Anda di halaman 1dari 9

KETETAPAN MPR DALAM HIRARKI PERATURAN

PERUNDANG.UNDANGAN

A. Rosyid AI Atok
Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang No.5 Malang

MPR Decree was in hierarchical manner betweenl945 and theAct which in theory in the group of
legal norms Staats grund gesetz (Rules of the State/State Basic Rules). MPR Decree under the 1945
Constitutionis a consequence of the position of the MPR as executor of full sovereignty of the
people and the country's top institutions. However, 1945 Constitution amendment no longer deter-
mine the MPR as executor of full sovereignty of the people. Moreover, MPR are no longer the
highest state institution. Therefore, it has implications for the existence of the Legislative Actin the
hierarchy of legislation. MPRS Decree No. XXA4PRS/1966 and MPR Decree No.IIL&IPR/2000 put
MPR Decree in the second place after 1945 Constitution. LawNo. l0 of 2004 does not recognize the
MPR decree as one type of legislation. Law No.12 of 20 i 1 put back MPR decree as one type of
legislation. This paper attempts to discuss the rationale of the dynamic development of MPR Decree
position in the hierarchy of legislation before the Amendment of 1945 Constitution to the promulga-
tion of Law No. l2 of 20 I I , after the Amendment of I 945 Constitution.

Ketetapan MPR adalah salah satu bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan khas Indone-
sia. Secara hirarkis berada di antara UUD 1945 dan Undang-Undang yang secara teoretik masuk
dalam kelompok norma hukum Staatsgrundgesetz (Aturat Dasar Negara/Aturan Pokok Negara).
Keberadaan Ketetepan MPR sebagai jenis peraturan perundang-undangan yang berada.di bawah
UUD 1945 merupakan konsekuensi dari kedudukan MPR sebagai pelaksana penuh kedaulatan rakyat
dan sebagai lembaga negara tertinggi di antara lembaga-lembaga negara laimya, sebagaimana
ditentukan dalam UUD 1945. Namun Perubahan ULID 1 945 yang menentukan tidak lagi menempatkan
MPR sebagai pelaksana penuh kedaulatan rakyat dan bukan pula sebagai lembaga tertinggi negara
telah berimplikasi pada keberadaan Ketetapan MPR dalam hirarki peraturan perundang-undangan.
Jika Ketetapan MPRS No. XX/\4PRS/l966 dan Ketetapan MPR No. IIIA4PR/2000 keberadaan
Ketetapan MPR masih tetap ditempatkan dalam urutan kedua (setelah UUD 1945) dalam hirarki
peraturan perundang-undangan, maka setelah Perubahan Ketiga UUD 1945 Ketetapan MPR tidak
lagi diakui sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangandalam UU No. l0 Tahun 2004.
Namun dalam UU No . l2Tahun2011 keberadaan Ketetapan MPR kembali diakui sebagai salah satu
jenisperaturanperundang-undangansebagaimanasebelumlahirnyaUUNo.l0Tahun2004.Tulisan
ini mencoba membahas dasar pemikiran daridinamika perkembangan kedudukan Ketatapan MPR
dalam hirarki peraturan perundang-undangan dari sebelum Perubahan UUD 1945 sampai dengan
penetapan UU No. 12 Tahun 201 I setelah Perubahan UUD 1945.

Kata Kunci: Ketetapan MPR, Peraturan Perundang-undangan

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara tersebut telah banyak membawa intplikasi yang
Republik Indonesia Tahun 1945 yang terjadi cukup mendasar bagi tatanan kenegaraan zu,
sebanyak empat kali pada kurun waktu tahun terutama implikasi terhadap pola hubungan antar
1999 -2002 merupakan c o ns titut i onal reform (The lembaga-lembaga negara. Salah satu di antaranya
Habiebie Center, 2001:15). yang menjadi acuan adalah implikasi terhadap reposisi Majelis
bagi dilakukannya reformasi hukum dan Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari pelaksana
ketatangeraan yang merupakan bagian tak seeara penuh kedaulatan rakyat menjadi hanya
terpisahkan dari proses reformasi di segala bidang sebuah lembaga negara dengan kekuasaan yang
yang terjadi di negeri ini. Perubahan UUD 1945 terbatas sebagai majelis, dan tidak lagi mernpunyai
2 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 25, Nomor l, pebruari 2012

