Disusun oleh:
1. Bella Oktavia
2. Dedi Indrawan
3. Sri Lestari
Kelas : Ekonomi syariah 5
Dosen pengajar :
BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori permintaan
Teori permintaan (demand) atau yang diistilahkan ibn Taimiyah(1263-1328)
dengan raghabat fi al-syai (keinginan terhadap sesuatu) merupakan salah satu factor
pertimbangan dari permintaa. Dalam literature ilmu ekonomi, teori permintaan
diterangkan tentang hubungan antara jumlah permintaan dengan harga. Permintaan
adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan
tingkat harga tertentu, pada tingkat pendapatan tertentu dan pada priode tertentu.
Semakin tinggi harga, semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Dengan
demikian, kita juga mendapatkan slope kurva permintaan yang negatif untuk barang
halal dalam pilihan halal X dan haram Y. Perbedaannya terletak pada kecuraman kurva
atau dalam istilah ekonominya pada elastisitas harga. Penurunan harga dari Rp100 ribu
ke Rp 50 ribu meningkatkan permintaan barang X dari 10 ke 20 (bandingkan dengan
pilihan halal X – halal Y yang hanya dari 3 ke 4), penurunan dari rp 50 ribu ke Rp 25
ribu meningkatkan permintaan barang X dari 20 ke 40 (bandingkan dengan pilihan
halal X – halal Y yang hanya naik dari 4 ke 5).
B. Keadaan Darurat Tidak Optimal
Dalam konsep islam, yang haram telah jelas dan begitu pula yang halal telah jelas.
Secara logika ekonomi kita telah menjelaskan bahwa bila kita dihadapkan kepada dua
pilihan, yaitu barang halal dan barang haram, optimal solution adalah corner solution,
yaitu mengalokasikan seluruh pendapatan kita untuk mengonsumsi barang halal.
Tindakan mengonsumsi barang haram berarti meningkatkan disutility, sebaliknya
tindakan mengurangi konsumsi barang haram berarti mengurangi disutility. Corner
solution merupakan optimal solution karna mengonsumsi barang haram sejumlah nihil
berarti menghilangkan disutility, selain itu mengaloksaikan seluruh pendapatan untuk
mengonsumsi barang halal berarti meningkatkan utility.
Secara grafis ditunjukkan dengan terbatasnya supply barang halal X sejumlah Q x
F atau dapat juga dikatakan sejumlah maksimal barang x yang tersedia pada keadaan
full capa cypy adalah sebesar Q x F. Dengan asumsi maximizing behafior, maka tingkat
utility U3 lebih baik dibandingkan U1. Perhatikanlah bahwa untuk tingkat utility U1
dan U3, Optimal solutionnya adalah corner solution ada garis horizontal sumbu X.
Kedua corner solution itu menunjukkan berapa jumlah barang x yang diminta, sebut
saja Q x (U1) untuk tingkat utility U1 dan Q x (U3) untuk tingkat utility U3. Perhatikan
pula bahwa Q x (U1) < Q xF < Q x (U3). Oleh karena Q x F adalah jumlah maximal
barang X, dan Q x (U3) lebih besar dari Q x F, maka dapat kita simpulkan bahwa tingkat
utility U3 tidak tercapai.
Untuk tingkat utility U1, Q x F akan memotong U1 pada DP(Darurat Point). Pada
titik DP ada sejumlah pendapatan yang sebenarnya dapat digunakan untuk
mengkonsumsi barang X sejumlah Q x (U3), namun karena tebatasnya barnag X
sejumlah Q x F, maka akan ada sejumlah pendapatan yang dialokasikan untuk
mengkonsumsi barang haram Y. Perhatikanlah bahwa titik DP bukanlah titik optimal.
Titik DP tidak terjadi pada saat persinggungan antara indifference curvedengan budget
line atau dengan kata lain MRS pada titik DP tidak sama denganslope budget line.
Oleh karena itu, dalam pilihan halal haram, optimal solution selalu terjadi corner
solution yaitu mengonsumsi barang halal seluruhnya, maka setiap keadaan darurat,
yaitu keadaan yang secara terpaksa harus mengonsumsi barang haram, pastilah
bukan corner solution dan oleh karenanya pasti bukan optimal solution. Keadaan
daruurat selalu bukan keadaan optimal.
Sub/optimality keadaan darurat dengan jelas terlihat bila kita membandingkan titik
DP dengan titik Q x (U2). Optimal solution untuk tingkat utility U2 adalah corner
solution pada tingkat Q x F. Oleh karena tingkat utility U2 lebih baik dibandingkan
tingkat utility U1, jelaslah titik DP sub optimal dibanding Q x (U3).
Supply barang X terbatas dimana kondisi jumlah maximum pada Q x F (Q x
padafull capacity), sehingga kurva U3 tidak dapat dicapai. Pada darurat point (DP
terdapat barang Y).
Jelas disini bahwa darurat point (DP) bukanlah solusi yang optimal karena titik DP
bukanlah erupakan titik persinggungan. DP selalu tidak optimal. Apabila U2 > U1,
maka U2 optimal. Pada U2 tidak ada permintaan terhadap barang haram Y.
C. Permintaan Barang Haram Dalam Keadaan Darurat
Darurat didefinisikan sebagai keadaan suatu yang mengancam keselamatan jiwa.
Oleh karena itu, sifat darurat itu sendiri adalah sementara maka permintaan barang
harampun hanya bersifat insidentil. Secara sistematis keadaan ini digambarkan dengan
fungsi yang discrete, bukan funsi yang continiyu.
Demand terhadap barang Y pada darurat point bkan merupakan fungsi dari harga
Y. Ini adalah point demand (DY). Penggunaan konsep darurat adalah terbatas dan harus
sesuai dengan syariat. Pada titik DP jumlah permintaan barang haram Y adalah
sejumlah Q. Dengan bantuan garis 450 sebgai cermin, kita dapat menurunkan
permintaan barang haram Y, yaitu pada titik koordinat.
3. Konsumsi Inter-Temporal dalam Konvensional
Yang dimaksud dengan konsumsi intertemporal adalah konsumsi yang dilakukan
dalam dua waktu, yaitu masa sekarang (periode pertama) dan masa yang akan datang
(periode kedua).[8] Dalam ekonomi konvensional, pendapatan adalah penjumlahan
konsumsi dan tabungan. Atau secara matematis tertulis:
Y = C+S
di mana: Y = Pendapatan
C = Konsumsi
S = Tabungan
Apabila konsumsi di periode pertama lebih kecil dari pada pendapatan di periode
pertema, maka akan terjadi saving dan konsumsi di periode kedua semakin besar.
Dari persamaan ini, terlihat bahwa komponen ‘zs’ bertanda negatif. Ini
menunjukkan adanya hubungan terbalik antara final spending dengan saving ratio’s’;
sedangkan zakat rate ‘z’ tetap besarannya. Semakin besar ‘-s’ maka semakin kecil FS;
sebaliknya semakin kecil ‘-s’ maka semakin besar FS.
C. Investasikan Tabungan
Apalah artinya tabungan bila tidak diinvestasikan. Ia hanya menajdi seonggok
harata yang tidak berguna. Islam tidak menyukai adanya tindakan penimbunan harta
yang sia-sia ini. Di satu pihak islam memberikan disinsetif terhadap saving yang tidak
diinvestasikan, namun dipihak lain Islam memberikan insentif untuk melakukan
investasi. Konsekuensi logis dari investasi adalah munculnya peluang untuk untung
dan rugi. Katakanlah seorang mempunyai harta (wealth, W) sebesar Rp100 juta. Harta
ini dapat digunakan seluruhnya untuk investasi atau sebagiannya. Tingkat pemanfaatan
harta ini sebut saja ‘V’. Bila seluruhnya di investasikan maka v=1, sedangkan bila tidak
ada yang diinvestasikan maka v=0
Dengan v=1, katakanlah tingkat return nya, r=50% atau R=Rp50 juta. Bila
diasumsikan skala usaha tidak berpengaruh pada tingkat return yaitu tetap 50%, bila
v=0,5 maka return nya R=Rp25 juta. Bila dalam menginvestasikan hartanya, ia tidak
melakukannya sendiri, misalnya melalui kerja sama bagi hasil mudharabah, maka
returnnya akan di bagi hasilkan berdasarkan misbah.” secara matematis dapat ditulis:
Y=( πR) vW dimana: Y= pendapatan, π= nisbah bagi hasil, v= tingkat pemanfaatan
harta, W= harta yang ditabung.
Semakin besar pemanfaatan harta (v), semakin besar pula pendapatan (Y),.
Secara grafis, v=1 digambarkan dengan budget line YY dengan tingkat
indefference curve IC. Bila tidak seluruh saving diinvestasikan yaitu v` dimana v` >1,
mak budget line berotasi berlawanan arah jarum jam menjadi YY dengan tingkat
indefference curve IC` dimana IC` > IC. Bila tingkat pemanfaatannya lebih rendah lagi
yaitu v`` dimana v`` > v`>v, mak budget line menjadi YY`` dengan tingkat indefference
curve IC`` dimna IC`` > IC` > IC
Jelasnya bila v > 1, maka konsumen berada pada tingkat indefference curve lebih
rendah. Dengan kata lain bila tidak seluruh saving digunakan untuk investasi maka
konsumen akan berada pada tingkat kesejahteraan yang lebih rendah.
Jadi dengan argumen ilmu ekonomi. Kita berusaha menjelaskan bahwa salah satu
maksud larangan penimbunan harta yang diatur dalam QS. Attakasur adalah uintuk
meningkatkan kesejahteraan manusia itu sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Perbedaan yang menjadi asumsi dasar konsep permintaan baik
konvensional maupun islami memiliki keterkaitan langsung terhadap
implementasi konsep permintaan tersebut. Perbedaan yang perlu diperhatikan
terutama pada permintaan dalam islam adalah sumber hukum dan adanya
batasan syariah, sudut pandang barangnya, motif dari perrmintaan dan
tujuannya. Dengan asumsi bahwa tidak ada hubungan keterkaitan antara
permitaan dalam ekonomi konvensional dengan permintaan dalam ekonomi
islam, maka kita harus memilih saalah satu dari kedua.
B. Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sajikan. Kritik dan saran yang
konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah khasanah pengetahuan,
manfaat untuk kita semua.