Pencegahan melalui perilaku seksual: Absen hubungan seksual - tidak melakukan hubungan seksual. Pencegahan ini terutama bagi mereka yang belum pernah berhubungan seks atau belum menikah. Tujuannya agar perilaku tersebut dipertahankan selama mungkin sampai menemukan pasangan tetap atau menikah. Berlaku saling setia - hanya melakukan hubungan seksual dengan satu orang dan saling setia, maka HIV bisa dicegah. Tentu saja dengan catatan, salah satu pasangan tidak melakukan perilaku lain yang juga dapat menularkan HIV seperti: memakai narkoba suntik atau menerima transfusi darah yang sudah tercemar HIV. Cegah dengan kondom - apabila salah satu pasangan sudah terkena HIV atau tidak dapat saling setia, gunakan kondom. Hal ini juga berlaku jika salah satu pasangan melakukan perilaku berisiko lain seperti memakai narkoba suntik. Kondom merupakan alat berbahan dasar latex yang berfungsi mencegah kehamilan dan penularan IMS serta HIV. Peningkatan penyebarluasan informasi dan edukasi pada kalangan pekerja dengan focus perubahann perilaku pekerja laki – laki resiko tinggi (kategori 4 M, Man Mobile with Money macho environment). Mendekatkan kelompok pekerja 4 M ini dan mendorong penigkatan aksesnya ke layanan melalui jejaring dengan faskes setempat Peningkatan penggunaan kondom konsisten agar tidak hanya dibebankan pada WPS maupun Waria, namun juga melibatkan mucikari dan pelanggan, melalui dua strategi utama: (1) Kampanye pada populasi umum melalui layanan publik, program sosialisasi di tempat kerja yang dibiayai oleh sektor swasta, yang dirancang untuk mengurangi stigma penggunaan kondom, (2) Kampanye kondom dengan sasaran tempat kerja dimana laki-laki 4M terkonsentrasi. Penapisan dan pengobatan IMS perlu diperluas berintegrasi dengan layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (KSR), yang secara otomatis akan meningkatkan jumlah puskesmas yang memberikan layanan IMS. Intervensi biomedis, termasuk “pengobatan sebagai pencegahan”, pre-expsoure prophylaxis; meningkatkan akses untuk melakukan tes HIV. 2. Pengurangan dampak buruk pada penasun Paket pengurangan dampak buruk yang komprehensif, seperti peralatan suntik steril, substitusi oral, akses kondom dan media informasi untuk Penasun dan pasangan, rujukan ke layanan kesehatan untuk tes HIV, terapi ARV, TB, dan terapi adiksi, dan ko-infeksi Hepatitis C. Perluasan tes HIV bagi Penasun dan pasangannya menjadi salah satu prioritas penting. Pengembangan layanan pada pekerja seks yang juga pengguna NAPZA serta pengembangan layanan di Lapas/ Rutan Mengoptimalkan peran jaringan komunitas Penasun sebagai sentra koordinasi dan komunikasi dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan penelitian terkait HIV baik di tingkat nasional maupun daerah. 3. Tanah Papua Strategi untuk pencegahan HIV di Tanah Papua sesungguhnya sama dengan wilayah Indonesia lainnya, namun usaha khusus perlu dilakukan: Penawaran tes HIV wajib dilakukan untuk semua ibu hamil. PPIA dengan opsi B+ harus diimplementasikan secara luas di seluruh kabupaten/ kota. Pendidikan HIV harus diberikan kepada populasi umum mapupun populasi kunci. Memprioritaskan semua anak muda dalam pemberian informasi HIV yang komprehensif melalui pendidikan kecakapan hidup di sekolah dan luar sekolah, akses ke layanan kesehatan, dan metode pencegahan seperti kondom Perhatian khusus diperlukan untuk meningkatkan retensi pasien terhadap pengobatan. Berbagai strategi yang efektif harus diidentifikasi dan diimplementasikan, terutama berkenaan dengan jarak dari rumah ke layanan kesehatan, tingkat pengobatan, kesadaran akan kesehatan, budaya, dan faktor sosial dan ekonomi. Intervensi struktural melibatkan tokoh agama dan adat dalam penanggulangan HIV. Pengadaan logistik HIV dari tingkat nasional dalam implementasinya harus disesuaikan dengan keadaan antropologi masyarakat dan struktur geografis Tanah Papua. 4. Pencegahan oleh orang HIV yang telah mengetahui statusnya ODHA yang telah mengetahui status HIV-nya harus dirujuk ke layanan pencegahan terintegrasi dengan layanan konseling berkelanjutan melalui Konseling dan Tes HIV (KTH) serta layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (KSR). ODHA yang telah mengetahui status HIV-nya dijangkau untuk mendapatkan edukasi pilihan pencegahan dan kegiatan pencegahan positif melalui kelompok- kelompok ODHA dengan peran dukungan sebaya. Tersedianya informasi tentang seks aman, infeksi ulang, pilihan kesehatan reproduksi, dampak pengobatan ARV, menyuntik yang aman tersedia pada setiap layanan HIV termasuk rumah sakit, PKM, klinik KB, LSM dan kelompok dukungan ODHA. Pemberdayaan ODHA sebagai fasilitator sebaya dalam menginisiasi prinsip pencegahan positif sebagai bagian dari intervensi perubahan perilaku.