hubungan hirarkis dengan lembaga-lembaga No. III/MPR/2000, sebagaimana Ketatapan


negara lainnya, melainkan terbatas pada hubungan MPRS No. XX/MPRS/1966, Ketatapan MPR
fungsional berdasarkan konstitusi (Atok, 2002:19 l) termasuk salah satu jenis dan hirarki peraturan
sehingga MPR tidak lagi berkedudukan sebagai perundang-undangan di bawahUUD 1945, sedang
lembaga tertinggi negara, Reposisi MPR yang dalam UU No. l0 Tahun 2004, Ketetapan MpR
demikian itu membawa selanjutnya berimplikasi tidak termasuk dalam jenis dan hirarki peraturan
pula pada kedudukan Ketetapan MPR dalam perundangan-undangan, namun dalam UUNo. 12
hirarki peraturan perundan g-undangan. Tahun 2011, Ketetapan MPR dimasukkan lagi
Ada 3 (tiga) peraturan perundang-undangan sebagai salah satu jenis dan hirarki peraturan
yang mengatur jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan di bawah UUD 1945. Hal
perundang-undangan setelah Perubahan UUD ini menimbulkan pertanyaan : ( 1 ) Apa yang menj adi
1945, y aituKetetapan MPR RI No. IIVMPR/2000 dasar adanya perbedaan kedudukan Ketetapan
tentang Sumber Tertib Hukum dan Tata Urutan MPR dalam ketiga peraturan perundang-undangan
Perundang-undangan, UU No. 10 Tahun 2004 tersebut? (2) Bagaimana seharusnya kedudukan
tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Ketatapan MPR setelah penetapan UU No. 12
undangan, dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Tahun 2012?
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
yang menggantikan UU No. 10 Tahun 2004. KETETAPAN MPR DALAM TATA
Menurut Ketetapan MPR RI No. III/MPR/ URUTAN NORMA HUKUM
2000 (yang merupakan pengganti dari Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/I966) tata urutan Menurut Hans Kelsen (Jakarta: BEE Media
peraturan perundang-undangan Republik Indone- Indonesia, 2007:155) bahwa hukum mengatur
sia adalah: (l)
Undang-UndangDasar 1945;(2) pembentukannya sendiri karena nonna hukum
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang safu menenfukan carauntuk membuatnorma
Republik Indonesia; (3) Undang-Undang; (4) hukum lainnya, dan sampai derajat tertentu juga
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menentukan isi norma lainnya tersebut.
(PERPU); (5) Peraturan Pemerintah; (6) Pembentukan norrra hukum yang satu, yaitu
Keputusan Presiden; (7) Peraturan Daerah. normahukum yang lebih rendah, ditentukan oleh
Menurut UU No. I 0 Tahun 2004 jenis dan hirarki norma hukum lain yang lebih tinggi, yang
peraturan perundang-undangan adalah sebagai pembentukannya ditentukan oleh norrna lain yang
berikut: (1) Undang-Undang Dasar Negara lebih tinggi lagi, dan rangkaian pembentukan
Republik Indonesia Tahun 1945; (2) Undang- hukum (regressus) ini diakhiri oleh suatu nonna
Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti dasar terlinggi. Pandangan Kelsen tersebut disebut
Undang-Undang; (3) Peraturan Pemerintah; (4) dengan Stufentheorie.
Peraturan Presiden; (5) Peraturan Daerah Berkaitan dengan hirarki norma hukum,
(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 53 Hans Nawiasky mengelompokkannya ke dalam
Tambahan Lembaran Negara RI No. 4389). empat kelompok besar, yaitu: (1) Kelompok I:
Sedang menurut UU No. 12 Tahun 2011, jenis Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental
hirarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: Negara); (2) Kelompok II: Staatsgrundgesetz
(l) Undang-Undang Dasar Negara Republik In- (Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara);
donesia Tahun 1945; (2) Ketetapan Majelis (3) Kelompok III: Formell Gesetz (Undang-
Permusyaw aratan Rakyat; (3) Undang-Undang/ Undang "formal"); (4) Kelompok'N: Verordnung
Peraturan Pemerintah Pengganti; (4) Undang- & Autonome Satzung (Aturan pelaksana &
Undang; (5) Peraturan Pemerintah; (6) Peraturan Aturan otonom (Einsiedeln/ 7 uricVKoln: Benziger,
Presiden; (7) Peraturan Daerah Provinsi; dan (8) I 984:3 I ). Pengelompokkan hirarki norma hukum
Peraturan Daerah KabupatenA(ota. ini lazim disebut dengan die Theorie vom
Salah satu pelbedaan pokok yang menarik Stufenordnung der Re c htsnormen.
tentang jenis dan hirarki peraturan peundang- Staatsfundam e ntalnonil atat yang disebut
undangan antarayangada dalam Ketetapan MPR dengan Norma Fundamental Negara, Pokok
No. III/MPR/2000, UU No. 10 Tahun 2004, dan Kaidah Fundamental Negara, atau Norma
UU No. 12 Tahun 2011 adalah berkaitan dengan Pertama, adalah norrna tertinggi dalam suatu
keberadaan Ketetapan MPR. Ketetapan MPR RI negara. Ia merupakan norrna dasar (Grundnorm)
Atolg Ketetapan MPR dalam Hirarki Peraturan Perundang-(Jndangan 3

