Anda di halaman 1dari 9

Coretan Pribadi

Rabu, 30 Maret 2011


Isu Kependudukan yang Berdampak Lingkungan

BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang

Pengertian Lingkungan Hidup menurut Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 tentang


Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah : kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan hidup
termasuk sumber daya alamnya baik secara global, regional maupun nasional dalam sejarah
peradaban manusia telah memberikan dua makna bagi manusia. Disatu sisi, makna yang
dirasakan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kualitas hidup manusia, sedangkan di
bagian lain menyebabkan bencana dan sekaligus penurunan kualitas hidup manusia.

Jika seseorang ditanya akan memilih yang mana, tentu jawabannya : lingkungan hidup dan
sumber daya alam yang bisa meningkatkan kesejahteraan dan sekaligus meningkatkan
kualitas hidupnya. Tapi tanpa kesadaran mendalam tentang pemanfaatan lingkungan secara
bijak, apakah mungkin pilihan itu dapat didapatkan?

Dalam 2 dekade terakhir ini kesadaran global akan perlunya kebersamaan masyarakat dunia
untuk bersatu padu menyelamatkan planet bumi dan mahluk hidup yang berada di dalamnya
semakin menguat dan kongkrit dalam implementasinya. Karena disadari betul penyebab
utama kerusakan bumi ternyata karena kecerobohan dan tidak bijaknya manusia di bumi
dalam merencanakan dan mengendalikan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumber daya
alamnya bagi kepentingan yang mengatasnamakan “pengembangan wilayah” dan
“meningkatkan kesejahteraan rakyat”.

Berkurangnya cakupan hutan, diversifikasi penggunaan lahan, meningkatnya hujan asam,


meningkatnya kadar CO², penggunaan CFC, penipisan ozon, erosi, banjir, pemanasan global,
kemiskinan, epidemi berbagai penyakit seperti AID/HIV, malaria dan lain sebagainya,
ternyata merupakan jalinan yang saling kait-mengait yang ujung-ujungnya menyebabkan
bencana kronis yang menyengsarakan manusia di planit bumi. Akibat kerusakan lingkungan
hidup, sebagai contoh pemanasan global yang antara lain menyebabkan perubahan ilkim,
ternyata dampak negatif yang ditimbulkan tidak mengenal apakah negara maju atau negara
berkembang, miskin atau kaya, sukunya A atau B, agamanya C atau D, dan sebagainya.
Semua terkena dampaknya.

Indonesia sendiri telah cukup banyak mengalami dampak negatif dari kerusakan lingkungan
hidup tersebut seperti banjir, kekeringan, badai, pasang naik air laut, erosi, longsor yang
berakibat menurunnya produktifitas di berbagai bidang kegiatan dan korban manusia yang
tidak sedikit.
B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini, yakni : apa sajakah isu kependudukan yang memberikan dampak sangat besar
terhadap lingkungan?

C. Data DAN fakta

Bencana akibat kecerobohan dan sekedar mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek
sebetulnya telah terjadi sejak lama dan bahkan sejak awal peradaban manusia. Sebagai
contoh: punahnya manusia purba di Mesopotamia diyakini oleh para ahli karena lingkungan
hidup yang rusak , penyakit minamata dan itai-itai di Jepang tahun 1950-an akibat
pencemaran air di teluk Minamata karena limbah industri/ pertambangan yang mengandung
air raksa (Hg) dan cadmium (Cd), meluasnya penyakit malaria seiring meluasnya penggunaan
pestisida. Pada awalnya kesadaran untuk menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup
hanya terbatas pada negara-negara industri yang di satu sisi menghasilkan keuntungan
ekonomi tetapi di sisi lain ternyata industri juga menghasilkan limbah yang sangat merugikan
bagi kesehatan dan keselamatan manusia. Limbah yang merugikan bagi kehidupan manusia
tidak hanya berasal dari industri tetapi juga dari rumah tangga. Semakin tinggi tingkat
kepadatan penduduk potensi pencemaran akibat limbah rumah tangga semakin tinggi. Hal ini
dipicu oleh pengerukan sumber daya alam oleh berbagai oknum yang berujung pada
peningkatan kesejahteraan hidup segelintir orang.

BAB II

Pembahasan

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa
tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya
alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa
sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu
keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumber daya alam
tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan
pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia
saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan
lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan
di sekitarnya.

Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas
manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas
manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya.
Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh
kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia
seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang
kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan
manusia itu sendiri.

Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak


dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam
yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan
merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas
lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di
lapangan, oleh sebab itu dalam makalah ini dicoba diungkap secara umum sebagai gambaran
potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan
hidup di era otonomi daerah.

Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang
pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya
alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam
perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga,
dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional.
Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi
pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu
juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha
dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan,
sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya
ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup.
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan
daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan
lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan
komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan
kuantitasnya dari waktu ke waktu.

Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan


hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal
pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih
penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran
lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak
diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada
lingkungan perkotaan.

Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah
semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida.
Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha
ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang
baik.

Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin
berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan
yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi
tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan
ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan
tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta
asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan
cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui
internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan
etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta
pendidikan formal pada semua tingkatan.
Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.
Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak
melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian
pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka.

Konsep ini mengandung dua unsur:

Yang pertama adalah kebutuhan, khususnya kebutuhan dasar bagi golongan masyarakat yang
kurang beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari semua negara.

Yang kedua adalah keterbatasan. Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus
memperhatikan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia
pada saat ini dan di masa depan.

Hal ini mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak dari Pembukaan Undang –
Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; tercapainya kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa yang cerdas; dan dapat
berperannya bangsa Indonesia dalam melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, visi pembangunan
yang kita anut adalah pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan
masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan
generasi mendatang. Oleh karena itu fungsi lingkungan hidup perlu terlestarikan.

Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang


memadukan ketiga pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

Dalam penerapan prinsip Pembangunan Berkelanjutan tersebut pada Pembangunan Nasional


memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan tiga pilar pembangunan secara
proposional. Sejalan dengan itu telah diupayakan penyusunan Kesepakatan Nasional dan
Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan melalui serangkaian pertemuan yang diikuti
oleh berbagai pihak.

Konsep pembangunan berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran


bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan
hidup.

Beberapa isu kependudukan yang perlu mendapat perhatian besar untuk mendukung
pembangunan yang tak mengesampingkan masalah lingkungan hidup adalah :

A. Keterbatasan pengetahuan lingkungan, keterampilan pengelolaan, dukungan teknologi,


dan rendahnya kreativitas penduduk

Keterbatasan pengetahuan tentang lingkungan adalah masalah klasik yang hingga sekarang
belum dapat teratasi. Sungguh tragis, di tengah perkembangan dunia informasi yang begitu
pesat, penduduk secara umum ternyata masih memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
kurang dari cukup. Hal ini akhirnya menimbulkan terhambatnya kreativitas penduduk untuk
menciptakan teknologi ramah lingkungan dengan hasil yang memuaskan.

Salah satu contoh yang dapat diambil adalah tentang masuknya produk transgenik, yang telah
menjadi kontroversi sejak tahun 70-an. Di Indonesia, produk ini nyaris luput dari
pengawasan. Masyarakat tidak sadar bahwa makanan yang dikonsumsinya terbuat dari
produk rekayasa genetik (PRG). Apalagi produk transgenik ini sebenarnya telah menjadi
kontroversi dunia sejak tahun 70-an.

Situs Uni Sosial Demokrat (www.unisosdem.org) melansir bahwa kasus penanaman kapas Bt
(Bacillus thuringiensis) di Sulawesi Selatan pada 2001 yang berakhir dengan kegagalan
panen para petani kapas. Bibit hasil produk rekayasa genetika terbukti memberikan dampak
signifikan dan memberikan peran yang buruk bagi perkembangan bidang pertanian. Kasus ini
merupakan yang pertama di Indonesia yang menimpa banyak korban petani miskin.

