Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN


ACARA II
PENGUKURAN DEBIT SUNGAI ATAU SALURAN

Disusun oleh:
1. Fadhila Syahla Khairunnisa (14275)
2. Novia Zati Ismani (14281)
3. Olivia Mutiara Laras (14283)
4. Riny Rezkiananda (14287)
5. Alit Parama Yuga (14291)
6. Jepri Aleski (14388)
Gol/Kelompok : A3/4
Asisten : Angga Prasetya

LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
ACARA II
PENGUKURAN DEBIT SUNGAI ATAU SALURAN

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air berperan sangat penting bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Air merupakan
sumber kehidupan dan secara keseluruhan mendominasi komposisi kimia dari semua
organisme. Permukaan bumi pada dasarnya terdiri dari 71% merupakan air, oleh karena itu
ketika kita melihat bumi dari luar angkasa, bumi terlihat berwana biru. 96% air di bumi ini
bersifat asin sebagai air laut, sedangkan sisanya sekitar 4% yang bersifat tawar. Kurang dari
3% berwujud salju dan es, sedangkan 1% lainnya sebagai besar air tanah, dan sisanya kurang
dari 0,1% sebagai air permukaan (sungai dan danau), serta berada di biosfer dan atmosfer.
Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur
permukaan air sungai. Aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Debit air sungai dapat
dimanfaatkann dalam pembuatan PAM bahkan pembangkit listrik tenaga air. Debit air adalah
jumlah air yang mengalir dalam suatu penampang tertentu (sungai / saluran / mata air), pada
umumnya dinyatakan m³/s. Lokasi yang digunakan untuk melakukan pengukuran debit air
adalah dibagian sungai yang relatif lurus, jauh dari pertemuan cabang sungai, tidak ada
tumbuhan air, aliran tidak turbulen atau seragam, dan aliran tidak melimpah melewati tebing
sungai. Pengukuran debit air sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus air. Kecepatan arus yang
berkaitan dengan pengukuran debit air ditentukan oleh kecepatan gradien permukaan, tingkat
kekasaran, kedalaman, dan lebar perairan.
Informasi mengenai besarnya debit aliran sungai membantu dalam merancang bangunan
dengan memperhatikan besarnya debit puncak (banjir) yang diperlukan untuk perancangan
bangunan pengendalian banjir dan juga dilihat dari data debit minimum yang diperlukan
untuk pemanfaatan air terutama pada musim kemarau. Sehingga dengan adanya data debit
tersebut pengendalian air baik dalam keadaan berlebih atau kurang sudah dapat
diperhitungkan sebagai usaha untuk mengurangi dampak banjir pada saat debit maksimum
dan kekeringan atau defisit air pada saat musim kemarau panjang.

