Judul 1 PDF
Judul 1 PDF
A. A. Gede Agung
Jurusan Teknologi Pendidikan
FIP Universitas Pendidikan Ganesha
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui persepsi guru
tentang program sertifikasi guru di Bali, (2) mengetahui persepsi
guru tentang konsep dan implementasi profesionalisme guru di
Bali, (3) menyusun Model Peningkatan Profesionalisme Guru
Berkelanjutan Pasca Sertifikasi Melalui Pendekatan Pengayaan
Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi dan perangkatnya,
(4) mendeskripsikan tanggapan guru tentang Model Peningkatan
Profesionalisme Guru Berkelanjutan Pasca Sertifikasi dengan
perangkat model Online open course ware
(http://www.GuruProfesional.org) dan asesmen kinerja guru
berbasis evaluasi diri.
Subjek penelitian ini terdiri atas 30 orang guru SD-SMP-SMA-
SMK pada tiga kabupaten di Provinsi Bali. Masing-masing
kabupaten kota diambil 10 orang guru. Data penelitian
dikumpulkan dengan metode kuesioner, wawancara, kajian
pustaka, dan pelatihan (untuk uji teknis). Data yang terkumpul,
selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis deskriptif .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Persepsi guru tentang
program sertifikasi, sebagian besar butir tentang hakikat sertifikasi
guru (55,56%) dipersepsi negatif. (2) Persepsi guru terhadap
pengembangan profesionalisme, ternyata sebagian besar butir
(81,81%) yang dijawab responden ternyata mempersepsi positif
tentang pentingnya pengembangan profesi guru tersebut secara
berkelanjutan. (3) Ditemukan Model Peningkatan Profesionalisme
Guru Berkelanjutan Pasca Sertifikasi Melalui Pendekatan
Pengayaan Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi yang
dikembangkan (http://www.Guru-Profesional.org) yang dilengkapi
dengan infrastruktur Online open course ware sebagai media
interaksi komunitas guru-guru dan stakholdernya untuk selalu
aktual dalam pengembangan diri dan profesi, (4) Hasil uji coba
Abstract
This study aims to: (1) understand teachers perceptions about
teacher certification program in Bali, (2) understand teachers'
perceptions about the concept and implementation of teacher
professionalism in Bali, (3) formulate Model Improvement
Professional Teacher Certification Through Continuing Post-
Information Technology-Based Approach Enrichment and
Communication and the instruments, (4) describe the responses of
teachers about the Model Sustainable Improvement Professional
Teacher Certification with the device model Post Online open
course ware (http://www.GuruProfesional.org) and teacher
performance assessment-based self-evaluation.
The subjects of this study comprised of 30 elementary school
teachers and junior-high school vocational school in three districts
in the province of Bali. Each regency were taken much as 10
teachers. Data were collected by using questionnaires, interviews,
literature review, and training (for the technical test). The collected
data, analyzed by descriptive analysis technique.
The results showed that: (1) Perceptions of teachers about the
certification program, most point of the nature of teacher
certification (55.56%) perceived negative. (2) The perception of
teachers towards professional development, it turns out most of the
grains (81.81%) respondents who answered turned out to positively
consider the importance of teacher professional development in a
sustainable manner. (3) Found Model Improvement Professional
Teacher Certification Through Continuing Post-Enrichment-Based
Approach for Information and Communication Technology
developed (http://www.GuruProfe-sional.org) equipped with an
open course ware Online infrastructure as a medium of interaction
with teachers and community stakholdernya to always actual in
Pendahuluan
Sertifikasi guru di Indonesia merupakan upaya untuk meningkatkan
profesionalisme dan sekaligus kesejahteraan guru. Dari sasarannya 2,7 juta
guru, hingga saat ini baru sekitar 500.000 guru yang lolos sertifikasi dan
mendapat tunjangan profesi sebesar satu kali gaji. Sertifikasi guru bertujuan
untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai
pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3)
meningkatkan kesejahteraan guru, (4) meningkatkan martabat guru; dalam
rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Namun demikian, sertifikasi guru yang diharapkan dapat
menghasilkan tenaga pendidik yang profesional, ternyata masih jauh dari
yang diharapkan. Dengan mudah dapat ditemukan fakta bahwa guru yang
telah lolos sertifikasi ternyata tidak menunjukkan peningkatan kompetensi
yang signifikan, apalagi untuk dapat dikatakan sebagai guru yang pofesional.