Pemerintah melalui Keputusan Mentan, mengeluarkan izin untuk komersialisasi benih


transgenik, jenis bollgard cotton yang diproduksi Monsanto pada Februari 2001, tanpa
dilandasi kebijakan yang mendukung.

Pemerintah menganggap dampak lingkungan kalah penting dibandingkan kemajuan ekonomi


yang dibawa oleh teknologi tersebut. Sementara masyarakat tidak menerima informasi yang
jelas tentang kemungkinan dampak lingkungan dan kesehatan bagi manusia, bahkan 10% dari
kapas yang ditanam tidak dapat tumbuh.

Di tingkat dunia, faktor keamanan produk transgenik ini masih menyisakan kisah tragis.
Sebut saja yang terjadi di Kanada (kasus Schmeiser) soal pencemaran hayati yang
mengancam pertanian organik. Di India, ratusan petani dan mereka yang menangani kapas
transgenik Bt jatuh sakit dengan gejala alergi.

Selain itu, sekitar 1.800 domba mati karena reaksi toksik saat makan sisa tanaman kapas Bt di
empat desa di negara bagian Andhra Pradesh, India. Penyakit serupa dan bahkan kematian
juga menimpa penduduk di Mindanao selatan, Filipina, yang dikaitkan dengan pemaparan
pada jagung Bt sejak 2003.

Fakta ini menunjukkan bahwa masuknya produk pangan transgenik di pasaran terjadi akibat
lemahnya akses informasi untuk masyarakat. Hal ini tak hanya terjadi dalam masalah produk
pangan transgenik, tapi juga untuk keseluruhan informasi dan pengetahuan tentang
lingkungan. Juga terlihat bahwa dukungan teknologi yang tidak mumpuni dari pihak
pemerintah.

Keterbatasan pengetahuan lingkungan, keterampilan pengelolaan, dukungan teknologi, dan


rendahnya kreativitas penduduk ini menyebabkan sempitnya alternatif pengelolaan
lingkungan untuk keluar dari krisis lingkungan.

B. Infiltrasi budaya konsumerisme dan hedonisme sebagai bagian dari reklame penyiapan
pasar produksi baik di dalam atau pun luar negeri

Francois Brune, dalam makalahnya yang dimuat di majalah Le Monde Diplomatique,


menulis, “Ekonomi modern sebelum memulai produksi baru, akan mengawalinya dengan
propaganda, yaitu mempropagandakan kepada khalayak bahwa produk baru yang muncul
akan memberikan kebahagiaan dan keuntungan bagi konsumen, padahal kenyataan yang
terjadi adalah penundukan isi pikiran konsumen.”

Tidak diragukan lagi, konsumsi yang sebesar-besarnya merupakan tujuan utama dari
propaganda produk. Prinsip utama yang dipegang oleh propaganda jenis ini adalah
mendorong konsumen untuk membeli sebanyak-banyaknya produk sebuah pabrik. Semakin
banyak konsumen membeli sebuah produk, produsen produk tersebut akan mendapatkan
keuntungan yang semakin besar.

Produksi besar-besaran terhadap sebuah produk hanya akan memikirkan aspek keuntungan
dengan mengesampingkan aspek lain termasuk pengelolaan lingkungan. Hal ini
menyebabkan makin menipisnya komitmen untuk mengelola lingkungan hidup. Tentu saja
hasil akhirnya adalah terjadinya kerusakan lingkungan karena eksploitasi yang tidak sesuai
dengan aturan.

C. Persepsi negatif dan salah persepsi terhadap kearifan lokal (indegenous knowledge)
sebagai aset yang berharga bagi pengelolaan lingkungan

Secara persuasif ada berbagai cara yang dapat ditempuh dalam mengelola masalah
lingkungan hidup, baik yang bersifat pencegahan maupun penanggulangan. Berbagai usaha
yang dimaksudkan antara lain melalui kegiatan penyuluhan dan pendidikan, penggunaan
instrumen ekonomi berupa insentif dan disinsentif, serta penyelesaian masalah secara
alternatif. Penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat dilakukan dalam kaitan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap peran penting lingkungan
hidup bagi kehidupannya sekarang maupun generasi penerusnya di masa mendatang.

