Anda di halaman 1dari 29

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ronde keperawatan merupakan salah satu metode pemberian pelayanan keperawatan yang

harus ditingkatkan dan dimantapkan. Metode ini ditujukan untuk menggali dan membahas secara

mendalam masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien sehingga dengan ronde

keperawatan diharapkan didapatkan pemecahan masalah melalui cara berpikir kritis berdasarkan

konsep asuhan keperawatan.

Dari hasil wawancara dengan Ka Tim Mawar Putih RSUD Kab.Sidoarjo, selama ini di

Ruang Mawar Putih sudah pernah melakukan ronde keperawatan tapi belum maksimal. Hal ini

disebabkan karena syarat melakukan ronde keperawatan belum tertata dengan maksimal.

Ronde keperawatan merupakan suatu sarana bagi perawat untuk membahas masalah

keperawatan dengan melibatkan pasien dan seluruh tim keperawatan, konsultan keperawatan,

serta divisi terkait (medis, gizi, rehabilitasi medik, dan sebagainya). Ronde keperawatan juga

merupakan suatu proses belajar bagi perawat dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan

kognitif, afektif dan psikomotor. Kepekaan dan cara berpikir kritis perawat akan tumbuh dan

terlatih melalui suatu transfer pengetahuan dan pengaplikasian konsep teori secara langsung pada

kasus nyata. Dengan pelaksanaan ronde keperawatan yang berkesinambungan diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan perawat ruangan untuk berpikir secara kritis dalam peningkatan

perawatan secara professional. Dalam pelaksanaan ronde juga akan terlihat kemampuan perawat

dalam melaksanakan kerja sama dengan tim kesehatan yang lain guna mengatasi masalah

kesehatan yang terjadi pada pasien.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka mahasiswa Profesi Ners Praktek Manajemen

STIKES Satria Bhakti Nganjuk akan mengadakan kegiatan ronde keperawatan di Ruang Mawar

Putih RSUD Kab.Sidoarjo selama melaksanakan Praktik Profesi Manajemen Keperawatan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum :

Setelah dilakukan ronde keperawatan mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pasien

dengan cara berfikir kritis.


2

2. Tujuan khusus :

Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, mahasiswa mampu :

a. Menumbuhkan cara berpikir kritis dan ilmiah.

b. Meningkatkan kemampuan validasi data pasien.

c. Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan.

d. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang sesuai dengan masalah

pasien.

e. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja dengan cara berkolaborasi.

C. Manfaat

1. Bagi Pasien :

a. Membantu menyelesaikan masalah pasien sehingga mempercepat proses penyembuhan.

b. Memberikan perawatan secara profesional dan efektif kepada pasien

c. Memenuhi kebutuhan pasien.

2. Bagi Perawat :

a. Meningkatkan kemampuan kognitif dan afektif dan psikomotor perawat.

b. Meningkatkan kerjasama tim.

c. Menciptakan asuhan keperawatan profesional.

3. Bagi rumah sakit :

a. Meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.

b. Menurunkan lama hari perawatan pasien.


3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Ronde keperawatan merupakan suatu kegiatan dalam mengatasi masalah keperawatan

pasien yang dilaksanakan disamping pasien, membahas dan melaksanakan asuhan

keperawatan pada kasus tertentu yang dilakukan oleh kepala ruangan, ketua tim, dan

melibatkan seluruh anggota tim (Nursalam, 2002).

Karakteristik :

1. Pasien dilibatkan secara langsung.

2. Pasien merupakan fokus kegiatan.

3. PA, PP, dan konselor melakukan diskusi.

4. Konselor memfasilitasi kreativitas.

5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan Anggota tim, Kat tim dalam

meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.

B. Tujuan Ronde Keperawatan

1. Tujuan Umum

Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berpikir kritis.

2. Tujuan khusus

Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, mahasiswa mampu:

a. Menumbuhkan cara berpikir kritis dan sistematis dalam pemecahan masalah

keperawatan.

b. Memberikan tindakan yang berorientasi pada masalah keperawatan pasien.

c. Meningkatkan kemampuan validitas data pasien.

d. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan.

e. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja dengan cara berkolaborasi.

C. Manfaat Ronde Keperawatan

1. Masalah pasien dapat teratasi.

2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi.

3. Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional.


4

4. Terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan.

5. Perawat dapat melaksanakan model keperawatan dengan tepat dan benar.

D. Kriteria Pasien

Pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah pasien yang memiliki

kriteria sebagai berikut:

1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan tindakan

keperawatan.

2. Pasien dengan kasus baru atau langka.

3. Pasien dengan penyakit kronis.

4. Pasien dengan komplikasi.

5. Pasien dengan penyakit akut.

E. Langkah-langkah Kegiatan Ronde keperawatan

1. Pra ronde

a. Menentukan kasus dan topik.

b. Menentukan tim ronde.

c. Mencari sumber atau literatur.

d. Membuat proposal.

e. Mempersiapkan pasien: informed consent dan pengkajian.

f. Diskusi: apa yang menjadi masalah, cross cek data yang ada, apa penyebab masalah.

2. Ronde

a. Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada masalah

keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau telah dilaksanakan

serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.

b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.

c. Pemberian justifikasi oleh perawat primer lain atau konselor atau kepala ruangan tentang

masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.

d. Menentukan tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan

ditetapkan.
5

3. Pasca ronde

a. Evaluasi pelaksanaan ronde

b. Revisi dan perbaikan

c. Simpulan dan rekomendasi solusi masalah

d. Aplikasi hasil analisis dan diskusi

F. Peran Masing-masing Anggota Tim

1. Peran Perawat Primer dan Perawat Associate

a. Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien.

b. Menjelaskan diagnosis keperawatan.

c. Menjelaskan intervensi yang sudah dilakukan.

d. Menjelaskan hasil yang didapat.

e. Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang dilakukan.

2. Peran Perawat Konselor

a. Memberikan justifikasi.

b. Memberikan reinforcement.

c. Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasional

tindakan.

d. Mengarahkan dan koreksi.

e. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari


6

G. Alur pelaksanaan ronde keperawatan

Katim
Tahap Pra

Penetapan Pasien

Persiapan Pasien:
- Informed consent
- Hasil pengkajian / validasi
data
- Apa diagnosa
keperawatan ?
- Apa data yang
mendukung ?
Penyajian Masalah - Bagaimana intervensi
Tahap Pelaksanaan
di Nurse Station yang sudah dilakukan?
- Apa hambatan yang
ditemukan?

Validasi Data

Diskusi Ka Tim
Tahap Pelaksanaan Konselor, KARU
di Kamar Pasien

Lanjutan – Diskusi
di Nurse Station

Kesimpulan dan
Rekomendasi Solusi
Masalah
Pasca Ronde
7

H. Kriteria Evaluasi

1. Struktur

a. Pelaksanaan ronde dilakukan di ruangan.

b. Tim ronde keperawatan hadir di tempat pelaksanaan ronde keperawatan.

c. Persiapan yang dilakukan sebelumnya.

2. Proses

a. Seluruh anggota tim ronde keperawatan mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.

b. Seluruh anggota tim ronde keperawatan berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran

yang telah ditentukan.

3. Hasil

a. Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan.

b. Masalah pasien dapat teratasi.

c. Perawat dapat :

1) Menumbuhkan cara berfikir yang kritis.

2) Meningkatkan cara berfikir yang sistematis.

3) Meningkatkan kemampuan validasi data pasien.

4) Meningkatkan kemampuan menentukan dan memodifikasi diagnosis keperawatan.

5) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada masalah

pasien.
8

A. Definisi Diabetes Mellitus


Dibetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang di tandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002 dalam
padila, 2012).
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya terus
mengalami peningkatan didunia, baik pada negara maju ataupun negara sedang berkembang,
sehingga di katakan bahwa diabetes mellitus sudah menjadi masalah kesehatan atau penyakit
global pada masyarakat (Suiraoka, 2012).
Kesimpulan Diabetes Mellitus yaitu suatu kelainan pada seseorang yang di tandai
dengan naiknya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemi) yang diakibatkan karena
kekurangan insulin.
B. Faktor-fator Diabetes Mellitus
Menurut Sudoyo (2006), faktor-faktor risiko terjadinya Diabetes Mellitus antara lain:
1. Faktok Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus tipe 2, akan mempunyai peluang
menderita Diabetes Mellitus sebesar 15% dan risiko mengalami intoleransi glukosa
yaitu ketidak mampuan dalam memetabolisme karbohidrat secara normal sebesar 30%
(LeMone & Burke, 2008). Faktor genetik dapat langsung mempengaruhi sel beta dan
mengubah kemampuan untuk mengenali dan menyebarkan rangsang sekretoris insulin.
Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu tersebut terhadap faktor-faktor
lingkungan yang dapat mengubah intregitas dan fungsi sel beta pankreas. Secara genetik
risiko Diabetes Mellitus tipe 2 meningkat pada saudara kembar monozigotik seorang
Diabetes Mellitus tipe 2, ibu dari neonatus yang beratnya lebih dari 4 kg, individu
dengan gen obesitas, ras atau etnis tertentu yang mempunyai insiden tinggi terhadap
Diabetes Mellitus (Price & Wilson, 2002).
2. Obesitas
Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan ≥ 20% dari berat ideal atau
BMI (Body Mass Index) ≥ 27 kg/m2. Kegemukan menyebabkan berkurangnya jumlah
reseptor insulin yang dapat bekerja didalam sel pada otot skeletal dan jaringan lemak.
Hal ini dinamakan resistensi insulin perifer. Kegemukan juga merusak kemampuan sel
beta untuk melepaskan insulin saat terjadi peningkatan glukosa darah (Smeltzer, et al,
2008). Soegondo (2007) menyatakan obesitas menyebabkan respons sel beta pankreas
terhadap peningkatan glukosa darah berkurang. Selain itu reseptor insulin pada sel
diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan keaktifannya (Kurang sensitif).
Lebih lanjut Storlien dkk dalam Ilyas (2007). Menyatakan masih sulit menjelaskan
dasar biokimia terjadinya resistensi insulin, namun penelitian memusatkan pada dua hal
yang saling berkaitan dan merupakan variabel utama yang terdapat dalam otot rangka,
9

yaitu komposisi asam lemak dari struktur lipid membran otot dan proporsi relatif serat
otot utama.
1. Komposisi asam lemak dari struktur lipid membran otot
Keaktifan insulin sangat dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dalam
fosfolipid membran. Makin jenuh asam lemak lipid membran, sensitifitas insulin
semakin kurangdan semakin tidak jenuh asam lemak lipid membran maka keaktifan
insulin semakin baik. Storlien dkk dalam Ilyas (2007) menyatakan makin jenuh
asam lemak fosfolipid membran jaringan, laju metabolisme makin rendah dan ini
merupaka predisposisi bagi penimbunan lemak”. Sehingga semakin obesitas
seseorang maka semakin jenuh lemak membran ototnya yang selanjutnya
menyebabkan terjadinya kondisi resistensi insulin.
2. Proporsi relatif serat otot utama
Keaktifan insulindipengaruhi oleh tipe serat dari otot. Serat otot tipe I (slow-
twitch oxidative) dan tipe 2A (fast-twitch oxidative/ glycolytic) lebih sensitif
terhadap insulin dibandingkan serat otot tipe 2B (fast-twitch/ glycolytic). Lilioja
dkk dalam Ilyas (2007) menjelaskan “Resistensi insulin dan obesitas berkaitan erat
dengan berkurangnya prosentase relatif tipe I dan sebaliknya prosentase relatif tipe
2B meningkat. Dari penelitian ini didapatkan bahwa ada korelasi komposisi asam
lemak otot dan tipe serat otot”. Prosentase serat tipe I yang menurun
mengakibatkan turunya oksidasi lemak kronis, yang menyebabkan penimbunan
lemak tubuh, meningkatkan kejenuhan asam lemak lipiid membran sehingga terjadi
obesitas dan resistensi insulin (Ilyas dalam Soegondo,2007). Kegemukan
diakibatkan adanya dengan beberapa faktor, yaitu antara lain: perubahan gaya
hidup dari tradisional ke gaya hidup barat, makan yang berlebihan, hidup santai dan
kurang gerak badan (Soegondo, Soewondo & Subekti, 2009).
3. Usia
Faktor usia yang risiko memderita Diabetes Mellitus tipe 2 adalah usia diatas 30
tahun, hal ini karena adanya perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Perubahan
dimulai dari tingkat sel, kemudian berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada
tingkat organ yang dapat mempengaruhi homeostasis. Setelah seseorang mencapai umur
30 tahun, maka kadar glukosa darah naik 1-2 mg% tiap tahun saat puasa dan akan naik
6-13% pada dua jam setelah makan, berdasarkan hal tersebut bahwa umur merupakan
faktor utama terjadinyakenaikan relevansi diabetes serta gangguan toleransi glukosa
(Sudoyo, et al. 2009). Menurut ketua Indonesian Diabetes Association, Soegondo,
menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus tipe 2 biasanya ditemukan pada orang dewasa
usia 40 tahun ke atas, akan tetapi pada tahun 2009 diketemukan penderita Diabetes
Mellitus termuda pada usia 20 tahun. Upaya terbaik yanh harus dilakukan adalah
pencegahan dengan mendiagnosis prediabetes sejak dini.
4. Tekanan Darah
10

Seseorang yang beresiko menderita Diabetes Mellitus adalah yang mempunyai


tekanan darah tinggi (Hipertensi) yaitu tekanan darah ≥ 140/90mm/Hg. Pada umumnya
pada diabetes melitus menderita juga hipertensi. Hipertensi yang tidak dikelola dengan
baik akan mempercepat kerusakan pada ginjal dan kelianan kardiovaskuler. Sebaliknya
apabila tekanan darah dapat dikontrol maka akan memproteksi terhadap komplikasi
mikro dan makrovaskuler yang disertai pengelolaan hiperglikemia yang terkontrol.
Potogenesis hipertensi pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 sangat kompleks, banyak
faktor yang berpengaruh pada peningkatan tekanan darah. Pada Diabetes Mellitus faktor
tersebut adalah resistensi insulin, kadar gula darah plasma, obesitas selain faktor lain
pada sistem otoregulasi pengaturan tekanan darah (Sudoyo, 2006)
5. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan resistensi insulin pada Diabetes Mellitus
tipe 2 (Soegondo, Soewondo & Subekti, 2009). Menurut ketua Indonesian Diabetes
Association (Persadia), Soegondo bahwa Diabetes Mellitus tipe 2 selain faktor genetik,
juga bisa dipicu oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat,
seperti makan berlebihan (Berlemak dan kurang serat), kurang aktivitas fisik , stres.
Diabetes Mellitus tipe 2 sebenarnya dapat dikendalikan atau dicegah terjadinya melalui
gaya hidup sehat, seperti makanan sehat dan aktivitas fisik teratur.
Aktivitas fisik berdampak terhadap aksi insulin pada orang yang beresiko Diabetes
Mellitus. Suyono dalam Soegondo (2007) menjelaskan bahwa kurangnya aktivitas
merupakan salah satu faktor yang ikut berperan yang menyebabkan resistensi pada
Diabetes Mellitus tipe 2. Lebih lanjut Stevenso dan Lohman dalam Kriska (2007)
menyatakan individu yang aktif memiliki insulin dan profil glukosa yang lebih baik
dari pada individu yang tidak aktif. Mekanisme aktivitas fisik dalam mencegah atau
menghambat perkembangan Diabetes Mellitus tipe 2 yaitu: 1) Penurunan resisteni
insulin/ peningkatan sensitifitas insulin; 2) Peningkatan toleransi glukosa; 3) Penurunan
lemak adipossa tubuh secara menyeluruh; 4) Pengurangan lemak sentral; 5) Perubahan
jaringan otot (Kriska,2007).
6. Kadar Kolesterol
Kadar HDL Kolesterol ≤35 mg/Dl (0,09 mmol/L) dan atau kadar trigliserida ≥259
mg/dl (2,8 mmol/L)(Sudoyo, 2009). Kadar abnormal lipid darah erat kaitannya dengan
obesitas dan Diabetes Mellitus tipe 2. Kurang lebih 38% pasien dengan BMI 27 adalah
penderita hiperkolesterolemia. Pada kondisi ini, perbandingan antara HDL (High
Density Lipoprotein) dengan LDL (Low Density Lipoprotein) cenderung menurun
(dimana kadar trigliseridasecara umum meningkat) sehingga memperbesar risiko
atherogenesis. Salah satu mekanisme yang diduga menjadi predisposisi diabetes tipe 2
adalah terjadinya pelepasan asam-asam lemak bebas secara cepat yang berasal dari
suatu lemak visceral yang membesar. Prose ini menerangkan terjadinya sirkulasi tingkat
tinggi dari asam-asam lemak bebas di hati, sehingga kemampuan hati untuk mengikat
11

dan mengekstrak insulin dari darah menjadi berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan
hiperinsulinemia. Akibat lainnya adalah peningkatan glukoneogenesis dimana glukosa
darah meningkat. Efek kedua dari peningkatan asam-asam lemak bebas adalah
menghambat pengambilan glukosa oleh sel otot. Dengan demikian, walaupun kadar
insulin meningkat, namun glukosa darah tetap abnormal tinggi. Hal ini menerangkan
suatu resistensi fisiologis terhadap insulin seperti yang terdapat pada diabetes tipe 2
(Johanis, 2000).
7. Stres
Selye (1976, dalam Potter & Perry, 2005) mengatakan stres adalah segala situasi
dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan individu untuk berespon atau melakukan
tindakan. Respon ini sangat individual (Kozier, et al, 1995), karena individu mempunyai
sifat yang multidimensi (Crisp, 2001). Stres muncul ketika ada ketidakcocokan antara
tuntutan yang dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki. Diabetesi yang mengalami
stres dapat merubah pola makan, latihan, penggunaan obat yang biasanya dipatuhi dan
hal ini menyebabkan terjadinya hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2002). Stres memicu
reaksi biokimia tubuh melalui 2 jalur, yaitu neural dan neuroendorin. Reaksi pertama
respon stres yaitu sekresi sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang
menyebabkan peningkatan frekuensi jantung. Kondisi menyebabkan glukosa darah
meningkat guna sumber energi untuk perfusi. Bila stres menetap akan melibatkan
hipotalamus-pituitari. Hipotalamus mensekresi corticotropin-releasing faktor, yang
menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi glukokotikoid, terutama kortisol.
Peningkatan kortisol memepengaruhi peningkatan glukosa darah melalui
glukoneogenesis, katabolisme protein dan lemak (Guyton, 1996;Smeltzer & Bare,
2002). Selain itu kortisol juga dapat menginhibisi ambilan glukosa oleh sel tubuh
(Individual Welbeing Diagnostic Laboratories, 2008).
Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan individu
berespon atau melakukan tindakan stres (Selye, 1976 dalam Perry & Potter, 1997). Stres
dapar merubah pola makan, latihan, dan penggunaan obat yang biasanya dipatuhi. Stres
dapat menyebabkan hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2008). Stres memicu terjadinya
reaksi biokimia melalui sistem neural dan neuroendokrin. Reaksi pertama dari respon
stres adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis-
adrenal-medural, dan bila stres menetap maka sistem hipotalamus-pituitari akan
diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropin-releasing factor, yang menstimulasi
pituitasi anterior memproduksi adenocorticotropichormone (ACTH). ACTH
menstimulasi prodksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa
darah (Guyton & Hall, 1996; Smeltzer & Bare, 2008).
8. Riwayat diabetes gestasional
Wanita yang mempunyai riwayat diabetes gestasional atau melahirkan bayi dengan
berat badan lebih dari 4 kg mempunyai risiko untuk menderita Diabetes Mellitus tipe 2.
12

Diabetes Mellitus tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan euglikemia
(kadar glukosa darah normal). Faktor resiko Diabetes Mellitus gestasional adalah
riwayat keluarga, obesitas dan glikosuria. DM tipe ini dijumpai pada 2-5% populasi ibu
hamil. Biasanya gula darah akan kembali normal setelah melahirkan, namun resiko ibu
untuk mendapatkan Diabetes Mellitus tipe II di kemudian hari cukup besar (Smeltzer, et
al, 2008).
C. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurun (Dr Hasdianah, 2012) yaitu :
1. Diabetes Mellitus Tipe I
(Insulin Dependent Diabetes Mellitus, IDDM) adalah Diabetes yang terjadi karena
berkurangnya rasiko insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupu
orang dewasa. Samapi saat ini IDDM tidak dapat di cegah dan tidak dapat di
sembuhkan, bahkan dengan diet maupun dengan olahraga. Kebanyakan penderita
Diabetes Tipe I memiliki kesehatan dan berat padan yang baik saat penyakit ini mulai di
deritanya.
2. Diabetes Tipe II
Diabetes Mellitus Tipe II (Non- insulin dependen Diabetes Mellitus.NIDDM)
merupakan Tipe Diabetes Mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasiko insulin di
dalam sirkulasi darah, melainakan merupan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh
mutasi pada banyak gen termasuk yang mengekspresikan fungsi sel β, gangguan sekresi
insulin, resistensi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan
kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan terutama pada hati menjadi
kurang peka terhadap insulin serta RBP 4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot
lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.
3. Diabetes Mellitus gestasional
Merupakan Diabetes Mellitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah
melahirkan, engan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan
patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin dan ibu, dan sekitar 20 -
50 % ari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat dan
menghilang setelah melahirkan. GDM dapat di sembuhkan, namun memerlukan
pengawasan medis yang cermat masa kehamilan.
D. Etiologi
Etiologi Dibetes Mellitus menurut Elizabeth J dan Corwin ( 2009) yaitu :
1. Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes Mellitus Tipe I diperkirakan terjadi akibat distruksi autoimun sel-sel beta
pulau langerhans. Individu yang memiliki kecenderungan genetik penyakit ini
tampaknya menerima faktor pemicu dari lingkungan yang meinisiasi proses auto imun
sebagai contoh faktor pencetus yang mungkin antara lain infeksi virus seperti
13

gondongan (mamps), rubela atau sitomegaloh virus (CMV) kronis. Pajanan terhadap
obat atau toksin tertentu juga diduga dapat memicu serangan outoimun. Karena proses
penyakit Diabetes Tipe I Terjadi dalam beberapa tahun, sering kali todak ada faktor
pencetus yang pasti. Pada saat diagnosa Diabetes Tipe I di tegakkan, ditemukan anti
bodi terdapat pulau langerhans pada sebagian besar pasien.
Mengapa individu membentuk antibodi terhadap sel-sel langerhans sebagai respons
terhadap faktor pencetus tidak diketahui. Salah satu mekanisme yang kemungkinan
adalah terdapat agens lingkungan yang secara antigenis mengubah sel-sel pankreas
sehingga menstimulasi pembentukan autoantibodi. Kemungkinan lain para individu
yang mengidap Diabetes Tipe I memiliki kesamaan anti gen antara sel-sel beta pankreas
mereka dan mikroorganisme atau obat tertentu. Sewaktu berespons terhadap virus atau
obat, sistem imun mungkin gagal mengenali bahwa sel pankreas adalah " diri ", meraka
sendiri.
2. Diabetes Mellitus Tipe II
Untuk kebanyakan individu, Diabetes Mellitus Tipe II tampaknya berkaitan dengan
kegemukan. Selain itu, kecenderungan pengaruh genetik, yang menentukan
kemungkinan individu mengidap penyakit ini, cukup kuat. Memperkirakan bahwa
terdapat sifat genetik yang belum terientifikasi yang menyebabkan pankreas
mengeluarkan insulin yang berbeda, atau menyebabkan reseptor insulin atau perantara
kedua tidak dapat berespons secara adekuat terhadap insulin. Terdapat kemungkinan
lain bahwa kaitan rangkai genetik antara yang dihubungkan dengan kegemukan dan
rangsangan berkepanjangan reseptor-reseptor insulin. Rangsangan berkepanjangan atau
reseptor-reseptor tersebut dapat menyebabkan penurunan jumplah reseptor insulin yang
terapat di sel tubuh. Penurunan ini disebut downregulation . mungkin pula bahawa
individu yang menderita Diabetes Tipe 2 menghasilkan autoantibodi insulin yang
berikatan dengan reseptor insulin, menghambat akses insulin kereseptor, tetapi tidak
merangsang aktivitas pembawa karier. Penelitian lain menduga bahwa defisit hormon
leptin, akibat kekurangan gen penghasil leptin atau tidak berfungsi, mungkin
bertanggung jawab untuk Diabetes Mellitus Tipe II pada beberapa individu. Tanpa gen
leptin, yang sering disebut gen obesitas pada hewan, mungkin termasuk manusia, gagal
berespon terhadap tanda kenyang, dan itulah mengapa menjadi gemuk dan
menyebabkan insensitivitas insulin.
Meskipun obesitas merupakan resiko utama untuk Diabetes Mellitus Tipe II, ada
beberapa individu yang mengidap Diabetes Mellitus Tipe II diusia muda dan individu
yang kurus atau dengan berat badan normal salah satu contoh tipe penyakit ini adalah
MODY (maturity- onset Diabetes of the young), suatu kondisi yang dihubungkan
dengan defek genetik pada sel beta pankreas yang tidak mampu menghasilkan insulin.
Pada keadaan seperti ini dan beberapa kondisi lainnya, berkaitan erat dengan rangkai
genetik suatu sifat yang di wariskan.
14

3. Dibetes Gestasional
Penyebab Dibetes gestasional dianggap berkaiatan dengan peningkatan kebutuhan
energi dan kadar ekstrogen serta hormon pertumbuhan yang terus menerus tinggi
selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan ekstrogen menstimulasi pelepasan insulin
yang berlebihan yang mengakibatkan penurunan responsivitas seluler. Hormon
pertumbuhan yang memiliki beberapa efek anti insulin misalnya sebagai contoh
perangsangan glikogenolisis (Menguraian glikogen) dan stimulasi jaringan lemak
adiposa. Adinonektin, derivat protein plasma dari jarinag adiposa, berperan penting
dalam pengaturan konsentrasi insulin terdapat perubahan metabolisme glukosa dan
hiperglikemia yang terlihat pada Diabetes Gestasional. Semua faktor ini mungkin
berperan menyebabkan hiperglikemia pada Diabetes gestasional. Wanita yang
mengidap Diabetes gestasional mungkin sudah memiliki gangguan subklinis
pengendalian glukosa bahkan sebelum Diabetesnya muncul.
E. Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari Diabetes Mellitus dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut : berkurangnya pemakaian glukosa
oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200
mg/dl. Peningkatan mobilitas lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjainya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endepan kolestrol pada dinding
pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami efisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa darah plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia
yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (Konsentrasi glukosa darah sebesar 160-
180 mg/ 100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosa ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya
poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urune maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun
serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi
sehingga pasien cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnyapenggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis
dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren pasien-pasien
yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa yang normal,
atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat, jika hiperglikemianya parah dan melebihi
ambang ginjal, maka timbul glukosaria. Glukosaria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang meningkatkan mengeluaran kemih (Poliuria) harus testimulasi, akibatnya pasti pasien
akan minum dalam jumplah banyak karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien
mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang
15

semakin besar (Polifagia) timbul sebagai akibat kehilangan kalori (Price, 2006 dalam
Wijaya, 2013).
F. Manifestasi Klinis
Tabel : Manisfestasi Diabetes Mellitus Menurut (Wijaya,2013) yaitu:
No Gejala DM Tipe I DM Tipe II
1. Polyuria ++ +
2. Polydipsia ++ +
3. Polyphagia ++ +
4. Kehilangan BB ++ -
5. Pruritus + ++
6. Infeksi kulit + ++
7. Vaginitis + ++
8. Ketonuria ++ -
9. Lemah, lelah dan ++ +
pusing
Adanya penyakit Diabetes ini pada awalnya sering kali tidak dirasakan dan tidak
disadari oleh penderita, beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapatkan perhatian
adalah :

1. Keluhan klasik
a. Banyak kencing (Poliuria)
Karna sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing. Kencing yang sering dan dalam jumplah yang banyak akan sangat
menganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
b. Banyak minum (Polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita karena banayaknya cairan yang keluar
melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikiranya rasa haus
ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk mrnghilangkan rasa haus
itu penderita banayak minum.
c. Banyak makan (Polipagia)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita Diabetes Mellitus
karena pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga timbul rasa lapar
yang sangat besar. Untuk menghilangkan rasa lapar itu penderita banayak makan.
d. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat harus menimbulkan
kecurigaan rasa lemah yang hebat yang menyebabkan penurunan prestasi dan
16

lapangan olahraga yang mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak
dapat masuk dalam sel, singga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan
tenaganya. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari
cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jarinagan
lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
2. Keluhan lain
a. Gangguan saraf tepi atau kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki diwaktu malam
hari, sehingga mengganggu tidur.
b. Gangguan penglihatan
Pada fase awal Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong
penderita untuk menganti kacamatanya berulangkali agar dapat melihat dengan
baik.
c. Gatal atau bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi didaerah kemaluan dan daerah lipatan
kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul
dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul karna akibat hal yang
sepele seperti luka lecet karna sepatu atau tertusuk peniti.
d. Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah, tersembunyi karna sering tidak secara terus
terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan buaya masyarakat yang
masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan
atau kejantanan seseorang.
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan
kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Menurut putri dan wijaya (2013) menyebutkan bahwa pengobatan farmakologis dapat
menggunkan obat-obatan sebagai berikut :
a. Obat hiperglikemik oral Oral Hypoglikemik Agent (OH )
Efektif pada Diabetes Mellitus tipe 2, jika manajemen nutrisi dan latihan
b. Sulfoniluria : obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara: Menstimulasi
penglepasan insulin yang tersimpan Menurunkan ambang sekresi insulin
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
c. Biguanid : menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di normal.
1) Inhibitor α glukosidase : menghambat kerja enzim α glukosidase di dalam
saluran cerna sehingga mrnurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia pasca prandial.
17

2) Insulin sensiting agent : Thoazahdine diones meningkat sensitivitas insulin,


sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia, terapi obat ini belum beredar di indonesia.
d. Insulin
Gangguan insulin :
1) Diabetes mellitus dengan berat badan menurun dengan cepat.
2) Ketoasidosis asidosis laktat dengan koma hiperosmolar.
3) Diabetes mellitus yang mengalami setres berat (infeksi iskemik,oprasi barat
dll).
4) Diabetes mellitus dengan kehamilan atau diabetes mellitus gastasional yang
tidak terkendali dalam pola makan.
5) Diabetes mellitus tidak berhasil di kelola dengan obat hipoglikemia oral
dengan dosis maksimal (kontradiksi dengan obat tersebut) insulin oral suntikan
dimulai dari dosis rendah, lalu di naikkan perlahan, sedikit demisedikit sesuai
dengan hasil, pemeriksaan gula darah pasien.
2. Non farmakologis :
Menurut Ambar Wati (2012) menyatakan bahwa pengobatan non farmakologis dapat
menggunakan terapi sebagai berikut :
a. Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:
1) Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
kadar normal.
2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar optimal.
3) Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4) Meningkatkan kualitas hidup.
Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang
terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang optimal
dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian
utamanya pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai
dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah dibuktikan
dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap
stimulus glukosa.
b. Latihan Jasmani / Olah raga
Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan
secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa contoh
olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan
18

lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah. Latihan dengan cara
melawan tahanan dapat menambah laju metabolisme istirat, dapat menurunkan
berat badan, stres dan menyegarkan tubuh. Latihan menghindari kemungkinan
trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yanga sangat
panas atau dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk. Gunakan alas kaki
yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan (putri dan
wijaya,2013).
c. Pemantauan
Pemantauan Kadar glukosa darah secara mandiri.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses yang akan menghasilkan perubahan
perilaku seseorang yang berbentuk peningkatan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor (Notoatmojo, 2003).
e. Pengobatan herbal
1) Jus Alpukat
Jus alpukat berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah pada
penderita diabetes mellitus tipe II. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor
yang ada dalam buah alpukat itu sendiri. Kandungan 48% lemak jenuh yang
ada dalam alpukat berdampak pada menurunnya respon glukosa darah pasien
dibandingkan dengan mengonsumsi makan tinggi karbohidrat (Utami Annisa
dan Harmilah,2012).
2) Jus Buah Naga
Jus buah naga mengandung antioksidan yang bermanfaat dalam menjaga
elastisitas pembulih darah. Berbagai penelitian menunjukkan buah naga
mampu meningkatkan metabolisme tubuh dan mencegah peningkatan glukosa
darah (Wardani,dkk.2014).
3) Rebusan Daun Insulin
Rebusan daun insuli mengandung flavonoid, alkaloid, dan tanin. Tanin
memiliki aktivitas hipoglikemik dengan meningkatkan glikogenesis
(Dalimartha.2015)
4) Teh rosella
Teh rosella diketahui mampu mambantu mengurangi kekentalan darah
(menurunkan kadar glukosa darah) dan melancarkan peredaran darah. Hal ini
dilihat dengan adanya kandungan flavonoid berberan sebagai antioksidan yang
mampu menetralkan radikal bebes yang menyebakan kerusakan sel beta
pankreas yang memproduksi insulin, sehingga meningkatkan kembali
sensitifitas kerja insulin (Kustyawati 2008 dalam Husna Elfira dan Fauzi
Ashra. 2015).
19

H. Komplikasi Diabetes Mellitus


Menurut Black & Hawks (2005); Smeltzer, et al (2008) mengklasifikasikan komplikasi
Diabetes Mellitus menjadi 2 kelompok besar, yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis :
1. Akut
Terjadi akibat ketidak seimbnagan akut kadar glukosa darah, yaitu: hiperglikemia,
diabetik ketosidosis dan hiperglikemia hiperosmolar non ketosis (Black & Hawks,
2005). Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah normal.
Hipoglikemia merupakan komplikasi akut Diabetes Mellitus yang dapat terjadi secara
berulang dan dapat memperberat penyakit diabetes bahkan menyebabkan kematian
(Cyer, 2005). Hipoglikemia diabetik (Insulin reaction) terjadi karena peningkatan
insulin dalam darah dan penurunan kadar glukosa darah yang diakibatkan oleh terapi
insulin yang tidak adekuat (Tomky, 2005).
Resiko hipoglikemia terjadi akibat ketidak mampuan terapi saat ini, dimana
pemberian insulin masih belum sepenuhnya dapat menirukan (Mimicking) pada sekresi
insulin yang fisiologis (Sudoyo, et al. 2006). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada
pasien diabetes tipe 1 dari pada tipe 2, namun dapat juga terjadi pada pasien diabetes
tipe 2 yang mendapatkan terapi insulin, dan merupakan faktor penghambat utama dalam
penanganan Diabetes Mellitus (Gabriely & shamoon, 2004).
Faktor utama hipoglikemia yang menjadi fokus pengelolaan Diabetes Mellitus
adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa secra terus menerus.
Gangguan asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan
fungsi sistem saraf pusat, dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma (Sudoyo,
et al. 2006). Hipoglikemia sering di definisikan sesuai dengan gambaran klinisnya dan
diklasifikasikan berdasarkan Trid Whipple, yaitu :
a. Keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah.
b. Kadar glukosa darah yang rendah (< 3 mmol / L hipoglikemia pada diabetes).
c. Hilangnya secara cepat keluhan sesudah kelainan biokimiawi dikoreksi.
Berdasarkan kriteria diatas, hipoglikemia diabetik dibagi sebagai berikut:
a. Hipoglikemia ringan: simptomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan
aktivitas sehari-hari yang nyata.
b. Hipoglikemia sedang: simpatik dapat diatasi sendiri, dan menimbulkan gangguan
aktivitas sehari-hari yang nyata.
c. Hipoglikemia berat: sering (tidak selalu) tidak simptomatik, karena gangguan
kognitif, pasien tidak mampu mengatasi sendiri :
1) Membutuhkan bantuan orang lain tetapi tidak membutuhkan terapi
parenteral.
2) Memerlukan terapi paranteral
3) Disetai koma atau kejang.
20

2. Kronis
Komplikasi kronis terjaadi dari komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan
neuropatik
a. Komplikasi Makrovaskuler
Komplikasi ini diakibatkan karena perubahan ukuran diameter pembuluh darah.
Pembuluh darah akan menebal, sklerosis dan timbul sumbatan (occlusion) akibat
plaque yang menempel. Komplikasi makrovaskular yang paling sering terjadi
adalah : penyakit arteri vaskular perifer Smeltzer, et al (2008).
b. Komplikasi Vaskuler
Perubahan makrovaskuler melibatkan kelainan struktur dalam membran pembuluh
darah kecil dan kapiler. Kelainan pada pembuluh darah ini menyebabkan dinding
pembuluh darah menebal, dan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Komplikasi mikrovaskular terjsdi diretina yang menyebabkan retinopati diac=betic.
( Sudoyo, et al 2006 ).
c. Komplikasi Neuropatik
Neuropatik diabetik merupakan sindroma penyakit yang mempengaruhi semua
jenis saraf, yaitu saraf perfer, otonom dan spinal (Sudoyo, et al 2006). Komplikasi
neuropati perifer dan otonom menimbulkan permasalahan di kaki, yaitu berupa
ulkus kaki dibetik, pada umumnya tidak terjadi dalam 5-10 tahun pertama setelah
didiagnosis, tetapi tanda-tanda komplikasi mungkin ditemukan pada saat mulai
terdiagnosis Diabes Mellitus tipe 2 karena Diabetes Mellitus yang dialami pasien
tidak terdiagnosis selama beberapa tahun (Smeltzer, et al 2008).
Masalah kaki juga merupakan masalah yang umum pada pasien dengan
Diabetes dan hal ini menjadi cukup berat akibat adanya ulkis serta infeksi, bshkan
akhirnya dapat menyebabkan amputasi. Permasalahan pada kaki telah dilaporkan
sebagai alasan perlu masuk ke rumah sakit (Porth,2007). Menurut WHO lesi - lesi
yang sering disebabkan ulsererasi kronis dan amputasi disebut dengan istileah kaki
diabetik, lesi ini digambarkan sebagai infeksi, ulserasi dan jaringan yang lebih
dalam yang berkaitan dengan gangguan neurologis dan vaskular pada tungkai
(Arisman, 2000 dalam Damayanti, 2015).
Penyebab terjadinya ulkus diabetik bersifat multifaktorial, yang dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu akibat perubahan patofisiologi,
deformitas anatomi dan faktor lingkungan. Perubahan patofisiologi menyebabkan
neuropati perifer. Penyakit vaskular dan penurunan sistem imunitas.faktor
lingkungan terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu.
Benda tajam, dan lain sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya
ulkus ( Cahyono, 2007 ).
Faktor resiko terjadinya ulkus dan infeksi yaitu neuroosteoarthopathic,
insufisiensi vaskular, hiperglikemia dan gangguan metabolik lain, keterbatasan
21

pasien, perilaku maladaptifserta kegagalan pelayanan kesehatan. Adapun


mekanisme terjadinya ulkus diantaranya adalah akibat ketidak patuhan dalam
melakukan tindakan pencegahan, pemeriksaat kaki, serta kebersihan, kurang
melaksanakan pengobatan medis, aktivitas pasien yang tidak sesuai, kelebihan berat
badan serta penggunaan alas kaki yang tidak sesuai, serta kurangnya pendidikan
pasien, pengontrolan glukosa darah dan perawatan kaki (Frykberg 1998, dalam
Lipsky, et al. 2004).
Terjadinya ulkus diabetik diawali dengan adanya hiperglikemia pada pasien
diabetik. Hiperglikemia ini menyebabkan terjadinya neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Neuropati baik sensorik, motorik maupun autonomik yang
menimbulkan berbagai perubahan pada kulit ada otot. Kondisi ini selanjutnya
menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki yang akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan
luka mudah terinfeksi. Faktor aliran darah yang kurang akan menambah kesulitan
pengelolaan kaki diabetik (Sarwo, 2006 dalan Sudoyo, 2006).
Neuropatik perifer pada penyakit Diabetes Mellitus dapat menimbulkan
kerusakan pada serabut motorik, sensorik dan autonom, kerusakan serabut motorik
dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, clow
toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon archiles), bersama
dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut
sensoris akibat rusaknya serabut mielin menyebabkan penurunan sensasi nyeri
sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang
terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidriosis) dan
terbentuk fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut sensorik, motorik dan
autonom memudahkan terjadinya atropati charcot. Gangguan vaskular perifer baik
akibat makrovaskular (aterosklerosis) maupun gangguan mikrovaskular
menyebabkan terjadinya iskemia kaki, keadaan tersebut disamping sebagai
penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses proses penyembuhan (Cahyono,
2007).
I. Pencegahan Diabes Mellitus
Pencegahan Diabetes Mellitus menurut (Baradero, 2000 ) yaitu :
1. Pencegahan primer
Selain pengetahuan tentang faktor resiko, penyuluhan kesehatan yang lain dapat
juga membantu dalam pencegahan primer. penyuluhan kesehatan mengenai pola hidup
sehat, termasuk gerak badan dan pengendalian berat badan. Gerak badan, mulai dari
ringan samapai ke yang sedang selama 30 menit setiap hari dianjurkan, misalanya
berjalan, berenang, bersepeda, menari, dan berkebun. Berat badan dapat meningkatkan
sensitivitas insulin dan mengurangi faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular.
22

Dilaporkan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian orang


Diabetes Mellitus.
2. Pencegahan sekunder
Individu yang sudah diketahui berpenyakit Diabetes harus diberi kemudahan untuk
memperoleh penyuluhan kesehatan tentang penyakit Diabetes, dukungan diet, sistem
pendukung sosial, asuhan medis, dan asuhan keperawatan. Dengan demikian, deteksi
awal terhadap komplikasi dapat diketahui dan dapat diberikan tindakan yang tepat agar
perkembangan komplikasi dapat dicegah. Program untuk mendeteksi dan
mengendalikan hipertensi, perawatan mata, perawatan kaki, dan berhenti merokok
merupakan program pencegahan sekunder Diabetes Mellitus.
3. Pencegahan tersier
Komplikasi kronis dan akut sering sekali timbul, maka perawat perlu mengenal dan
terampil melakukan pencegahan tersier agar komplikasi dapat dikurangi.
23

BAB III

RENCANA KEGIATAN

1. Pelaksanaan

Topik : Asuhan Keperawatan pasien dengan Diagnosa Keperawatan Nyeri akut

berhubungan proses inflamasi luka gangren

Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien dengan Dibetes Mellitus

Hari/tanggal : Rabu, 12 februari 2018

Waktu : Pukul 11.00 WIB

Tempat : Ruang Mawar Putih RSUD Kab. Sidoarjo

Materi :

a. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Diagnosa Keperawatan

Nyeri akut berhubungan proses inflamasi luka gangren

b. Masalah-masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan

Diagnosa Keperawatan Nyeri akut berhubungan proses inflamasi

luka gangren

c. Intervensi Keperwatan pada pasien dengan Diagnosa Keperawatan

Nyeri akut berhubungan proses inflamasi luka gangren

d. Catatan perkembangan pada pasien dengan Diagnosa Keperawatan

Nyeri akut berhubungan proses inflamasi luka gangren

2. Pengorganisasian

Kepala Ruangan : Kurun Ngaini,S.Kep.

Moderator : dinasti Putri apri nur cahyani ,S.Kep.

Dokter :

Perawat Konseler :

Ka Tim 1 : Santi adityas K,S.Kep.

Anggota : M. Dani Ayubill L,S.Kep.

Pelaksana Tim : M Nur Karisudin.,S.Kep.

Supervisor : 1. Mailina Idvia,S.Kep,Ns.

2. Ners, Lexy Oktora Wilda,M.Kep


24

2. Metode

Metode yang dgunakan dalam ronde keperawatan adalah diskusi dan Bed side

teaching antar bidang profesi seperti perawat, perawat konselor dan dokter. Materi yang

diskusikan adalah masalah-masalah keprawatan maupun kolaboratif yang muncul pada

pasien.

3. Media

a. Materi disampaikan secara lisan

b. Dokumentasi Pasien (Rekam Medik)

c. Sarana diskusi :

1) Alat tulis

2) Kertas dan ballpoint

4. Mekanisme Kegiatan

TAHAP KEGIATAN TEMPAT PELAKSANAAN WAKTU

Pra Pra Ronde

Ronde 1) Menetapkan kasus Ruang Ka Tim Sehari

dan topik 2 hari Mawar sebelum

sebelum Putih pelaksanaan

pelaksanaan ronde. ronde

2) Menentukan tim

ronde

3) Menentukan

literatur

4) Membuat Proposal

5) Mempersiapkan

Pasien

Ronde 6) Informed consent Nurse Kepala Ruangan 15 menit

kepada keluarga Station

7) Diskusikan

pelaksanaan
25

Pembukaan dan

penyajian Data

1) Salam pembuka

2) Memperkenalkan

pasien dan tim

ronde dan Nurse Ka Tim

menjelaskan tujuan Station Ka Tim

kegiatan ronde Nurse Karu

serta Station

mempersilahkan

Ka Tim I

Menyampaikan

kasusnya

3) Menjelaskan

riwayat penyakit

4) Menjelaskan

masalah pasien dan

tindakan yang

telah dilaksanakan

5) Menyampaikan Bed Konselor,Karu,Ka 15 menit

evaluasi Pasien Tim

6) Menyampaikan

dasar Bed Pelaksanaan

pertimbangan Pasien Tim,Dokter

dilakukan ronde.

Validasi Data

1) Memberi salam

dan Bed Keluarga

memperkenalka Pasien Pasien


26

n tim ronde Karu

kepada klien

dan keluarga Konselor,karu, Ka

2) Memvalidasi Tim.

data yang telah

disampaikan Pelaksana Tim,

3) Memberi respon

dan menjawab Nurse Dokter

pertanyaan Station Keluarga

4) Karu membuka Pasien

dan memimpin Nurse

diskusi Station Karu

5) Diskusi antar Nurse

anggota tim Station

tentang masalah

keperawatan

Pasca tersebut

Ronde 6) Pemberian

justifikasi oleh 5 menit

Ka tim atau

konselor atau

kepala ruangan

tentang masalah

pasien serta Karu

rencana

tindakan yang

akan dilakukan. Nurse

Pasca Ronde Station

1) Menyimpulkan hasil
27

diskusi dan

merekomendasikan

solusi yang

dilakukan dalam

mengatasi masalah. Nurse

2) Reward dan Salam Station

Penutup

5. Kriteria Evaluasi

a. Struktur

1) Persiapan ronde

2) Koordinasi dengan pembimbing klinik dan akademik

3) Penyusunan proposal

4) Pengorganisasian peran

5) Menetapkan kasus

b. Proses

1) Kelancaran kegiatan

2) Peran serta perawat yang bertugas

c. Hasil

1) Informasi yang disampaikan dapat diterima dan dipahami oleh pasien dan

keluarga

2) Saran atau masukan dari berbagai bidang profesi dapat digunakan untuk

merumuskan tindakan keperawatan untuk menyelesaikan permasalahan

pasien.
SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN
RONDE KEPERAWATAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ..................................................................................
Umur : ..................................................................................
Alamat : ...................................................................................

Adalah suami/istri/orang tua/anak dari pasien :


Nama : ..................................................................................
Umur : ..................................................................................
Alamat : ..................................................................................
..................................................................................
Ruang : Mawar Putih RSUD Kab. Sidoarjo
No. RM : ...................................................................................
Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah :
Memberikan persetujuan dan telah mendapatkan penjelasan tentang
maksud dan tujuan dilakukannya Ronde Keperawatan. Demikianlah
persetujuan ini diberikan agar dipergunakan sebagaimana mestinya.

Sidoarjo, februari 2018


Perawat yang menerangkan Penanggung jawab

..............................................
..............................................

Saksi – saksi : Tanda tangan :


1. ............................. ...................................
2. ............................. ...................................
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, LJ. (2000). Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Klinik, edisi 6.

Jakarta: EGC.

Doenges M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999).

Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

EGC.

Junaidi P.(1982). Kapita selekta kedokteran,edisi I. Penerbit MediaAesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Nursalam, (2007). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik

Keperawatan Profesional, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Price SA, Wilson LM. (2002). Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2.

(Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.

Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta:

FKUI.

Anda mungkin juga menyukai