Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KALA II PERSALINAN

ASUHAN SAYANG IBU DAN POSISI MENERAN


Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan,
dan keinginan ibu.
a. Anjurkan agar keluarga mendampingi ibu seperti suami, ibu atau kerabat
yang dipilih ibu. Dukungan keluarga terutama suami mampu memberikan
hasil yang baik pada proses persalinan
b. Anjurkan keluarga terlibat dalam asuhan seperti membantu ibu mengganti
posisi, melakukan rangsangan taktil, memberi makan dan minum, sebagai
teman bicara, serta memberi dorongan dan dukungan semangat pada ibu
selama proses persalinan
c. Penolong persalinan memberi dukungan dan semangat pada ibu dan
keluarga serta menjelaskan tahapan kemajuan persalinan ibu
d. Tentramkan hati ibu selama proses persalinan
e. Membantu ibu memilih posisi yang nyaman selama proses persalinan
f. Asuhan yang dapat diberikan pada saat pembukaan lengkap :
 Menganjurkan ibu mengedan saat terasa dorongan meneran kuat
 Menganjurkan ibu istirahat diantara kontraksi
 Jangan menganjurkan ibu meneran kuat aplagi menahan nafas
 Meneran berlebihan mengakibatkan ibu susah bernafas dan kelelahan
 Kesulitan bernafas dan kelelahan ibu beresiko bayi mengalami
aspiksia sebagai akibat kekurangan suplai O2
g. Memberikan ibu minum selama kala II persalinan
h. Beri penjelasan dan tujuan setiap tindakan yang dilakukan terhadap ibu

Kebutuhan ibu bersalin kala II


a. Hidrasi selama persalinan kala II
b. Kebersihan daerah perineum
c. Kosongkan kandung kemih
POSISI MENERAN
Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman. Ibu dapat berganti
posisi secara teratur selama kala II persalinan karena hal ini dapat mempercepat
kemajuan persalinan. Ibu mungkin merasa dapat meneran efektif pada posisi
tertentu.
Posisi meneran dalam persalinan antara lain :
1. Posisi terlentang
2. Posisi miring
3. Posisi jongkok
4. Posisi merangkak
5. Posisi duduk
6. Posisi setengah duduk
7. Posisi berdiri

Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman selama persalinan


clan melahirkan bayi, serta anjurkan suami dan pendamping lainnya membantu
ibu berganti posisi. Ibu boleh berjalan, duduk, jongkok, berbaring miring, atau
merangkak. Posisi tegak seperti berjalan atau jongkok dapat membantu turunnya
kepala bayi dan sering kali memperpendek waktu persalinan. Beritahu ibu untuk
tidak berbaring terlentang lebih dari 10 menit karen ajika ibu berbaring terlentang,
maka berat uterus dan isinya (janin, plasenta, dan cairan ketuban) akan menekan
vena cava inferior yang mengakibatkan menurunnya aliran darah dari sirkulasi ibu
ke plasenta yang menyebabkan hipoksia atau kekurangan pasokan oksigen.

1. Posisi Terlentang (Supine)

Kerugian :
- Posisi ini juga menyebabkan waktu persalinan menjadi lebih lama,
besar kemungkinan terjadinya laserasi perineum dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung. Dapat
menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya menekan aorta,
vena cava inferior serta pembuluh-pembuluh darah lain sehingga
menyebabkan suplai darah ke janin menjadi berkurang, dimana
akhirnya ibu dapat pingsan dan bayi mengalami fetal distress ataupun
anoksia janin.
- Ibu mengalami gangguan untuk bernafas
- Buang air kecil terganggu
- Mobilisasi ibu kurang bebas
- Ibu kurang semangat
- Resiko laserasi jalan lahir bertambah
- Dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung
- Rasa nyeri yang bertambah.

2. Posisi Miring

Ibu miring kiri atau kanan, salah satu kaki diangkat, sedangkan kaki
lainnya diluruskan (posisi lateral). Dilakukan bila kepala bayi belum tepat.
Keuntungan :
- Peredaran darah balik ibu menjadi lancar
- Kontraksi uterus akan lancar
- Mempermudah bidan dalam menolong persalinan
- Persalinan berlangsung nyaman

Kerugian : memerlukan bantuan untuk memegangi paha ibu

3. Posisi merangkak
Kedua tangan ibu menyanggah tubuh, kedua kaki ditekuk dan dibuka

Keuntungan :
- Posisi paling baik ketika ibu mengalami nyeri pada punggung
- Dapat mengurangi rasa sakit
- Mengurangi keluhan hemoroid
- Mengurangi peregangan pada perenium
- Penurunan kepala janin lebih dalam ke panggul
4. Posisi jongkok

Keuntungan :
- Memperluas rongga panggul
- Proses persalinan lebih mudah
- Menggunakan gaya grafitasi
- Mengurangi trauma pada perenium

Kerugian : berpeluang untuk cidera kepala bayi

Keuntungan :
- Memudahkan melahirkan kepala bayi
- Membuat ibu nyaman
- Jika merasa lelah, ibu bisa beristirahat dengan mudah
Kerugian : rongga panggul menjadi sempit

Posisi Ibu saat Meneran


Membantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling
nyaman baginya. Ibu dapat berganti posisi secara teratur
selama kala dua persalinan karena hal ini sering kali
mempercepat kemajuan persalinan.

Gambar 2. Posisi duduk atau setengah duduk


Gambar 3. Jongkok atau Berdiri

Gambar 4. Merangkak atau berbaring miring ke kiri

CARA MENERAN
Beberapa cara meneran menurut berbagai somber yang dapat dilakukan
yaitu
1. Menurut Manuaba (2001), cara meneran yaitu :
 Anjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama
kontraksi
 Jangan anjurkan untuk menahan nafas pada saat meneran
 Anjurkan ibu untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi
 Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu mungkin merasa lebih
muda untuk meneran jika ia menarik lutut kearah dada dan menempelkan
dagu ke dada
 Anjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran
 Jangan melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran bayi.

2. Menurut JNPK-KR (2007), dorongan pada fundus meningkatkan resiko


distosia bahu dan rupture uteri. Cegah setup anggota keluarga yang mencoba
melakukan dorongan pada fundus. Untuk mengkoordinasikan semua kekuatan
menjadi optimal saat his dan mengejan dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
 Parturien diminta untuk merangkul kedua pahanya, sehingga dapat
menambah pembukaan pinto bawah panggul
 Badan ibu dilengkungkan sampai dagu menempel di dada, sehingga arah
kekuatan menuju jalan lahir
 His dan mengejan dilakukan bersamaan sehingga kekuatannya optimal
 Saat mengejan ditarik sedalam mungkin dan dipertahankan dengan
demikian diafragma abdominal membantu dorongan kearah jalan lahir
 Bila lelah dan his masih berlangsung, nafas dapat dikeluarkan dan
selanjutnya ditarik kembali untuk dipergunakan mengejan.

3. Menurut Sarwono (2005), ada 2 cara mengejan yaitu


 Wanita tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua pahanya sampai
batas siku, kepala sedikit diangkat sehingga dagu mendekati dadanya dan
dapat melihat perutnya
 Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring kekiri atau kekanan
tergantung pada letak punggung janin, hanya satu kaki dirangkul, yakni
kaki yang berada diatas. Posisi yang menggulung ini memang fisiologis.
Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna.
PERUBAHAN FISIOLOGIS KALA II
Kala II persalinan dimulai dari dilatasi serviks maksimum, sampai bayi
lahir. Ada perubahan fisiologi yang ter adi pada ibu selama proses persalinan,
antara lain :
1) Kontraksi atau dorongan otot dinding rahim
Dinding rahim yang berkontraksi menimbulkan rasa nyeri disebabkan oleh hal
sebagai berikut :
a. Anoxia sel-sel otot rahim waktu kontraksi
b. Tekanan ganglia dalam rahim dan segmen bawah rahim
c. Regangan serviks saat kontraksi atau tarikan peritonium saat kontraksi
Kontraksi / his pada kala II terjadi setiap 2-3 merit, durasinya selama
50-60 detik, dan his terjadi semakin lama semakin kuat. Saat berkontraksi otot
rahim tidak berelaksasi tapi menjadi lebih memendek. Kontraksi otot rahim
tidak sama kuat pada seluruh rahim. Kontraksi paling kuat terjadi di daerah
fundus uteri, dan berangsur berkurang dan paling lemah pada segmen bawah
rahim.
Akibat yang dapat ditimbulkan dengan adanya his yang mendorong
terjadinya persalinan :
a. Kekuatan janin mendorong ke arah bawah
b. Kekuatan his menimbulkan putaran paksi dalam, penurunan kepala
dan bagian terendah
c. Penurunan bagian terendah mengakibatkan tekanan pada fleksus
frankenhauser yang menimbulkan reflek mengedan
d. Kekuatan his dan dorongan mengedan mendorong bagian terendah
terjadi pembukaan pintu, dengan crowning, dan penipisan perineum
e. Kekuatan his dan tenaga, mengedan mengakibatkan ekspulsi

2) Pergeseran Otot Dasar Panggul


Sejak kehamilan yang lanjut uterus (rahim) dengan jelas terdiri dari
dua bagian :
- Segmen Atas Rahim (SAR) yang dibentuk oleh corpus uteri
- Segmen Bawah Rahim (SBR) yang terjadi dari isthmus uteri
SAR memegang peranan yang aktif karena berkontraksi dan dindingnya
bertambah tebal dengan majunya persalinan dan mendorong bayi keluar. SBR
memegang peranan pasif dan makin tipis dengan majunya persalinan dan teregang
yang akan dilalui bayi.
a. Dorongan his dan tenaga mengedan serta tekanan bagian bawah janin
menekan servile pada fleksus frankenhauser
b. Diafragma pelvis membuka akibat dorongan his dan tenaga mengedan
c. Pada kepala janin yang telah sampai didasar panggul mengakibatkan
tekanan pada rectum dan anus membuka, perineum menonjol serta
vulva juga membuka

3) Ekspulsi
Akhir kala II ditandai dengan kepala sudah didasar panggul, perineum
menonjol, vulva menganga dan anus membuka. Di puncak his, bagian kecil
dari kepala nampak dalam vulva tetapi hilang lagi waktu his terhenti. Maju
surutnya kepala berlangsung terus hinga lingkaran terbesar dari kepala
teregang oleh vulva, sehingga tidak dapat mundur. Saat kepala berada didasar
panggul terjadi ekstensi pada kepala janin, karena pintu bawah panggul
menghadap ke depan dan atas, agar kepala dapat melewatinya. Setelah kepala
lahir maka terjadi putaran paksi luar karena ukuran bahu menempati posisi
diameter antero posterior dari pintu bawah panggul.
Setelah putaran paksi luar maka bahu depan berada dibawah simpisis
dan menjadi hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang. Dengan sedikit
bantuan maka bahu depan akan menyusul dan selanjutnya badan anak akan
lahir seluruhnya sesuai jalan lahir.
PERUBAHAN FISIOLOGIS UMUM
b. Tekanan darah
- Tekanan darah dapat meningkat selama kontraksi hingga 15-25 mmHg
- Rata-rata, peninngkatan tekanan darah 10 mmHg diantara kontraksi ketika
wanita telah meneran
c. Metabolisme
- Upaya meneran pada ibu meningkatkan aktifitas otot-otot rangka sehingga
meningkatkan metabolisme
d. Denyut nadi
- Frekuensi nadi meningkat
- Tachicardi pada puncak persalinan
e. Suhu
- Peningkatan suhu normal pada persalinan sampai 10C
f. Pernafasan
- Terjadi peningkatan frekuensi nafas
g. Perubahan gastro intestinal
- Penurunan motilitas lambung dan absorbsi
- Normalnya muntah hanya sekali pada kala II
h. Perubahan ginjal
- Peningkatan filtrasi glomerulus
- Terjadinya poliuri
i. Perubahan haematologic
- Haemoglobin meningkat sampai 1,2 gr% ml

Tanda-tanda umum persalinan kala II adalah :


- Ibu merasa ingin meneran bersama kontraksi
- Ibu merasa peningkatan tekanan pada rectum dan vagina
- Perineum menonjol
- Vulva dan vagina dan spingter ani membuka
- Meningkatnya pengaluaran lendir campur darah
amniotomi
 indikasi amniotomi
jika ketuban belum pecah dan serviks telah membuka sepenuhnya

Asuhan kala II
1. Pemantauan ibu
tanda-tanda dan gejala kala II

 ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya


kontraksi
 ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan atau
vagina
 perineum terlihat menonjol (perjol)
 vulva-vagina dan spingter ani terlihat membuka
 peningkatan pengeluaran lendir dan darah
evaluasi kesejahteraan ibu
 tanda-tanda vital: tekanan darah (tiap 30 menit), suhu, nadi(tiap 30
menit), pernafasan
 kandung kemih
 urine: protein dan keton
 hidrasi: cairan, mual, muntah
 kondisi umum: kelemahan dan keletihan fisik, tingkah laku dan
respon terhadap persalinan serta nyeri dan kemampuan koping
 upaya ibu meneran
 kontraksi tiap 30 menit
kemajuan persalinan
kemajuan persalinan cukup baik bila penurunan yang teratur dari janin di jalan
lahir serta dimulainya fase pengeluaran

lama kala II rata2 menurut Friedman adalah satu jam untuk primigravida dan 15
menit untuk multipara

pada kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam bagi primigravida atau 1 jam bagi
multipara dianggap sudah abnormal oleh mereka yang setuju dengan pendapat
Friedman tetapi saat ini hal tersebut tidak mengindikasikan perlunya melahirkan
bayi dengan forceps atau vacum ekstraksi.

kontraksi selama kala II adalah sering, kuat dan sedikit lebih lama, yaitu kira2 2
menit, yang berlangsung 60-90 detik dengan interaksi tinggi dan semakin
ekspulsif sifatnya.
2. Pemantauan janin
a. denyut jantung janin (DJJ)

 denyut dasar 120-160 x/menit


 perubahan DJJ, pantau tiap 15 menit
 variasi DJJ dari DJJ dasar
 pemeriksaan auskultasi DJJ setiap 30 menit
b. warna dan adanya air ketuban (jernih,keruh, kehijauan/tercampur mekonium)

c. penyusupan kepala janin

Kondisi yang harus diatasi sebelum penatalaksanaan kala II

 syok
 dehidrasi
 infeksi
 preeklampsia/eklampsia
 inersia uteri
 gawat janin
 penurunan kepala terhenti
 adanya gejala dan tanda distosia bahu
 pewarnaan mekonium pada cairan ketuban
 kehamilan ganda(kembar/gemelli)
 tali pusat menumbung/lilitan tali pusat
Asuhan Dukungan
 pemberian rasa aman, dukungan dan keyakinan kepada ibu bahwa
ibu mampu bersalin
 membantu pernafasan
 membantu teknik meneran
 ikut sertakan serta menghormati keluarga yang menemani
 berikan tindakan yang menyenangkan
 penuhi kebutuhan hidrasi
 penerapan Pencegahan Infeksi (PI)
 pastikan kandung kemih kosong

Asuhan sayang ibu membantu ibu dan keluarganya untuk merasa aman dan
nyaman selama proses persalinan.

Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan sang ibu (Depkes, 2004). Cara yang
paling mudah untuk membayangkan asuhan sayang ibu adalah dengan
menanyakan pada diri kita sendiri, “Seperti inikah asuhan yang ingin saya
dapatkan?” atau “Apakah asuhan seperti ini, yang saya inginkan
untuk keluarga saya yang sedang hamil?”
Kala II

Kala II adalah kala dimana dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai
keluarnya bayi.
Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
1. Pendampingan ibu selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya
oleh suami dan anggota keluargayang lain.
2. Keterlibatan anggota keluarga dalam memberikan asuhan antara lain : (a)
Membantu ibu untuk berganti posisi. (b) Melakukan rangsangan taktil. (c)
Memberikan makanan dan minuman. (d) Menjadi teman bicara/ pendengar yang
baik. (e) Memberikan dukungan dan semangat
selama persalinan sampaikelahiran bayinya.
3. Keterlibatan penolong persalinan selama proses persalinan & kelahiran –
dengan cara : (a) Memberikandukungan dan semangat kepada ibu dan keluarga.
(b) Menjelaskan tahapan dan kemajuan persalinan. (c) Melakukan pendampingan
selama proses persalinan dan kelahiran.
4. Membuat hati ibu merasa tenteram selama kala II persalinan – dengan cara
memberikan bimbingan dan menawarkan bantuan kepada ibu.
5. Menganjurkan ibu meneran bila ada dorongan kuat dan spontan umtuk
meneran – dengan cara memberikan kesempatan istirahat sewaktu tidak ada his.
6. Mencukupi asupan makan dan minum selama kala II.
7. Memberika rasa aman dan nyaman dengan cara : (a) Mengurangi perasaan
tegang. (b) Membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi. (c)
Memberikan penjelasan tentang cara dan tujuansetiap tindakan penolong. (d)
Menjawab pertanyaan ibu. (e) Menjelaskan apa yang dialami ibu dan bayinya. (f)
Memberitahu hasil pemeriksaan.
8. Pencegahan infeksi pada kala II dengan
membersihkan vulva dan perineum ibu.
9. Membantu ibu mengosongkan kandung kemih secara spontan.

A. Menolong Kelahiran Bayi


1. Posisi Ibu Saat Melahirkan
Ibu dapat melahirkan bayinya pada posisi apapun kecuali pada posisi berbaring
telentang (supine position).
Alasan: Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan
ketuban, plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi
pasokan oksigen melalui sirkulasi utero-plasenter sehingga akan menyebabkan
hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga akan mengganggu kemajuan
persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif (Enkin, et al, 2000).
Apapun posisi yang dipilih oleh ibu, pastikan tersedia alas kain atau sarung bersih
di bawah ibu dan kemudahan untuk menjangkau semua peralatan dan bahan-
bahan yang diperlukan untuk membantu kelahiran bayi. Tempatkan juga kain atau
handuk bersih di atas perut ibu sebagai alas tempat meletakkan bayi baru lahir.

2. Pencegahan Laserasi

Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu
dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan
tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang
tepat (dibahas di bagian selanjutnya) dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan
mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi
pada diameter 5-6 cm tengah membuka vulva (crowning) karena pengendalian
kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan perineum
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Bimbing ibu untuk meneran
dan beristirahat atau bernafas dengan cepat pada waktunya. Gambar 3-4
memperagakan bagaimana cara membimbing ibu untuk melahirkan kepala bayi.
Gambar 3-4: Bimbingan Saat Membantu Kelahiran Kepala Bayi
Disadur dari Beck, Buffington & Mc Dermot, 1998

3. Melahirkan Kepala

Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering
yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain atau handuk bersih di
atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum
dengan satu tangan (dibawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah sisi
perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang
kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat
keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum.

Alasan: Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara


bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada
vagina dan perineum.
Perhatikan perineum pada saat kepala keluar dan dilahirkan. Usap muka bayi
dengan kain atau kasa bersih atau DTT untuk membersihkan lendir dan darah dari
mulut dan hidung bayi.

Gambar: Melahirkan kepala

Jangan melakukan pengisapan lendir secara rutin pada mulut dan hidung bayi.
Sebagian besar bayi sehat dapat menghilangkan lendir tersebut secara alamiah
pada dengan mekanisme bersin dan menangis saat lahir. Pada pengisapan lendir
yang terlalu dalam, ujung kanul pengisap dapat menyentuh daerah orofaring yang
kaya dengan persyarafan parasimpatis sehingga dapat menimbulkan reaksi vaso-
vagal. Reaksi ini menyebabkan perlambatan denyut jantung (bradikardia) dan/atau
henti napas (apnea) sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa bayi (Enkin,
et al, 2000). Dengan alasan itu maka pengisapan lendir secara rutin menjadi tidak
dianjurkan.

Selalu isap mulut bayi lebih dulu sebelum mengisap hidungnya. Mengisap hidung
lebih dulu dapat menyebabkan bayi menarik nafas dan terjadi aspirasi mekonium
atau cairan yang ada di mulutnya. Jangan masukkan kateter atau bola karet
penghisap terlalu dalam pada mulut atau hidung bayi. Hisap lendir pada bayi
dengan lembut, hindari pengisapan yang dalam dan agresif

Periksa Tali Pusat pada Leher


Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan bernafas cepat.
Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat. Jika ada dan lilitan di leher bayi
cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut dengan melewati kepala bayi. Jika
lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali pusat dengan klem pada 2 tempat
dengan jarak 3 cm, kemudian potong tali pusat di antara 2 klem tersebut.

Gambar: Pemeriksaan Tali Pusat Pada Leher


Diadaptasi dari: Martin, 1996

MEMBANTU MELAHIRKAN BAHU


 Setelah menyeka mulut dan hidung bayi dan memeriksa tali pusat, tunggu
kontraksi berikut sehingga terjadi putaran paksi luar secara spontan.
 Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu meneran
sambil menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu
depan melewati simfisis.
 Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala keatas dan lateral tubuh bayi
sehingga bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan

Melahirkan bahu anterior Melahirkan bahu posterior


Gambar : Melahirkan Bahu
Sumber: Varney, 1997

Catatan: Sulit untuk memperkirakan kapan distosia bahu dapat terjadi.


Sebaiknya selalu diantisipasi kemungkinan terjadinya distosia bahu pada setiap
kelahiran bayi, terutama pada bayi-bayi besar dan penurunan kepala lebih lambat
dari biasanya. Jika terjadi distosia bahu maka tatalaksana sebaik.

Tanda-tanda dan gejala-gejala distosia bahu adalah sebagai berikut:

 Kepala seperti tertahan di dalam vagina.


 Kepala lahir tetapi tidak terjadi putaran paksi luar.
 Kepala sempat keluar tetapi tertarik kembali ke dalam vagina (turtle sign).
Gambar: Melahirkan Tubuh Bayi
Sumber: Varney, 1997

Melahirkan Seluruh Tubuh Bayi


Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum
dan sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut.
Gunakan tangan yang sama untuk menopang lahirnya siku dan tangan
posterior saat melewati perineum.
Tangan bawah (posterior) menopang samping lateral tubuh bayi saat lahir
Secara simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan memegang
bahu, siku dan lengan bagian anterior.
Lanjutkan penelusuran dan memegang tubuh bayi ke bagian punggung,
bokong dan kaki
Dari arah belakang, sisipkan jari telunjuk tangan atas di antara kedua kaki
bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan ketiga jari tangan
lainnya.
Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut
bawah ibu dan posisikan kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya.
Segera keringkan sambil melakukan rangsangan taktil pada tubuh bayi
dengan kain atau selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala bayi
tertutup dengan baik.

Memotong Tali Pusat

Dengan menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali pusat dengan klem pada
sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali
pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak
terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua
dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu.
Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali
pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat di antara
kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting disinfeksi tingkat tinggi atau
steril. Setelah memotong tali pusat, ganti handuk basah dan selimuti bayi dengan
selimut atau kain yang bersih dan kering. Pastikan bahwa kepala bayi terselimuti
dengan baik.
Gambar: Memotong Tali Pusat

Persiapan Alat
1. Meja instrumen yang dialasi doek steril berisi :
a. 6 klem Arteri/kocher
b. 1 gunting tali pusat
c. 1 pengikat tali pusat
d. 1 kateter nelaton
e. 1 gunting episiotomi
f. 1 pengukur meteran
g. 1 klem ½ kocher
h. 3 handscoen kanan
i. 2 handscoen kiri
j. 5 doek steril
k. kain kasa steril
l. 1 nald vodher
m. 1 pincet anatomis
n. 1 jarum jahit (1 bulat &1 runcing)
o. cat gut 3/0
2. Non steril
a. 1 penghisap lendir De Lee
b. 1 partograf
c. 1 stetoskop monoral
d. 1 pengukur waktu
e. 1 tensimeter
f. larutan klorin 0,5 % dalam wadah
g. larutan DTT dalam com
h. larutan deterjen dalam com
i. kapas sublimat
j. 1 Sikat kuku
k. 1 scort plastik
l. 1 perlak dan alasnya
m. 1 kantong plastik
n. 1 tempat sampah tajam
o. 1 tempat sampah kering
p. 1 ember tertutup
q. 1 timbangan bayi

3. Persiapan obat – obatan


a. spuit 3 cc
b. 1 botol cairan RL
c. 1 infus set
d. 1 abocath 16 - 18 G
e. 1 ampul methergin
f. 1 ampul oxytosin
g. 1 ampul lidokain 1 %

4. Yang disediakan oleh keluarga :


a. baju bersih
b. makanan dan minuman untuk ibu
c. sarung bersih
d. celana dalam bersih
e. pembalut
f. handuk bersih
g. sabun
h. waslap
i. waskom berisi air matang
j. selimut untuk bayi
k. topi bayi