Penyuluhan dan pendidikan yang ditempuh akan efektif bilamana metode dan materi yang
diterapkan dapat menyentuh dan sejalan dengan kebutuhan serta kearifan lokal yang telah
tumbuh dan berkembang pada masyarakat bersangkutan. Dengan kata lain, pendekatan top-
down yang sinergis perlu dikembangkan dalam proses penyuluhan dan pendidikan
masyarakat di bidang lingkungan hidup. Insentif merupakan upaya memberikan keringanan
seperti di bidang perpajakan dengan mengurangi pajak yang dibayar atau berupa pemberian
subsidi serta keuntungan-keuntungan lainnya kepada penerima insentif. Dalam kaitan
mengelola masalah lingkungan hidup, insentif diberikan dalam rangka mencegah terjadinya
sengketa lingkungan hidup baik melalui berbagai kebijakan bantuan atau subsidi kepada
kegiatan-kegiatan yang ramah lingkungan hidup maupun berupa pengurangan pajak bumi dan
bangunan bagi lahan-lahan yang ditetapkan sebagai kawasan jalur hijau. Dalam pada itu,
disinsentif berupa beban yang diwajibkan kepada suatu pihak untuk dilakukan sehingga
memberatkan yang bersangkutan. Disinsentif biasanya berupa kenaikan pungutan baik berupa
retribusi ataupun pajak kepada kegiatan-kegiatan yang diperkirakan akan menimbulkan
konflik lingkungan hidup. Sebagai contoh, pembebanan pajak yang tinggi kepada import
barang dari bahan plastik merupakan bentuk disinsetif.

Dalam konteks sistem sosial budaya, hampir tiap daerah di kepulauan Indonesia memiliki
indigenous knowledge system masing-masing ketika memperlakukan lingkungan hidup.
Misalnya, dalam tradisi masyarakat Sunda pedalaman terdapat tiga klasifikasi hutan
(leuweung) yang dijelaskan secara gamblang oleh Kusnaka Adimiharja (1994) dan
bermanfaat bagi arah gerak pembangunan.

Pertama, leuweung sampalan, yakni hutan yang telah mengalami konversi menjadi lahan
yang ditanami dan dijadikan tempat penggembalaan oleh masyarakat. Kedua, leuweung
geuledegan, semacam hutan yang tidak boleh dieksploitasi warga, karena alasan kepercayaan
dalam sistem sosial kemasyarakatan. Ketiga, leuweung titipan, semacam hutan yang boleh
dieksploitasi dan dimanfaatkan warga setelah mendapatkan izin dari pemimpin adat.

Dari tiga sistem pengetahuan tersebut, terdapat makna yakni pembangunan berkelanjutan dan
berparadigma ekologis adalah sebuah keniscayaan. Sebab selama ini arah pembangunan
kerap diinterpretasi dengan pendekatan ekonomi-sentris saja. Akibatnya, potensi alam banyak
terdegradasi ketika terkena proyek pembangunan, misalnya peristiwa meluapnya Lumpur
panas di Sidoarjo yang menelan kerugian besar ialah salah satu ekses negatif dari
pembangunan yang tak berkaidah. Atau, meningkatnya suhu kota sebesar 34,5 derajat celcius
pada musim kemarau adalah akibat dari pembangunan infrastruktur yang jarang
memerhatikan lingkungan sekitar.

1. D. Salah pilih teknologi produksi

Dalam kaitannya dengan lingkungan hidup ataupun alam sekitar, mula-mula pengaruh
manusia terhadap lingkungannya tidaklah terlalu besar. Dalam hal itu, alam masih sanggup
membuat keseimbagnan baru terhadap perubahan yang dibuat oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Namun apa yang datang kemudian sangatlah mencemaskan kita semua.
Manusia, karena evolusi kulturalnya, telah melahirkan ilmu dan teknologi yang kadang-
kadang, sekalipun belum dikuasai sepenuhnya telah digunakan secara luas, sehingga bukan
mustahil perbuatan manusia itu justru akan menghancurkan kemampuan alam untuk
memulihkan dirinya. Hal ini akan membawa akibat lingkungan tidak dapat lagi mendukung
kehidupan manusia di bumi.

Dengan ilmu dan teknologi yang ditemukannya, kemampuan manusia untuk mengubah
lingkungannya semakin besar. Mulailah manusia seolah-olah bisa melepaskan dirinya dari
ketergantungannya pada alam sekitarnya. Ia merasa bahwa alam diciptakan bagi manusia,
dan karena itu alam haruslah dapat ditaklukkan untuk kepentingan manusia. Dalam
kesempatan itu, manusia mencari makan bukan sekedar sebagai penawar lapar, berpakaian
bukan sekedar melindungi diri dari panas dan dingin, melainkan ia ingin menikmatinya. Alat
rumah tangga dan alat angkut diciptakannya demi kesenangannya dan kemudahan untuk
hidupnya. di samping itu, manusia menggali berbagai jenis barang tambang, membangun
berbagai bendungan, pabrik, serta pusat tenaga listrik, membakar beribu ton minyak dan
bahan bakar lainnya untuk menggerakkan pabrik dan alat angkutnya. Pendek kata, tingkat
pendidikan manusia telah membawa intervensi manusia terhadap lingkungannya makin
dalam dan rumit.

Joseph Schumpeter (dalam Marchinelli dan Smelser,1990 :14-20) mengisyaratkan tentang


pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara. Dalam hal ini,
pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan
ekonomi suatu bangsa.

Dari berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya dapat
ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa manusia
“survival” yaitu oleh karena teknologi.

Teknologi memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api, industri
mobil, yang memperkaya peradaban manusia.. Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur
dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam kelangsungan
hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek rumah kaca.

Teknologi yang diandalkan sebagai istrumen utama dalam revolusi hijau mampu
meningkatkan hasil pertanian,- karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang
bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga
menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan
akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat
daya tahan hama tananam misalnya wereng dan kutu loncat.

Teknologi juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu
menyediakan berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (Iemari es
dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau abat anti nyamuk
yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata
CFC (chlorofluorocarbon) dan tetrafluoroethylene polymer yang digunakan justru memiliki
kontribusi bagi menipisnya lapisan ozone di stratosfer.

Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk


memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara
dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan
tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.

Berkaitan dengan masalah lingkungan yang makin gawat, Deklarasi Stokhohn (T. Bachtiar
Rifai, 1974 dalam S.S. Hutabarat dkk, 1976) menegaskan beberapa pedoman yang berkaitan
dengan teknologi, diantaranya adalah ilmu dan teknologi, harus diterapkan terhadap
pemecahan problema lingkungan demi kemaslahatan seluruh umat manusia. End-pipe
technology (teknologi produksi dengan teknologi pengolahan limbah), atau zero emission
technology (teknologi maju dengan emisi minimum atau tanpa emisi : cluster technology)
mestinya memang dikembangkan dengan baik untuk menjaga kelestarian alam. Kini hal itu
sudah hampir dapat terwujud, meski masih membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
dapat dinikmati secara mudah oleh khalayak ramai. Perusahaan-perusahaan kendaraan
misalnya, telah berusaha memproduksi mobil dengan teknologi ramah lingkungan.

BAB III

Kesimpulan

Daftar Pustaka

Ganjar, Ahmad, Drs. Pedoman Pembinaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
di Sekolah. Jakarta : Depdiknas. 2001

Maddatuang, Drs., M.Si. Mata Kuliah Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(PKLH). Makassar : FMIPA Universitas Negeri Makassar. 2005.

Wuryadi. Mata Kuliah Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) ;


Perspektif dan Prospek Pengembangannya. Yogyakarta : FMIPA – UNY. 2004.

www.mashurin.com (diakses 20 Oktober 2009)


www.unisosdem.org (diakses 20 Oktober 2009)
Diposting oleh Khairun Nisa di 23.13
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Etika Umum

Tidak ada komentar:

http://nisa100490.blogspot.co.id/2011/03/isu-kependudukan-yang-berdampak_30.html

Anda mungkin juga menyukai