di antara celah-celah rantai molekul dengan adanya ikatan
antara zat warna dengan serat. Ikatan yang terjadi antara serat dengan zat warna
mungkin merupakan ikatan fisika, tetapi dapat pula merupakan ikatan hidrogen yang
terbentuk dari gugusan amina primer pada zat warna dengan gugusan asetil pada
molekul serat.
Demikian pula gaya-gaya Dispersi London (Van der Waals) yang dapat terjadi dalam
pencelupan tersebut, seperti diilustrasikan dalam gambar di bawah ini :
I II
Tolakan
Tarikan
Tolakan
+ Tarikan
+ ikatan Van Der Waals
A B
Dalam gambar di atas dimisalkan atom A adalah atom zat warna, sedangkan atom B
adalah serat poliester. Pada saat atom A mulai berdekatan dengan atom B, maka salah
satu atom cenderung untuk mendekati atom tetangganya. Sampai pada jarak tertentu
maka pada kedua atom akan terjadi antaraksi, dimana awan elektron I pada atom A
akan tertarik pada inti atom B, awan elektron II pada atom B akan tertarik pada inti atom
A, awan elektron I dan awan elektron II saling tolak, dan inti atom A akan menolak inti
atom B. Antaraksi tersebut akan menghasilkan energi tarik-menarik. Interaksi 2 kutub
juga mungkin mengambil peranan penting dalam mekanisme pencelupannya.
-
O - +
+ +
N= =N – H O= C – O – C
=N–N= Ikatan dua kutub
-
O I I
H CH3
Zat warna yang bersifat planar akan lebih mudah terserap daripada zat warna yang
bukan planar. Hal ini menunjukkan pertentangan terhadap teori solid solution.
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional dengan serat poliester ada dua
macam yaitu :
1. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom hidrogen
dengan atom lain yang bersifat elektronegatif. Pada umumnya zat warna dispersi
tidak mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester karena zat warna dispersi
dengan serat poliester bersifat nonpolar, hanya sebagian zat warna dispersi yang
mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester yaitu zat warna dispersi yang
mempunyai donor proton seperti –OH atau NH2.
2. Ikatan Hidrofobik
Zat warna dispersi dan serat poliester merupakan senyawa hidrofob dan
cenderung bersifat non polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat
nonpolar ini yang disebut dengan iatan hidrofobik. Gaya berperan dalam terbentunya
ikatan hidrofobik antara serat poliester dengan zat warna dispersi adalah gaya
Dispersi London yang termasuk kedalam gaya Van der Waals (gaya fisika) yang
terjadi berdasarkan interaksi antara kedua molekul yang berbeda. Iatan Van der
Waals terdiri dari kedua komponen yaitu ikatan dipol (kutub) dan Dispersi London
akan tetapi sifat zat warna dispersi cenderung polar, sehingga gaya yang lebih
berperan dalam terbentukya ikatan antara zat warna dispersi dan serat poliester
adalah gaya Dispersi London.
Setelah proses pencelupan perlu diperlukan penghilangan sisa zat warna
yang tidak terfiksasi pada permukaan bahan agar ketahanan luntur warnannya tidak
turun, caranya yaitu dengan dicuci reduksi atau di heat sett pada suhu 170OC
selama 2 menit
III. Praktikum
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat-Alat :
Gelas Piala 500 mL
Gelas Piala 100 mL
Gelas Ukur 100 mL
Pipet Volume 10 mL
Pipet Volume 1 mL
Tabung Rapid
Mesin HT-Dyeing
3.1.2. Bahan-Bahan :
Kain Poliester
Zat Warna Dispersi
Zat Pendispersi
Zat Anti Sadah
Zat Anti Crease
Zat Perata
Asam Asetat 30%
Na2S2O4
NaOH 38O Be
Pencelupan HT/HP
Rinsing
Pengeringan
120
100
Air
Asam Asetat
80
Zat Pendispersi R/C 70OC
Zat Perata
Suhu (OC)
60 Zat Warna
Kain
40
20
0
0 10 25 55 65 100
Waktu (Menit)
3.4. Resep
3.4.1. Resep Pencelupan
Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
Zat Warna
Dispersi (% 1,5
owf)
Zat
Pendispersi – 1
(mL/L)
Asam Asetat
5,5 5,5 7,5 5,5
(pH)
Zat Perata
- 1
(mL/L)
Zat Anti Sadah
1
(mL/L)
Zat Anticrease
1
(mL/L)
Vlot (1:x) 1:30
Suhu (oC) 130O C
Waktu (menit) 30
Teepol 1 ml/L
Na2S2O4 2 g/L
NaOH Padat 1 g/L
Suhu 80O C
Waktu 10 menit
Vlot 1:30
3.5. Perhitungan Resep
3.5.1. Resep Pencelupan
Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
Berat kain
3,19 3,23 3,32 3,59
(gram)
Vlot 1:30 1:30 1:30 1:30
3,59 x 30 =
Jumlah Air (mL) 3,19 x 30 = 95,7 3,23 x 30 = 96,9 3,32 x 30 = 99,6
107,7
1,5 1,5 1,5
𝑥 3,19 𝑥 3,23 1,5 𝑥 3,59
100 100 𝑥 3,32 = 0,05 100
100
= 0,048 = 0,048 = 0,053
Zat Warna 0,05
0,048 0,048 = 𝑥 50 0,053
= 𝑥 50 = 𝑥 50 0,5 = 𝑥 50
0,5 0,5 0,5
= 5 𝑚𝐿
= 4,8 𝑚𝐿 = 4,8 𝑚𝐿 = 5,3 𝑚𝐿
Zat Pendispersi 96,9 99,6 107,7
– 𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,01
(mL) 1000 1000 100
Asam Asetat
5,5 5,5 7,5 5,5
(pH)
Zat anti Sadah 95,7 96,9 99,6 107,7
𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,01
(m) 1000 1000 1000 100
VII. KESIMPULAN
Dari hasil pencelupan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil celupan
yang didapatkan lebih tua, lebih rata, dan tahan gosok yang baik adalah resep variasi
kedua dengan konsentrasi zat warna 1,5%, zat pendispersi 1 mL/L, dan pH larutan
celup 5,5. Sehingga resep kedua ini adalah resep yang paling optimum untuk
pencelupan kain poliester dengan zat warna dispersi sistem exhaust metode HT/HP.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Proses Pencelupan dengan Zat Warna Dispersi terdapat dalam situs
https://www.scribd.com/doc/41409159/Pencelupan-Poliester-Dengan-Zat-Warna-
Dispersi
Kemal, Noerati dkk . 2013. Modul PLPG. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Kemal, Noerati. 2012. Serat Tekstil 2. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
M. Ichwan dan Rr. Wiwiek Eka Mulyani. 2013. Bahan Ajar Praktikum Teknologi
Pencelupan II. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil