Anda di halaman 1dari 16

1.

Equaliasi Peredaran Usaha Sesuai SPT Badan dengan Peredaran Usaha Sesuai SPT
PPN

Rekonsiliasi / Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN
dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN dan/atau
PPnBM(kalau ada) ini penting karena akan berhubungan langsung dengan pengakuan
pendapatan perusahaan. Setiap bentuk Penjualan (atau istilah pajak disebut juga
Penyerahan) akan menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya
rekonsiliasi atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir tahunnya
menjadi perlu sekali karena terkait dengan pengakuan pendapatan di SPT Badan 1771
nantinya.

Pada umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan


menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN bisa
timbul karena dua kondisi.

1. Karena karakteristik transaksi ;dan


2. Karena Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.

Perbedaan-perbedaan nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan


dan SPT Masa PPN, yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :

1. Terdapat Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan


Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena
Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan, misalnya: penjualan aktiva tetap bekas
(Pasal 16D), pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
2. Terdapat perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan
dengan pembuatan Faktur Pajak.
Kurs valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat
asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing
dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam
praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs transaksi.

1
Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau sebulan,
menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
Sedangkan dalam membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan
mata uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat
pembuatan Faktur Pajak.
1. Pemberian Cash Discount
Pada umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli
dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah
disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount.
Cash Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam
Faktur Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount
tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada
omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
2. Adanya kesalahan tulis atau hitung
Perbedaan omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau
kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau pengisian SPT
Masa PPN.
Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap
bulannya, karena apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila
ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung diambil tindakan
antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut.

Untuk melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat mudah
dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian dikalikan 10%.
Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN keluarannya serta nilai pembelian dan
PPN masukannya, maka tinggal cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal
belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus segera dilakukan
pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya. Meskipun hal ini tetap menjadi
exposure (potensi kena denda). Namun apabila ditemukan faktur pajak masukan yang
belum dilaporkan sebagai PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan

2
SPM atau membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan
accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.

2 Ekualisasi Biaya – Biaya dalam Laporan Keuangan yang Berkaitan dengan PPh
Pot/Put dengan SPT PPH Pot/Put Pasal 21/26, 22, dan 23/26

SPT Tahunan PPh Badan


Walaupun pada hakikatnya semua pajak berasal dari penghasilan tetapi Pajak
Penghasilan atau Income Tax memiliki kekhasan tersendiri karena cara penghitungannya
sangat dekat dengan disiplin ilmu akuntansi. Di negara kita, standar akuntansi ditentukan
oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dan standar tersebut diakui sebagai praktek
akuntansi yang paling adil dan lazim digunakan didunia bisnis. Selain diakui oleh
institusi pengawas pasar modal (Bapepam), Standar Akuntansi Keuangan Indonesia juga
diakui oleh administrator pajak (Direktorat Jenderal Pajak). Artinya, laporan keuangan
yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik sangat berarti bagi SPT Tahunan PPh
Badan.
Tetapi adakalanya penghasilan di laporan keuangan berbeda dengan SPT Tahunan
PPh Badan. Tidak semua standar akuntansi dapat diterapkan untuk kepentingan pajak
penghasilan. Sebagai contoh, penghitungan persediaan barang dagangan, peraturan
perpajakan di Indonesia yang berlaku sekarang hanya membolehkan metode FIFO (first
in first out) dan metode rata-rata (average). Jika Wajib Pajak menggunakan metode
persesedian LIFO (last in first out) maka nilai persediaan Wajib Pajak harus dikoreksi.
Akan ada perbedaan pengakuan antara fiskal dan komersial.
Wajib Pajak seharusnya membuat equalisasi antara pos-pos di laporan keuangan
komersial dan angka-angka di SPT Tahunan PPh Badan. Setiap perpedaan angka antara
laporan keuangan dengan SPT Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak wajib kudu
mempersiapkan alasan-alasan yang rasional dan berdasar. Berdasar maksudnya, bahwa
perbedaan tersebut dikarenakan peraturan perpajakan yang berlaku, baik undang-undang,
peraturan pemerintah, keputusan menteri keuangan maupun keputusan direktur jenderal
pajak.