B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengadakan pengukuran debit sungai atau saluran
berdasarkan penampang dan kecepatan air.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir pada suatu titik keluaran (outlet) tertentu
dalam satuan volume per waktu. Debit dihasilkan dari data tinggi muka air dan data
kecepatan arus sungai pada suatu penampang di titik keluaran pada suatu daerah tangkapan
air (Nugroho, 2015). Hidrograf adalah suatu grafik pengeluaran air atau kedalaman terhadap
waktu. Istilah hidrograf dapat merujuk pada pola aliran air yang terjadi selama satu musim
atau selama satu tahun. Hidrograf dapat dibedakan menjadi dua komponen utama, yaitu 1)
run-off langsung atau aliran cepat (quickflow), yaitu volume air yang berasal dari air hujan
atau salju yang mencair, dan 2) aliran dasar (baseflow), yaitu volume air yang
menggambarkan kontribusi air tanah. Kontribusi relatif runoff langsung akan bervariasi
tergantung keadaan. Pada saat hujan, jumlah runoff langsung sama dengan jumlah dan laju
dari jatuhnya presipitasi pada tangkapan air. Runoff langsung kadang-kadang dibedakan
menjadi run off permukaan (air mengalir melewati permukaan tanah) dan interflow (air yang
bergerak dalam tanah) (Gordon et al., 2004).
Beberapa percobaan menunjukkan bahwa faktor utama yang mengontrol kecepatan air
adalah: 1) Daerah persilangan atau persimpangan pada aliran air, dimana akan lebih tinggi
apabila jumlah air lebih banyak dibanding jumlah air yang sedikit; 2) kemiringan sungai; 3)
tingkat kekasaran dasar dan tepi atau tebing sungai; dan 4) panjang batas antara air yang
mengalir dan dasar yang tak bergerak, yang dikenal dengan lingkaran/perimeter yang
dibasahi (wetted perimeter). Aliran akan lebih cepat apabila daerah persimpangannya besar
atau tingkat kemiringannya tinggi (curam). Sebaliknya, aliran sungai akan lambat apabila
dinding/tepi sungai kasar atau wetted perimeter panjang (Pielou, 1998).
Kecepatan aliran tiap sungai berbeda pada tiap penampang sungai tersebut. Terdapat
berbagai alat yang dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan rata-rata tiap aliran. Alat
yang dapat mengukur kecepatan aliran rata-rata pada tiap penampang adalah Flow Probe atau
Current Meter (Norhadi et al., 2015). Jika alat tersebut tidak tersedia maka dapat digunakan
metode pengukuran kecepatan dengan alat pengapung, yaitu dengan mengapungkan suatu
benda pada panjang lintasan tertentu yang telah diketahui jaraknya, dan dicatat waktu yang
dibutuhkan untuk melewati lintasan tersebut; Moving boat method, merupakan salah satu
metode pengukuran yang kurang akurat, dan digunakan ketika tidak memungkinkan untuk
mencelupkan current meter pada kedalaman yang sesuai selama terjadi aliran yang besar.
Metode ini membutuhkan pengukuran kecepatan dan kedalam secara terus menerus pada
aliran yang besar; Dye dilution method merupakan metode yang cocok untuk aliran yang
memiliki aliran yang tidak beraturan namun terlalu dangkal sehingga tidak mudah diukur
dengan current meter (McCutcheon, 1989).
Selain metode di atas, terdapat metode yang dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock, (metode
Mock) yang digunakan untuk memperkirakan besarnya debit suatu daerah aliran sungai
berdasarkan konsep water balance. Metode lain juga dikembangkan oleh Norman Cran Ford
(Metode NRECA) yang merupakan model untuk data debit harian dan bulanan yang berupa
hujan-limpahan sederhana. Jumlah parameter modelnya hanya 3 atau 4 dan sesuai untuk
daerah cekungan yang kondisi sungai setelah hujan masih terdapat aliran air (Indra, 2012).
III. METODE PELAKSANAAN

Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian Acara 2 “Pengukuran Debit Sungai atau
Saluran” bertempat di Selokan Mataram dekat dengan Jalan Agro pada 20 Februari 2018.
Lokasi ini dipilih karena bentuk sungai lurus dan panjang. Langkah awal yang dilaksanakan
dalam pengukuran debit yaitu jeluk sungai diukur di 5 titik pengamatan dengan jarak yang
tidak seragam/sama. Setelah itu dibuat gambar penampang melintang dari sungai tersebut.
Langkah selanjutnya yaitu lebar sungai dan panjang lintasan diukur dengan meteran. Adapun
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah pelampung dengan bandul,
pelampung tanpa bandul, stopwatch, meteran, peilschaal, dan jaring.

Praktikan dibagi kedalam 2 kelompok, kelompok pertama bertugas di titik awal pelepasan
pelampung dan kelompok kedua bertugas di titik akhir pencatatan waktu tempuh pelampung.
Pelampung yang digunakan pada pengukuran terdiri dari 2 jenis, pelampung tanpa bandul
dan pelampung berbandul. Pengukuran debit sungai dilakukan dengan di 5 titik pengamatan
yang telah diukur jeluknya. Masing-masing pengukuran di titik pengkuran/penampang
diulang sebanyak 3 ulangan. Waktu yang ditempuh pelampung hingga mencapai titik akhir
dicatat dengan stopwatch.