yang bersifat pre-supposed' atau'ditetapkan besar dan merupakan normahukum tunggal yang
terlebih dahulu oleh masyarakat dan karena itu belum dilekati oleh sanksi. Sifat ketatapan MPR
tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi. yang demikian ini berkaitan dengan kedudukan
Ia juga merupakan nonna yang menjadi tempat MPR sebagai pelaksanapenuh kedaulatan rakyat
bergantungrya nonna-norma hukum di bawahnya, dan sebagai lembaga tertinggi negara sebagaimana
termasuk menjadi dasar bagi pembentukan ketentuan UUD 1945 sebelum dilakukan
konstifusi atau undang-undang dasar suatu negara. perubahan. Dengan demikian Ketetapan MPR
Ia juga merupakan landasan dasar filosofis yang dapat dikategorikan sebagai Staatsgrundgesetz
mengandung kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan (Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara)
negara lebih lanjut. Staatsfundamentalnorm ata:u meskipun kedudukannya berada di bawah IJUD
Norma Fundamental Negara adalah 1945. Meskipun kedudukannya di bawah UUD
Staatsgrundgesetz atau Aturan Dasar Negara/ 1945, Ketetapan MPR tidak dapat dikategorikan
Aturan Pokok Negara yang merupakan norma sebagai Formell Gesetz (Undang-Undang).
hukum tunggal yang berisi aturan-aturan pokok, Kedudukan Ketetapan MPR yang demikian ini
yang bersifat umum dan garis besar. Ia dapat memang unik, khas, dan tidak ditemui dalam
dituangkan dalam suatu dokumen negara norma-norma hukum pada umumnya di
(Staatsverfassung) atau dalam beberapa kebanyakan negara.
dokumen negara yang tersebar-sebar
(Staots grundge se tz). Dokumen negara dimaksud KETETAPAN MPR DAI,AM HIRARKI
dapat berupa Undang-Undang Dasar atau PERATURAN PERI]NDANG-UNDANGAN
Konstitusi yang di dalamnya diatur hal-hal SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
mengenai pembagian kekuasaan negarq hubungan
antar lembaga negara, dan hubungan antara negara Ketatapan MPR sebagai salah satu produk
dengan warga negara. Ia merupakan sumber dan hukum dalam ketatanegaraan RI pertama kali
dasar bagi terbentuknya suatu Undang-Undang sejak tahun 1960, yaitu benrpa Ketetapan MPRS
(formell Gesetz) yang merupakan peraturan No. IiIVIPRS/ 1 960 menyusul dibentuknya MPRS
perundang-undangan yang mengikat secara pertama kali sebagai pelaksanaan dari Dekrit
langsung semua orang. Formell Gesetz atau Presiden 5 Juli 1959. Namun pada waktu itu
Undang-Undang (wet informele zin) merupakan Ketatapan MPRS tersebut tidak dikategorikan
normahukum yang lebih konkrit dan terinci serta sebagai salah satu tata urutan perundang-
sudah langsung berlaku di dalam masyarakatyang undangan, sebagaimana UUD 1945 yang juga
pembentukannya dilakukan oleh lembaga legislatif. tidak dikategorikan sebagai peraturan perundang-
Lembaga legislatif ini, dalam perkembangannya, undangan, sebab memang UUD 1945 dan
dipercayakan kepada organ yang disebut dengan Ketetapan MPR secara teoretik masuk dalam
(dewan) perwakilan rakyat atau segolongan kelompok Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar
rakyat, baik dilakukan sendiri maupun bersama- Negara/Aturan Pokok Negara). Sementara yang
sama dengan kepala negara. Sedang Verordnung dikategorikan dalam peraturan perundang-
& Autonome Satzung (Aturan Pelaksana & undangan pada waktu itu adalah Undang-Undang,
Aturan Otonom) merupakan norma hukum yang PERPU, Peraturan Pemerintah, dan peraturan
bertrrngsi menyelenggarakan ketenfuan-ketentuan perundang-undangan lainnya yang terdiri dari:
dalam Undang-Undang. Peraturan Pelaksana Penetapan Presiden, Peraturan Presiden,
dibentuk berdasarkan kewenangan delegasi, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, dan
sedang Peraturan Otonom dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri.
kewenangan atribusi. Baru sejaka tahun 1966 Ketetapan MPR
Dilihat dari segi tata urutan norrna hukum dimasukkan dalam tata urutan perundang-
sebagaimana dikemukakan oleh Hans Nawiasky undangan berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/
tersebut, termasuk dalam kelompok manakan MPRS/1966 tentang Memorandum Dewan
Ketatapan MPR itu? Kenyataan selama ini Perwakilan Rakyat Gotong Royong Mengenai
menunjukkan bahwa Ketetapan MPR yang Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dari Tata
pernah dikeluarkan oleh MPR selalu berisi garis- Urutan Perahrtan Perundangan Republik Indone-
garis besar atau pokok-pokok kebijakan negara sia. Ketetapan MPRS ini merupakan pengukuhan
yang mengandung normayang masih bersifat garis dari Memorandum DPR-GRtanggal9 Juni 1966
4 Jurnal Pendidlkan Pancasila dan Kewarganegaraan,Th.25, Nomor l, pebruari 2012

yang merupakan hasil peninjauan kembali dan kelemahan-kelamahan lainnya" di antaranya adalah
penyempurnaan dari Memorandum MPRS tanggal dimasukkannya Keputusan Presiden yang bersifat
12Mei 196i No. ll68ruA4PRS/61 mengenai einmahlig dan tidak dimasukkennya Peraturan
Penentuan Tata Urutan Perundang-undangan Daerah dalam tata urutan perundang-undangan.
Republik Indonesia. Menurut Memorandum DPR- Karena itu pada Sidang Umum MPR Tahun 1973
GR yang telah dikukuhkan dengan Ketatapan dietapkan bahwa meskipun tetap dinyatakan
MPRS No. XX/MPRS/1966 tersebut bentuk- berlaku agar Ketetapan MPRS No. XX/NIpRS/
bentuk peraturan perundangan Republik Indone- I 966 tersebut disempurnakan, bahkan penetapan
sia menurut UUD 1945 adalah: (l) Undang- perlunya penyempurnaan tersebut ditetapkan
Undang Dasar Republik Indonesia 1945: (2) kembali pada Sidang Umum MPR pada Tahun
Ketetapan MPR; (3) Undang-undang, Peraturan 1978. Namun sampai dengan berakhirnya
Pemerintah Pengganti Undang-undang; (4) Pemerintahan Orde Baru penyempumaan yang
Peraturan Pemerintah; (5) Keputusan Presiden; ditetapkan oleh MPR tersebut tidak pernah
(6) Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya dilakukan. Penyem purn aan, atau I ebih tepatnya
seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan perbaikan, baru dilakukan oleh MPR pada Sidang
lainJainnya. Umum MPRThhun 2000 mengiringi dilakukannya
Kelahiran Ketetapan MPRS No. XXAvIPRS/ perubahan terhadap UUD 1945. Namun hasil
1966 tersebut dimaksudkan untuk menertibkan Sidang Umum MPR Tahun 2000, sebagaimana
kerancuan paraturan perundang-undangan yang terdapat dalam Ketetapan MPR No. IIyMpR/
ada saat itu. Namur, sebagaimana diukemukakan 2000 keberadaan Ketetapan MPR sebagai salah
oleh Maria Farida Indriati S., dimasukkannya satu jenis dan hirarki peraturan perundang-
UUD 1945 dan Ketatapn MPR sebagai bagian undangan di bawah UUD 1945 tidak berubah.
dari bentuk peraturan perundang-undangan adalah
tidak tepat. Karena LIIJD 1945 terdiri dari dua KETETAPAN MPR DALAM HIRARKI
kelompok norma hukum, yaitu PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Staatsfundamentalnorm atau Norma Fundamen- SETELAH PERUB,{HAN UUD 1945
tal Negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD
1945, dan Staatsgrundgesetz atau Norma Dasar Dalam perkembangan selanjutnya, berbeda
Negara/Aturan Pokok Negara yang tertuang dengan Ketatapan MPR RI No. IIIAvIPR/20O0
dalam Batang Tubuh UUD 1945. Sedang dalam UU No. l0 Tahun 2004 Ketetapan MpR
Ketetapan MPR yang meskipun kedudukannya tidak lagi mencantumkan dalam jenis dan hirarki
di bawah UUD 1945 juga berisi garis-garis besar peraturan perundang-undangan. Dihapuskannya
atau pokok-pokok kebijakan negarajuga sebagai Ketetapan MPR dari jenis dan hirarki peraturan
Staatsgrundgesetz yang mengandung norma perundang-undangan dalam UU No. 10 Tahun
yang masih bersifat garis besar dan merupakan 2004 tersebut adalah sebagai implikasi dari adanya
noffna hukum tunggal yang belum dilekati oleh perubahan Pasal 1 Ayat (2) da; Pasal 3 dalam
sanksi. Hal tersebut berbeda dengan materi Perubahan Ketiga ULID 1945.
muatan perafuran perundang-undangan yang lazim Pasal 1 Ayat(2) I_ruD 1945 sebelum diubah
disebut dengan Formell Gesetz yang berisi menenfukan: "Kedaulatan adalah di tangan ral<yat,
peraturan-peraturan untuk mengatur warga dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
negara dan penduduk secara langsung yang di Permusyawaratan Rakyat." Ketentuan ini
dalamnya dilekati oleh sanksi pidana dan sanksi merupakan perwujudan dari gagasan untuk
pemaksa bagi pelanggamya. Dengan demikian mendudukkan MPR sebagai penjelmaan
UUD 1945 dan Ketatapan MPR tidak termasuk kedaulatan rakyat sebagaimana dikemukakan oleh
dalamjenis peraturan perundang-undangan, tetapi Mohammad Yamin pada S idang BPIIPKI tanggal
masuk dalam kategori Staotsgrundgesetz, 1l Juli 1945 (Bahar, 1998:202). Berdasarkan
sehingga menempatkan UUD 1945 dan Ketatapan ketentuan dan gagasan tersebut, A. Harnid S.
MPR ke dalam jenis peraturan-perundang- Attamimi menyatakan bahwa MPR merupakan
undangan adalah tertalu rendah (Indri ati,2007:7 5- penjelmaan seluruh rakyat dan organ yang
77). "menggantikan" kedudukan rakyat dalam
Di samping itu Ketetapan MPRS No. X)V menyatakan kehendakny a (Vertre tun gs o r gan d e s
MPRS/1966 tersebut j ugu mengandung Wllens des Staatsvolkes). Kala. "vertretung"
Atoh Ketetapan MPR dalam Hirarki Peraturan Perundang-(Jndangan 5

