PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Demokrasi maksudnya memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya
pengelolaan kekuasaan secara beradab. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people
rule) dalam sistem politik yang demokratis dimana warga mempunyai hak, kesempatan, dan
suara yang sama dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Di Indonesia, pergerakan
nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokratis yang berwatak anti-feodolisme
dan anti-imperialisme, dengan tujuan untuk membentuk masyarakat madani.
Masyarakat madani merupakan suatu bentuk hubungan negara dan warga masyarakat
(sejumlah kelompok sosial) yang dikembangkan atas dasar toleransi dan menghargai satu sama
lain. Landasan demokrasi adalah keadilan, yang berarti terbukanya peluang kepada semua orang,
dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur
hidupnya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Maka dari itu terbentuklah otonomi daerah.
Sejarah panjang perjuangan dan melelahkan pada akhirnya membuahkan kemerdekaan
pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah pun berlanjut, tiga sistem politik yang berbeda, masing
masing mengatasnamakan ‘‘demokrasi’’ telah di tegakkan selama kurang lebih setengah abad
terakhir. Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 melalui Konstituante dan peristiwa-
peristiwa politik yang mencapai klimaksnya pada bulan Juni 1959 mendorong Presiden Soekarno
untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan
kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno mengumumkan Dekrit
Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam
kerangka sebuah sistem demokrasi yakni demokrasi terpimpin pada tanggal 5 Juli 1959 di Istana
Merdeka.
Dekrit yang disampaikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan
sambutan dari masyarakat Indonesia yang pada waktu itu sangat menantikan kehidupan negara
yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang meriah
tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur penting negara lainnya, seperti
Mahkamah Agung. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan
pada tanggal 9 Juli 1959 diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden
Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak sebagai menteri
pertama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Demokrasi Terpimpin ?
2. Bagaimana kondisi politik pada masa demokrasi terpimpin ?
3. Apakah dampak (penyimpangan) pada masa demokrasi terpimpin ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian demokrasi terpimpin.
2. Untuk mengetahui kondisi politik pada masa demokrasi terpimpin.
3. Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Demokrasi Terpimpin
Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintahan tesebut. Di
Indonesia pada masa pemerintahan Orde Lama pernah menggunakan model pemerintahan
Demokrasi Parlementer. Akan tetapi, Demokrasi Parlementer ini gagal dalam mengatasi
permasalahan yang dihadapi pada masa awal kemerdekaan, maka Orde Lama kemudian beralih
ke Demokrasi Terpimpin. Sistem ini diterapakan pada masa kedua jabatan Soekarno pada tahun
1959 sampai 1966. Demokrasi Terpimpin adalah sebuah pemerintahan demokrasi dengan
meningkatkan otokrasi. Dalam sistem demokrasi ini, seluruh keputusan berpusat pada pemimpin
Negara yaitu Presiden Soekarno. Konsep ini pertama kali diumumkan oleh Presiden dalam
pembukaan Sidang Konstituante pada tanggal 10 November 1956. Demokrasi Terpimpin
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Dominasi Presiden. Presiden Soekarno berperan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan.
2. Terbatasnya peran partai politik.
3. Meluasnya peran militer sebagai unsur politik.
4. Berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia pada Pemilihan Umum 1955 terjadi
ketegangan-ketegangan yang membuat situasi politik Indonesia tidak menentu. Pelaksanaan
demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Latar Belakang dikeluarkan dekrit Presiden :
Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil
dibuat, sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan
demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia
ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
Situasi politik yang kacau dan semakin buruk. Terjadinya sejumlah pemberontakan di
dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional. Banyaknya partai dalam
parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk mempertemukannya.
Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan
partainya tercapai. Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang
semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut.
1. Pembubaran konstituante
2. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
3. Pembentukan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan
Pertimbangan Agung Sementara).
B. Kehidupan Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Kebijakan politik yang dilakukan Soekarno pada masa demokrasi terpimpin terkesan
otoriter. Banyak kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi, mulai dibubarkannya DPR hasil
Pemilu tahun 1955 hingga penetapan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Bahkan
Soekarno membuat poros tersendiri dengan menjauh dari politik luar negeri bebas aktif. Politik
atau kebijakan luar negeri pada hakikatnya merupakan ‘perpanjangan tangan’ dari politik dalam
negeri sebuah negara. Politik luar negeri suatu negara sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu kondisi politik dalam negeri, pengambil keputusan, kemampuan ekonomi dan militer, dan
lingkungan internasionalnya. Sejak Bung Hatta berpidato, Indonesia menganut politik luar negeri
bebas aktif yang dipahami sebagai sikap dasar Indonesia yang menolak masuk dalam salah satu
blok negara-negara super power.
Seperti diamanatkan dalam konstitusi, Indonesia juga menentang segala bentuk
penjajahan di atas muka bumi ini, dan menegaskan bahwa politik luar negeri harus diabdikan
untuk kepentingan nasional. Dengan kata lain, kebijakan luar negeri merupakan cerminan dari
politik dalam negeri dan dipengaruhi perubahan dalam tata hubungan internasional baik dalam
bentuk regional maupun global. Namun, pada masa demokrasi terpimpin terlihat ada beberapa
penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah
satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada
negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik konfrontasi dilandasi
oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces).
Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara progresif revolusioner yang
anti-imperialisme dan kolonialisme. Sedangkan Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah
mapan yaitu negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis.
Tampak bahwa politik luar negeri bebas aktif Indonesia pada masa Soekarno condong ke
isu-isu high politic dan perjuangan bangsa Indonesia dalam membangun image sebuah negara
besar dan berpengaruh di tingkat regional maupun internasional untuk setara dengan negara-
negara lain. Hal ini tidak lepas dari kondisi bangsa Indonesia yang pada saat itu baru merdeka
dan sedang membangunnation dan state-buildingnya. Kesatuan politik lebih penting bagi
Soekarno pada waktu itu daripada membangun basis ekonomi rakyat. Tak heran, semua itu telah
tercermin dalam aksi dan reaksi serta interaksi politik luar negeri Indonesia di bawah
kepemimpinan Soekarno. Namun, dalam kebijakan yang semakin menyimpang pun semakin
berdampak pada kondisi di dalam negeri. Salah satu dampak dalam hal ekonomi adalah kenaikan
laju inflasi yang disebabkan oleh penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya yang
semakin merosot. Nilai mata uang merosot, anggaran belanja mengalami defisit yang besar,
pinjaman dari luar negeri tidak mampu mengatasi masalah, upaya dari pihak pemerintah dan
swasta untuk menghemat dan mengawas pelaksanaan anggaran belanja pun tidak berhasil,
penertiban administrasi dan manajemen perusahaan tak berpengaruh, dan penyaluran kredit baru
pada usaha yang dianggap penting mengalami kegagalan. Dari sisi politik, inflasi pun terjadi
karena pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan
pengeluaran, serta karena pemerintah menyelenggarakan proyek mercusuar seperti GANEFO
(Games of the New Emerging Forces) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces)
yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluaran pada setiap tahunnya. Hal ini
berdampak bagi kehidupan dalam negeri. Pada tahun 1961, Indonesia harus membiayai
kekurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa, kegiatan ekspor semakin buruk
dan kegiatan impor dibatasi karena lemahnya devisa. Pada tahun 1965, cadangan emas dan
devisa telah habis, bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar US $ 3 juta sebagai dampak
politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Dampak dari kebijakan pada masa
demokrasi terpimpin yaitu uang rupiah baru seharusnya bernilai 1000 kali lipat dari uang rupiah
lama, akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi
dari uang rupiah lama, tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi menyebabkan
meningkatnya angka inflasi.
1. Kondisi Politik Dalam Negeri Pada Masa Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi terpimpin yang menggantikan sistem demokrasi liberal, berlaku tahun 1959 -
1965. Pada masa demokrasi terpimpin kekuasaan presiden sangat besar sehingga cenderung ke
arah otoriter. Akibatnya sering terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945. Berikut ini beberapa
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang terjadi semasa demokrasi terpimpin :
a. Pembentukan MPRS melalui Penetapan Presiden No. 2/1959.
b. Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden.
c. Presiden membubarkan DPR hasil Pemilu tahun 1955.
d. GBHN yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul ;
''Penemuan Kembali Revolusi Kita'' ditetapkan oleh DPA bukan MPRS.
e. Pengangkat presiden seumur hidup.
Ditengah situasi konflik Indonesia - Malaysia, Malaysia di calonkan sebagai anggota tidak
tetap Dewan Keamanan PBB. Masalah ini mendapat reaksi keras dari Presiden Soekarno. Namun
akhirnya Malaysia tetap terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Terpilihnya
Malaysia tersebut mendorong Indonesia keluar dari PBB. Secara resmi Indonesia keluar dari
PBB pada tanggal 7 Januari 1965.
B. Saran
Penulis berharap makalah ini bukan hanya untuk menjadi bacaan, namun kajian yang
terkandung di dalamnya terutama yang sesuai dengan UUD 1945, dapat diterapkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun bangsa ini telah merdeka, nyatanya masih
banyak rakyat yang tidak merasakan hasil dari kemerdekaan itu. Oleh karena itu, sebagai warga
negara yang baik kita perlu menanamkan sikap demokratis.
Meskipun pemerintah memiliki kebijakan dan kekuasaan yang lebih tinggi, kita patut
untuk berpartisipasi di dalamnya. Misalnya, menaati norma dan aturan yang berlaku serta
berpartisipasi dalam bidang politik melalui pemilihan umum dan keikutsertaan dalam partai
politik. Kekuasaan dan kebijakan pemerintah pun tidak boleh terlalu membebani masyarakat
Indonesia. Pemegang kekuasaan harus bersikap adil. Dengan begitu, keseimbangan partisipasi
dari pemegang kekuasaan dan masyarakat akan menjadi lebih baik. Indonesia akan menjadi
negara yang adil, makmur dan sejahtera.