Data keceepatan pelampung dihitung dengan rumus:

𝐿
𝑈=𝑇 U = Kecepatan pelampung (m/s)

L = Lebar Saluran (m)

T = Rerata waktu (s)

𝑉 =𝑘∗𝑈 V= Kecepatan akhir (m/s)

k = 0,6 (dengan bandul), 0,85 (tanpa bandul)

U = Kecepatan pelampung (m/s)


𝑄 = 𝑉 ∗ ℎ ∗ 𝐿 ∗ 𝑘 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟

Q= Debit (m3/s)

V= Kecepatan akhir (m/s)

L= Lebar/4 (m)

Kdasar = 0,85
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 2.1. Data Debit Aliran Sungai
Waktu Kec. Kec. debit
Parameter Titik Q rerata
(t) pelampung (v) Akhir (v) (Q)
Dengan
B1 140 0,611 0,367 0,315
bandul
B2 129,67 0,66 0,396 0,353 0,323
B3 123 0,696 0,418 0,363
B4 168,67 0,507 0,304 0,26

Tanpa
B1 128,67 0,665 0,565 0,485
bandul
B2 126,33 0,678 0,576 0,513 0,462
B3 132,67 0,645 0,548 0,476
B4 165,67 0,517 0,439 0,375

Tabel 2.2. Hasil Uji T Data Debit Aliran Sungai


Parameter Debit p-value Keterangan

Dengan bandul 0.32275 0.01057 Berbeda nyata

Tanpa bandul 0.46625

B. Pembahasan
Debit aliran adalah suatu satuan untuk mendekati nilai-nilai hidrologis proses yang
terjadi di lapangan. Pengukuran debit aliran bermanfaat dalam untuk mengetahui potensi
sumberdaya air di suatu wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dapat digunakan untuk
memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan (Finawan dan Mardiyanto, 2011) dan
digunakan untuk melakukan evaluasi DAS dalam jangka panjang. Pengetahuan mengenai
debit air juga dapat menjadi salah satu upaya dalam konservasi tanah. Debit tanah dapat
menjadi salah satu parameter untuk menentukan ketersediaan air tanah jangka panjang
sehingga dapat dijadikan dasar penentuan langkah konservasi yang sesuai (Abduh, 2012).
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pengukuran kecepatan aliran sungai,
sehingga tiap penampang memiliki kecepatan aliran yang berbeda. Dalam tiap interval
pengamatan (B1, B2, B3, dan B4) terdapat perbedaan pada dasar dan tepi aliran, dimana pada
B1 dan B4 kondisi dasar aliran lebih kasar dibandingkan B2 dan B3 (aliran di tengah). Hal ini
akibat aliran sungai yang membawa sampah dan menumpuk di bagian tepi (B1 dan B4)
sehingga meningkatkan kekasaran dari dasar aliran. Adanya tebing/tepi pada B1 dan B4 juga
mempengaruhi kecepatan. Seperti yang dijelaskan oleh Pielou (1998) bahwa faktor utama
yang menentukan kecepatan aliran adalah tingkat kekasaran dasar atau tebing sungai, dimana
semakin kasar dasar sungai, maka semakin lambat kecepatan aliran air tersebut.
Kelebihan menggunakan metode apung adalah dapat mengukur debit air secara
langsung menggunakan peralatan sederhana dengan biaya yang murah. Namun kekurangan
metode apung adalah gerak pelampung mudah dipengaruhi oleh angin dan rintangan yang
ada di dalam sungai. Dalam mendapatkan data yang mewakili pada metode apung maka
panjang lintasan minimal sebesar 50 – 200 kaki atau 15 – 61 meter, sehingga pengamat harus
memastikan tidak ada halangan sepanjang lintasan yang diamati. Selain itu juga pengamatan
jeluk air perlu dilakukan di banyak titik penampang (Murphy, 1904).
Dari tabel 2.1. didapatkan rata-rata debit aliran sungai dari hasil pengukuran pelampung
dengan bandul sebesar 0,323 m2, sementara debit aliran sungai dari hasil pengukuran
pelampung tanpa bandul sebesar 0,462 m2. Menurut tabel 2.2 p-value lebih kecil dari alpha
5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat beda nyata dari perlakuan yang telah
dilaksanakan. Debit aliran sungai pada hasil pengukuran pelampung dengan bandul lebih
lambat daripada hasil pengukuran pelampung tanpa bandul.
Besar debit aliran sungai hasil percobaan disebabkan oleh faktor luar aliran sungai yang
dapat mempengaruhi laju alat pengukuran seperti kecepatan angin dan turbulensi air sungai.
Fluks turbulensi permukaan sungai membuat gelombang di penampang sungai, arus kuat dan
gradien arus dapat membiaskan gelombang permukaan, sehingga sering menyebabkan
pecahnya gelombang pada kedalaman menengah (Zippel dan Thomson, 2017). Turbulensi ini
dipengaruhi oleh tegangan geser, yaitu sebuah regangan dalam struktur suatu zat yang
dihasilkan oleh tekanan ketika lapisannya secara lateral bergeser dalam hubungan satu sama
lain. Dalam tegangan geser, hasil pencampuran vertikal dari turbulensi internal. Turbulensi
ini dihasilkan oleh gesekan dan tekanan pada batas atas dan bawah aliran sungai (McKay,
2013). Turbulensi di permukaan air ini sangat penting bagi pertukaran gas, panas,
momentum, dan energi kinetik antara atmosfer dan lautan (Zippel et al, 2018).
Berdasarkan hasil yang didapatkan, debit pada titik B2 dan B3 pada masing-masing
perlakukan memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan debit di titik lainnya
pada kedua perlakuan. Hal ini sesuai dengan hukum fisika mengenai gesekan (friction) yang
menyatakan bahwa daerah yang terbebas dari gesekan akan mempunyai arus yang lebih
cepat. Pada arus sungai yangt membelok (meander) kecepatan arus paling tinggi dijumpai
pada bagian luar pinggir sungai, sesuai dengan hukum fisika tentang putaran massa
sentrifugal. Pada daerah aliran tertentu akan terdapat suatu kondisi dengan gerakan air yang
sangat lambat, umumnya terdapat dibelakang batu-batuan di dasar perairan. Daerah yang
berarus lambat ini merupakan habitat yang sangat ideal bagi organisme air yang tidak
mempunyai adaptasi khusus melawan arus yang deras (Barus, 2004).
V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa
pengukuran kecepatan dan debit air sungai menunjukkan lebih cepat dan lebih besar
menggunakan pelampung tanpa bandul.
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, M. 2012. Studi kapasitas debit air tanah pada akuifer tertekan di Kota Malang. Jurnal
Teknik Pengairan, 3(1): 71 – 80.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: USU
Press.

Finawan, A. dan Mardiyanto, A. 2011. Pengukuran debit air berbasis mikrokontroler. Jurnal
Litek, 8(1): 28 – 31.

Gordon, N.D., T.A. McMahon, B.L. Finlayson, C.J. Gippel, dan R.J. Nathan. 2004. Strem
Hydrology: An Introduction for Ecologist Second Edition. John Wiley & Sons, Ltd,
England.

Indra, Z. 2012. Analisis debit sungai Munte dengan metode mock dan metode NRECA untuk
kebutuhan pembangkit listrik tenaga air. Jurnal Sipil Statik, 1(1): 34 – 38.

McCutcheon, S.C. 1989. Water Quality Modeling Volume 1: Transport and Surface
Exchange in Rivers. CRC Press, Inc, Florida.

McKay P., C. A. Blain, D. Di Iorio, and H. Hansell. 2013. Mixing and Turbulence in a
Flooding Coastal River. Journal of Hydraulic Engineering. (12):1213 – 1222.

Murphy, E. C. 1904. Accuracy of Stream Measurements, 2th Enlarged Edition. United States
Geological Survey. Washington.

Norhadi, A., A. Marzuki, L. Wicaksono, dan R.A. Yacob. 2015. Studi debit aliran pada
sungai Antasan Kelurahan Sungai Andai Banjarmasin Utara. Jurnal POROS Teknik, 7
(1): 7 – 14.

Nugroho, H.Y.S.H. 2015. Analisis debit aliran DAS mikro dan potensi pemanfaatannya.
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 4(1): 23 – 34.

Pielou, E.C. 1998. Fresh Water. The University of Chicago Press, Chicago.

Zippel, S. F., and A. J. Thomson. 2017. Surface wave breaking over sheared currents:
Observations from the mouth of the Columbia RiverJournal of Geophysical Research
Oceans 122: 3311 – 3328.

Zippel, S. F., A. J. Thomson, And G. Farquharson. 2018. Turbulence from Breaking Surface
Waves at a River Mouth. Journal of Physical Oceanography : 435 – 453.

Anda mungkin juga menyukai