3
Mulainya harus dari angka-angka komersial, kemudian dikoreksi, baru angka-
angka yang disajikan di SPT. Cara membuat equalisasi SPT Tahunan PPh Badan
sebenarnya mirip dengan membuat Neraca Lajur. Jadi ada kolom untuk nama-nama
perkiraan, kolom rupiah menurut laporan keuangan komersian, kolom koreksi fiskal dan
kolom rupiah menurut fiskal. Angka-angka yang ada di kolom menurut fiskal adalah
angka-angka yang disajikan di SPT Tahunan PPh Badan. Ditambah lagi catatan
dibawahnya, peraturan mana yang menjadi dasar koreksi.
Keuntungan membuat equalisasi seperti diatas adalah kemudahan bagi Wajib
Pajak dan pemeriksa pajak. Mungkin beberapa tahun kemudian setelah SPT Tahunan PPh
Badan disampaikan ke kantor pelayanan pajak, baru nongol petugas pajak yang akan
memeriksa SPT Tahunan PPh Badan anda. Karena rentang waktu yang lama, kita sering
lupa apa yang telah kita kerjakan. Kita lupa, kenapa angka di SPT Tahunan PPh Badan
berbeda dengan laporang keuangan. Jika kita telah membuat equalisasi, maka kita tidak
akan lupa dan perbedaan-perbedaan tersebut akan mudah dijelaskan kepada pemeriksa
pajak. Wajib Pajak dapat menjelaskan perbedaan angka-angka tersebut disertai dengan
dasar hukum yang jelas. Sikap seperti ini tentu akan memberikan kesan kepada
pemeriksa pajak bahwa Wajib Pajak tersebut sudah taat aturan pajak. Ini kredit poin
untuk Wajib Pajak.

SPT PPh Pasal 21

Jika equalisasi SPT Tahunan PPh Badan bermula dari laporan keuangan
komersial, maka equalisasi SPT yang lain bermula dari SPT Tahunan PPh Badan. Pos-
pos biaya yang ada di Laporan Laba Rugi yang telah dituangkan didalam SPT Tahunan
PPh Badan harus disinkronkan dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21, SPT Masa PPh Pasal
23 dan 26. Sedangkan Pos pendapatan (baik pendapatan usaha maupun pendapatan lain-
lain) harus disinkronkan dengan SPT Masa PPN.
PPh Pasal 21 adalah withholding tax yang berkaitan dengan majikan dan buruh.
Majikan akan memotong pajak penghasilan milik buruh dan menyetorkannya ke kas
negara. Kemudian kewajiban penghitungan, pemotongan dan pembayaran pajak

4
penghasilan buruh selama satu tahun tersebut dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal
21.
Banyak Wajib Pajak yang mencampurkan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 21.
Padahal keduanya jenis pajak yang berbeda. Menurut Prof. R. Mansyuri, Phd yang
terlibat langsung dalam tax reform tahun 1985, bahwa Pasal 21 UU PPh dimaksudkan
sebagai prosedur pelunasan pajak atas penghasilan yang diperoleh “seseorang” karena
bekerja. Syaratnya : ada majikan dan buruh, hubungan keduanya tidak setara. Majikan
tentu lebih tinggi daripada buruh. Majikan dalam posisi memberi perintah dan buruh
dalam posisi yang diperintah. Karena klasifikasikan begitu, maka pembayaran kepada
konsultan profesional bukanlah objek PPh Pasal 21 karena tidak ada majikan – buruh dan
posisinya setara.
Kalau kita sudah dapat membedakan mana objek PPh Pasal 21 dan mana objek
PPh Pasal 23, maka kita dapat menyusun SPT Tahunan PPh Pasal 21 dengan benar. SPT
Tahunan ini menjadi patokan bagi pemeriksa pajak, apakah Wajib Pajak telah melakukan
kewajiban perpajakan dengan benar. Kadang – kadang Wajib Pajak lupa memasukkan
upah buruh lepas dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21, padahal upah buruh tersebut telah
dipotong dan dilaporkan di SPT Masa PPh Pasal 21. Atau, Wajib Pajak lupa
memasukkan pesangon ke SPT Tahunan padalah di SPT Masa telah dilaporkan. Apa pun
yang telah dilaporkan di SPT Masa, hendaknya dijumlahkan dan dilaporkan kembali di
SPT Tahunan. Jika tidak, Wajib Pajak rugi sendiri.
SPT Tahunan PPh Pasal 21 berfungsi sebagai rekapitulasi dari semua objek-objek
PPh Pasal 21. Sedangkan SPT Masa PPh Pasal 21 seperti laporan keuangan interim,
dilihat dari teknis perhitungan pajak, hanya sementara. Tetapi sementara lebih baik
daripada tidak sama sekali. Seandainya tidak membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21, tetapi
taat melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21, maka SPT Masa tersebut tetap diakui dan
Wajib Pajak telah melaksanakan sebagian kewajibannya. Tidak percuma.
Agar lebih mudah kita mesti mencatat objek-objek PPh Pasal 21 kedalam
perkiraan-perkiraan tertentu. Tidak mencampur dengan pos, misalnya, pemeliharaan
kantor. Memang tergantung kebiasaan di perusahaan Wajib Pajak tersebut, tetapi
mencampur pengeluaran yang memang objek PPh Pasal 21 dengan bukan objek PPh
Pasal 21 akan menyulitkan menghitung dan melaporkannya dalam SPT Tahunan PPh

5
Pasal 21. Dengan tertib pencatatan, Wajib Pajak tidak akan direpotkan dikemudian hari,
baik saat membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21 maupun saat pemeriksaan pajak.
Angka-angka yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus dapat
dijelaskan bersumber dari perkiraan apa saja. Saat membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21
kita harus membuat equalisasi antara pos-pos biaya di Laporan Laba Rugi dengan SPT
Tahunan PPh Pasal 21. Equalisasi ini akan sangat bermanfaat! Setidaknya tidak akan
terjadi penghitungan ganda (double accounting) objek PPh Pasal 21. Penghitungan ganda
bisa dilakukan oleh Wajib Pajak saat membuat SPT Tahunan maupun pemeriksa pajak
yang tidak mengerti sumber angka di SPT Tahunan PPh Pasal 21. Pemeriksa menduga
objek PPh Pasal 21 belum dilaporkan di SPT Tahunan kemudian menghitung ulang
(koreksi positif). Jika terjadi penghitungan ganda seperti itu tentu merugikan Wajib Pajak
sendiri.

SPT PPh Pasal 23 dan Pasal 26


Seperti diuraikan diatas, perbedaan penting antara PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23
adalah kesetaraan. Jika hubungan antara pemberi penghasilan dengan penerima
penghasilan memiliki kesetaraan, bukan hubungan majikan dan buruh maka penghasilan
tersebut adalah objek PPh Pasal 23. Selain itu, objek PPh Pasal 23 hanya untuk jenis-jenis
penghasilan tertentu. Perhatikan kata-kata dalam Pasal 23 ayat (1) UU PPh berikut, “atas
penghasilan tersebut di bawah ini”. Tidak semua penghasilan menjadi objek PPh Pasal
23. Berikut adalah jenis-jenis penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23 dan
pengertiannya menurut versi penulis :
1. Dividen, penghasilan yang berkaitan dengan investasi atau penanaman modal;
1. Bunga, penghasilan yang berasal karena utang piutang;
2. Royalty, imbalan sehubungan dengan hak atas kekayaan intelektual;
3. Hadiah & penghargaan, kecuali ada hubungan majikan – buruh;
4. Sewa, imbalan atas penggunaan aktiva tetap;
5. Jasa teknik, jasa pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman
dibidang manufaktur, industri, perdagangan, manajemen atau ilmu pengetahuan;
6. Jasa manajemen, pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung (subjek)
dalam manajemen sehari-hari.

6
Jasa lain adalah jenis-jenis jasa yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
berdasarkan kuasa dari Pasal 23 ayat (2) UU PPh. Terhadap jasa lain dikenakan 15% dari
penghasilan neto yang ditetapkan oleh Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Tarif efektif
masing-masing jenis jasa berbeda.

Wajib Pajak seringkali mencampuradukkan pengertian jasa manajemen, jasa


teknik dan jasa konsultan berdasarkan pengertian awam. Jasa – jasa yang berkaitan
dengan manajemen disebut jasa manajemen. Kadang disebut jasa konsultan manajemen.
Padahal peraturan perpajakan membedakan jasa konsultan dan jasa manajemen!
Seandainya perusahaan diibaratkan dengan kendaraan, jasa manajemen itu adalah jasa
supir. Orang-orang yang disewa menjadi supir perusahaan. Bukan hanya memberikan
nasehat, teriak-teriak atau hanya memberikan teori-teori manajemen.

Begitu juga dengan jasa teknik, seringkali diasosiasikan dengan pekerjaan teknik.
Bukan hanya itu, Jasa teknik penekanannya pada pemberian informasi dan pengalaman.
Kadang mirip dengan royalti. Salah satu ciri yang membedakan jasa teknik dengan
royalti adalah pertanggungjawaban keberhasilan. Jasa teknik harus dibayar jika jasanya
telah dilaksanakan dan berhasil. Sedangkan penjual royalti kadang tidak peduli apakah
pembeli royalti berhasil dalam usahanya atau tidak. Ya, penjual royalti seperti penjual di
pasar tradisional, “barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”. Satu lagi ciri
yang membedakan jasa teknik dengan royalti adalah jual putus atau bagi hasil. Jasa teknik
selalu “jual putus” sedangkan royalti selalu minta bagian (sekian persen dari penjualan).

Pemahaman atas istilah-istilah tersebut, menurut pengertian perpajakan, akan


sangat bermanfaat bagi Wajib Pajak. Setidaknya ada dua manfaat yang diperoleh.
Pertama, benar menghitung pajak. Seandainya ada dua istilah dengan tarif yang berlainan
maka kesalahpahaman Wajib Pajak akan berakibat perhitungan pajak terutang salah. Bisa
lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya. Kedua, mungkin penghitungan ganda.
Ini jelas merugikan Wajib Pajak. Seandainya Wajib Pajak telah memotong PPh Pasal 23
atas jasa manajemen sebesar 4,5% tetapi ketika diperiksa oleh kantor pajak, diketahui
bahwa jasa tersebut bukan jasa manajemen tapi royalti yang tarifnya 15%, maka Wajib
Pajak harus membayar kembali PPh Pasal 23 atas royalti sebesar 15% dari jumlah bruto.
Kasus ini terjadi karena pemeriksa pajaknya berpendapatan bahwa Wajib Pajak baru

7
membayar PPh Pasal 23 atas jasa manajemen tetapi belum membayar PPh Pasal 23 atas
royalti.

Teknik equalisasi PPh Pasl 21, seperti yang diuraikan diatas, sama dengan PPh
Pasal 23 atau PPh Pasal 26. Hanya saja karena PPh Pasal 23 dan Pasal 26 tidak ada SPT
Tahunan maka Wajib Pajak tetap harus membuat rekapitulasi SPT Masa. Harus jelas
berapa pembayaran PPh Pasal 23 atas royalti, atas sewa, atas jasa teknik selama setahun.
Sekali lagi, total pembayaran selama setahun masing-masing tahun pajak dapat diperinci.
Kemudian sandingkan dengan biaya-biaya yang dilaporkan di Laporan Laba Rugi.

