Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan


Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu
untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-Nya tersebut, gereja
melakukan pelayanan di bidang teologi, persekutuan, kesaksian, cinta kasih, dan penatalayanan.1
Dalam rangka mengikutsertakan seluruh umatNya untuk memenuhi panggilan-Nya, Tuhan Allah
memberi jabatan imamat am kepada umat-Nya. Dari antara umat-Nya tersebut, ada yang
mempunyai jabatan-jabatan khusus untuk melaksanakan tugas panggilan-Nya. Ada empat
jabatan khusus yang ada di Greja Kristen Jawi Wetan (selanjutnya penyusun akan menggunakan
singkatan GKJW) yaitu jabatan pendeta, guru injil, penatua, dan diaken.2 Tetapi dalam
penyusunan skripsi ini, penyusun akan lebih memfokuskan kepada tugas dan peranan jabatan
pendeta dalam kehidupan bergereja di GKJW. Seseorang yang disebut sebagai pendeta adalah
seorang yang menanggapi proses panggilan Tuhan di dalam hidupnya untuk secara khusus
melayani umat Tuhan di dalam sebuah persekutuan umat percaya. Di GKJW seorang pendeta
disebut juga sebagai gembala, pemimpin dan pemuka gereja yang menjalankan fungsi keguruan,
keimaman dan kenabian.3

Dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin jemaat, seorang pendeta selain pembawa firman
dan kehendak Allah kepada jemaat, dia juga harus bisa mendorong jemaat menuju kepada
kesadaran, rasa tanggung jawab dan inisiatif sebagai orang beriman,4 artinya bahwa pendeta
sebagai seorang pemimpin jemaat harus bisa mengajak warga jemaatnya untuk menyalurkan
setiap potensi dan bakat serta ide-ide yang dimiliki oleh warga jemaat ke dalam bidang tugas
yang ada dalam jemaat, bahkan sedapat mungkin pendeta membantu warga jemaat
mengembangkan kemampuan dan potensinya itu.

1
Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,
Majelis Agung GKJW, 1996, hal 69-91
2
Sda , hal 9
3
Sda, hal 70
4
Van Hooijdonk, Batu-batu yang Hidup, Jakarta dan Yogyakarta, BPK Gunung Mulia dan Kanisius, 1996, hal 8-10
Untuk itu dalam menunjang kegiatan pelayaan gereja, dibutuhkan suatu relasi yang baik. Tidak
hanya relasi dan hubungan antara orang-orang yang mempunyai jabatan-jabatan khusus dalam
struktur organisasi gerejawi saja seperti pendeta, penatua, diaken dan guru injil, tetapi juga relasi
seluruh warga jemaatnya. Tidak hanya mengenai relasi yang dicatat dalam peraturan atau tata
gereja, melainkan juga relasi yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.5 Fungsi keguruan,
keimaman dan kenabian yang dijalankan pendeta GKJW juga merupakan wujud relasi yang
ingin digambarkan antara pendeta dengan jemaat yang dipimpinnya.

Tetapi tidak jarang, dalam kehidupan pelayanan gereja banyak warga jemaat yang masih
mengandalkan banyak hal kepada Pendetanya. Pendeta dianggap sebagai seorang panutan yang
serba bisa dalam segala hal, penyelesai masalah dan orang yang hidupnya kudus tidak bercela.
Pandangan seperti itu akhirnya membawa sebuah relasi tersendiri antara jemaat dan pendetanya,
yakni jemaat menjadi sangat tergantung kepada pendetanya. Umumnya jemaat percaya bahwa
seorang pendeta sebagai pemimpin harus konsekwen dan sanggup melaksanakan apa yang sudah
diucapkannya, karena itulah muncul tuntutan-tuntutan idealisme dari jemaat kepada pendetanya.
Ketika tuntutan-tuntutan itu tidak dapat terpenuhi sesuai keinginan jemaat, maka akan merusak
hubungan yang sudah ada. Jemaat menjadi kehilangan kepercayaan kepada pendetannya.
Walaupun kegagalan itu bisa juga disebabkan oleh faktor manusiawi sang pendeta. Adakalanya
relasi antara pendeta dan jemaat tidak bisa terbentuk dengan baik karena pendeta gagal menjadi
pemimpin yang konsekuen dan dapat dipercaya, misalnya karena masalah keuangan, skandal
seks, keluarga, bisnis dan kehilangan motivasi awal untuk melayani.

Bila relasi antara pendeta dan warga jemaat yang kurang baik tersebut tidak segera teratasi maka
tidak mustahil akan terjadi konflik di dalam jemaat. Konflik yang disebabkan karena terlalu
besarnya harapan warga jemaat terhadap pendetanya, sehingga secara sadar atau tidak sadar
harapan itu berubah menjadi tuntutan yang harus dipenuhi oleh pendeta, akibatnya pendeta
merasa kuwalahan menghadapi tuntutan-tuntutan itu. Atau sebaliknya pendeta tidak sadar akan
harapan-harapan warga jemaatnya dan merasa tidak terjadi apa-apa, sehingga fungsi-fungsi yang
dimiliki oleh pendeta dijalankan dengan seadanya dan pendeta tidak berusaha untuk
meningkatkan lagi pelayanannya kepada warga jemaat.

