Anda di halaman 1dari 25

PROSES PENCELUPAN POLIESTER DENGAN ZAT WARNA DISPERSI SISTEM EXHAUST

METODE SUHU & TEKANAN TINGGI (HT/HP)

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1.1. MAKSUD
Maksud dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh variasi zat pendispersi,
pH dan zat perata pada proses pencelupan kain poliester dengan menggunakan zat
warna dispersi sistem exhaust metode suhu dan tekanan tinggi (HT/HP).
1.2. TUJUAN
Dan tujuannya yaitu untuk mengetahui hasil variasi zat pendispersi, pH dan zat
perata yang optimal pada pencelupan kain poliester dengan zat warna dispersi sistem
exhaust metode suhu dan tekanan tinggi (HT/HP).

II. TEORI DASAR


2.1. Serat Poliester
Serat poliester mulai pertengahan abad duapuluh merupakan serat buatan yang
paling banyak digunakan. Poliester dengan nama dagang Dacron dibuat dari asam
tereftalat dan etilena glikol, sedangkan Terylene dibuat dari dimetil tereftalat dan etilena
glikol, struktur Dacron dan Terylene:

Serat poliester adalah serat sintetik yang paling banyak digunakan untuk bahan
tekstil. Serat ini merupakan suatu polimer hasil reaksi antara monomer asam terftalat
dan etilena glikol dengan reaksi sebagai berikut:
Pada pembuatan serat poliester, etilena glikol direaksikan dimetil tereftalat atau
asam tereftalat yang dikenal dengan istilah PTA (pure terphthalate acid). Hasil reaksi
berupa ester dari etilena terftalat kemudian dipolimerisasikan pada suhu tinggi
sehingga terjadi reaksi polimerisasi membentuk polietilena tereftalat. Hasil
polimerisasi di Industri umumnya dibuat dalam bentuk butiran-butiran kasar yang
disebut chips poliester.
Chips poliester oleh industri pembuatan serat dipanaskan sampai meleleh
kemudian dipintal dengan menyemprotkan lelehan poliester melalui cetakan
berbentuk lubang-lubang kecil yang disebut spinneret. Hasil pemintalan berupa
filamen filamen poliester. Untuk membuat serat poliester agak suram agar mirip
dengan serat alam, di dalam pemintalannya dapat ditambahkan zat penyuram yang
berupa oksida misalnya titanium dioksida.
2.1.1. Sifat Serat Poliester
Serat poliester merupakan serat buatan yang paling banyak divariasikan bentuk
penampangnya, mulai dari yang berbentuk bulat, segitiga ataupun bergerigi seperti
rayon viskosa. Bentuk penampang serat akan mempengaruhi sifat kenampakan
seratnya. Bentuk segitiga misalnya akan menyebabkan serat berkilau seperti sutera,
sedangkan bentuk bergerigi menyebabkan serat lebih nyaman dipakai karena
banyak menyimpan udara disela-sela permukaannya.
2.1.2. Morfologi Serat Poliester
Secara umum serat poliester berbentuk silinder lurus untuk penampang
memanjang dan bulat untuk penampang melintangnya. Seperti yang disajikan pada
gambar bintik-bintik kecil pada permukaan menunjukkan adanya titanium dioksida
sebagai penyuram.
Karakteristik serat poliester diantaranya:
Daya serap Hidrofobik, Moisture Regain: 0,4%
Daya celup terhadap zat warna Dapat dicelup dengan zat warna dispersi.
Efek panas Tahan panas sampai sekitar 200O C, meleleh
pada suhu sekitar 250O C.
Elastisitas Pada penarikan 8% dapat kembali ke bentuk
semula sampai 80%.
Kimia Tidak tahan terhadap alkali kuat, tahan
terhadap asam, larut dalam metil salisilat dan
m cresol.
Pembakaran Mengeluarkan asap hitam, tidak meneruskan
pembakaran, meleleh dan meninggalkan
bulatan keras.
Stabilitas dimensi Stabil dalam pencucian setelah mengalami
proses heat setting
Kekuatan 4,5 sampai 7 g/denier
Mulur 25 – 11%

2.1.3. Penggunaan Serat Poliester


Serat poliester merupakan serat yang penggunaanya sangat bervariasi. Serat
poliester dapat digunakan untuk tekstil pakaian maupun tekstil industri. Untuk
tekstil pakaian umumnya poliester digunakan sebagai serat campuran bersama-
sama serat alam lain misalnya kapas wol maupun serat rayon yang berbahan dasar
selulosa. Hal ini bertujuan menaikkan kadar kelembaban kain yang dihasilkan. Serat
poliester dapat digunakan sebagai ban pengangkut (conveyor belt) pada industri
tekstil maupun kertas, karena memiliki kekuatan yang tinggi dan tahan terhadap
panas. Poliester juga dapat digunakan sebagai tali jala dan kain layar karena tahan
terhadap air.
2.2. Zat Warna Dispersi
Zat warna ini tidak larut dalam air, warnanya beraneka ragam dan cerah,
ketahanannya baik, digunakan untuk serat sintetik dan asetat Zat warna dispersi adalah
hasil sintesa senyawa yang bersifat hidrofob sehingga kelarutannya dalam air sangat
kecil, oleh karena itu zat warna ini dalam pemakaiannya harus didispersikan dalam
larutan dan dalam pemakaiannya memerlukan zat pengemban (carrier) atau adanya
suhu yang tinggi. Zat warna dispersi digunakan dalam bentuk bubuk (powder dan micro
powder) dan dalam bentuk cairan. Sifat tahan cucinya baik tetapi tahan sinarnya jelek.
Ukuran molekulnya berbeda-beda dan perbedaan tersebut erat hubungannya dengan
sifat kerataan dalam pencelupan dan sifat sublimasinya.
Berdasarkan struktur kimianya, zat warna dispersi dibagi menjadi beberapa
golongan yaitu:
1. Kromogen golongan azo
Zat warna golongan azo umumnya menghasilkan warna kuning, oranye, merah
dan beberapa warna ungu, biru dan hitam.
OH

N = N – Ph

OH
N

Dispersol Yellow 3G
2. Kromogen golongan antrakuinon
Zat warna golongan antrakuinon umumnya menghasilkan warna pink, merah,
ungu dan biru. Kelebihan zat warna antrakuinon adalah warnanya sangat cerah,
tahan sinar sangat baik, mudah rata, sedangkan kekurangannya adalah perlu
banyak zat warna untuk memperoleh warna tua (color build up jelek), tahan
luntur terhadap pencucian kurang baik dan harganya mahal.

OH O NCH2CH2OH

OH O NCH2CH2OH

Celliton Fast Blue Green B

3. Kromogen golongan Thiopene


Zat warna ini mulai dikembangkan pada tahun 1970 untuk mensubtitusi zat
warna golongan antrakuinon, zat warna ini memiliki kelebihan dibanding zat
warna antrakuinon dalam hal color buid up, warna biru yang brilian dan tahan
luntur terhadap pencucian lebih baik. Warna yang dihasilkan adalah warna biru
dan biru kehijauan.
Berdasarkan ukuran molekul dan sifat sublimasinya, zat warna dispersi digolongkan
menjadi 4 golongan yaitu:
1. Tipe A, zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan sangat baik
karena ukuran molekulnya paling kecil, akan tetapi mudah bersublimasi pada suhu
170O C, biasanya digunakan untuk mencelup selulosa asetat dan poliakrilat.
2. Tipe B (tipe E) zat warna disperse dengan ukuran molekul sedang, kerataan
pencelupan baik dan menyublim pada suhu 190O C, biasanya digunakan untuk
pencelupan poliester metode carrier atau pencapan alih panas (transfer printing)
3. Tipe C (tipe SE), zat warna dispers yang mempunyai sifat kerataan pencelupan
cukup baik, menyublim pada suhu 200O C, biasanya digunakan untuk pencelupan
cara carrier, HT/HP dan thermosol.
4. Tipe D (tipe S), zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan
kurang baik, menyublim pada suhu 210O C, biasanya digunakan untuk pencelupan
poliester metode HT/HP dan thermosol.
Dalam penggunaanya pemilihan golongan zat warna tersebut harus tepat karena
sangat menentukan sifat-sifat hasil pencelupannya.

2.2.1. Sifat-sifat Zat Warna Dispersi


Sifat-sifat umum zat warna, baik sifat kimia maupun fisika merupakan factor penting dan
erat hubungannya dengan penggunaannya dalam proses pencelupan. Sifat-sifat umum zat
warna dispersi untuk pencelupan serat poliester (tipe B, C dan D) adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai titik leleh sekitar 150O C dan kekristalinan yang tinggi.
2. Apabila digerus sampai halus dan didispersikan dengan zat warna disperse dapat
menghasilkan disperse yang stabil dalam larutan pencelupan dengan ukuran partikel
0,5 – 2,0 μ.
3. Mempunyai berat molekul yang relatif rendah.
4. Mempunyai tingkat kejenuhan 30 – 200 mg/g dalam serat.
5. Relatif tidak mengalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung.
6. Pada dasarnya bersifat nonion walaupun mengandung gugus NH2, NHR dan –OH
yang bersifat agak polar.
7. Kelarutan dalam air kecil sekali (kurang dari 30 mg/kg zat warna).
8. Ketahan luntur warna hasil pencelupan terhadap keringat dan pencucian sangat baik
tetapi ketahanan luntur warna terhadap sinarnya jelek.

2.3. Zat Pembantu


Zat pembantu (auxiliaries) adalah zat tambahan selain zat warna yang digunakan
pada proses pencelupan agar menghasilkan celupan yang penyerapan zat warnanya
maksimum, warnanya rata dan sesuai target warna yang diinginkan, serat tahan luntur
warnanya baik. Zat pembantu ini meliputi zat pengatur pH, zat pendispersi, zat perata,
zat anti crease mark dan zat anti sadah.
2.3.1. Zat Pengatur pH
Pencelupan poliester dengan zat warna dispersi umumnya berlangsung dalam
suasana asam pH 4.0 – 5.5. kondisi pH ini dimaksudkan agar tidak terjadi hidrolisis pada
serat poliester dan sebagian besar zat warna dispersi akibat pH alkali. Untuk
mendapatkan pH larutan celup tersebut perlu ditambahkan asam asetat (CH3COOH
30%) kurang lebih 0,5 mL/L.
2.3.2. Zat Pendispersi
Zat warna dispersi bersifat hidrofob dan kelarutannya di dalam air sangat kecil
sekali, oleh karena itu partikel zat warna disperse yang tidak larut tersebut harus
didispersikan secara homogen di dalam larutan. Untuk menjamin kestabilan
pendispersian dan mencegah agregasi zat warna pada suhu tinggi perlu dibantu dengan
zat pendispersi. Zat ini berupa suatu senyawa surfaktan anionik atau senyawa
polielektrolit anionik (turunan lignosulfat) yang tahan suhu tinggi dan bekerja dengan
cara bagian hidrofob dari zat pendispersi menarik partikel zat warna bagian hidrofil yang
bermuatan negatif mengarah ke larutan dan menjaga jarak antar partikel zat warna agar
tidak beragregasi sehingga partikel zat warna tetap terdispersi secara homogen di
dalam larutan.
2.3.3. Zat Perata (Levelling Agent)
Zat perata yang digunakan adalah jenis leveler yang bekerja memperbesar migrasi
zat warna di dalam serat serta memperbaiki pendispersian zat warna. Zat perata yang
digunakan dapat berupa campuran pendispersi anionik dan nonionik serta zat perata
yang mengandung carrier (campuran zat pendispersi anionik + pendispersi nonionik +
carrier). Leveler yang tidak mengandung carrier ditujukan untuk mengatasi belang spot
akibat pendispersian yang kurang sempurna, sedangkan leveler yang mengandung
carrier digunakan untuk mengatasi belang akibat efek barrier.
2.3.4. Zat Anti Crease Mark
Zat ini digunakan untuk pencelupan kain dalam bentuk rope pada mesin jet dyeing
dimana bisa terjadi belang pada lipatan kain dan timbul bulu pada kain akibat adanya
gesekan kain dengan nozzle. Zat anti crease mark ini mengandung koloid pelindung
untuk meminimumkan gesekan antara kain dengan nozzle serta mengandung zat
penetrasi sehingga zat warna bisa masuk dengan baik ke bagian lipatan kain yang lebih
rapat.
2.3.5. Zat Anti Sadah
Air proses yang mengandung logam Ca2+, Mg2+, Fe2+, Mn2+, Cu2+, Zn2+ dapat
mengganggu kerja pendispersi anionik sehingga pendispersian zat warna tidak
sempurna (tidak terdispersi secara monomolekuler) maka zat warna menjadi terdispersi
dalam bentuk agregat sehingga molekulnya menjadi besar. Hal tersebut akan
menggangu proses difusi zat warna kedalam serat sehingga akan terbentuk ring dyeing
(pencelupan cincin) yang tahan lunturnya jadi lebih rendah dan warnanya menjadi lebih
suram. Zat anti sadah yang sering digunakan adalah jenis EDTA (Ethylene Diamine
Tetra Acetic Acid) yang relatif stabil pada kondisi proses pencelupan metode HT/HP.

2.4. Mekanisme Pencelupan


Serat poliester adalah serat dengan derajat kristalinitas yang tinggi. Hal tersebut
menjadikan serat poliester sebagai serat yang hidrofob dan sulit bereaksi dengan zat
kimia. Untuk mencelup serat yang bersifat hidrofob diperlukan zat wana yang bersifat
hidrofob pula. Zat warna dispersi adalah zat warna yang bersifat hidrofob dimana
kelarutannya dalam air sangat kecil dan meupan larutan terdispersi. Dilihat dari bentuk
kimianya, zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau antrakuion dengan berat
molekul yang kecil dan mengandung gugus pelarut. Zat warna dispersi memiliki afinitas-
afinitas yang tinggi terhadap poliester dibanding terhadap larutan sehingga zat warna
dapat bermigrasi kedalam serat dan membentuk suatu larutan pada (solid solution)
didalam serat poliester.
Kecepatan difusi zat warna dispersi sangat rendah sehinga waktu pencelupannya
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk meningkatkan kecepatan difusinya, maka
pencelupan dengan suhu dan tekanan tinggi atau pencelupan dengan bantuan zat
pengemban merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk mencelup poliester.
Pencelupan dengan suhu tinggi selalu disertai dengan tekanan tinggi. Tekanan
berfungsi untuk menaikkan suhu proses dan membantu difusi zat warna ke dalam serat.
Pencelupan dilakukan pada mesin tertutup tanpa bantuan zat pengemban. Pencelupan
metoda ini banyak dilakukan pada serat poliester karena dianggap efektif akibat :
 Perpindahan atau pergerakan rantai molekul serat poliester mulai aktif pada
suhu tinggi (120-130oC) sehingga memberi ruang bagi molekul-molekul zat
warna untuk meningkatkan penyerapan zat warna ke dalam serat.
 Kecepatan difusi zat warna dispersi mulai meningkat pada suhu tinggi (120-
130oC) dan kecepatan penyerapan serta migrasi zat warna menjadi lebih
besar sehingga akan mempercepat proses.
 Pencelupan mulai lebih cepat karena kelarutan zat warna dispersi pada suhu
tinggi (120-130oC) mulai meningkat.
Beberapa keuntungan penggunaan metoda ini adalah dapat mencelup warna tua,
hemat bahan, waktu dan biaya proses, adsorbsi lebih cepat, kerataan lebih baik,
ketahanan luntur baik, penetrasi lebih baik, dan dapat menggunakan zat warna dispersi
dengan ketahanan sinar yang lebih baik dan sukar menguap tetapi hanya terserap
sedikit pada pencelupan di bawah temperatur 100oC.
Mekanisme lain menjelaskan demikian: zat warna dispersi berpindah dari keadaan
agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat sebagai bentuk molekuler. Pigmen
zat warna dispersi larut dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat warna yang
terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh bahan. Sedangkan bagian yang tidak larut
merupakan timbunan zat warna yang sewaktu-waktu akan larut mempertahankan
kesetimbangan.
Bagian zat warna dalam bentuk agregat, pada suatu saat akan terpecah menjadi
terdispersi monomolekuler. Zat warna dispersi dalam bentuk ini akan masuk ke dalam
serat melalui pori-pori serat. Untuk lebih jelasnya, sifat zat warna dispersi dalam larutan
celup dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Partikel zat wana dispersi Agregasi Agregat zat warna