Pasal 26 UU PPh adalah withholding tax atas penghasilan yang diterima oleh
Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN). Hukum perpajakan mengharuskan adanya kesetaraan
antara Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dengan WPLN. Orang Inggris bilang
equal treatment. Jika kepada WPDN dikenakan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 maka
kepada WPLN dikenakan PPh Pasal 26. Contoh, pembayaran sewa kepada WPDN adalah
objek PPh Pasal 23 sedangkan kepada WPLN adalah objek PPh Pasal 26.

Tetapi harus diingat bahwa pembayaran PPh Pasal 23 dan pembayaran PPh Pasal
26 harus dipisah. Surat Setoran Pajak (SSP) untuk Pasal 23 dan Pasal 26 harus dipisah.
Selain itu, tahun pajaknya harus jelas! Penulisan tahun pajak di SSP harus dikaitkan
dengan saat terutang. Bukan saat pembayaran SSP. Bisa jadi kita, karena kesadaran
Wajib Pajak, membayar PPh Pasal 26 untuk tahun 2002 pada tahun 2004. Selama belum
ada pemeriksaan, boleh-boleh saja. Penghitungan sanksi bunga karena terlambat
pembayaran lebih baik diserahkan ke kantor pajak saja.

3. Pengertian dan Manfaat Manajemen Perpajakan


1. Pengertian Manajemen Perpajakan
Manajemen perpajakan adalah suatu strategi manajemen untuk
mengendalikan,merencanakan, dan mengorganisasikan aspek-aspek perpajakan dari sisi
yang dapatmenguntungkan nilai bisnis perusahaan dengan tetap melaksanakan kewajiban
perpajakansecara peraturan dan perundang-undangan. Sehingga dengan adanya
perencanaan pajak yang didukung suatu konsep manajeman pajak yang jelas,diharapkan
dapatmengoptimalkan tingkat likuiditas perusahaan.

8
Manajemen Pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar
tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh
laba dan likuiditas yang diharapkan. Manajemen pajak merupakan upaya dalam
melakukan penghematan pajak secara legal.

2. Manfaat manajemen perpajakan


Untuk melakukan kewajiban perpajakan dan usaha efisiensi untuk mencapai laba,
mengefisiensikan pembayaran pajak terhutang, melakukan pembayaran
pajak dengan tepat waktu, dan membuat data-data terbaru
untuk mengupdate peraturan perpajakan yang dapat dilakukan dengan cara :

1) Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini
dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar diseleksi jenis
tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan
pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Tujuan dari perencanaan pajak
adalah merekayasa agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan serendah mungkin
dengan memanfaatkan peraturan yang ada,dengan memaksimalkan penghasilan setelah
pajak karena pajak merupakan unsur pengurang. Tindakan tersebut legal karena
penghematan pajak dapat dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yangtidak diatur
(loopholes). Perencanaan Pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan Wajib Pajak,
karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang
tidak diatur( loopholes )Rencana pengelakan pajak dapat ditempuh sebagai berikut:

a. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian


danpotongan atau pengurangan yang diperkenankan
b. Mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk bentuk perusahaan yang tepat
untuk menghemat pembayaran pajak.
c. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat diatur secara
keseluruhan tarif pajak,potensi penghasilan,kerugian dan aktiva yang dapat dihapus.
d. Menyebarkan penghasilan menjadi pendapatan dari beberapa wajip pajak
e. Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun mencegah penghasilan tersebut
dalam kategori pendapatan yang tarifnya tinggi.

9
2) Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan. Apabila pada tahap perencanaan pajak
telah faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, Maka
langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun
material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah
memenuhiperaturan perpajakan yang berlaku.Manajemen pajak tidak dimaksud kan
untuk melanggar peraturan dan jika dalam pelaksanaanya menyimpang dari peraturan
yang berlaku, maka praktik tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.

3) Pengendalian Pajak. Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban


pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi
persyaratanformal maupun material.Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah
pemeriksaan pembayaran pajak. Oleh sebab itu,pengendalian dan pengaturan arus kas
sangat penting dalam strategi penghematan pajak, misalnya melakukan pembayaran pajak
pada saat terakhir tentu lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan membayar lebih
awal. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar
pajak lebih besar dari jumlah pajak terutang. Pengendalian Pajak (tax control).
Memastikan bahwa peraturan perpajakan telahdilaksanakan. yang terpenting
adalah pengecekan pembayaran pajak. Cara untuk mencapai tujuan manajemen pajak,
Memahami ketentuan peraturan perpajakan. Dengan mempelajari undang-
undang,keputusan dan edaran, kita dapat melihat celah-celah yangmenguntungkan untuk
melakukan penghematan pajak. Menyelenggarakan Pembukuan yang memenuhi syarat
pembukuan sangat penting dalam perpajakan karena memberikaninformasi tentang
jumlah pajak yang terutang.

4. Variabel yang Diperlukan Untuk Melaksanakan Manajemen Perpajakan

Variable – Variable yang Diperlukan untuk Melaksanakan Manajemen


Perpajakan:

Terdiri dari administratif dan material.Aministratif yaitu variable yang menyangkut


bagaimana wajib pajak mampu menjalankan kewaibannya yang bersifat administratif

10
seperti kelengkapan penyempaian laporan yang diperlukan saat mencari NPWP, apa saja
yang diperlukan saat pembayaran pajak yang terutang, berapa jumlahnya dan ketepatan
saat pembayaran pajak tersebut. Material yaitu variable variable yang menyangkut
jumlah material yang diperhitungkan, seperti :bagaimana komposisi saham, perlakuan
atas natura. Variable lainnya yaitu :

1. Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy)

Kebijaksanaan perpajakan merupakan alternative dari berbagai sasaran yang


hendak dituju dalam sistem perpajakan.

Faktor yang mendorong :

- Siapa yang akan dijadikan subjek pajak


- Apasaja yang merupakan objek pajak
- Pajak yang akan dipungut
- Berapa besarnya tarif pajak
- Bagaimana prosedurnya

2. Undang-undang Perpajakan (Tax Law)


Kita menyadari bahwa kenyataannya di mana pun tidak ada undang-undang yang
mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu
diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain (Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri Keuangan dan Direktur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan
pelaksanaan tersebut bertentangan denganUndang-undang itu sendiri karena disesuaikan
dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin
dicapainya.
3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration)
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah memaksimalkan laba
setelah pajak karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam pengembalian suatu tindakan
dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara
cermat dan memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan
yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas

11
objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain
tertentu) dengan memanfaatkan:
- Perbedaan tariff pajak (Tax Rates)
- Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (Tax Base)
- Loopholes, Shelters dan Havens

Ukuran yang digunakan dalam mengukur kepatuhan perpajakan wajib pajak,


adalah:

Tax saving, yaitu upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya dengan jalan
menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya
atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya
sehingga penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan
pajak penghasilan yang besar.

Tax avoidance, yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang
dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang.

Tax evasion yaitu upaya wajib pajak dengan penghindaran pajak terhutang secara
ilegal dengan cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya.

5. Langkah-Langkah Penerapan Manajemen Pajak

a. Analysis of the existing data base (Analysis informasi yang ada)


Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah menganalisis
komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyekdan menghitung
seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung.Ini hanya bisa dilakukan
dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak baik secara sendiri-
sendiri maupun secara total pajak yangharus dapat dirumuskan sebagai perencanaan
pajak yang paling efesien. Adalah juga pentinguntuk memperhitungkan kemungkinan
besarnya penghasilan dari suatu proyek danpengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak

12
yang mungkin terjadi.Untuk itu seorang manajerperpajakan harus memperhatikan
faktor-faktor baik dari segi internal maupun eksternal yaitu:
1) Fakta yang relevan
2) Faktor pajak
3) Faktor non pajak lainnya

b. Design of one more possible tax plans (Buat satu model atau lebih rencana
kemungkinan besarnya pajak)
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih tindakanberikut:
1) Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional.
2) Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi ataumenjadi residen
dari negara tersebut.
3) Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.

c. Evaluating a tax plan (Evaluasi pelaksanaan rencana pajak)


Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil dari
seluruh perencanaan strategik perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi
untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban
pajak. Perbedaan labakotor dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif
perencanaan. Variable-variabel tersebut akan dihitung seakurat mungkin dengan
hipotesis sebagai berikut:
1) Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan
2) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik
3) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tapi gagalDari ketiga hipotesis
tersebut akan mengeluarkan hasil yang berbeda.Kemudian berdasarkanhasil
tersebut barulah dapat ditentukan apakah perencanaan pajak tersebut layak
untuk dilaksanakan atau tidak.

d. Debugging the tax plan (Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki


kembali rencana pajak)

13
Hasil suatu perencanaan pajak harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang di
buat.Keputusan terbaik perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan
tujuan operasi. Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai
bentuk perencanaan pajak yang di inginkan. Kadang suatu rencana harus diubah
mengingat adanya perubahan peraturan perpajakan. Tindakan perubahan harus tetap
dijalankan, walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan
sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak ( tax saving) yang bisa
diperoleh, rencana tersebut harus tetap di jalankan. Karena bagaimana pun juga
kerugian yang ditanggung merupakan kerugianminimal.Jadi tetap akan sangat
membantu jika pembuatan suatu rencana disertai dengan pemberian
gambaran/perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa potensial laba yangakan
diperoleh jika berhasil maupun kerugian potensial jika terjadi kegagalan.

e . Tthe tax plan (Mutakhirkan rencana pajak)


Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan,
namun juga masih perlu memperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari
undang-undang maupun pelaksanaannya di negara dimana aktivitas tersebut
dilakukan yang mungkin mempunyai dampak terhadap komponen dari suatu
perjanjian, yang berkenan dengan perubahan yang terjadi diluar negeri atas berbagai
macam pajak maupun aktivitas informasi bisnis yang tersedia sangat terbatas.
Pemuktahiran dari suatu rencana adalah konsekuensiyang perlu dilakukan sebagaimana
dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan
yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu
mengurangi akibat yang merugikan adanya perubahan,dan pada saat yang bersamaan
mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.Perencanaan
pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu
sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetap
jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh
laba dan likuiditas yang diharapkan.

14
f. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax
implementation ) dan pengendalian pajak (tax control )
Pada tahap perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian
terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapa dipilih jenis tindakan
penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan
pajak (tax planning)
adalah untuk meminimalisasi kewajiban pajak baik dengan memenuhi
ketentuan perpajakan (lawful ) maupun yang melanggar peraturan perpajakan
(unlawful), seperti tax avoidance dan taxevasion. Dengan menyusun perencanaan dan
manajemen pajak sejak dini perusahaan akan terhindar dari segala hal yang
mengakibatkan peningkatan beban pembayaran pajak.

15
REFRENSI

https://ml.scribd.com/doc/95145960/Pengertian-Dan-Manfaat-Manajemen-Perpajakan

http://pajaktaxes.blogspot.com/2007/06/tips-equaliasasi-objek-pajak.html

http://putra-finance-accounting-taxation.blogspot.com/2007/11/ekualisasi-pph-pasal-21-dan-
ppn.html

https://id.scribd.com/doc/143101316/Ekualisasi-pajak-adalah

16

Anda mungkin juga menyukai