Anda di halaman 1dari 17

PENELITIAN OPERASIONAL

PENATALAKSANAAN KASUS DIFTERI


DI RS PENYAKIT INFEKSI PROR. DR. SULIANTI SAROSO
TAHUN 2018

OLEH:

1. ANGGI GILANG SATRIA NPM. 166070006


2. ANITA PUSPITASARI DN NPM. 166070008
3. EKA SULISTIANY NPM. 166070026
4. HENDRA BADARUDDIN NPM. 166070037

PROGRAM PENDIDIKAN PASCA SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN 2018
RINGKASAN PENELITIAN

Difteri merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Corynebacterium diphteriae. Umumnya menyerang anak usia di bawah 15 tahun namun dapat
juga menyerang usia dewasa. Difteri merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi, namun seiring dengan pelaksanaan imunisasi sebagai upaya
penanggulangannya, penyakit ini masih tetap ada ditemui di masyarakat, bahkan di beberapa
wilayah di Indonesia pernah dan sedang terjadi KLB.
Sebagai rumah sakit rujukan nasional penyakit infeksi dan penyakit menular, RSPI
Prof. Dr. Sulianti Saroso telah merawat penyakit Difteri dari berbagai wilayah di dalam dan
luar DKI Jakarta. Keberhasilan penatalaksanaan kasus Difteri di RSPI Prof. Dr. Sulianti
Saroso tidak terlepas penegakan diagnostik yang tepat, kecepatan dan keakuratan hasil
pemeriksaan laboratorium, manajemen perawatan isolasi, logistik obat-obatan dan dukungan
dari berbagai pihak terkait.
Secara umum, pengobatan Difteri terdiri dari Anti Difteri Serum (ADS), pemberian
profilaksis erythromycin, penicillin procain, dan obat-obatan lainnya sesuai kondisi klinis
pasien. Kendala utama dalam penatalaksanaan Difteri di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
adalah keterbatasan jumlah ADS yang dipengaruhi oleh keterbatasan secara nasional
walaupun secara umum obat-obatan lain masih dapat mencukupi. Pengobatan Difteri yang
benar akan meningkatkan kesembuhan pasien, mengurangi kesakitan bahkan kematian,
menurunkan komplikasi dan risiko efek samping obat. Oleh karena itu diperlukan
penatalaksanaan kasus Difteri yang adekuat untuk mencapai kondisi kesehatan yang optimal
bagi pasien Difteri dan sebagai upaya efisensi dalam mengatasi keterbatasan ADS di RSPI
Prof. Dr. Sulianti Saroso.
Dari latar belakang tersebut, tujuan utama dari penelitian operasional ini adalah untuk
mengetahui bagaimana penatalaksanaan Difteri dapat memberikan pengobatan yang benar
kepada pasien. Metodologi penelitian operasional ini adalah desain kuasi eksperimen,
pengumpulan data baik data sekunder dan primer melalui wawancara, observasi dan diskusi
serta pertemuan koordinasi dengan mengundang narasumber terkait.
Data yang terkumpul akan dianalisis dan dimanfaatkan untuk kepentingan program
kepada pimpinan serta peningkatan pelayanan kasus Difteri di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso.
PENATALAKSANAAN KASUS DIFTERI
DI RS PENYAKIT INFEKSI PROR. DR. SULIANTI SAROSO
TAHUN 2018

Anita Puspitasari DN1, Hendra Badaruddin2, Eka Sulistiany3, Anggi Gilang Satria4

Program Pendidikan Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas


Respati Indonesia

Email: nita.pdn@gmail.com

ABSTRAK
Kendala penatalaksanaan kasus ADS adalah belum adekuatnya penatalaksanaan kasus dilihat
dari penegakan diagnosa, konfimasi laboratorium, ketersediaan ADS dan dukungan
surveilans. Penegakan diagnosa dilihat dari adanya diagnosa masuk suspek difteri dan
diagnosa keluar bukan difteri namun mendapatkan ADS, lamanya hasil laboratorium yang
mempengaruhi penegakan diagnosa, supply ADS yang terhambat, pelaporan yang belum
sinkron antar penyedia data, sehingga untuk memberikan satu tatalaksana yang adekuat dan
komprehensif diperlukan penguatan kompetensi yang intensif dan efektif melalui pendidikan
dan pelatihan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur apakah ada telah terjadi
penguatan tatalaksana kasus Difteri setelah dilakukan intervensi melalui pendidikan dan
pelatihan. Variabel keputusan dalam pemecahan masalah yaitu efektivitas kegiatan penguatan
kompetensi tenaga kesehatan. Validasi pemecahan masalah penatalaksanaan yaitu melakukan
penelitian operasional dengan memaksimalkan jumlah kegiatan, meminimalkan false
pengobatan. Jenis desain kuasi experiment dengan membandingkan hasil penelitian sebelum
dan sesudah intervensi.