(<1) (10)

Zat warna terdispersi


monomolekuler

Serat

Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat, selanjutnya
terjadi difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat. Adsorpsi dan difusi zat warna ke
dalam serat dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur proses.
Dalam air, serat poliester akan memiliki gaya dipol antar serat dimana ikatannya
digambarkan sebagai berikut:

O O
HO OC CO(CH 2) 2 O n H

Gaya Dipol
O O
HO OC CO(CH 2) 2 O n H

Gaya ini terjadi karena atom karbon bermuatan parsial positif (+)dan atom oksigen
bermuatan parsial negatif (-). Gaya dipol akan renggang pada saat pemanasan di atas
80oC sehingga zat warna bisa masuk ke dalam serat.
Pada suhu tinggi, rantai-rantai molekul serat pada daerah amorf mempunyai
mobilitas tinggi dan pori-pori serat mengembang. Kenaikan suhu menyebabkan adsorpsi
dan difusi zat warna bertambah. Energi rantai molekul serat bertambah sehingga mudah
bergeser satu sama lain dan molekul zat warna dapat masuk ke dalam serat dengan
cepat. Masuknya zat warna ke dalam serat dibantu pula dengan adanya tekanan tinggi.
Rantai molekul serat poliester tersusun dengan pola zig-zag yang rapi dan celah-
celah yang akan dimasuki zat warna sangat sempit. Rantai molekul sangat sulit untuk
mengubah posisinya. Akibatnya molekul zat warna sulit menembus serat dan
pencelupan akan berjalan sangat lambat bila dilakukan tanpa pemanasan dengan suhu
tinggi. Zat warna akan menempati bagian amorf dan terorientasi dari serat poliester.
Pada saat pencelupan berlangsung, kedua bagian tersebut masih bergerak sehingga
zat warna dapat masuk di antara celah-celah rantai molekul dengan adanya ikatan
antara zat warna dengan serat. Ikatan yang terjadi antara serat dengan zat warna
mungkin merupakan ikatan fisika, tetapi dapat pula merupakan ikatan hidrogen yang
terbentuk dari gugusan amina primer pada zat warna dengan gugusan asetil pada
molekul serat.

O2N N=N N–H O=C – O – C


I I
ikatan hidrogen
H CH3
zat warna dispersi gugus ester

Demikian pula gaya-gaya Dispersi London (Van der Waals) yang dapat terjadi dalam
pencelupan tersebut, seperti diilustrasikan dalam gambar di bawah ini :

I II
Tolakan
Tarikan
Tolakan
+ Tarikan
+ ikatan Van Der Waals
A B

Dalam gambar di atas dimisalkan atom A adalah atom zat warna, sedangkan atom B
adalah serat poliester. Pada saat atom A mulai berdekatan dengan atom B, maka salah
satu atom cenderung untuk mendekati atom tetangganya. Sampai pada jarak tertentu
maka pada kedua atom akan terjadi antaraksi, dimana awan elektron I pada atom A
akan tertarik pada inti atom B, awan elektron II pada atom B akan tertarik pada inti atom
A, awan elektron I dan awan elektron II saling tolak, dan inti atom A akan menolak inti
atom B. Antaraksi tersebut akan menghasilkan energi tarik-menarik. Interaksi 2 kutub
juga mungkin mengambil peranan penting dalam mekanisme pencelupannya.
-
O - +
+ +
N= =N – H O= C – O – C
=N–N= Ikatan dua kutub
-
O I I