Sebuah kajian untuk mengetahui kompetensi guru pasca sertifikasi, yang
dilakukan Baedhowi dan Hartoyo (2009), menunjukkan motivasi guru untuk
segera ikut sertifikasi bukanlah untuk meningkatkan profesionalisme atau
kompetensi mereka, tetapi terkesan semata-mata untuk mendapatkan
tambahan penghasilan melalui tunjuangan profesi. Hal yang serupa
ditemukan Direktorat Jenderal PMPTK Depdiknas ketika melakukan kajian
serupa di Provinsi Sumatera Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan, dan Nusa Tenggara Barat tahun 2008. Kajian tersebut menemukan
bahwa alasan guru mengikuti sertifikasi, antara lain, agar mendapat
tunjangan profesi, segera mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan hidup,
tunjangan untuk biaya kuliah, biaya pendidikan anak, merenovasi rumah, dan
membayar utang. Suharta, Sudiarta dan Agung (2009) dalam penelitian di
Bali juga menemukan bahwa sebagaian besar guru memandang sertifikasi
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan pembelajaran
yang dilakukan selama 2 (dua) tahun dengan mengadopsi model 4 D (Define,
Design, Develop and Disseminate). Tahun pertama (2010) ditetapkan
sebagai fase Define and Design, bertujuan merancang prototype Model
Peningkatan Profesionalisme Guru Berkelanjutan Pasca Sertifikasi Melalui
Pendekatan Pengayaan Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi,
beserta perangkatnya. Pada tahun pertama ini, akan dilakukan (a) Analisis
kebutuhan berupa studi lapangan tentang persepsi guru terhadap program
sertifikasi dan konsep dan implemetasi profesionalisme, identifikasi potensi
dan pendukung (kuesioner tentang: insfrasuktur jaringan internet di
sekolah/di rumah, soft skill berupa pengalaman menggunakan media berbasis
TIK. Semua data tersebut diperoleh dari responden guru pada tiga kabupaten
di provinsi Bali, yang diambil masing-masing dua orang tiap jenjang sekolah
(SD-SMP-SMA-SMK), sehingga tiap kabupaten diwakili delapan responden,
kecuali Kota Denpasar diambil 10 responden. (b) Perancangan model dan
perangkatnya, (c) ujicoba praktek penggunaan model dan perangkatnya, (d)
Perbaikan model dan perangkatnya sesuai dengan hasil ujicoba praktik
penggunaanya. Tahun kedua (2011) merupakan fase Develope and
Disseminate yang pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan model
dan perangkatnya yang valid dan reliabel. Hal ini dilakukan melalui dua
kegiatan. Kegiatan pertama berupa ujicoba model dan perangkatnya secara
terbatas yang dilakukan dalam bentuk penelitian experimen untuk menguji
keunggulan model. Kegiatan kedua merupakan fase bertujuan untuk
memperbaiki model dan perangkatnya yang dilakukan melalui kegiatan
desiminasi secara luas, antara lain melaui penelitian tindakan kelas secara
kolaboratif bersama guru-guru yang telah tersertifikasi di Provinsi Bali yang
dipilih secara purposive. Uji kelayakan dan keefektifan model dan
perangkatnya juga akan dilakukan dengan kriteria keefektifan dan kelayakan
berupa tercapainya tujuan peningkatan profesionalisme berkelanjutan, baik
tujuan proses maupun tujuan produk. Data penelitian dikumpulkan dengan
metode kuesioner, wawancara, kajian pustaka, dan pelatihan (untuk uji
Hasil
Tentang persepsi guru terhadap sertifikasi. Dari 9 butir kuesioner
yang diajukan kepada responden, sebagian besar butir yaitu 5 dari 9 butir
(55,56%) yang dijawab responden ternyata mempersepsi negatif tentang
sertifikasi guru tersebut. Mereka memandang antara lain: (1) Sertifikasi guru
melalui penilaian portofolio bukan cara yang tepat untuk meningkatkan
kualitas guru secara berkelanjutan, (2) Guru-guru yang menjelang pensiun
semestinya diutamakan untuk mengikuti sertifikasi, (3) Tidak adil jika guru-
guru yang baru diangkat sudah mendapatkan sertifikat pendidik sementara
yang telah lama bertugas belum mendapat-kan, (4) Sertifikasi guru menjadi
amat menarik bagi guru, terutama karena dengan sertifikasi guru
kesejahteraan guru meningkat, (5) Tambahan pendapatan guru dari tunjangan
profesi amat sedikit digunakan untuk meningkatkan profesionalisme guru.
Persepsi Guru tentang Konsep dan Praktik Profesionalisme Guru di
Bali. Dari 11 butir kuesioner, sebagian besar butir yaitu 8 dari 11 butir
(72,73%) yang dijawab responden ternyata mempersepsi positif tentang
pentingnya pengembangan profesi guru tersebut secara berkelanjutan.
Mereka memandang antara lain: (1) Ukuran utama meningkatnya
profesionalisme guru adalah meningkatnya kesejahteraan huru, (2)
Sebetulnya pengembangan profesionalisme guru sudah cukup dengan
sertifikasi guru saja, (3) Guru lulusan Perguruan Tinggi dengan sendirinya
profesional, (4) Pendidikan dan laitihan dalam jabatan amat kecil peranannya
bagi pengembangan profesionalisme guru, (5) Terlalu memberatkan guru,
kalau mereka dituntut terus mengembangkan profesionalismenya, (6) Sulit
diharapkan sekolah berperanan penting dalam meningkatkan profesionalisme
guru, (7) Sebetulnya peningkatan profesionalisme guru bukan tanggung
jawab sekolah, (8) Sekolah adalah tempat guru mengimplementasikan
profesonalisme yang telah diperoleh di bangku kuliah, bukan tempat
mengembangkannya, (9) Guru harus mengembangkan sendiri
profesionalismenya, sekolah sebetulnya boleh hanya menuntut.