di sini berarti "penggantian" bukan "perwakilan". kekuasaan untuk memilih Presiden dan Wakil
Dengan demikian MPR merupakan penjelmaan Presiden. Kekuasaan untuk memilih Presiden dan
rakyat yang berkedaulatan, citoyen, citizen, Wakil Presiden diubah menjadi melantik Presiden
burger (Attamimi, 1991:3), sehingga MPR dan/atau Wakil Presiden. Namun MPR masih
mempunyai kewenangan untuk menetapkan garis- mempunyai kekuasaan untuk memilih Wakil
garis besar kebijakan politik negara dalam bentuk Presiden dari dua calon yang diajukan oleh
Ketetapan MPR di samping menetapkan dan Presiden jika terjadi kekosongan Wakil Presiden.
mengubah UUD 1945. Dalam hal ini Ketetapan Sedang kekuasaan MPR untuk menetapkan dan
MPR tersebut menjadi acuan atau dasar dalam mengubah UUD 1945 tidak mengalami perubahan.
penyelenggaraan negara, termasuk dalam Di samping itu juga ada penambahan penegasan
pembentukan Undang-Undang. Pemikiran inilah kekuasaan untuk memberhentikan Presiden dan/
yang mendasari ditempatkannya Ketatapan MPR atau Wakil Presiden atas usul DPR setelah
dalam jenis dan hirarki peraturan perundang- mendapat putusan dari Mahkamah Konstitusi.
undangan di bawah ULID 1945 di atas Undang- Beberapakekuasaan dari MPR setelah Perubahan
Undang. Ketiga dan Perubahan Keempat Undang-Undang
Namun dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 Dasar 1945 adalah sebagai berikut: (l)
o'Kedaulatan
Pasal I Ayat (2) menentukan: berada Menetapkan dan mengubah Undang-Undang
di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Dasar; (2) Melantik Presiden danlatau Wakil
Undang-Undang Dasar". Perubahan tersebut Presiden; (3 ) Memberhentikan Presiden dan/atau
membawa implikasi tidak adanya institusionalisasi Wakil Presiden dalam masajabatannya atas usul
kedaulatan rakyat dalam suatu lembaga, sehingga Dewan Perwakilan Rakyat setelah ada putusan
MPR tidak lagi dapat menyandang predikat dari Mahkamah Konstitusi; (4) Memilih Wakil
sebagai penjelmaan rakyat. Perubahan ketentuan Presiden dari dua calon yang diusulkan Presiden
pada Pasal I Ayat (2) tersebut juga berimplikasi jika terjadi kekosongan Wakil Presiden; (5)
pada hilangnya kedudukan MPR sebagai lembaga Memilih Presiden dan Wakil Presidenjika Presiden
tertinggi negara yang merupakan konsekuensi dari dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,
predikatnya sebagai penjelmaan rakyat yang diberhentikan, atau fidak dapat menjalankan
melaksanakan secara penuh kedaulatan rakyat. kewajibannya dalam masa jabatannya secara
Dengan hilangnya predikat penjelmaan rakyat dan bersamaan. Perubahan kewenangan MPR
tidak lagi sebagai pelaksana secara penuh sebagaimana tersebut selanjutnya berimplikasi
kedaulatan rakyat, maka hilang pula kedudukan pada tidak dipunyainya oleh MPR kekuasaan
MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi kekuasaan untuk menetapkan putusan-putusan
negara, dan tentunya tidak lagi dapat disebut yang bersifat pengaturan dalam bentuk Ketetapan
sebagai lembaga tertinggi negara yang mengatasi MPR, seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
cabang-cabang kekuasaan negara lainnya (Atok, Dengan demikian, keberadaan Ketetapan
20 12:23 5). Meskipun dalarn sistem presidensial MPR sebagai salah satu bentuk peraturan
biasanya Majelis mempunyai kedudukan yang lebih perundang-undangan yang ditctapkan oleh MPR
tingggi dibanding dengan lembaga negara lainnya selain UUD sebelum adanya Perubahan Ketiga
(Ibrahim R, 1995:35-50), tetapi masing-masing UUD 1945 masih dapat dipahami sebagai
lembaga negarayangada sama-sama independen. konsekuensi logis dari kedudukan MPR sebagai
Dengan demikian, meskipun MPR mempunyai pemegang kekuasaan tertinggi negara yang dapat
kedudukan yang lebih tinggi dibanding lembaga- saja bertindak sebagai lembaga "supra
lembaga negara lainnya, tetapi sebutan lembaga parlementer" (Pusat Studi Flukum dan Kebijakan
tertinggi tidak lagi tepat sebab hubungan antara Indonesia, 2000:31). Namun setelah Perubahan
lembaga-lembaga negara yang ada tidak bersifat Ketiga UUD 1945 tidak ada lagi Ketetapan MPR
shuktural dan hirarkis melainkan adalah hubungan yang bersifat pengaturan, sehingga untuk
fungsional yang independen. selanjutnya Ketetapan MPR tidak lagi dimasukkan
Perubahan kedudukan MPR tersebut sebagai j enis dan hirarki dari peraturan perundang-
ternyatajuga disertai dengan perubahan kekuasaan undangan. Karena itu dalam Aturan Tambahan
yang dimilikinya. Ada dua kekuasaan MPR yang Pasal I Perubahan Keempat UUD 1945, MPR
dihilangkan, yaitu kekuasaan untuk menetapkan ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap
garis-garis besar daripada haluan negara dan materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan
6 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaman,Th.2s,Nomor l, pebruari 2012

