Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia
penyakit stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat,
stroke menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
kanker. Diperkirakan ada 700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap
tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan serangan berulang. Menurut
WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh dunia dan
terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55
dan 85 tahun. (Goldstein,dkk 2006; Kollen,dkk 2006; Lyoyd-Jones
dkk,2009).
Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke
tahun. Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
jantung dan kanker. Disamping itu, stroke juga merupakan penyebab
kecatatan. Sehingga keadaan tersebut menempatkan stroke sebagai masalah
kesehatan yang serius.
Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala
stroke, belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program
terapi untuk pencegahan stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan
yang muncul pada pelayanan stroke di Indonesia. Keempat hal tersebut
berkontribusi terhadap peningkatan kejadian stroke baru, tingginya angka
kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian stroke ulang di Indonesia
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Stroke?
2. Bagaimana Etiologi Stroke?
3. Bagaimana Klasifikasi Stroke?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis Stroke?
5. Bagaimana Patofisiologi Stroke?
6. Bagaimana WOC Stroke?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik Stroke?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis Stroke?
9. Bagaimana pencegahan Stroke?
10. Bagaimana penangan dan perawatan Stroke di rumah?
11. Bagaimana komplikasi Stroke?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang definisi Stroke.
2. Untuk mengetahui tentang etiologi Stroke.
3. Untuk mengetahui tentang klasifikasi Stroke.
4. Untuk mengetahui tentang Manifestasi Klinis Stroke.
5. Untuk mengetahui tentang Patofisiologi Stroke.
6. Untuk mengetahui tentang WOC Stroke.
7. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik Stroke.
8. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan medis Stroke.
9. Untuk mengetahui tentang pencegahan Stroke.
10. Untuk mengetahui tentang penangan dan perawatan Stroke di rumah.
11. Untuk mengetahui tentang komplikasi Stroke.

D. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami konsep penyakit tentang stroke, sehingga
mampu menyusun konsep asuahan keperawatan pada pasien stroke.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Stroke atau gangguan peredarah darah otak (GPDO) merupakan
penyakit neurologis yang sering di jumpai dan harus ditangani secara cepat
dan tepat. Stroke adalah gangguan peredarah darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf
otak.(Sudoyo Aru,dkk 2009).
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2001).

2
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif,
cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata- mata disebabkan
oleh peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selama vaskular. Stroke
merupakan penyakit yang sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan
anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir daya ingat, dan bentuk-
bentuk kecacatan yang lainsebagai akibat gangguan fungsi otak.

B. Etiologi
1. Etiologi Stroke Non Hemoragik (Iskemik)
Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan
aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan
menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada
pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
b. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan
pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada
umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
c. Arterosclerosis
d. Artheritis
2. Etiologi Stroke Hemoragik

3
a. Perdarahan intraserebral. Pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mangakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang di sebabkan karena
hipertensi yang sering di jumpai di daerah putamen, talamus, pons,
dan serebelum.
b. Faktor Resiko :
1) Tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat
keluarga,riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner,
fibrilasi atrium, danheterozigot atau homozigot untuk
homosistinuria.
2) Yang dapat diubah : hypertensi, diabetes mellitus, merokok,
penyalahgunaanobat dan alcohol, hematokrit meningkat, bruit
karotis asimtomatis, hyperurisemia dan dislidemia.

C. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak tertentu. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke
hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan
oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh
arteri, vena dan kapiler (Widjaja, 1994).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral: Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mangakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang di sebabkan karena hipertensi yang sering di jumpai
di daerah putamen, talamus, pons, dan serebelum (Siti Rohani, 2000).

4
b. Perdarahan Subaraknoid: Perdarahan ini berasal dari pecahnya
aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari
pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat
di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan
keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang mengakibatkan disfungsi otak global
(sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese,
gangguan hemi sensorik, afasia, dan lain-lain). (Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti)
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula di jumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subaranoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh
darah serebral. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun vokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain).
2. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesedaran
umumnya baik.
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
a. Trans Iskemik Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam
waktu tidak lebih dari 24 jam.
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam
waktu 1-3 minggu.

5
c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
e. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi
atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil
tanpa memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik
(Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri
media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang
istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara
bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-
kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak
terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa
hari,minggu atau bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat
sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak
terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada
kecenderungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.