5
Jan Hendriks, Jemaat Vital dan Menarik, Yogyakarta, Kanisius, 2002, hal 92
Timbulnya kesenjangan antara pendeta dengan warga jemaat ini disebabkan oleh banyak hal,
misalkan saja banyak warga jemaat saat ini yang mulai mengeluhkan pelayanan yang dilakukan
oleh pendetanya. Warga jemaat merasa pendeta kurang maksimal memberikan pelayanan kepada
jemaatnya. Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya pelayanan pastoral (perkunjungan) yang
dilakukan oleh pendeta, kurangnya kehadiran pendeta dalam kelompok-kelompok Pemahaman
Alkitab, khotbah yang semakin tidak menarik, serta kehidupan pendeta yang mulai tidak sesuai
dengan harapan warga jemaatnya. Disisi lain pendeta sendiri merasa bahwa dirinya sudah terlalu
sibuk menjalankan tugas pelayanannya, pendeta merasa sudah terlalu banyak tugas berat yang
menguras tenaga dan pikirannya. Perasaan “orang sibuk” ini jugalah yang akhirnya dapat
mempengaruhi kemampuan pendeta untuk mengembangkan dirinya.

1.2 Rumusan Permasalahan


Dalam pranata tentang jabatan khusus disebutkan bahwa fungsi pendeta adalah keguruan,
keimaman dan kenabian. Dalam skripsi ini penyusun mengali bagaimana pemahaman pendeta
maupun warga jemaat terhadap rumusan ini, oleh karena itu pertanyaan-pertanyaan yang akan
digumuli dalam skripsi ini adalah:
a. Bagaimana pemahaman Pendeta GKJW terhadap fungsi keguruan, keimaman, dan kenabian
pada saat ini?
b. Bagaimana pemahaman warga GKJW terhadap fungsi keguruan, keimaman, dan kenabian
pendeta pada saat ini?
c. Bagaimana fungsi keguruan, keimaman, dan kenabian bisa terus diaktualisasikan dalam
kehidupan bergereja pada saat ini ?

1.3 Alasan Pemilihan Judul


1.3.1 Untuk membahas masalah diatas, maka dipilihlah judul skripsi sebagai berikut:
REAKTUALISASI FUNGSI KEGURUAN, KEIMAMAN DAN KENABIAN
PENDETA DI GREJA KRISTEN JAWI WETAN

1.3.2. Judul ini dipilih berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:


1.3.2.1. Menarik
Fungsi keguruan, keimaman, dan kenabian pendeta merupakan tugas khusus yang harus
dilakukan oleh pendeta GKJW dalam usahanya menanggapi panggilannya melayani jemaat
Tuhan. Dengan memahami dan menghayati fungsi-fungsi pelayanannya, seorang pendeta akan
terus berusaha belajar dan berkembang untuk menerapkan tugas panggilannya, memiliki
kepercayaan diri dalam pelayanannya, serta akan selalu memiliki komitmen yang kuat sebagai
dasar pelayanannya kepada Allah dan manusia.

1.3.2.2 Aktual
Perlu adanya usaha mengaktualisasikan kembali fungsi keguruan, keimaman, dan kenabian
pendeta, guna membangun kedewasaan iman warga jemaat dan bersama-sama dengan warga
jemaat menanggapi panggilan utama gereja sebagai pembawa damai sejahtera Allah di tengah-
tengah tuntutan jaman yang terus semakin berkembang dan susah ini.

1.4 Tujuan Penulisan


a. Menggali pemahaman pendeta GKJW dalam menjalankan fungsi keguruan, keimaman dan
kenabian sebagai tugas panggilannya dalam kehidupan bergereja.
b. Menggali pemahaman warga jemaat mengenai fungsi keguruan, keimaman dan kenabian
pendeta di GKJW.
c. Memberikan usulan bagi upaya mengaktualisasikan kembali fungsi keguruan, keimaman, dan
kenabian pendeta di GKJW.

1.5 Metode Penulisan


Dalam penulisan skripsi ini, penyusun akan menggunakan metode diskriptif-analisis atas kajian
literatur dan lapangan. Kajian literatur ini dilakukan dengan membaca buku-buku mengenai
pelayanan gereja, seputar pembangunan jemaat, Tata dan Pranata GKJW yang berkaitan dengan
jabatan gereja. Sedangkan untuk kajian lapangan di jemaat, penyusun menggunakan metode
kualitatif. Pendekatan ini dilakukan dengan menyebarkan angket kepada warga jemaat dan
melakukan wawancara kepada majelis jemaat serta pendeta dengan total responden sebanyak 41
responden. Adapun pembagian responden adalah 30 responden untuk data angket dan 11
responden untuk data wawancara. Responden adalah warga jemaat dewasa (warga yang sudah
sidhi) dengan alasan bahwa warga jemaat dewasa dirasa sudah bisa memahami keimanannya
dalam kehidupan bergereja. Observasi tersebut penyusun lakukan selama satu bulan yaitu mulai
awal September sampai akhir September tahun 2008.