Ketetapan MPR untuk diambil putusan pada Ketatapan MPS dan MPR tersebut tidak
Sidang MPR tahun 2003. Hasil peninjauan tersebut mempunyai dasar hukum. Jika beberapa
kemudian dituangkan dalam Ketatapan MPR RI Ketetapan MPRS dan MPR yang substansinya
No. VMPR/2003 tentang Peninjauan terhadap masih harus berlaku tidak diberlakukan karena
Materi dan Status Hukum Ketatapan MPRS dan tidak mempunyai dasar hukum maka hal ini justru
Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan akan menimbullkan berbagai permasalahan yang
Tahun 2002. Dalam Ketatapan MPR RI No. I/ cukup besar dalam penyelenggaraan negara.
MPR/2003 tersebut keberadaan Ketetapan MPRS Berdasarkan pemikiran di atas, maka dalam
dan Ketetapan MPR tahun 1960 sampai dengan UU No. l2 Tahun 2All, Ketetapan MpR
tahun 2002 dapat diklasifrkasikan seb"gai berikut: dimasukkan kembali sebagai jenis dan hirarki
(l) Ketetapan MPRS dan MPR yang dicabut dan peraturan perundang-undangan di bawah UUD
dinyatakan tidak berlaku ada I (satu) Ketetapan 1945. Ini bukan berarti MPR akan dapat
MPRS dan 7 (tujuh) Ketetapan MPR, (2) mengeluarkan lagi Ketetapan MPR baru yang
Ketetapan MPRS dan MPR yang dinyatakan bersifat pengaturan, sebab kewenangan untuk itu
masih berlaku dengan ketentuan tertentu ada I berdasarkan Perubahan Ketiga UUD I 945 sudah
(satu) Ketetapan MPRS dan 2 (dua) Ketetapan tidak ada. Dalam Penjelasan UU No. 12 Tahun
MP& (3) Ketetapan MPR yang dinyatakan tetap 201I dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
berlaku sampai dengan terbentuknya Ketetapan MPR adalah Ketetapan MPRS dan
pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2004 Ketetapan MPR yang masih berlaku sebagaimana
ada 8 (delapan) Ketetapan MPR. Berarti saat dimaksud dalam Pasal2 dan Pasal 4 Ketetapan
sekarang Ketetapan MPR dimaksud sudah tidak MPR RI No. VMPR/2003 tentang Peninjauan
berlaku, (4) Ketetapan MPRS dan dan MPRyang Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan
tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang- MPR dan Ketetapan MPRS Tahun 1960 sampai
undang yang mengatur materi muatan yang dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.
terdapat dalam Ketetapan MPRS dan Ketetapan Dengan demikian dimasukkannya Ketetapan
MPR yang bersangkutan, ada I (satu) Ketetapan MPR sebagai jenis dan hirarki peraturan
MPRS dan l0 (sepuluh) Ketetapan MPR, (5) perundang-undangz.l dalam UU No. 12 Tahun
Ketetapan MPR yang dinyatakan masih berlaku 2011, bukan berarti MPR dapat mengeluarkan
sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Ketetapan MPR lagi sebagaimana sebelum
Tertib MPRyang baru oleh MPR hasil pemilihan Perubahan Keempat UUD 1945. Ketetapan
umum tahun2004, ada5 (lima) Ketetapan MPR MPRyang dimaksudkan dalam UUNo. 12 Tahun
(Ketetapan MPR tentang Peraturan Tata Tertib 2011 adalah Ketetapan MPR yang dahulu dan
MPR RI), (7) Ketetapan MPRS dan Ketetapan masih dinayatakan berlaku.
MPRyangtidak perlu dilakukan tindakan hukum Menurut Pasal 2 Ketatapan MPR No. Ii
lebih lanjut baik karena bersifat einmahlig (fi- MPR/2003 beberapa Ketetapan MPRS dan MPR
nal), telah dicabut, maupun telah selesai yang dinyatakan masih berlaku dengan ketentuan
dilaksanakan , ada 4l (empat puluh satu) Ketetapan tersebut adalah: (l) Ketetapan MPRS No. XXV/
MPRS dan 63 (enam puluh tiga) Ketetapan MPR MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI,
(Atok, 20t2:238-239). Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di
Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi
ternyata masih terdapat beberapa Ketetapan Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap
MPRS dan MPRyangmasih harus berlaku, baik Kegiatan untuk Menyebarkan atau
berlaku dengan ketentuan maupun berlaku sampai Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/
dengan dibentuknya UU yang mengatur materi Marxisme-Leninisme, masih berlaku dengan
muatannya. Hal ini berarti masih terdapat ketentuan ke depan diberlakukan dengan
beberapa Ketetapan MPRS dan MPR yang secara berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip
substansial masih harus diberlakukan dan demokrasi dan hak asasi manusiUQ) Ketetapan
pemberlakuannya pun harus mempunyai dasar MPRNo. XWMPR/I 998 tentang Politik Ekonomi
hukum. Padahal menurut UU No. l0 Tahun 2004 Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, masih
Ketetapan MPR tidak lagi diakui sebagai jenis dan berlaku dengan ketentuan Pemerintah
hirarki peraturan perundang-undan gan, seh ingga berkewajiban mendorong keberpihakan politik
pemberlakuan substansi yang terdapat dalam ekonomi yang lebih memberikan kesempatan
Atoh Ketetapan MPR dalam Hirarki Peraturan Perundarrg-(Jndangan 7