Dalam penelitian ini telah berhasil dikembangkan Prototipe Model
Peningkatan Profesionalisme Guru Berkelanjutan Pasca Sertifikasi Melalui
Pendekatan Pengayaan Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi yang
Hasil
Ditemukan bahwa pemahaman guru tentang sertifikasi relatif cukup
baik, terutama mengenai hal-hal teknis termasuk teknik penyusunan
portofolio. Namun sebagaian besar guru mengaitkan program sertifikasi
terhadap peningkatan kesejahteraan guru, walapun berharap hal itu
mengakibatkan adanya peningkatan kualitas kinerja. Sebagaian besar guru
berpikir dapat melakukan peningkatan kinerja setelah lulus program
sertifikasi, namun secara faktual tidak ada guru yang telah melakukan
tindakan nyata sebagai wujud peningkatan profesionalisme yang
berkelanjutan yang dilakukan setelah lulus sertifikasi. Dalam hal ini ada
petunjuk kuat bahwa program sertifikasi belum cukup untuk menggerakkan
guru-guru untuk meningkatkan kinerja profesional berkelanjutan, paling
tidak menurut indikator ada tidaknya usaha guru untuk melakukan
peningkatan kinerja setelah lulus sertifikasi, terutama dalam bidang: (1)
kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) inovasi dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (4) prestasi akademik, (5)
pengembangan profesi, (7) partisipasi aktif dalam forum ilmiah, dan (8)
partisipasi dalam kegiatan organisasi sosial sekolah dan masyarakat. Di
samping itu, ada pandangan sebagian responden tentang mekanisme
portofolio yang tidak jelas, tentang proses pencapaian portofolio guru yang
berorientasi pada kuantitas, bahkan program sertifikasi guru tidak
didasarkan oleh paradigma yang jelas dan sering berubah-ubah yang
berdampak pada kebingungan guru dan penyelenggara sertifikasi. Hal ini
sejalan dengan temuan-temuan penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa dampak sertifikasi bagi peningkatan kualitas guru masih menjadi
tanda tanya karena sertifikasi tidak dirancang untuk mengidentifikasi guru
terbaik dan hanya merupakan penilaian terhadap portofolio yang mencakup
dokumen-dokumen bersifat administratif yang sudah dimiliki guru (Hastuti,
dkk. 2007; Ngadirin Setiawan, 2008).
Simpulan
Adapun simpulan penelitian secara khusus diuraikan sebagai berikut.
1. Persepsi guru tentang program sertifikasi guru, ternyata sebagian
besar butir yaitu 5 dari 9 butir (55,56%) dipersepsi negatif tentang
sertifikasi guru. Mereka memandang antara lain: (1) Sertifikasi guru
melalui penilaian portofolio bukan cara yang tepat untuk
meningkatkan kualitas guru secara berkelanjutan, (2) Guru-guru yang
menjelang pensiun semestinya diutamakan untuk mengikuti
sertifikasi, (3) Tidak adil jika guru-guru yang baru diangkat sudah
mendapatkan sertifikat pendidik sementara yang telah lama bertugas
belum mendapatkan, (4) Sertifikasi guru menjadi amat menarik bagi
guru, terutama karena dengan sertifikasi guru kesejahteraan guru
meningkat, (5) Tambahan pendapatan guru dari tunjangan profesi
amat sedikit digunakan untuk meningkatkan profesionalisme guru.
2. Persepsi Guru tentang Konsep dan Praktik Profesionalisme Guru di
Bali, sebagian besar butir yaitu 9 dari 11 butir (81,81%) yang dijawab
responden ternyata mempersepsi positif tentang pentingnya
pengembangan profesi guru tersebut secara berkelanjutan. Mereka
memandang antara lain: (1) Ukuran utama meningkatnya
profesionalisme guru adalah meningkatnya kesejahteraan huru, (2)
Sebetulnya pengembangan profesionalisme guru sudah cukup dengan
sertifikasi guru saja, (3) Guru lulusan Perguruan Tinggi dengan
sendirinya profesional, (4) Pendidikan dan latihan dalam jabatan amat
kecil peranannya bagi pengembangan profesionalisme guru, (5)
Terlalu memberatkan guru, kalau mereka dituntut terus
mengembangkan profesionalismenya, (6) Sulit diharapkan sekolah
berperanan penting dalam meningkatkan profesionalisme guru, (7)
Sebetulnya peningkatan profesionalisme guru bukan tanggung jawab
Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan hal-hal penting sebagai
berikut.
1. Disarankan kepada Kementerian Pendidikan Nasional, agar produk
unggulan penelitian berupa model Model Peningkatan
Daftar Rujukan
Agung, A. A. Gede. 1997. Kualitas Kemampuan Mengelola PB-M pada
Guru-guru Sekolah Dasar di Kota Singaraja. Laporan Penelitian.
Singaraja: STKIP Singaraja.
Mitchel, L. S. 1950. Our Children and Our Schools. New York: Simon and
Schuster, Inc.