Kata Kunci: Penatalaksanaan kasus ADS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan bakteri Corynebacterium
diphteriae. Difteri mudah menular dan telah menjadi masalah kesehatan sejak ribuan yang
lalu, yang menyerang kesehatan manusia dan dapat mengakibatkan komplikasi dan kematian.
Bakteri penyebab Difteri pertama kali diidentifikasi oleh Klebs dan pada tahun 1890 antitoksi
Difteri dikembangkan. Vaksin pertama kali dikeluarkan pada tahun 1920. Dengan adanya
pengembangan vaksin, kejadian difteri menurun secara signifikan,1
Difteri mempunyai gejala klinis demam ± 380C, pseudomembrane putih keabu-abuan
yang tidak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring atau tonsil, sakit waktu menelan,
leher membengkak seperti leher sapi (bullneck) dan sesak nafas disertai stridor.4 Secara
epidemiologi, defenisi kasus Difteri ditentukan dalam kasus probable dan kasus konfirmasi.
Kasus probable adalah kasus yang menunjukkan gejala-gejala demam, sakit menelan, selaput
putih pada tenggorokan (pseudomembrane), sering leher membengkak dan sesak nafas
disertai bunyi (stridor). Kasus konfirmasi adalah kasus probable yang disertai hasil konfirmasi
laboratorium positif C, Difteri atau ada hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi yang
lain.2
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada tahun 2014 sampai 2016,
jumlah kasus Difteri di dunia antara lain pada tahun 2014, jumlah kasus Difteri sebesar 7774
kasus, di tahun 2015, jumlah kasus Difteri di dunia dilaporkan menurun menjadi 4086 kasus
sedangkan pada tahun 2016 terjadi peningkatan jumlah kasus Difteri kembali sebesar 7097
kasus.3
Masih berdasarkan data WHO, kasus difteri yang terjadi di kawasan Asia Tenggara
(South-East Asia Region) pada tahun 2014 sebesar 7666, kemudian menurun di tahun 2015
menjadi 2504 dan meningkat kembali pada tahun 2016 menjadi 4016 kasus.4
Di Indonesia, melalui Permenkes No. 1501/ Menkes/Pe/X/2010 tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya, Difteri
termasuk dalam daftar jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan KLB/wabah.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, pada tahun 2014 kasus Difteri di Indonesia sebesar
396 kasus, meninggal sebanyak 16 kasus (CFR 4,04%) dengan kasus tertinggi berasal dari
Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2015 kasus Difteri sebesar 252 kasus, dengan jumlah kasus
meninggal sebanyak 5 kasus (CFR 1,98%) dengan kasus tertinggi terjadi di Sumatera Barat
dan Jawa Timur. Dan pada tahun 2016, kasus Difteri meningkat menjadi 415 kasus,
meninggal sebanyak 24 kasus (CFR,80%).5,6,7,8
Sebagai Rujukan Nasional Penyakit Infeksi, RSPI Sulianti Saroso (RSPI SS)
diharapkan mampu mengidentifikasi penyakit infeksi berpotensi Wabah dan juga diharapkan
mampu memberikan pelayanan dan pengobatan secara paripurna, menjadi role model bagi
rumah sakit lain dalam penanganan kasus infeksi/ menular serta mampu dan siap dalam
menangani kemungkinan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB).
Berdasarkan data surveilans Bidang Epidemiologi Direktorat Pengkajian Penyakit
Infeksi dan Penyakit Menular RSPI SS, melaporkan pada tahun 2014 jumlah kasus rawat inap
Difteri adalah 3 kasus, namun pada tahun 2015 terjadi peningkatan kasus Difteri yang cukup
tinggi yaitu 16 kasus, dan terus meningkat tajam pada tahun 2016 menjadi 37 kasus dengan
kasus Difteri yang meninggal sebesar 2 kasus dan KLB Difteri di wilayah Jabodetabek
membuat RSPI SS merawat sampai 260 kasus Difteri. Pada umumnya kasus Difteri yang
dirawat di RSPI SS adalah balita dan anak-anak usia sekolah, berasal dari wilayah
Jabodetabek, namun pada tahun 2015-2017, peran RSPI SS sebagai RS rujukan nasional
semakin menguat dengan diterimanya kasus-kasus difteri yang berasal dari luar Jabodetabek.9
Keberhasilan penatalaksanaan kasus Difteri di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso tidak
terlepas dari penegakan diagnostik yang tepat, kecepatan dan keakuratan hasil pemeriksaan
laboratorium, manajemen perawatan isolasi, logistik obat-obatan dan dukungan dari berbagai
pihak terkait.
Dalam penatalaksanaan kasus Difteri, RSPI SS melalui kunjungan Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta disarankan untuk menguatkan kembali penatalaksanaan kasusnya, salah
satunya adalah melalui pemberian obat yang adekuat merujuk pada Juknis Pelaksanaan
Imunisasi dan Surveilans Dalam Rangka Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri,
Ditjen PP&PL Kemenkes RI 2013.10
Kunjungan ini memacu komite medik RSPI SS untuk melakukan audit medik terhadap
penatalaksanaan kasus Difteri dan menemukan beberapa kendala terkait pengobatan yaitu
belum adanya persamaan persepsi tentang dosis pemberian ADS sedangkan ADS merupakan
serum yang bernilai tinggi karena jumlahnya yang terbatas secara nasional, belum bisa
diproduksi dalam negeri sehingga pemerintah harus melakukan impor yang mengakibatkan
harga ADS menjadi sangat mahal. Selain jumlah ketersediaan yang terbatas dan harga yang
mahal, pemberian ADS dan pemberian obat lain yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien
akan memberikan risiko efek samping dan membahayakan keselamatan pasien.
Berdasarkan gambaran di atas, terkait kendala-kendala tersebut, maka dilakukan
penelitian operasional yang fokus untuk melihat bagaimana tatalaksana ADS di RSPI Prof.
Dr. Sulianti Saroso?