H CH3

Zat warna yang bersifat planar akan lebih mudah terserap daripada zat warna yang
bukan planar. Hal ini menunjukkan pertentangan terhadap teori solid solution.
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional dengan serat poliester ada dua
macam yaitu :
1. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom hidrogen
dengan atom lain yang bersifat elektronegatif. Pada umumnya zat warna dispersi
tidak mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester karena zat warna dispersi
dengan serat poliester bersifat nonpolar, hanya sebagian zat warna dispersi yang
mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester yaitu zat warna dispersi yang
mempunyai donor proton seperti –OH atau NH2.
2. Ikatan Hidrofobik
Zat warna dispersi dan serat poliester merupakan senyawa hidrofob dan
cenderung bersifat non polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat
nonpolar ini yang disebut dengan iatan hidrofobik. Gaya berperan dalam terbentunya
ikatan hidrofobik antara serat poliester dengan zat warna dispersi adalah gaya
Dispersi London yang termasuk kedalam gaya Van der Waals (gaya fisika) yang
terjadi berdasarkan interaksi antara kedua molekul yang berbeda. Iatan Van der
Waals terdiri dari kedua komponen yaitu ikatan dipol (kutub) dan Dispersi London
akan tetapi sifat zat warna dispersi cenderung polar, sehingga gaya yang lebih
berperan dalam terbentukya ikatan antara zat warna dispersi dan serat poliester
adalah gaya Dispersi London.
Setelah proses pencelupan perlu diperlukan penghilangan sisa zat warna
yang tidak terfiksasi pada permukaan bahan agar ketahanan luntur warnannya tidak
turun, caranya yaitu dengan dicuci reduksi atau di heat sett pada suhu 170OC
selama 2 menit
III. Praktikum
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat-Alat :
 Gelas Piala 500 mL
 Gelas Piala 100 mL
 Gelas Ukur 100 mL
 Pipet Volume 10 mL
 Pipet Volume 1 mL
 Tabung Rapid
 Mesin HT-Dyeing
3.1.2. Bahan-Bahan :
 Kain Poliester
 Zat Warna Dispersi
 Zat Pendispersi
 Zat Anti Sadah
 Zat Anti Crease
 Zat Perata
 Asam Asetat 30%
 Na2S2O4
 NaOH 38O Be

3.2. Diagram Alir Proses

Pembuatan larutan celup dan


persiapan bahan

Pencelupan HT/HP

Reduction Clearing (Pencucian


Reduksi)

Rinsing

Pengeringan

Evaluasi: Ketuaan, Kerataan dan


Tahan Luntur Warna terhadap
Gosokkan Kering dan Basah
3.3. Skema Proses

120

100
Air
Asam Asetat
80
Zat Pendispersi R/C 70OC
Zat Perata
Suhu (OC)

60 Zat Warna
Kain
40

20

0
0 10 25 55 65 100
Waktu (Menit)
3.4. Resep
3.4.1. Resep Pencelupan
Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
Zat Warna
Dispersi (% 1,5
owf)
Zat
Pendispersi – 1
(mL/L)
Asam Asetat
5,5 5,5 7,5 5,5
(pH)
Zat Perata
- 1
(mL/L)
Zat Anti Sadah
1
(mL/L)
Zat Anticrease
1
(mL/L)
Vlot (1:x) 1:30
Suhu (oC) 130O C
Waktu (menit) 30

3.4.2. Resep Cuci Reduksi

Teepol 1 ml/L
Na2S2O4 2 g/L
NaOH Padat 1 g/L
Suhu 80O C
Waktu 10 menit
Vlot 1:30
3.5. Perhitungan Resep
3.5.1. Resep Pencelupan
Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
Berat kain
3,19 3,23 3,32 3,59
(gram)
Vlot 1:30 1:30 1:30 1:30
3,59 x 30 =
Jumlah Air (mL) 3,19 x 30 = 95,7 3,23 x 30 = 96,9 3,32 x 30 = 99,6
107,7
1,5 1,5 1,5
𝑥 3,19 𝑥 3,23 1,5 𝑥 3,59
100 100 𝑥 3,32 = 0,05 100
100
= 0,048 = 0,048 = 0,053
Zat Warna 0,05
0,048 0,048 = 𝑥 50 0,053
= 𝑥 50 = 𝑥 50 0,5 = 𝑥 50
0,5 0,5 0,5
= 5 𝑚𝐿
= 4,8 𝑚𝐿 = 4,8 𝑚𝐿 = 5,3 𝑚𝐿
Zat Pendispersi 96,9 99,6 107,7
– 𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,01
(mL) 1000 1000 100