D. Manifestasi Klinis
1. Stroke Non Hemoragik
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai
deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak
berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala

6
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi Kandung Kemih
2. Stroke Hemoragik
a. Vertebro basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral :
1) Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh
2) Peningkatan refleks tendon
3) Ataksia
4) Tanda babinski
5) Tanda-tanda serebral
6) Disfagia
7) Disartria
8) Sincope, stupor, koma, pusing, gangguan ingatan.
9) Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis
satumata).
10) Muka terasa baal
b. Arteri Karotis Interna:
1) Kebutaan Monokular disebabkan karena insufisiensi aliran
daraharteri ke retina
2) Terasa baal pada ekstremitas atas dan juga mungkin
menyerangwajah
c. Arteri Serebri Anterior:
1) Gejala paling primer adalah kebingungan
2) Rasa kontralateral lebih besar pada tungkai
3) Lengan bagian proksimal mungkin ikut terserang
4) Timbul gerakan volunter pada tungkai terganggu
5) Gangguan sensorik kontra lateral
6) Dimensi reflek mencengkeram dan refleks patologis
d. Arteri Serebri Posterior:
1) Koma
2) Hemiparesis kontralateral
3) Afasia visual atau buta kata (aleksia)
4) Kelumpuhan saraf kranial ketiga – hemianopsia, koreo –
athetosis
e. Arteri Serebri Media
1) Mono paresis atau hemiparesis kontra lateral (biasanya
mengenailengan)

7
2) Kadang-kadang heminopsia kontralateral (kebutaan)
3) Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena)
4) Gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan
percakapandan komunikasi
5) Disfagia

E. Patofisiologi
1. Stroke Non Hemoragik
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah
ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan
atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema
dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik
infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi
abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur (Muttaqin, 2008).

8
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan
penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons
(Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial
dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak.
Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume
darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika
terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah
5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam
Muttaqin, 2008).
2. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan
istirahat otak menerima seperenam dari curah jantung. Otak
mempergunakan 20%dari oksigen tubuh. Otak sangat tergantung

9
kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada CVA di
otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan
permanen yang terjadi dalam 3sampai dengan 10 menit (non aktif total).
Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan
arteri karotis Interna.Adanya gangguan peredaran darah otak dapat
menimbulkan jejas ataucedera pada otak melalui empat mekanisme,
yaitu:
1) Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan
atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke
sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan
perubahan- perubahan iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian
hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis.
2) Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya
darah kekejaringan (hemorrhage).
3) Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang
menekan jaringan otak.
4) Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang
interstitial jaringan otak.Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula
menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah
stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi
pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak
akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal
sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik
berusahamembantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis
yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi
pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan
kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole.
Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama
berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi
sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan
tekanandarah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler
terhadap PCO2 terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral
sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan
fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.

10
Skema:
(a) Perdarahan arteri / oklusi
(b) Penurunan tekanan perfusi vaskularisasi distal
(c) Iskemia Pelebaran kontara lateral
(d) Anoksia Aktivitas elektrik terhenti
(e) Metabolisme Anaerob Pompa natrium dan kalium gagal
(f) Metabolisme Asam Natrium dan air masuk ke sel
(g) Asidosis lokal Edema intra sel
(h) Pompa natrium gagal Edema ekstra sel
(i) Edema dan nekrosis jaringan Perfusi jaringan serebral.
(j) Sel mati secara progresif (defisit fungsi otak) ( Satyanegara,
1998)

F. WOC

Stroke Hemoragi Stroke non hemoragi Hipertensi yang


Diabetes
Hiperkoles
tidak terkontrol
melitus
terolemi

Peningkatan tekanan Trombus/emboli di


sistemik cerebral
Perdarahan Suplai darah ke jaringan
Araknoid/ventrikel cerebral tidak adekuat

Hematoma cerebral Vaso spasme arteri MK : ketidak


cerebral/saraf efektifan perfusi
Herniasi cerebral cerebral jaringan cerebral
MK :
Iskemik/infark
Nyeri
Penekanan saluran akut Hemisfer kiri
Defisit neurologi
pernafasan
Hemiparase/plegi
kanan
Disfungsi bahasa Hemisfer kanan
dan komunikasi

Disartia Hemiparase / plegi


afasia,apraksia kiri

MK : Kerusakan MK : Gangguan
komunikasi verbal Mobilitaas fisik

Kelemahan
kemampuan dalam
pemenuhan ADL
MK : Defisit
11 terhambat
Aktivitas
perawatan diri
G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri, oklusi/ ruptur.
2. Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
3. Sinar x tengkorak
Untuk menggambarkan perubahan kelenjar lempang pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada trombosis serebral, klasifiksi parsial dinding aneurisma pada daerah
subarakhnoid.
4. Ultrasonography doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis/
aliran darah/ muncul plaque/ arteosklerosis).
5. CT-Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.
6. MRI
MRI ( magnetik imaging resonance ) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya disapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari hemoragik.
7. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes, 2000)
8. Pemeriksaan Laboratorium.

12
a. Lumbal pungsi : pemeriksaan likour merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin.
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg didalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.(Doengoes, 2000)
d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

H. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran:
a. Breathing (Pernapasan)
1) Usahakan jalan napas lancar
2) Lakukan penghisapan lendir jika sesak
3) Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk
4) Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar
b. Blood (Tekanan Darah)
1) Usahakan otak mendapat cukup darah
2) Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut
c. Brain (Fungsi otak)
1) Atasi kejang yang timbul
2) Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi
d. Bladder (Kandung Kemih)
1) Pasang katheter bila terjadi retensi urine
e. Bowel (Pencernaan)
1) Defekasi supaya lancar
2) Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde
f. Bone (Ekstremitas)
1) Menempatkan klien dalam posisi yang tepat
2) Harus dilakukan secepat mungkin klien harus diubah posisi tiap 2
jam
3) Lakukan latihan- latihan gerak pasif

2. Menurunkan kerusakan sistemik


Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti
sentral jaringan otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada
jaringan yang masih harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus
difokuskanuntuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga
unsur yang paling penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan
alirandarah yang adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas

13
arteridan oksigen dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi.
Hypoglikemiadapat dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa
darah.
3. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya
dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah
ini,mengenalinya dan memastikan bahwa tindakan medis telah
dilakukan.Pasien dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara
akut.Jika tekanan darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan
hypertensikarena perfusi yang adekuat, maka tekanan perfusi otak akan
turunsejalan dengan tekanan darah.
Jika tekanan darah diastolic diatas kira-kira 105 mmHg, maka tekanan
tersebut harus diturunkan secara bertahap. Tindakan ini harus disesuaikan
dengan efektif menggunakan nitropusid. Jika TIK meningkat pada pasien
stroke, maka hal tersebut biasanya terjadi setelah hari pertama. Meskipun ini
merupakan respons alamiahotak terhadap beberapa lesi serebrovaskular,
namun hal ini merusak otak. Metoda yang lazim dalam mengontrol PTIK
mungkin dilakukan seperti hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan
kepala, menghindari fleksi kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang
dapatmembahayakan aliran balik vena ke kepala. Gunakan diuretik
osmotik seperti manitol dan mungkin pemberian deksamethasone
meskipun penggunaannya masih merupakan kontroversial.

4. Terapi Farmakologi
a. Stroke Iskemik
1) Terapi umum
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada
satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2 jam, mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya bebaskan jalan
napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis
gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya, jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).

14
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid
1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral
hanya jika fungsi menelannya baik, jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, di anjurkan melaui slang
nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <69 mg%
atau <80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40%
iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepal atau mual muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik ≥ 120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium
nitropusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau
antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mmHg,
diastolik ≤ 70 mmHg, diberi NaCl o,9% 250 mL selama 1 jam,
dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau
sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih< 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20
µg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3
menit, maksimal 100 mg per hari, dilanjutkan pemberian
antikonvulsan per oral (fenition, karbamazepin). Jika kejang muncul
setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol
bolus intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika
dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kkBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.

15
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol), sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.
2) Terapi khusus
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti
aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik
rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi
agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan
afasia).
b. Stroke Hemoragik
1) Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus,
dan keaadaan klinis cenderung memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid
atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120
mmHg, MAP>130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila
terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg, enalapril iv 0,625-
1.25 mg per 6 jam, kaptopril 3 kali 6,25 -25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi
kepala dinaikkan 300,posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol, dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak
lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau
inhibitor pompa proton, komplikasi saluran napas dicegah dengan
fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
2) Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodiilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak
perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk
dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakuakan VP-
shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan
tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.