Mengingat GKJW memiliki ± 150 jemaat yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Timur, maka
tentu saja penyusun tidak dapat melakukan penelitian secara keseluruhan, hal ini disebabkan
jarak yang jauh dan membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu penyusun akan mengambil
3 jemaat dari 13 jemaat di wilayan Majelis Daerah Malang I sebagai tempat penelitian.

a. GKJW Jemaat Donomulyo


Jemaat ini mewakili jemaat GKJW yang masuk kategori jemaat desa, GKJW jemaat Donomulyo
ini letaknya ± 60 km ke arah selatan dari pusat kota Malang. Wilayah pelayanannya dibagi
menjadi empat kelompok untuk gereja Induk sendiri, serta memiliki lima pepanthan6. Memiliki
jumlah warga jemaat 257 kepala keluarga atau sebanyak 796 jiwa.

b. GKJW Jemaat Kepanjen.


Jemaat ini mewakili jemaat GKJW yang masuk kategori jemaat sedang. GKJW jemaat
Kepanjen adalah jemaat yang berada di ibukota kabupaten, yang letaknya ± 19 km ke arah
selatan dari pusat kota Malang. Kepanjen memiliki mobilitas yang tinggi karena merupakan
perlintasan antara kota Malang dengan kota Blitar, sehingga memungkinkan semakin mudahnya
informasi yang masuk. Wilayah pelayanannya dibagi menjadi empat kelompok untuk gereja
Induk sendiri, serta memiliki satu pepanthan. Memiliki jumlah warga jemaat 160 kepala keluarga
atau sebanyak 568 jiwa.

c. GKJW Jemaat Sukun.


Jemaat ini mewakili jemaat GKJW yang masuk kategori jemaat kota. GKJW jemaat Sukun
berada di pusat kota Malang. Memiliki mobilitas yang tinggi di mana perkembagan kota
berlangsung dengan cepat dan memacu setiap penduduk kota Malang untuk bekerja keras. Untuk
mengefektifkan pelayanan, wilayah pelayanannya dibagi menjadi tujuh kelompok. GKJW jemaat

6
Pepanthan merupakan istilah yang ada di GKJW untuk menyebut pos pelayanan, di mana pepanthan merupakan
persekutuan umat percaya dalam suatu wilayah tertentu tetapi masih belum memenuhi syarat yang ditentukan untuk
menjadi jemaat dewasa. Untuk menunjang kegiatan pelayanannya maka pepanthan berada di bawah pengawasan
salah satu gereja dewasa di sekitarnya sesuai dengan keputusan yang ada.
Sukun tidak memiliki pepanthan. Memiliki jumlah warga jemaat 309 kepala keluarga atau
sebanyak 1057 jiwa.

Pembedaan pemilihan tempat penelitian antara kota, sedang, dan desa tersebut bertujuan untuk
melihat apakah ada korelasi hubungan antara pemahaman pendeta ataupun warga jemaat GKJW
mengenai fungsi keguruan, keimaman, dan kenabian pendeta dengan tempat tinggal mereka
berjemaat.

1.6 Sistematika Penulisan


Bab I. Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan penjelasan tentang permasalahan yang diangkat, alasan pemilihan judul,
metode pembahasan, dan sistematika. Bagian permasalahan berisi latar belakang permasalahan
dan batasan permasalahan. Alasan pemilihan judul, pembahasan yang didasarkan beberapa
alasan yaitu menarik dan aktual. Metode pembahasan memuat metode penulisan dan metode
penelitian.

Bab II. Fungsi Pendeta di Greja Kristen Jawi Wetan Menurut Pranata Tentang Jabatan-Jabatan
Khusus
Pada bab ini penyusun memaparkan pengertian dasar jabatan-jabatan khusus di GKJW,
kemudian dianalisa dengan teori-teori mengenai pelayanan gereja yang ada.

Bab III. Pemahaman Warga dan Pendeta terhadap Fungsi Pendeta di Greja Kristen Jawi Wetan
Pada bab ini penyusun memaparkan hasil penelitian berkenaan dengan pemahaman dan
penghayatan fungsi keguruan, keimaman, dan kenabian pendeta di jemaat tempat melakukan
penelitian dan melakukan analisa berkenaan dengan fungsi keguruan, keimaman dan kenabian
pendeta di dalam jemaat, kemudia akan dievaluasi.

Bab IV. Usulan bagi Reaktualisasi Fungsi Pendeta di Greja Kristen Jawi Wetan
Bab ini berisi refleksi teologis dan usulan kongkret bagi upaya pengaktualisasian kembali fungsi
pendeta di GKJW.
Bab V. Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai