BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ronde keperawatan merupakan salah satu metode pemberian pelayanan keperawatan yang
harus ditingkatkan dan dimantapkan. Metode ini ditujukan untuk menggali dan membahas secara
mendalam masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien sehingga dengan ronde
keperawatan diharapkan didapatkan pemecahan masalah melalui cara berpikir kritis berdasarkan
Dari hasil wawancara dengan Ka Tim Mawar Putih RSUD Kab.Sidoarjo, selama ini di
Ruang Mawar Putih sudah pernah melakukan ronde keperawatan tapi belum maksimal. Hal ini
disebabkan karena syarat melakukan ronde keperawatan belum tertata dengan maksimal.
Ronde keperawatan merupakan suatu sarana bagi perawat untuk membahas masalah
keperawatan dengan melibatkan pasien dan seluruh tim keperawatan, konsultan keperawatan,
serta divisi terkait (medis, gizi, rehabilitasi medik, dan sebagainya). Ronde keperawatan juga
merupakan suatu proses belajar bagi perawat dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotor. Kepekaan dan cara berpikir kritis perawat akan tumbuh dan
terlatih melalui suatu transfer pengetahuan dan pengaplikasian konsep teori secara langsung pada
kasus nyata. Dengan pelaksanaan ronde keperawatan yang berkesinambungan diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan perawat ruangan untuk berpikir secara kritis dalam peningkatan
perawatan secara professional. Dalam pelaksanaan ronde juga akan terlihat kemampuan perawat
dalam melaksanakan kerja sama dengan tim kesehatan yang lain guna mengatasi masalah
STIKES Satria Bhakti Nganjuk akan mengadakan kegiatan ronde keperawatan di Ruang Mawar
B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
2. Tujuan khusus :
pasien.
C. Manfaat
1. Bagi Pasien :
2. Bagi Perawat :
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
keperawatan pada kasus tertentu yang dilakukan oleh kepala ruangan, ketua tim, dan
Karakteristik :
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
keperawatan.
D. Kriteria Pasien
Pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah pasien yang memiliki
1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan tindakan
keperawatan.
1. Pra ronde
d. Membuat proposal.
f. Diskusi: apa yang menjadi masalah, cross cek data yang ada, apa penyebab masalah.
2. Ronde
a. Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada masalah
keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau telah dilaksanakan
c. Pemberian justifikasi oleh perawat primer lain atau konselor atau kepala ruangan tentang
d. Menentukan tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan
ditetapkan.
5
3. Pasca ronde
a. Memberikan justifikasi.
b. Memberikan reinforcement.
tindakan.
Katim
Tahap Pra
Penetapan Pasien
Persiapan Pasien:
- Informed consent
- Hasil pengkajian / validasi
data
- Apa diagnosa
keperawatan ?
- Apa data yang
mendukung ?
Penyajian Masalah - Bagaimana intervensi
Tahap Pelaksanaan
di Nurse Station yang sudah dilakukan?
- Apa hambatan yang
ditemukan?
Validasi Data
Diskusi Ka Tim
Tahap Pelaksanaan Konselor, KARU
di Kamar Pasien
Lanjutan – Diskusi
di Nurse Station
Kesimpulan dan
Rekomendasi Solusi
Masalah
Pasca Ronde
7
H. Kriteria Evaluasi
1. Struktur
2. Proses
a. Seluruh anggota tim ronde keperawatan mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
b. Seluruh anggota tim ronde keperawatan berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran
3. Hasil
c. Perawat dapat :
pasien.
8
yaitu komposisi asam lemak dari struktur lipid membran otot dan proporsi relatif serat
otot utama.
1. Komposisi asam lemak dari struktur lipid membran otot
Keaktifan insulin sangat dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dalam
fosfolipid membran. Makin jenuh asam lemak lipid membran, sensitifitas insulin
semakin kurangdan semakin tidak jenuh asam lemak lipid membran maka keaktifan
insulin semakin baik. Storlien dkk dalam Ilyas (2007) menyatakan makin jenuh
asam lemak fosfolipid membran jaringan, laju metabolisme makin rendah dan ini
merupaka predisposisi bagi penimbunan lemak”. Sehingga semakin obesitas
seseorang maka semakin jenuh lemak membran ototnya yang selanjutnya
menyebabkan terjadinya kondisi resistensi insulin.
2. Proporsi relatif serat otot utama
Keaktifan insulindipengaruhi oleh tipe serat dari otot. Serat otot tipe I (slow-
twitch oxidative) dan tipe 2A (fast-twitch oxidative/ glycolytic) lebih sensitif
terhadap insulin dibandingkan serat otot tipe 2B (fast-twitch/ glycolytic). Lilioja
dkk dalam Ilyas (2007) menjelaskan “Resistensi insulin dan obesitas berkaitan erat
dengan berkurangnya prosentase relatif tipe I dan sebaliknya prosentase relatif tipe
2B meningkat. Dari penelitian ini didapatkan bahwa ada korelasi komposisi asam
lemak otot dan tipe serat otot”. Prosentase serat tipe I yang menurun
mengakibatkan turunya oksidasi lemak kronis, yang menyebabkan penimbunan
lemak tubuh, meningkatkan kejenuhan asam lemak lipiid membran sehingga terjadi
obesitas dan resistensi insulin (Ilyas dalam Soegondo,2007). Kegemukan
diakibatkan adanya dengan beberapa faktor, yaitu antara lain: perubahan gaya
hidup dari tradisional ke gaya hidup barat, makan yang berlebihan, hidup santai dan
kurang gerak badan (Soegondo, Soewondo & Subekti, 2009).
3. Usia
Faktor usia yang risiko memderita Diabetes Mellitus tipe 2 adalah usia diatas 30
tahun, hal ini karena adanya perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Perubahan
dimulai dari tingkat sel, kemudian berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada
tingkat organ yang dapat mempengaruhi homeostasis. Setelah seseorang mencapai umur
30 tahun, maka kadar glukosa darah naik 1-2 mg% tiap tahun saat puasa dan akan naik
6-13% pada dua jam setelah makan, berdasarkan hal tersebut bahwa umur merupakan
faktor utama terjadinyakenaikan relevansi diabetes serta gangguan toleransi glukosa
(Sudoyo, et al. 2009). Menurut ketua Indonesian Diabetes Association, Soegondo,
menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus tipe 2 biasanya ditemukan pada orang dewasa
usia 40 tahun ke atas, akan tetapi pada tahun 2009 diketemukan penderita Diabetes
Mellitus termuda pada usia 20 tahun. Upaya terbaik yanh harus dilakukan adalah
pencegahan dengan mendiagnosis prediabetes sejak dini.
4. Tekanan Darah
10
dan mengekstrak insulin dari darah menjadi berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan
hiperinsulinemia. Akibat lainnya adalah peningkatan glukoneogenesis dimana glukosa
darah meningkat. Efek kedua dari peningkatan asam-asam lemak bebas adalah
menghambat pengambilan glukosa oleh sel otot. Dengan demikian, walaupun kadar
insulin meningkat, namun glukosa darah tetap abnormal tinggi. Hal ini menerangkan
suatu resistensi fisiologis terhadap insulin seperti yang terdapat pada diabetes tipe 2
(Johanis, 2000).
7. Stres
Selye (1976, dalam Potter & Perry, 2005) mengatakan stres adalah segala situasi
dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan individu untuk berespon atau melakukan
tindakan. Respon ini sangat individual (Kozier, et al, 1995), karena individu mempunyai
sifat yang multidimensi (Crisp, 2001). Stres muncul ketika ada ketidakcocokan antara
tuntutan yang dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki. Diabetesi yang mengalami
stres dapat merubah pola makan, latihan, penggunaan obat yang biasanya dipatuhi dan
hal ini menyebabkan terjadinya hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2002). Stres memicu
reaksi biokimia tubuh melalui 2 jalur, yaitu neural dan neuroendorin. Reaksi pertama
respon stres yaitu sekresi sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang
menyebabkan peningkatan frekuensi jantung. Kondisi menyebabkan glukosa darah
meningkat guna sumber energi untuk perfusi. Bila stres menetap akan melibatkan
hipotalamus-pituitari. Hipotalamus mensekresi corticotropin-releasing faktor, yang
menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi glukokotikoid, terutama kortisol.
Peningkatan kortisol memepengaruhi peningkatan glukosa darah melalui
glukoneogenesis, katabolisme protein dan lemak (Guyton, 1996;Smeltzer & Bare,
2002). Selain itu kortisol juga dapat menginhibisi ambilan glukosa oleh sel tubuh
(Individual Welbeing Diagnostic Laboratories, 2008).
Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan individu
berespon atau melakukan tindakan stres (Selye, 1976 dalam Perry & Potter, 1997). Stres
dapar merubah pola makan, latihan, dan penggunaan obat yang biasanya dipatuhi. Stres
dapat menyebabkan hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2008). Stres memicu terjadinya
reaksi biokimia melalui sistem neural dan neuroendokrin. Reaksi pertama dari respon
stres adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis-
adrenal-medural, dan bila stres menetap maka sistem hipotalamus-pituitari akan
diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropin-releasing factor, yang menstimulasi
pituitasi anterior memproduksi adenocorticotropichormone (ACTH). ACTH
menstimulasi prodksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa
darah (Guyton & Hall, 1996; Smeltzer & Bare, 2008).
8. Riwayat diabetes gestasional
Wanita yang mempunyai riwayat diabetes gestasional atau melahirkan bayi dengan
berat badan lebih dari 4 kg mempunyai risiko untuk menderita Diabetes Mellitus tipe 2.
12
Diabetes Mellitus tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan euglikemia
(kadar glukosa darah normal). Faktor resiko Diabetes Mellitus gestasional adalah
riwayat keluarga, obesitas dan glikosuria. DM tipe ini dijumpai pada 2-5% populasi ibu
hamil. Biasanya gula darah akan kembali normal setelah melahirkan, namun resiko ibu
untuk mendapatkan Diabetes Mellitus tipe II di kemudian hari cukup besar (Smeltzer, et
al, 2008).
C. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurun (Dr Hasdianah, 2012) yaitu :
1. Diabetes Mellitus Tipe I
(Insulin Dependent Diabetes Mellitus, IDDM) adalah Diabetes yang terjadi karena
berkurangnya rasiko insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupu
orang dewasa. Samapi saat ini IDDM tidak dapat di cegah dan tidak dapat di
sembuhkan, bahkan dengan diet maupun dengan olahraga. Kebanyakan penderita
Diabetes Tipe I memiliki kesehatan dan berat padan yang baik saat penyakit ini mulai di
deritanya.
2. Diabetes Tipe II
Diabetes Mellitus Tipe II (Non- insulin dependen Diabetes Mellitus.NIDDM)
merupakan Tipe Diabetes Mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasiko insulin di
dalam sirkulasi darah, melainakan merupan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh
mutasi pada banyak gen termasuk yang mengekspresikan fungsi sel β, gangguan sekresi
insulin, resistensi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan
kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan terutama pada hati menjadi
kurang peka terhadap insulin serta RBP 4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot
lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.
3. Diabetes Mellitus gestasional
Merupakan Diabetes Mellitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah
melahirkan, engan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan
patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin dan ibu, dan sekitar 20 -
50 % ari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat dan
menghilang setelah melahirkan. GDM dapat di sembuhkan, namun memerlukan
pengawasan medis yang cermat masa kehamilan.
D. Etiologi
Etiologi Dibetes Mellitus menurut Elizabeth J dan Corwin ( 2009) yaitu :
1. Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes Mellitus Tipe I diperkirakan terjadi akibat distruksi autoimun sel-sel beta
pulau langerhans. Individu yang memiliki kecenderungan genetik penyakit ini
tampaknya menerima faktor pemicu dari lingkungan yang meinisiasi proses auto imun
sebagai contoh faktor pencetus yang mungkin antara lain infeksi virus seperti
13
gondongan (mamps), rubela atau sitomegaloh virus (CMV) kronis. Pajanan terhadap
obat atau toksin tertentu juga diduga dapat memicu serangan outoimun. Karena proses
penyakit Diabetes Tipe I Terjadi dalam beberapa tahun, sering kali todak ada faktor
pencetus yang pasti. Pada saat diagnosa Diabetes Tipe I di tegakkan, ditemukan anti
bodi terdapat pulau langerhans pada sebagian besar pasien.
Mengapa individu membentuk antibodi terhadap sel-sel langerhans sebagai respons
terhadap faktor pencetus tidak diketahui. Salah satu mekanisme yang kemungkinan
adalah terdapat agens lingkungan yang secara antigenis mengubah sel-sel pankreas
sehingga menstimulasi pembentukan autoantibodi. Kemungkinan lain para individu
yang mengidap Diabetes Tipe I memiliki kesamaan anti gen antara sel-sel beta pankreas
mereka dan mikroorganisme atau obat tertentu. Sewaktu berespons terhadap virus atau
obat, sistem imun mungkin gagal mengenali bahwa sel pankreas adalah " diri ", meraka
sendiri.
2. Diabetes Mellitus Tipe II
Untuk kebanyakan individu, Diabetes Mellitus Tipe II tampaknya berkaitan dengan
kegemukan. Selain itu, kecenderungan pengaruh genetik, yang menentukan
kemungkinan individu mengidap penyakit ini, cukup kuat. Memperkirakan bahwa
terdapat sifat genetik yang belum terientifikasi yang menyebabkan pankreas
mengeluarkan insulin yang berbeda, atau menyebabkan reseptor insulin atau perantara
kedua tidak dapat berespons secara adekuat terhadap insulin. Terdapat kemungkinan
lain bahwa kaitan rangkai genetik antara yang dihubungkan dengan kegemukan dan
rangsangan berkepanjangan reseptor-reseptor insulin. Rangsangan berkepanjangan atau
reseptor-reseptor tersebut dapat menyebabkan penurunan jumplah reseptor insulin yang
terapat di sel tubuh. Penurunan ini disebut downregulation . mungkin pula bahawa
individu yang menderita Diabetes Tipe 2 menghasilkan autoantibodi insulin yang
berikatan dengan reseptor insulin, menghambat akses insulin kereseptor, tetapi tidak
merangsang aktivitas pembawa karier. Penelitian lain menduga bahwa defisit hormon
leptin, akibat kekurangan gen penghasil leptin atau tidak berfungsi, mungkin
bertanggung jawab untuk Diabetes Mellitus Tipe II pada beberapa individu. Tanpa gen
leptin, yang sering disebut gen obesitas pada hewan, mungkin termasuk manusia, gagal
berespon terhadap tanda kenyang, dan itulah mengapa menjadi gemuk dan
menyebabkan insensitivitas insulin.
Meskipun obesitas merupakan resiko utama untuk Diabetes Mellitus Tipe II, ada
beberapa individu yang mengidap Diabetes Mellitus Tipe II diusia muda dan individu
yang kurus atau dengan berat badan normal salah satu contoh tipe penyakit ini adalah
MODY (maturity- onset Diabetes of the young), suatu kondisi yang dihubungkan
dengan defek genetik pada sel beta pankreas yang tidak mampu menghasilkan insulin.
Pada keadaan seperti ini dan beberapa kondisi lainnya, berkaitan erat dengan rangkai
genetik suatu sifat yang di wariskan.
14
3. Dibetes Gestasional
Penyebab Dibetes gestasional dianggap berkaiatan dengan peningkatan kebutuhan
energi dan kadar ekstrogen serta hormon pertumbuhan yang terus menerus tinggi
selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan ekstrogen menstimulasi pelepasan insulin
yang berlebihan yang mengakibatkan penurunan responsivitas seluler. Hormon
pertumbuhan yang memiliki beberapa efek anti insulin misalnya sebagai contoh
perangsangan glikogenolisis (Menguraian glikogen) dan stimulasi jaringan lemak
adiposa. Adinonektin, derivat protein plasma dari jarinag adiposa, berperan penting
dalam pengaturan konsentrasi insulin terdapat perubahan metabolisme glukosa dan
hiperglikemia yang terlihat pada Diabetes Gestasional. Semua faktor ini mungkin
berperan menyebabkan hiperglikemia pada Diabetes gestasional. Wanita yang
mengidap Diabetes gestasional mungkin sudah memiliki gangguan subklinis
pengendalian glukosa bahkan sebelum Diabetesnya muncul.
E. Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari Diabetes Mellitus dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut : berkurangnya pemakaian glukosa
oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200
mg/dl. Peningkatan mobilitas lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjainya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endepan kolestrol pada dinding
pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami efisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa darah plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia
yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (Konsentrasi glukosa darah sebesar 160-
180 mg/ 100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosa ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya
poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urune maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun
serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi
sehingga pasien cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnyapenggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis
dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren pasien-pasien
yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa yang normal,
atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat, jika hiperglikemianya parah dan melebihi
ambang ginjal, maka timbul glukosaria. Glukosaria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang meningkatkan mengeluaran kemih (Poliuria) harus testimulasi, akibatnya pasti pasien
akan minum dalam jumplah banyak karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien
mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang
15
semakin besar (Polifagia) timbul sebagai akibat kehilangan kalori (Price, 2006 dalam
Wijaya, 2013).
F. Manifestasi Klinis
Tabel : Manisfestasi Diabetes Mellitus Menurut (Wijaya,2013) yaitu:
No Gejala DM Tipe I DM Tipe II
1. Polyuria ++ +
2. Polydipsia ++ +
3. Polyphagia ++ +
4. Kehilangan BB ++ -
5. Pruritus + ++
6. Infeksi kulit + ++
7. Vaginitis + ++
8. Ketonuria ++ -
9. Lemah, lelah dan ++ +
pusing
Adanya penyakit Diabetes ini pada awalnya sering kali tidak dirasakan dan tidak
disadari oleh penderita, beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapatkan perhatian
adalah :
1. Keluhan klasik
a. Banyak kencing (Poliuria)
Karna sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing. Kencing yang sering dan dalam jumplah yang banyak akan sangat
menganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
b. Banyak minum (Polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita karena banayaknya cairan yang keluar
melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikiranya rasa haus
ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk mrnghilangkan rasa haus
itu penderita banayak minum.
c. Banyak makan (Polipagia)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita Diabetes Mellitus
karena pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga timbul rasa lapar
yang sangat besar. Untuk menghilangkan rasa lapar itu penderita banayak makan.
d. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat harus menimbulkan
kecurigaan rasa lemah yang hebat yang menyebabkan penurunan prestasi dan
16
lapangan olahraga yang mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak
dapat masuk dalam sel, singga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan
tenaganya. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari
cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jarinagan
lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
2. Keluhan lain
a. Gangguan saraf tepi atau kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki diwaktu malam
hari, sehingga mengganggu tidur.
b. Gangguan penglihatan
Pada fase awal Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong
penderita untuk menganti kacamatanya berulangkali agar dapat melihat dengan
baik.
c. Gatal atau bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi didaerah kemaluan dan daerah lipatan
kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul
dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul karna akibat hal yang
sepele seperti luka lecet karna sepatu atau tertusuk peniti.
d. Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah, tersembunyi karna sering tidak secara terus
terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan buaya masyarakat yang
masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan
atau kejantanan seseorang.
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan
kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Menurut putri dan wijaya (2013) menyebutkan bahwa pengobatan farmakologis dapat
menggunkan obat-obatan sebagai berikut :
a. Obat hiperglikemik oral Oral Hypoglikemik Agent (OH )
Efektif pada Diabetes Mellitus tipe 2, jika manajemen nutrisi dan latihan
b. Sulfoniluria : obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara: Menstimulasi
penglepasan insulin yang tersimpan Menurunkan ambang sekresi insulin
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
c. Biguanid : menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di normal.
1) Inhibitor α glukosidase : menghambat kerja enzim α glukosidase di dalam
saluran cerna sehingga mrnurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia pasca prandial.
17
lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah. Latihan dengan cara
melawan tahanan dapat menambah laju metabolisme istirat, dapat menurunkan
berat badan, stres dan menyegarkan tubuh. Latihan menghindari kemungkinan
trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yanga sangat
panas atau dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk. Gunakan alas kaki
yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan (putri dan
wijaya,2013).
c. Pemantauan
Pemantauan Kadar glukosa darah secara mandiri.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses yang akan menghasilkan perubahan
perilaku seseorang yang berbentuk peningkatan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor (Notoatmojo, 2003).
e. Pengobatan herbal
1) Jus Alpukat
Jus alpukat berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah pada
penderita diabetes mellitus tipe II. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor
yang ada dalam buah alpukat itu sendiri. Kandungan 48% lemak jenuh yang
ada dalam alpukat berdampak pada menurunnya respon glukosa darah pasien
dibandingkan dengan mengonsumsi makan tinggi karbohidrat (Utami Annisa
dan Harmilah,2012).
2) Jus Buah Naga
Jus buah naga mengandung antioksidan yang bermanfaat dalam menjaga
elastisitas pembulih darah. Berbagai penelitian menunjukkan buah naga
mampu meningkatkan metabolisme tubuh dan mencegah peningkatan glukosa
darah (Wardani,dkk.2014).
3) Rebusan Daun Insulin
Rebusan daun insuli mengandung flavonoid, alkaloid, dan tanin. Tanin
memiliki aktivitas hipoglikemik dengan meningkatkan glikogenesis
(Dalimartha.2015)
4) Teh rosella
Teh rosella diketahui mampu mambantu mengurangi kekentalan darah
(menurunkan kadar glukosa darah) dan melancarkan peredaran darah. Hal ini
dilihat dengan adanya kandungan flavonoid berberan sebagai antioksidan yang
mampu menetralkan radikal bebes yang menyebakan kerusakan sel beta
pankreas yang memproduksi insulin, sehingga meningkatkan kembali
sensitifitas kerja insulin (Kustyawati 2008 dalam Husna Elfira dan Fauzi
Ashra. 2015).
19
2. Kronis
Komplikasi kronis terjaadi dari komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan
neuropatik
a. Komplikasi Makrovaskuler
Komplikasi ini diakibatkan karena perubahan ukuran diameter pembuluh darah.
Pembuluh darah akan menebal, sklerosis dan timbul sumbatan (occlusion) akibat
plaque yang menempel. Komplikasi makrovaskular yang paling sering terjadi
adalah : penyakit arteri vaskular perifer Smeltzer, et al (2008).
b. Komplikasi Vaskuler
Perubahan makrovaskuler melibatkan kelainan struktur dalam membran pembuluh
darah kecil dan kapiler. Kelainan pada pembuluh darah ini menyebabkan dinding
pembuluh darah menebal, dan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Komplikasi mikrovaskular terjsdi diretina yang menyebabkan retinopati diac=betic.
( Sudoyo, et al 2006 ).
c. Komplikasi Neuropatik
Neuropatik diabetik merupakan sindroma penyakit yang mempengaruhi semua
jenis saraf, yaitu saraf perfer, otonom dan spinal (Sudoyo, et al 2006). Komplikasi
neuropati perifer dan otonom menimbulkan permasalahan di kaki, yaitu berupa
ulkus kaki dibetik, pada umumnya tidak terjadi dalam 5-10 tahun pertama setelah
didiagnosis, tetapi tanda-tanda komplikasi mungkin ditemukan pada saat mulai
terdiagnosis Diabes Mellitus tipe 2 karena Diabetes Mellitus yang dialami pasien
tidak terdiagnosis selama beberapa tahun (Smeltzer, et al 2008).
Masalah kaki juga merupakan masalah yang umum pada pasien dengan
Diabetes dan hal ini menjadi cukup berat akibat adanya ulkis serta infeksi, bshkan
akhirnya dapat menyebabkan amputasi. Permasalahan pada kaki telah dilaporkan
sebagai alasan perlu masuk ke rumah sakit (Porth,2007). Menurut WHO lesi - lesi
yang sering disebabkan ulsererasi kronis dan amputasi disebut dengan istileah kaki
diabetik, lesi ini digambarkan sebagai infeksi, ulserasi dan jaringan yang lebih
dalam yang berkaitan dengan gangguan neurologis dan vaskular pada tungkai
(Arisman, 2000 dalam Damayanti, 2015).
Penyebab terjadinya ulkus diabetik bersifat multifaktorial, yang dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu akibat perubahan patofisiologi,
deformitas anatomi dan faktor lingkungan. Perubahan patofisiologi menyebabkan
neuropati perifer. Penyakit vaskular dan penurunan sistem imunitas.faktor
lingkungan terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu.
Benda tajam, dan lain sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya
ulkus ( Cahyono, 2007 ).
Faktor resiko terjadinya ulkus dan infeksi yaitu neuroosteoarthopathic,
insufisiensi vaskular, hiperglikemia dan gangguan metabolik lain, keterbatasan
21
BAB III
RENCANA KEGIATAN
1. Pelaksanaan
Materi :
luka gangren
2. Pengorganisasian
Dokter :
Perawat Konseler :
2. Metode
Metode yang dgunakan dalam ronde keperawatan adalah diskusi dan Bed side
teaching antar bidang profesi seperti perawat, perawat konselor dan dokter. Materi yang
pasien.
3. Media
c. Sarana diskusi :
1) Alat tulis
4. Mekanisme Kegiatan
2) Menentukan tim
ronde
3) Menentukan
literatur
4) Membuat Proposal
5) Mempersiapkan
Pasien
7) Diskusikan
pelaksanaan
25
Pembukaan dan
penyajian Data
1) Salam pembuka
2) Memperkenalkan
serta Station
mempersilahkan
Ka Tim I
Menyampaikan
kasusnya
3) Menjelaskan
riwayat penyakit
4) Menjelaskan
tindakan yang
telah dilaksanakan
6) Menyampaikan
dilakukan ronde.
Validasi Data
1) Memberi salam
kepada klien
2) Memvalidasi Tim.
3) Memberi respon
tentang masalah
keperawatan
Pasca tersebut
Ronde 6) Pemberian
Ka tim atau
konselor atau
kepala ruangan
tentang masalah
rencana
tindakan yang
1) Menyimpulkan hasil
27
diskusi dan
merekomendasikan
solusi yang
dilakukan dalam
Penutup
5. Kriteria Evaluasi
a. Struktur
1) Persiapan ronde
3) Penyusunan proposal
4) Pengorganisasian peran
5) Menetapkan kasus
b. Proses
1) Kelancaran kegiatan
c. Hasil
1) Informasi yang disampaikan dapat diterima dan dipahami oleh pasien dan
keluarga
2) Saran atau masukan dari berbagai bidang profesi dapat digunakan untuk
pasien.
SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN
RONDE KEPERAWATAN
..............................................
..............................................
Jakarta: EGC.
EGC.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta:
FKUI.