16
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis
Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,
ekstirpasi, maupun gamma knife ) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation,
AVM).

5. Pembedahan
Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk
menangani penderita stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana
yang menguntungkan untuk dibedah. Tujuan utama pembedahan adalah
untuk memperbaiki aliran darah serebral. Endarterektomi karotis dilakukan
untuk memperbaiki peredaran darahotak. Penderita yang menjalani tindakan
ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hypertensi, diabetes
dan penyakit kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan
anestesi umum sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi yang baik
dapat dipertahankan.

I. Pencegahan Stroke
1. Hindari merokok, kopi dan alkohol.
2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (mencegah
kegemukan)
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi
4. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpokat, keju
dll).
5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan
sayuran).
6. Olah raga yang teratur.

J. Penanganan dan Perawatan Stroke di Rumah


1. Berobat secara teratur kedokter.
2. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa
petunjuk dokter
3. Minta batuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan
kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh.
4. Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur dirumah.
5. Bantu kebutuhan klien.
6. Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.
7. Periksa tekanan darah secara teratur.

17
8. Segara bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan
gejala stroke.

K. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Setyanegara (1998) adalah sebagai berikut.
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama).
a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan
akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infark miocard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium
awal.
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
a. Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
b. Infark miocard.
c. Emboli pari: cenderung terjadi 7-14 hari pasca –stroke, sering kali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miocard, gangguan vascular lain: penyakit
vascular perifer.
Menurut smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke
yaitu sebgai berikut.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi.
b. Penurunan darah serebral.
c. Embolisme serebral.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengakajian
1. Identitas klien

18
Meliputi, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medik
2. Keluhan utama
Biasanya di dapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan strok hemorogik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes millitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggangguan otot-
otot anti koagulan, aspirin, vasodilator, otot-otot adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes millitus
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut .

c. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
d. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensotri atau paralise/hemiplegi, mudah lelah
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena merasa
pusing.
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan dan peran karena klien karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
g. Pola persepsi dan konsep diri

19
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif
h. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berfikir
i. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berfikir dan kesulitan berkomunikasi
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan/ kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

B. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
a. Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran
b. Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
c. Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2. Pemeriksaan integumen
a. Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka tugor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
b. Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c. Rambut: umumnya tidak ada kelainan
3. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala: bentuk cephalik
b. Muka: umumnya tidak simetris yaitu mencong kesalah satu sisi
c. Leher: kaku kuduk jarang terjadi
4. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
5. Pemeriksaan abdomen

20
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinesia atau retinsio urine.
7. Pemeriksaan ektremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

8. Pemeriksaan neurologi
a. Pemeriksaan nervus cranialis
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.
 Nervus I (Olfaktori/ penciuman). Biasanya pada klien stroke tidak
ada kelainan pada fungsi penciuman.
 Saraf II (Optik/ penglihatan). Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemiplagia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan
pakaian ke bagian tubuh.
 Saraf III (Okulomotor/ pergerakan mata ekstraokular), IV
(Troklear/ menggerakkan bola mata ke samping bawah), dan VI
(Abdusen/ menggerakkan bola mata ke samping). Jika akibat stroke
mengakibatkan paralisis, pada satu otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit.
 Saraf V (Trigeminal/ sensasi kornea, kulit wajah, otot mastikasi).
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ispilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot ptterigoideus internus dan eksternus.
 Saraf VII (Fasial/ ekspresi wajah dan pengecapan). Persepsi
pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
 Saraf VIII (Auditori/ pendengaran). Tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.

21
 Saraf IX (Glosofaringeal/ pengecapan, kemampuan menelan,
pergerakan lidah) dan X (vagus/ sensasi pada faring, pergerakan
pita suara). Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
 Saraf XI (Aksesori/ pergerakan kepala dan bahu). Tidak ada atrofi
otot sternokloidomastoideus dan trapezius.
 Saraf XII (Hipoglosal/ potrusi lidah). Lidah simetris, terdapat
deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan
normal.
b. Pemeriksaan motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. oleh karena
UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak.
 Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satau sisi tubuh adalah tanda yang lain.
 Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
 Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
 Kekuatan otot.pada penilaian dengan mengguanakan tingkat
kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.
 Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan
karena himerprase dan hemiplegia.
c. Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata
dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke
bagian tubuh.
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan

22
prospriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh) serta kesulitan dalam mengiterpretasikan stimuli visual,
taktil, dan auditoris.
d. Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologi sisi tubuh lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahului dengan refleks patologis.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan penurunan perfusi jariingan, gangguan
sensorik kontralateral
2. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada area brucha, afasia sensorik
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
heiparase/hemiplagia
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilitas, kelemahan.