1.2 TUJUAN UMUM


Untuk menetapkan pemecahan masalah dengan pendekatan penelitian operasional
dalam penatalaksanaan Anti Difteri Serum di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso.
BAB II
METODOLOGI DALAM PENDEKATAN PENELITIAN OPERASIONAL

2.1 Gambaran Sistem RS Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso


Bertujuan untuk menggambarkan sistem penatalaksanaan Difteri di RSPI SS dan
juga memperlihatkan keterkaitan sistem RS dengan jejaring program Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi antara lain Suku Dinas Kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi, Subdit Surveilans Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes
RI.
2.2 Gambaran Sub Sistem Penatalaksanaan ADS Di RSPI SS
Sub sistem penatalaksanaan Difteri berupa tata hubungan kerja penatalaksanaan
Difteri di RSPI SS. Gambaran sub sistem penatalaksanaan Difteri memperlihatkan
keterkaitan sub sistem tersebut baik secara fungsional maupun struktural dengan unit-
unit kerja di RS yang relevan
2.3 Defenisi Masalah Operasional
Perumusan defenisi masalah operasional dalam sub sistem penatalaksanaan
Difteri melalui diskusi dengan pengambil keputusan antara lain Direktur Medik &
Keperawatan, Bidang Medik, Komite Medik, Dokter Penanggung Jawab Pasien (SMF
Anak dan SMF Penyakit Dalam), Kepala Instalasi Rawat Inap, Kepala Instalasi Gawat
Darurat, Instalasi Farmasi, Komite Mutu dan Keselamatan Pasien, Bidang Pengkajian
Epidemiologi, Bidang Pengkajian Imunologi dan Faktor Risiko, Bidang Pengkajian
Klinik, serta pihak lain di tingkat provinsi dan pusat Kementerian Kesehatan jika perlu
dilibatkan.
2.4 Outcome Yang Diharapkan
Penulisan singkat tentang masalah operasional dan outcome yang diharapkan
dalam penelitian operasional.
2.5 Menetapkan Prioritas Masalah Penelitian
2.6 Pengembangan Pemecahan Masalah
Langkah-langkah pengembangan pemecahan masalah, antara lain:
a. Tentukan jenis desain yang cocok untuk mengadakan uji lapangan
b. Jelaskan masalah validasi apa yang mungkin terjadi dalam pemilihan jenis desain
c. Yang mana objektif pemecahan
d. Identifikasi faktor-faktor konstrain
e. Lakukan pemilihan model untuk pengembangan pemecahan masalah; apakah
model ini matematik atau Heuristik
f. Tentukan data apa yang dibutuhkan dan dikumpulkan
g. Lakukan kesimpulan pengembangan pemecahan
h. Dalam hal ini perlukah data untuk mencapai tujuan dari analisis sensitivitas
2.7 Validasi Pemecahan Dalam Rangka Uji Lapangan
Melakukan validasi pemecahan masalah melalui uji lapangan, dengan cara:
a. Menentukan jenis desain yang cocok untuk mengadakan uji lapangan
b. Jelaskan masalah validasi apa yang mungkin terjadi dalam pemilihan jenis desain