dukungan dan pengembangan ekonomi, usaha XXDVMPRS/I966 yang materi muatannya sudah
kecil menengah, dan koperasi sebagai pilar dimuat dalam UU No. 20 Tahun 2009 tentang
ekonomi dalam membangkitkan terlaksananya Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan,
pembangunan nasional dalam rangka demokrasi Ketetapan MPR MPR No. III/MPR/2000 yang
ekonomi sesuai dengan hakikat Pasal 33 Undang- substansinya sudah diatur dalam LIU No. 12 Tahun
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 2011, Ketetapan MPRNo. VIIA4PR/2001 tentang
1945, (3) Ketetapan MPR No. V/MPR/1999 Visi Indonesia Masa Depan yang substansinya
tentang Penentuan Pendapat di Timor Timuq tetap sudah diatur dalam UU No. I 7 Tahun 2007 tentang
berlaku sampai terlaksananya ketentuan yang Rencana Pembangunan Jangka Panjang, dan
dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Ketetapan MPR RI beberapa UU lainnya. Namun masih terdapatjuga
Nomor V/MPR/1999, karena masih adanya beberapa Ketetapan MPR yang materi muatannya
masalah-masalah kewarganegaraan, pengungsian, belum dituangkan dalam Undang-Undang baik
pengembalian asset negara, dan hak perdata sebagian maupun keseluruhan.
perseorangan.
Sedang beberapa ketetapan MPRS dan dan SIMPULAN
MPR yang tetap berlaku sampai dengan
terbentuknya undang-undang yang mengatur Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
materi muatannya, menurut Pasal 4 Ketatapan bahwa keberadaan dan kedudukan Ketatapan
MPR No. VMPR/2003 adaiah: (l) Ketetapan MPR dalam Hirarki Peraturan Perundang-
MPRS No. XXIX/MPRS/1966 tentang undangan merupakan implikasi dari kedudukan
Pengangkatan Pahlawan Ampera, (2) Ketetapan MPR dalam pola hubungan kelembagaan negara
MPR No. XVMPR/1998 tentang Penyelenggara yang diatur dalam UUD 1945. Sebelum
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi Perubahan Ketiga UUD 1945 MPR sebagai
dan Nepotisme, (3) Ketetapan MPR No. XV/ lembaga tertinggi negara mempunyai kewenangan
MPR/I998 tentang Penyelenggaraan Otonomi untuk menetapkan garis-garis besar kebijakan
Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan politik negara yang dituangkan dalam Ketetapan
Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang MPR yang menjadi acuan dalam pembentukan
Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat peraturan perundang-undangan di bawahnya,
dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan sehingga berimplikasi pada kedudukan Ketetapan
Republik Indonesia, (3) Ketetapan MPRNo. IIV MPR sebagai jenis peraturan perundang-
MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata undanganyang mempunyai hirarki di bawahUUD
Urutan Peraturan Perundang-undangan, (4) 1945 dan di atas Undang-Undang. Namur setelah
Ketetapan MPR No. V/MPR/2000 tentang Perubahan Ketiga UUD 1945 yang menentukan
Pemantapan Persatuan Dan Kesatuan Nasional, bahwa MPR tidak lagi mempunyai kewenangan
(5) Ketetapan No. VI/MPR/2000 tentang untuk menetapkan garis-garis kebijakan politik
Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan negara dan hanya mempunyai kewenangan yang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, (6) terbatas, telah mereposisi kedudukan MPR tidak
Ketetapan MPR zu No. VII/MPR/2000 tentang lagi sebagai penjlemanaan rakyat dan lembaga
Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran tertinggi negara sehingga tidak lagi mempunyai
Kepolisian Negara Republik Indonesia, (7) kewenangan untuk menetapkan Ketetapan MPR
Ketetapan MPRNo. VIA4PR/2001 tentang Etika yang bersifat pengaturan, kecuali UUD sehingga
i Kehidupan Berbangsa, (8) Ketetapan MPR No. Ketatapan MPR tidak lagi tercantum dalam Flirarki
VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa peraturan perundang-undangan kecuali ketatapan
Depan, (9) Ketetapan MPR No. VIII/I\IPR/20O1 MPRS dan MPR lama yang masih harus berlaku.
tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Itu pun terbatas pada Ketetapan MPR yang tnateri
Pemberantasan dan Pencegahan KKN, ( l0) muatannya belum diatur dalam Undang-Undang.
Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 Tentang Sebagai upaya untuk lebih menciptakan kepastian
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber hukurn perlu kiranya DPR dan Pemerintah untuk
Daya Alam. sesegera mungkin membentuk Undang-Undang
Dari sebelas Ketetapan MPRS dan MPR di yang dapat menampung beberapa substansi dari
atas sebagian adayang sudah dituangkan dalam muatan materi Ketetapan MPR yang masih harus
Undang-Undang, seperti Ketetapan MPRS No, berlaku.
8 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraen, Th. 25, Nomor l, Pebruari 20 I 2