Asam Asetat
5,5 5,5 7,5 5,5
(pH)
Zat anti Sadah 95,7 96,9 99,6 107,7
𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,01
(m) 1000 1000 1000 100

Zat Anticrease 95,7 96,9 99,6 107,7


𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,09 𝑥 1 = 0,01
(mL) 1000 1000 1000 100
107,7
Zat Perata (mL) – 𝑥 1 = 0,01
100

3.5.2. Resep Pencucian


Jumlah Air 500 mL
500
Teepol 𝑥 1 = 0,5 𝑚𝐿
1000
500
Na2S2O4 𝑥2=1𝑔
1000
500
NaOH padat 𝑥 1 = 0,5 𝑔
1000
3.6. Fungsi Zat
 Zat Warna Dispersi : memberi warna pada kain poliester
 Asam Asetat : pengatur pH larutan, pemberi suasana asam
 Zat Pendispersi : mendisperikan zat warna sehingga tersebar merata
kedalam larutan celup
 Zat Perata : meratakan dan mempercepat proses pembasahan
dengan cara menurunkan tegangan permukaan,
menambah kelarutan zat warna dan memperlambat laju
pencelupan
 Zat Anti Crease : mencegah lipatan atau crease mark pada kain
 Na2S2O4 : mereduksi zat warna yang tidak terfiksasi di
permukaan serat dan zat pengemban yang masih
tertinggal di dalam serat pada pada proses cuci reduksi
 NaOH : membantu mengaktifkan natrium hidrosulfit
 Teepol : membantu menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi

3.7. Prosedur Kerja


1. Alat dan bahan yan diperlukan disiapkan.
2. Zat warna dispersi yang sesuai untuk metode HT/HP dipilih.
3. Rencana proses pencelupannya meliputi: penyusunan diagram alir proses,
pemilihan skema proses, pemilihan zat pembantu dan penyusunan resep
pencelupan.
4. Kebutuhan bahan, zat warna, air, zat pembantu pencelupan dihitung sesuai
resep yang dibuat.
5. Proses pencelupan dilakukan sesuai skema proses yang dipilih.
6. Hasil pencelupannya dievaluasi serta dianalisa dan dibandingkan dengan variasi
percobaan.
7. Laporan ditulis sesuai dengan format laporan.
IV. HASIL PRAKTIKUM
Resep 1
Tanpa Menggunakan Zat Pendispersi dan Zat Perata dengan pH Larutan Celup 5,5
Resep 2
Menggunakan Zat Pendispersi 1 mL/L dan Tanpa Zat Perata dengan pH Larutan Celup 5,5
Resep 3
Menggunakan Zat Pendispersi 1 mL/L dan Tanpa Zat Perata dengan pH Larutan Celup 7,5
Resep 4
Menggunakan Zat Pendispersi 1 mL/L dan Zat Perata 1 mL/L dengan pH Larutan Celup 5,5
V. EVALUASI
5.1. Tabel Evaluasi Ketahanan Luntur Terhadap Gosokan Kering dan Basah

Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4


Kering Basah Kering Basah Kering Basah Kering Basah

5.1.1. Tabel Penilaian Berdasarkan Staining Scale


Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
Kering Basah Kering Basah Kering Basah Kering Basah

4/5 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5


Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
Kering Basah Kering Basah Kering Basah Kering Basah

5.1.2. Tabel Penilaian Berdasarkan Grey Scale


Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4

Kering Basah Kering Basah Kering Basah Kering Basah

4/5 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5


VI. DISKUSI
Proses pencelupan dengan kain poliester sistem exhaust dengan metode suhu dan
tekanan tinggi (HT/HP) mempergunakan berbagai variasi yaitu zat pendispersi, pH , dan
zat perata. Dimana ketiga variasi tersebut mempengaruhi hasil dari pencelupannya,
seperti zat pendispersi yang digunakan semakin banyak maka zat warna yang akan
terdispersi semakin banyak sehingga mencegah terjadinya agregasi zat warna didalam
larutan celup. Kemudian variasi pH, karena zat warna dispersi stabil dalam suasana
asam maka semakin asam suatu larutan celup warna yang dihasilkannya pun akan
semakin tua. Yang terakhir variasi zat perata, saat zat perata diberikan pada larutan
celup, akan mempengaruhi kerataan warna dari hasil celupan.
Pada resep pertama variasi yang digunakan yaitu tanpa menggunakan zat
pendispersi dan zat perata dengan pH larutan celup 5,5 didapatkan hasil yang rata,
warna yang cukup tua dan ketahanan gosok kering maupun basah baik berdasarkan
penilaian dengan staining scale 4/5 dan grey scale 4/5.
Lalu pada resep kedua menggunakan zat pendispersi, pH larutan celup 5,5, dan
tanpa menggunakan zat perata. Didapatkan hasil yang rata, dengan warna yang lebih
tua dibandingkan resep pertama dan ketahanan gosok basah maupun kering sama
dengan resep pertama.
Pada resep ketiga variasi yang digunakan yaitu menggunakan zat pendispersi dan
tanpa zat perata dengan pH larutan celup 7,5 didapatkan hasil yang tidak rata
dikarenakan tidak digunakannya zat perata sehingga timbul spot-spot putih pada kain
celup hal ini dikarenakan migrasi zat warna yang terlalu cepat sehingga zat warna tidak
tersebar secara sempurna keseluruh kain, warna cukup tua namun arah warna sedikit
tidak sesuai dengan seharusnya, warna yang di hasilkan hitam kearah merah yang
cukup tua, disebabkan pH larutan celup yang sedikit alkali menyebabkan zat warna
terhidrolisa sehingga terjadi perubahan arah warna dari yang seharusnya. Pada
ketahanan gosoknya sama dengan resep pertama dan resep kedua.
Pada resep keempat variasi yang digunakan yaitu menggunakan zat pendispersi
dan zat perata dengan pH larutan 5,5 didapatkan hasil yang rata dan tua, namun arah
warna sedikit tidak sesuai dengan seharusnya, warna yang dihasilkan hitam kemerahan,
hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh pH yang awalnya 5,5 bergeser kearah
alkali dengan adanya penambahan zat pembantu yang lain.
Hasil celupan kain poliester dengan zat warna dispersi, dilakukan evaluasi selain
dari kerataan, ketuaan juga dilakukan evaluasi ketahanan terhadap gosokan basah dan
kering. Dari semua hasilnya didapatkan nilai 4/5 menurut grey scale dan staining scale
hal ini menandakan bahwa zat warna dispersi memiliki ketahanan gosok yang baik
karena hampir tidak ada penodaan maupun perubahan warna pada kain setelah
dilakukan evaluasi tahan gosok tersebut .

VII. KESIMPULAN
Dari hasil pencelupan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil celupan
yang didapatkan lebih tua, lebih rata, dan tahan gosok yang baik adalah resep variasi
kedua dengan konsentrasi zat warna 1,5%, zat pendispersi 1 mL/L, dan pH larutan
celup 5,5. Sehingga resep kedua ini adalah resep yang paling optimum untuk
pencelupan kain poliester dengan zat warna dispersi sistem exhaust metode HT/HP.
DAFTAR PUSTAKA

 Anonim. 2013. Proses Pencelupan dengan Zat Warna Dispersi terdapat dalam situs
https://www.scribd.com/doc/41409159/Pencelupan-Poliester-Dengan-Zat-Warna-
Dispersi
 Kemal, Noerati dkk . 2013. Modul PLPG. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
 Kemal, Noerati. 2012. Serat Tekstil 2. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
 M. Ichwan dan Rr. Wiwiek Eka Mulyani. 2013. Bahan Ajar Praktikum Teknologi
Pencelupan II. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Anda mungkin juga menyukai