Fase I : Analisis Masalah


Masalah operasional dan outcomeyang diharapkan dalam penelitian operasional.
(Hasil diskusi)
INPUT PROSES OUTPUT EFEK DAMPAK
Tenaga - Penerimaan Tatalaksana Peningkatan Meningkatkan
- Dokter pasien Difteri Pengobatan pengetahuan, kesembuhan,
- Perawat - Penegakan yang benar/ sikap dan menurunkan
- Petugas Lab diagnosa klinis adekuat perilaku dokter kesakitan dan
- Petugas - Konfirmasi (tepat pasien, tentang kematian,
Farmasi hasil tepat obat, pengobatan meminimalisir
pemeriksaan tepat dosis, Difteri komplikasi.,
laboratorium tepat waktu, menurunkan
- Pengobatan tepat rute risiko efek
Difteri pemberian) samping.
Logistik
Biaya
Kebijakan
penatalaksanaan
Difteri
(Pedoman/SPO/
Clinical
Pathway, dll)
Langkah untuk penetapan prioritas masalah penelitian:

Sosialisasi Program Koordinasi, Motivasi, Dukungan,


Pengetahuan, Insentif
Kemenkes, Pedoman,
Dinkes, Panduan, Juknis,
Organisasi Buku Saku, Keluarga Masyarakat
Profesi Jurnal, dll

Meningkatkan
kesembuhan,
menurunkan kesakitan
Penatalaksanaan Pasien Probable dan kematian,
Difteri Difteri/ Konfimasi meminimalisir
Difteri komplikasi,
menurunkan risiko
efek samping

Penguatan Kompetensi yang Intensif dan Efektif

Dokter

Petugas Petugas Tenaga


Laboratorium Farmasi Kesehatan
Lainnya

Peningkatan
Kompetensi (Diklat, Supervisi, Audit
Workshop, Pembuatan Medik
Modul, Penelitian, dll)
Fase II : Pengembangan Pemecahan Masalah

Fungsi Objektif Objektif Pemecahan Variabel Keputusan Faktor Konstraint


Intensitas kegiatan Memaksimalkan 1. Efektivitas 1. Biaya sumber daya
penguatan jumlah kegiatan, kegiatan tambahan
kompetensi tenaga meminimalkan false penguatan 2. Bahan kegiatan
kesehatan (Dokter, pengobatan kompetensi yang kurang
Perawat, Analis, tenaga kesehatan 3. Kerjasama yang
Tenaga Farmasi, 2. Metode kegiatan kurang antar
Tenaga penguatan petugas kesehatan
Laboratorium, kompetensi 4. Sosial ekonomi,
Tenaga Surveilans) = tenaga kesehatan tingkat pendidikan
f (jumlah kegaitan, 5. Tingkat minimum
metode kegiatan) dari sistem kerja,
yaitu jumlah
tenaga kesehatan
yang mengikuti
kegiatan

Pemilihan Model Untuk Pengembangan Pemecahan Masalah

Model yang digunakan adalah model matematis sebagai alat analisis, dalam nama simbol
digunakan untuk mewakili gambaran penting dalam situasi yang nyata. Persamaan regresi
dalam penelitian operasional ini adalah sebagai berikut:
KP = x (PO) + y (TDa)
Keterangan:
Keselamatan Pasien = x (Pemberian Obat) + y (Tatalaksana Difteri adekuat)
Keselamatan pasien yaitu meningkatnya kesembuhan, menurunnya kesakitan dan kematian,
komplikasi minimal, menurunkan risiko efek samping.
Pemberian Obat yaitu jumlah jenis dan dosis obat Difteri yang diberikan.
Tatalaksana Difteri adekuat yaitu penegakan diagnostik Difteri yang tepat baik klinis dan
laboratoris.
Untuk pemecahan masalah penatalaksanaan Difteri diperlukan analisis matematik Cost
Effective Analysis (CEA).
Dalam CEA, pembilang dinyatakan dalam biaya tetapi penyebutnya dinyatakan dalam definisi
dari efektif, yaitu:
1. Jumlah tenaga Widyaiswara (narasumber) dan tenaga kesehatan yang mendapat
kegiatan penguatan kompetensi
2. Penggunaan modul, dll