5. Memasang perlak
6. Membawa alat-alat kedekat pasien
7. Memakai celemek
8. Penolong mencuci tangan

Untuk melakukan asuhan persalinan normal dirumuskan 58 langkah asuhan


persalinan normal sebagai berikut
1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk
mematahkan ampul oksitosin & memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml
ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun
& air mengalir.
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan
untuk pemeriksaan dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan
oksitosin dan letakan kembali kedalam wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan
vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam – pastikan pembukaan sudah lengkap dan
selaput ketuban sudah pecah.
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya
dalam larutan klorin 0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan
DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik,
meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin
meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran
(Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia
merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60
menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika
kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat
dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang
handuk bersih untuk menderingkan janin pada perut ibu.
20. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar
secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental.
Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut
gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul
dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas
untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah
bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah
(selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas : Apakah bayi menangis kuat dan atau
bernapas tanpa kesulitan? Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk
basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus
berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM
(intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3
cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit
kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut
bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi
kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan
simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di
kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis,
untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan,
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah
doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan mengulangi prosedur.
37. melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan
arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir
(tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan
hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua
tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta
dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari
tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan
untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah
lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling
sedikit 1 jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata
antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri
anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam
kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan
baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di
dekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa
cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan
kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu
apabila ibu ingin minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan
sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5%
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograp

Cara melakukan amniotomi

1. diantara kontraksi, lakukan Pemeriksaan Dalam (PD), sentuh


ketuban yang menonjol, pastikan kepala telah engaged dan tidak
teraba adanya tali pusat atau bagian2 kecil lainnya(bila tali pusat dan
bagian2 yang kecil dari bayi teraba, jangan pecahkan selaput ketuban
dan rujuk segera)
2. pegang 1/2 klem kocher/kelly memakai tangan yang lain, dan
memasukkan ke dalam vagina dengan perlindungan 2 jari tangan
kanan yang mengenakan sarung tangan hingga menyentuh selaput
ketuban dengan hati2.
3. saat kekuatan his sedang berkurang, dengan bantuan jari2 tangan
kanan anda goreskan klem kocher untuk menyobek 1-2 cm hingga
pecah
4. biarkan cairan ketuban membasahi jari tangan yang digunakan
untuk pemeriksaan
5. tarik keluar dengan tangan kiri 1/2 klem kocher/kelly dan rendam
dalam larutan klorin 0,5%. tetap pertahankan jari2 tangan kanan
anda di dalam vagina untuk merasakan turunnya kepala janin dan
memastikan tetap tidak teraba adanya tali pusat, setelah yakin bahwa
kepala turun dan tidak teraba tali pusat, keluarkan jari tangan kanan
dari vagina secara perlahan.
6. evaluasi warna cairan ketuban, periksa apakah ada
mekonium(kotoran bayi) atau darah
7. celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tanagn kedalam
larutan klorin 0,5% lalu lepaskan sarung tanagan dalam kondisi
terbalik dan biarkan terendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit
8. cuci kedua tangan
9. periksa kembali denyut jantung janin
10. catat pada partograf waktu dilakukan pemecahan selaput ketuban,
warna air ketuban dan DJJ
# Keuntungan amniotomi
 memungkinkan pengamatan atas cairan amniotik terutama ada atau
tidaknya mekonium
 dimana pemantauan DJJ secara terus menerus didindikasikan,
maka elektroda dapat diletakkaan langsung ke atas kulit kepala janin,
yang memungkinkan pelacakan yang lebih baik daripada yang
diperoleh dengan menempatkan elektroda diatas abdomen ibu
 kateter perekam bis aditempatkan di dalam uterus dan dapat
mengukur tekanan intrauterin secara langsung dan akurat
 lamanya persalinan bisa diperpendek
 bukti2 yang ditemukan akhir2 ini menunjukkan bahwa amniotomi
dan stimulasi slauran genital bawah menyebabkan peningkatan dalam
prostaglandin, dan hal ini selanjutnya menyempurnakan kontraksi
uterus
# kerugian amniotomi
 tekanan diferensial yang meningkat diekitar kepala janin bis
amenimbulkan cacatnya tulang kepala janin
 berkurangnya jumlah cairan amniotik bisa menmabah kompresi tali
pusat
# sementara amniotomi dini bisa mempercepat pembukaan cerviks, namun bis
apula menyebabkan berkurangnya aliran darah ke plasenta. jadi keuntungan dalam
bentuk persaliann yang lebih pendek bisa terelakkan oleh efek merugikan yang
potensial bisa terjadi pada janin, seperti misalnya penurunan angka pH darah.
beberpa penolong telah mencatat adanya perubahan dalam pola DJJ setelah
dilakukannya amniotomi.

Anda mungkin juga menyukai