D. Intervensi dan Rasional

23
1. Nyeri akut berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan, gangguan
sensorik kontralateral
Tujuan : dalam waktu 1 × 6 jam nyeri berkurang
Kriteria hasil: 1. Pasien menjelaskan kadar dan karakteristik nyeri, 2. Pasien menilai
nyeri dengan mengguanakan skala 1-10, 3. Pasien menjelaskan faktor-faktor yang
mengintensifkan nyeri, 4. Pasien mencoba metode nonfarmalogis untuk mengurangi
nyeri, 5. Pasien mengungkapkan perasaan nyaman berkurangnya nyeri, 6. Pasien
menjelaskan intervensi yang tepat untuk mengurangi nyeri
Intervensi Rasional
Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien. Pengkajian berkelanjutan membantu meyakinkan
Tentukan apakah nyerinya kronis bahwa penanganan dapat memenuhi kebutuhan
atau akut. Selain itu, kaji faktor pasien dalam mengurangi nyeri.
yang dapat mengurangi atau
memperberat; lokasi, durasi,
intensitas, dan karakteristik nyeri;
tanda-tanda dan gejala psikologis.
Yakinkan bahwa komuniukasi Pasien yang mengalami nyeri sensitif untuk
verbal dan nonverbal anda dengan menjadi terhakimi. Pesan negatif (baik verbal
psien adalah positif dan atau nonverbal) akan mengganggu komunikasi
mendukung terbuka
Minta pasien untuk menggunakan Unmtuk memfasilitasi pengkajian yang akurat
sebuah skala1 sampai 10 untuk tentang tingkat nyeri pasien
menjelaskan tingkat nyerinya
(dengan nilai 10 menandakan
tingkat nyeri paling berat)
Berikan obat yang dianjurkan Untuk menentukan keefektifan obat
untuk mengurangi nyeri
bergantung pada gambaran nyeri
pasien. Pantau adanya reaksi yang
tidak diinginkan terhadap obat.
Sekitar 30 sampai 40 menit setelah
pemberian obat, minta pasien
untuk menilai kembali nyerinya
dengan skala1 sampai10

24
Atur periode istirahat tanpa Tindakan ini meningkatkan kesehatan,
terganggu kesejahteraan dan peningkatan tingkat energi,
yang penting untuk pengurangan nyeri
Bantu pasien untuk mendapatkan Untuk menurunkan ketegangan atau spasme otot
posisi yang nyaman, dan gunakan dan untuk mendistribusikan kembali tekanan
bantal untuk membebat atau pada bagian tubuh
menokong daerah yang sakit, bila
diperlukan
Pada saat tingkat nyeri tidak Teknik nonfarmakologis pengurangan nyeri akan
terlalu kentara, implementasikan efektif bila nyeri pasien berada pada tingkat yang
teknik mengendalikan nyeri dapat ditoleransi.
alternatif.
a. Gunakan teknik panas dan a. Untuk meminimalkan atau mengurangi
dingin sesuai anjuran nyeri
b. Lakukan tindakan b. Tindakan tersebut mengurangi
kenyamanan untuk ketegangan atau spasme otot,
meningkatkan relaksasi, mendistribusikan kembali tekanan pada
seperti pemijatan, mandi, bagian tubuh, dan membantu pasien
mengatur posisi, dan memfokuskan pada subjek pengurang
teknik relaksasi nyeri
c. Rencanakan aktivitas c. Untuk membantunya memfokuskan pada
distraksi bersama pasien, masalah yang tidak berhubungan dengan
sperti membaca, nyeri
mmembuat kerajinan,
menonton televisi, atau
d. Untuk membantu meningkatkan toleransi
melakukan kunjungan
d. Berikan informasi kepada terhadap nyeri. Tindakan ini dapat
pasien mendidik pasien dan mendorongnya
untuk mencoba tindakan pengurang nyeri
alternatif

Lanjutkan untuk memberikan obat Untuk meyakinkan pengurangan nyeri yang


yang dianjurkan sesuai indikasi adekuat

25
Anjurkan pasien untuk Untuk meningkatkan kualitas hidupnya
menggunakan aktivitas pengalihan
atau rekreasional, dan dan
tindakan pengurang nyeri
noninvasif
Ciptakan suatu rencana Untuk memberikan penguatan dan meningkatkan
penatalaksanaan nyeri untuk kekuatan terhadap rencana
pasien. Jelaskan rencana
kepadanya dan berikan salinan
yang tertulis

2. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan


pada area brucha, afasia sensorik

26
Tujuan : dalam waktu 3 × 24 jam klien dapat menunjukkan pengertian tentang
masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaan dan mampu menggunakan
bahasa isyarat.
Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien
mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi Rasional
Kaji tipe disfungsi, misalnya Membantu menetukan kerusakan area pada
klien tidak mengerti tentang otak dan menentukan kesulitan klien dengan
kata-kata atau masalah berbicara sebagian atau seluruh proses komunikasi, klien
atau tidak mengerti bahasa mungkin mempunyai masalah dalam
sendiri. mengartikan kata-kata ( afasia, wernicke, area
dan kerusakan pada area brocial ).
Bedakan afasia dengan disartria. Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai
dengan tipe gangguan.
Lakukan metode percahapan Klien dapat kehilangan kemampuan untuk
yang baik dan lengkap, beri memonitor ucapannya, komunikasinya secara
kesempatan klien untuk tidak sadar, dengan melengkapi dapat
mengklarifikasi. merealisasikan pengertian klien dan dapat
mengklarifikasi percakapan.
Katakan untuk mengikuti Untuk menguji afasia reseptif.
perintah secara sederhana seperti
tutup matamu dan lihat kepintu.
Perintahkan klien untuk Menguji afasia ekspresif, misalnya klien dapat
menyebutkan nama suatu benda mengenal benda tersebut terapi tidak mampu
yang diperlihatkan. menyebutkan namanya.
Perdengarkan bunyi yang Mengidentifikasi disatria komponen berbicara
sederhana seperti " sh...cat " (lidah, gerakan bibir, kontrol pernapasan dapat
mempengaruhi artikulasi dan mungkin tidak
terjadinya afasia ekspresi).
Suruh klien untuk menulis nama Menguji ketidakmampuan menulis ( agrafia )
atau kalimat pendek, bila tidak dan defisit membaca ( alexia ) yang juga
mampu untuk menulis suruh merupakan bagian dari afasia reseptif dan
klien untuk membaca kalimat ekspresif.
pendek.
Beri peringatan bahwa klien di Untuk kenyamanan berhubungan dengan

27
ruang ini mengalami gangguan ketidakmampuan berkomunikasi.
berbicara, sediakan bel khusus
bila perlu.
Pilih metode komunikasi Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan
alternatif misalnya menulis pada situasi individu.
papan tulis, menggambar, dan
mendemonstrasikan secara visual
gerakan tangan.
Antisipasi dan bantu kebutuhan Membantu menurunkan frustasi karena
klien. ketergantungan atau ketidakmampuan
berkomunikasi.
Ucapkan langsung kepada klien Mengurangi kebingungan atau kecemasan
berbicara pelan dan tenang, terhadap banyaknya informasi. Memajukan
gunakan pertanyaan dengan stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.
jawaban 'ya' atau 'tidak' dan
perhatikan respons klien.
Berbicara dengan nada normal Klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak
dan hindari ucapan yang terlalu menyebabkan klien marah, dan tidak
cepat. Berikan waktu klien untuk menyebabkan rasa frustasi.
merespons.
Anjurkan pengunjung untuk Menurunkan isolasi sosial dan mengafektifkan
berkomunikasi dengan klien komunikasi.
misalnya membaca surat,
membicarakan keluarga.
Bicarakan topik-topik tentang Meningkatkan pengertian percakapan dan
keluarga pekerjaan dan hobi. kesempatan untuk mempraktikkan
keterampilan praktis dalam berkomunikasi.
Perhatikan percakapan klien dan Memungkinkan klien dihargai karena
hindari berbicara secara sepihak. kemampuan intelektualnya masih baik.
Kolaborasi : konsul ke ahli terapi Mengkaji kemampuan verbal individual dan
bicara. sensori dan fungsi kognitif untuk
mengidentivikasi defisit dan kebutuhan terapi.

3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan heiparase/hemiplagia

28
Tujuan: dalam waktu 2 × 24 jam pasien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya
Kriteria hasil:
1. Tidak terjadi kontraktur sendi
2. Bertambahnya kekuatan otot
3. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi Rasional
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam 1. Menurunkan resiko terjadinya iskemia
jaringanakibat sirkulasi darah yang jelek pada
daerah yang tertekan
2. Ajarkan klien untuk 2. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
melakukan latiha gerak aktif kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan
pada ekstremitas yang tidak pernapasan
sakit
3. Lakukan gerak pasif pada 3. Otot volunter akan kehilangan tonus dan
wkstremitas yang sakit kekuatannya bila tidak di latih untuk di gerakkan

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilitas, kelemahan.


Tujuan: dalam waktu 1x24 jam ADL dapat terpenuhi
Kriteria Hasil :
1. Menunjukan peningkatan dalam beraktivitas.
2. Kelemahan dan kelelahan berkurang.
3. Kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri atau dengan bantuan.
4. Frekuensi jantung atau irama dan tekanan darah dalam batas normal.
5. Kulit hangat, merah muda dan kering.
Intervensi Rasional
kaji toleransi pasien terhadap Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien
aktivitas menggunakan terhadap stres aktivitas dan indikataor derajat
parameter berikut: nadi 20 pengaruh kelebihan kerja jantung.
/menit di atas frek nadi
istirahat, catat peningkatan
tekanan darah, dispenia, nyeri
dada, kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat,
pusing atau pingsan.

29
Tingkatkan istirahat, batasi Menurunkan kerja miokard atau konsumsi oksigen,
aktivitas pada dasar nyeri atau menurunkan resiko komplikasi.
respons hemodinamika,
berikan aktivitas senggang
yang tidak berat.
Kaji kesiapan untuk Stabilitas fisiologi pada istirahat penting untuk
meningkatkan aktivitas menunjukkan tingkat aktivitas individu.
contoh: penurunan kelemahan
atau kelelahan, tekanan darah
stabil atau frekuensi nadi,
peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri.
Dorong memajukan aktivitas Teknik penghematan energi menurunkan
atau toleransi perawatan diri. penggunaan energi dan membantu keseimbangan
Anjurkan keluarga untuk suplai dan kebutuhan oksigen.
membantu pemenuhan ADL Aktivitas yang memerlukan menahan napas dan
pasien. menunduk (manuver valsava) dapat mengakibatkan
Anjurkan pasien menghindari bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia
peningkatan abdomen, dengan peningkatan tekanan darah.
mengejan saat defekasi. Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung,
meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas
berlebihan.
Jelaskan pola peningkatan Aktivitas yang memerlukan menahan napas dan
bertahap dari aktivitas, contoh: menunduk (manuver valsava) dapat mengakibatkan
posisi duduk di tempat tidur bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia
bila tidak pusing dan tidak ada dengan peningkatan tekanan darah.
nyeri, bangun dari tempat Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung,
tidur, belajar berdiri. meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas
berlebihan.

30
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke (CVA) atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan
penyakit neurologis yang sering di jumpai dan harus di tangani secara cepat
dan tepat. Stroke (CVA) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang di sebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Menurut WHO stroke
adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular.
Penyebab stroke adalah trombosis serebral, hemoragi, hipoksia umum, dan
hipoksia setempat. Klasifikasi stroke ada 2 yaitu :stroke hemoragi dan
stroke nonhemoragik.
B. Saran
Kita sebagai perawat sebaiknya memahami dan dapat mengaplikasikan
segala sesuatu yang terdapat dimakalah ini agar terciptanya perawat yang
professional dalam menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Tutu April. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika.

Batticaca, Fransisca. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

31
Judha, Mohammad, dkk. 2011. Sistem Persarafan dalam Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Taylor, Cynthia. 2011. Diagnossis Keperawatan dengan Rencana Asuhan.


Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Saferi, Andra.2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Nuha Medika.

32

Anda mungkin juga menyukai