Data yang dibutuhkan dan dikumpulkan:


1. Karakteristik dan jumlah pasien Difteri yang berobat ke RSPI SS
2. Jenis dan jumlah pemberian obat-obatan Difteri kepada pasien
3. Hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya
4. Jadwal kegiatan penguatan kompetensi tenaga kesehatan
5. Frekuensi kegiatan penguatan kompetensi tenaga kesehatan
6. Cost dalam pembuatan modul/panduan/ juknis/ buku saku/ leaflet, dan lain-lain

Kesimpulan Pengembangan Pemecahan

Dengan model analitis CEA diharapkan kegiatan penguatan kompetensi tenaga kesehatan
dalam penatalaksanaan Difteri yang adekuat kepada penderita Difteri sebagai pilihan yang
terbaik di antara alternative lainnya.

Fase III : Validasi Pemecahan

Jenis desain studi lapangan

Pemilihan rencana studi yang pantas memvalidasi pemecahan yang dirumuskan dalam
fase pengembangan masalah adalah kuasi eksperimen.
Asumsikan bahwa uji lapangan ditujukan memvalidasi efektivitas metode kegiatan,
diharapkan dapat memaksimalkan tenaga kesehatan yaitu Dokter untuk menambah
kemampuan dalam memberikan pengobatan Difteri yang adekuat diabndingkan sebelum
dilakukan pembinaan.
Uji lapangan ditujukan memvalidasi efektivitas metode pembinaan secara intensif
kepada penderta Difteri sehingg diharapkan akan mengefektifkan pentalaksanaan Difteri
dbandingkan dengan sebelum diadakan pembinaan.
Dalam jenis desain kuasi experiment, analisis dapat membuat kecenderungan (trend)
dalam nilai faktor yang diminati sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi.

Time
Experimental Group O1 O2 x O4 O5 …………… (Analisis seri waktu)
MODEL SISTEM PENATALAKSANAAN ANTI DIFTERI SERUM DI RSPI PROF. DR. SULIANTI SAROSO

RUJUKAN

TATA HUBUNGAN KERJA PENATALAKSANAAN ADS DI RSPI PROF. DR. SULIANTI SAROSO
SUB SISTEM PENATALAKSANAAN ANTI DIFTERI SERUM DI RSPI PROF. DR. SULIANTI SAROSO

Jejaring Surveilans
RSPI SS Difteri – Penyedia Obat
Program (ADS) Unit
Utama di Kemenkes

Dinkes
Provinsi Jejaring Surveilans
Difteri Unit Kerja di
Dinkes Provinsi

Jejaring Surveilans
Difteri Unit Kerja di
Dinkes Kab/Kota
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Satgas


Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan
(Pedoman Epidemiologi Penyakit). Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Tahun 2011. Jakarta, 2011
3. http://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/data/gs_gloprofile.pdf,
diakses Januari 2018
4. http://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/data/gs_searprofile.pdf?ua
=1, diakses Januari 2018
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501. Jenis Penyakit
Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya,
2010
6. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013, 2014
7. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014, 2015
8. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015, 2016
9. Direktorat Pengkajian Penyakit Infeksi dan Penyakit Menular Rumah Sakit Penyakit
Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Surveilans Epidemiologi Difteri 2014-2016, 2017
10. Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Imunisasi dan Surveilans
Dalam Rangka Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri, 2013.
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Buku Ajar Respirologi anak, edisi pertama.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008
12. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi Keempat. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2006
13. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Cetakan 1. Ed 15. Jakarta : EGC,
2000.h.955-8, 1477.
14. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan Anak.
Current Evidences in Pediatric Emergencies Management. Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan LXVIII, 2014.
15. Nelson. Textbook of Pediatrics (17th ed). Philadelphia : Saunders, 2

Anda mungkin juga menyukai