DAFTAR RUJUKAN

Attamimi, A. Hamid S. "Peranan Keputusan Republik Indonesia. Perubahan Ketiga Undang-


Presiden Republik Indonesia dalam Undang Dasar Negara Republik Indo-
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara". nesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat
Disertasi. Fakultas Pascasarjana Univer- Jenderal MPR RI, 2001.
sitas Indonesia. Jakarta: 1990. Republik Indonesia. Perubahan Keempat
Attamimi, A. Hamid S. 1991. "Hubungan Undang-Undang Dasar Negara
Pemerintahan Dcngan Dewan Perwakilan Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta:
Rakyat Menurut UUD 1945: Beberapa Sekretariat Jenderal MPR RI, 2002.
Permasalahan Yang Memerlukan Republik Indonesia, Ketetapan MPRS No. X)V
Penjernihan", Makalah, Disampaikan MPRS/I 966 tentang "Memorandum DPR-
dalam Seminar Hukum Kenegaraan RI GR mengenai Sumber Tertib Hukum
(Depok, 5-6 Desember 1991). Republik Indonesia dan Tata Urusan
Bivitri Susanti et. al., 2000. Semua Harus Peraturan Perundangan Republik Indone-
krwakili Studi Mengenai Reposisi MPR, sia",
DP& dan Lembaga Kepresidenan di In- Republik Indonesia, Ketatapan MPR No. VA{PR/
donesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan 1973 tentan g Peninjauan Produk-produk
Kebijakan lndonesia. yqng Berupa Ketetapan-Ketetapan
Jimly Asshiddiqie, 2002. Telaah Akademis atas Majelis Permusyawaratan Rakyat
Perubahan UUD 1945. Jurnal Demolcrasi Sementara Republik Indonesia.
dan HAM. Yol.l No.4 Septernber- Republik Indonesia, Ketetapan MPR No. IX/
Nopember 2001. "Iakarta: The Habiebie MPR/1978 tentang Perlunya
Center. Penyempurnaan yang Terntaktub dalam
Jurriarto. 1982. Sejorah KetatqneEarean Pasal 3 Ketetapan MPR No. V/MPN
Republik Indonesia. Cetakan ke l. 197 3.
Jakarta: Bina Aksara. Republik Indonesia, Ketetapan MPR No. III/
Kelsen, Hans. 2007. Teori Hukurn dan Negara MPN2000 tentang tentang Sumber
Dasar-dasar llmu Hukum Normatif Tertib Hukum dan Tata Urutan
Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif- Perundang-undangan.
Empiirik. Alih Bahasa Drs. I{. Somardi. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 10
Jakarta: BEE Media Indonesia, Tahun 2004 tentang Pembentukan
Maria Farida Indrati S., 2007. IImu Perundang- Peraturan Perundang-undangan,
undangan (1), Jenis, Fungsi, dan Materi Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor
Muatan. Cetakan ke 13, Yogyakarta: 53 Tambahan Lembaran Negara RI No.
Kanisius. 4389.
Narviasky, Hans. 1984. Allgemeine Rechtslehre Republik Indonesia, Utdang-Undang No. l2
als System der rechtlichen Taltun 20I I tentang Pembentukan
Grun db e griffe . Einsiedeln I Zurich/Koln: Peraturan Perundang-undangan,
Benziger. Lembaran Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun 2011 Nomor 82. Tambahan
Negara Republik Indonesia Tahun 1915. Lembaran Negara Republik Indonesia
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234.
Tahun 1959Nomor75. Rosyid Al Atok, A,2002.Implikasi Perubahan
Republik Indonesia. Perubahan Pertanta Undang-Undang Dasar Negara Republik
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun I 945 terhadap Pembagian
Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Kekuasaan Antar Lembaga-lembaga
Sekretariat Jenderal MPR RI, 1999. Negara, Tesis, Jakarta: Program
Republik Indonesia. Perubahan Kedua Undang- Pascasarj ana Fakultas Hukum Universitas
Undang Dasar Negara Republik Indo- lndonesia,2002.
nesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat Rosyid Al Atok, A., 20 1 2. Saling Kontrol dan Sal ing
Jenderal MPR RI. 2000. Mengimbangi Antara Dewan Perwakilan
Atok Ketetapan MPR dalam Hirarki Peraturan Perundahg-Ondangan 9

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Kemerdekaan Inedonesia (PPKI) 28 Mei


Presiden dalam Pembentukan Undang- 1945 - 22 Agustus 1945. Cetakan
Undang, Disertosi, Malang: Program Pertama: Edisi ke IV. Jakarta: Sekretariat
Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Uni- Negara RI, , 1998.
versitas Brawijaya. Lijphart, Arend. 1995. Sistem Pemerintahan
Safroedin Bahar, et. al., 1998. Risalah Sidang Parlementer dan Presidensial
Badan Penyelidik Usaha-Usaha (Parliementary versus Presidential Gov-
Persiapan Kemerdekaan Indonesia ernmenil. Disadur oleh Ibrahim R. Dkk.
(BPUPKI)-Panitia Persiopan Cetakan 1. Jakarta: Raia Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai