Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi
bakteri. 1 Hal ini dapat akut atau kronik, terjadi pada berbagai penyakit dan sering disertai
sistitis. Bila akut, terasa sangat sakit dengan keaikan suhu, menggigil dan muntah-
muntah.2
Infeksi saluran kemih adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan
mikroorganisme di dalam urin. Pada kebanyakan kasus, pertumbuhan mikroorganisme
lebih dari 100.000 per mililiter sampel urin porsi tengah, yang dikumpulkan secara benar
dan bersih, menunjukkan adanya infeksi. Namun, pada beberapa keadaan mungkin tidak
didapati bakteriuria yang bermakna meskipun benar-benar infeksi saluran kemih.
Terutama pada pasien yang memberikan gejala, sejumlah bakteri yang lebih sedikit
(10000-100000 per mililiter urin porsi tengah) sudah menunjukkan adanya infeksi2

Saluran kemih terdiri dari kandung kemih, uretra, ureter, dan ginjal. Urin biasanya
merupakan cairan steril, tetapi ketika terinfeksi, mengandung bakteri. Ketika infeksi

terjadi berulang-ulang, ini disebut ISK berulang. ISK secara umum diklasifikasikan
sebagai infeksi yang melibatkan saluran kemih bagian atas atau bawah dan lebih lanjut
diklasifikasikan sebagai ISK dengan atau tanpa komplikasi bergantung pada apakah ISK
tersebut berulang dan durasi infeksi. ISK bawah termasuk sistitis, pros-tatitis dan
uretritis. ISK atas termasuk pielonefritis, nefritis interstisial dan abses renal.3

Selain itu, ISK juga dinyatakan sebagai ISK uncomplicated (simple) dan ISK
complicated. ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak menyebar
ke tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna sesuai dengan
pemberian obat. Sementara ISK complicated adalah infeksi yang disebabkan oleh
kelainan anatomis pada seluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah
berat dengan underlying disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan.
Berbanding dengan yang simple, ISK complicated lebih sukar diobati.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI GINJAL
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal,
disebelah kanan dan kiri belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, di belakang
peritoneum, dank karena itu di luar rongga peritoneum.5
Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian
vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah kanan.5
Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum mengadap ke
tulang punggung. Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7,5 sentimeter dan tebal 1,5 sampai
2,5 sentimeter. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram.5
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik
yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Susunan
nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus : daerah sebelah luar yang tampak
granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian dalam yang berupa segitiga – segitiga
bergaris – garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut medula ginjal. Setiap
nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara
struktural dan fungsional berkaitan erat.6

2
Vaskularisasi ginjal. A. Renalis dari aorta setinggi lumbal 2 mengarahkan 25%
curah jantung ke ginjal. Tiap a.renalis terbagi menajdi lima aa.segmental pada hilus, yang
pada gilirannya terbagi secara sekuensial menjadi cabang-cabang lobaris, interlobaris,
arkuata, dan kortikal radial. Cabang kortikal radial bercabang lagi menjadi arteriol aferen
yang memasok darah ke glomeruli dan melanjutkan sebagai arteriol eferen. Tekanan yang
berbeda antara arteriol aferen dan eferen menghasilkan ultrafiltrasi yang kemudian
melewati, da diuabh oleh nefron, untuk menghasilkan ultrafiltrasi yang kemudian
melewati, dan diubah oleh nefron, untuk menghasilkan urin.7

B. FISIOLOGI GINJAL
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi regulatorik dan
ekskretorik yaitu :

1. filtrasi glomerulus
Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam
kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus yaitu
dinding kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membran
basal dan lapisan dalam kapsula bowman.6
Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel gepeng,
memiliki lubang – lubang dengan banyak pori – pori besar atau fenestra, yang
membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut dibandingkan
kapiler di tempat lain.6

3
Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di antara
glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan
struktural,sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil.
Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat
melewati pori – pori diatas, pori – pori tersebut sebenarnya cukup besar untuk
melewatkan albumin dan protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena
bermuatansangat negatif akan menolak albumin dan pritein plasma lain, karena yang
terakhir juga bermuatan negatif. Dengan demikian, protein plasma hampir seluruhnya
tidak dapat di filtrasi dan kurang dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk
masuk ke kapsula bowman.6
Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang
mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan memanjang
seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit didekatnya. Celah sempit
antara tonjolan yang berdekatan dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalan bagi
cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke dalam lumen kapsula
bowman.6
Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah tekanan
darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan
hidrostatik kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang
ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekana darah glomerulus yang
meningkat ini mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsula
bowman di sepanjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama yang
menghasilkan filtrasi glomerulus.6
GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik koloid yang
melintasi membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma melawan filtrasi, penurunan
konsentrasi protein plasma, sehingga menyebabkan peningkatan GFR. Sedangkan
tekanan hidrostatik dapat meningkat secara tidak terkontrol dan dapat mengurangi
laju filtrasi. Untuk mempertahankan GFR tetap konstan, maka dapat dikontrol oleh
otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik.6
Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri, karena
tekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler glomerulus.

4
Jika tekanan darah arteri meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan GFR. Untuk
menyesuaikan aliran darah glomerulus agar tetap konstan, maka ginjal melakukannya
dengan mengubah kaliber arterial aferen, sehingga resistensi terhadap aliran darah
dapat disesuaikan. Apabila GFR meningkat akibat peningkatan tekanan darah arteri,
maka GFR akan kembali menjadi normal oleh konstriksi arteriol aferen yang akan
menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus.6

2. Reabsorpsi tubulus
Kemampuan ginjal untuk mempertahankan air dan elektrolit melalui
reabsorpsi) juga sagat penting dalam kelangsungan hidup seseorang. Tana
kemampuan ini, seseorang dapat mengalami kekurangan elektrolit dalam 3-4 menit.5

5
Proses ini meupakan transport aktif dan pasif karena sel – sel tubulus yang
berdekatan dihubungkan oleh tight junction. Glukosa dan asam amino direabsorpsi
seluruhnya disepanjang tubulus proksimal melalui transport aktif. Kalium dan asam
urat hampir seluruhnya direabsorpsi secara aktif dan di sekresi ke dalam tubulus
distal. Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif di sepanjang tubulus kecuali pada ansa
henle pars descendens. H2O, Cl-, dan urea di reabsorpsi ke dalam tubulus proksimal
melalui transpor pasif. Berikut ini merupakan zat – zat yang direabsorpsi di ginjal7 :

a. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor aktif di tubulus proksimal. Proses
reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena molekul Na
tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus membran kapiler
tubulus dengan menggunakan energi.
b. Reabsorpsi Natrium
Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 98 – 99% akan
direabsorpsi secara aktif ditubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsi di tubulus
proksimal, 25% di reabsorpsi di lengkung henle dan 8% ditubulus distal dan
tubulus pengumpul. Natrium yang direabsorpsi sebagian ada yang kembali ke
sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan penting untuk reabsorpsi glukosa, asam
amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi Air
Air secar apasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus.Dari
H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa henle.
Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan di reabsorpsidi tubulus distal dan duktus
pengumpul dengan kontrol vasopressin.
d. Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negatif akan di reabsorpsi secara
pasif mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang bermuatan
positif. Jumlah Klorida yang di reabsorpsikan ditentukan oleh kecepatan
reabsorpsi Na

6
e. Reabsorpsi Kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi
secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%,40% kalium akan
dirabsorpsi di ansa henle pars assendens tebal, dansisanya direabsorpsi di duktus
pengumpul.
f. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan
difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsisebagian di
kapiler peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi. Sebagian ureum
akan direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus kontortus proksimal
tidak permeabel terhadap urea. Saat mencapai duktus pengumpul urea akan
mulai direabsorpsikembali.
g. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium
Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dan
kalsium dalam plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus,40%
direabsorpsi di tubulus kontortus proksimal dan 50% direabsorpsidi ansa henle
pars assendens. Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan oleh homon paratiroid.
Ion fosfat yang difiltrasi, akan direabsorpsi sebanyak 80% di tubulus kontortus
proksimal kemudian sisanya akan dieksresikan ke dalam urin.
3. sekresi tubulus
Proses perpindahan selektif zat – zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam
lumen tubulus. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H+, K+dan ion – ion organik.
Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel. Di sepanjang tubulus, ion H+
akan disekresi ke dalam cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan asam basa.
Asam urat dan K +disekresi ke dalam tubulus distal.Sekitar 5% dari kalium yang
terfiltrasi akan dieksresikan ke dalam urin dan kontrol sekresi ion K + tersebut diatur
oleh hormon antidiuretik. Kemudian hasil dari ketiga proses tersebut adalah
terjadinya eksresi urin, dimana semua konstituen plasma yang mencapai tubulus,
yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorpsi, akan tetapi berada di
dalam tubulus dan mengalir kepelvis ginjal untuk eksresikan sebagai urin.

7
Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan untuk
mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
b. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na +, Cl-, K
+,HCO3-, Ca++, Mg++, SO4=, PO4=dan H+
c. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan
jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran ginjal
sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O
d. Membantu memelihara keseimbangan asam – basa tubuh, dengan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO 3-melalui urin
e. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama
melalui pengaturan keseimbangan H2O
f. Mengeksresikan (eliminasi) produk – produk sisa (buangan) dari metabolism tubuh.
Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat – zat sisa
tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
g. Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah pada makanan,
pestisida, dan bahan– bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil masuk ke dalam tubuh
h. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang pembentukan sel
darah merah
i. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang
penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
j. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya

C. DEFINISI PIELONEFRITIS AKUT


Pielonefritis akut adalah infeksi saluran kemih yang mengenai saluran kemih
bagian atas yang memiliki gejala sistemik seperti demam, yang bisa sangat tinggi sampai
>39°C dan dapat mencapai 40°C, kekakuan, malaise, anoreksia dan nyeri pinggang,
selain gejala dysuria, frequency, dan urgency.8,9

8
D. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi ISK dibagi menjadi 2 kategori yaitu infeksi yang berhubungan
dengan kateter ( infeksi nosokomial) dan infeksi yang tidak berhubungan dengan kateter
(acquired infections). Agen penyebab ISK tidak hanya dapat menyerang laki-laki, namun
dapat juga menyerang wanita dalam bermacam umur, remaja maupun orang tua. Selama
periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun, perempuan cenderung menderita
ISK disbanding laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai
faktor predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan
pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah 1% meningkat menjadi 5% selama
periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%,
baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor pencetus.11

E. ETIOLOGI
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman
gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang
simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus
mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 %
pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga
sebagai penyebab. Organisme gram positif seperti Streptococcus faecalis (enterokokus),
Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati
obstruktif dan kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan
Proteus species. Pada ISK nosokomial atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman
Proteus dan Pseudomonas4

F. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya ISK adalah10:
1) Usia
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula. Bakteriuria meningkat
dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada usia 80 tahun. Pada usia tua,
seseorang akan mengalami penurunan sistem imun, hal ini akan memudahkan

9
timbulnya ISK. Wanita yang telah menopause akan mengalami perubahan lapisan
vagina dan penurunan estrogen, hal ini akan mempermudah timbulnya ISK.
2) Diabetes Mellitus
Insidensi pyelonefritis akut empat sampai lima kali lebih tinggi pada individu
yang diabetes daripada yang tidak.24 Hal itu dapat terjadi karena disfungsi vesica
urinaria sehingga memudahkan distensi vesica urinaria serta penurunan
kontraktilitas detrusor dan hal ini meningkatkan residu urin maka mudah terjadi
infeksi. Faktor lain yang dapat menyebabkan ISK adalah menderita diabetes lebih
dari 20 tahun, retinopati, neuropati, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh
darah perifer. Konsentrasi glukosa urin yang tinggi juga akan merusak fungsi
fagosit dari leukosit polimorfonuklear. Kombinasi dari beberapa faktor diatas
menjadi penyebab insidensi ISK dan keparahan ISK pada pasien diabetes
mellitus.
3) Kateter
Sebagian besar ISK terjadi setelah pemasangan kateter atau instrumentasi urin
lainnya. Pada pasien yang terpasang kateter, bakteri dapat memasuki vesica
urinaria melalui 4 tempat : the meatus-cathether junction, the cathether-drainage
tubing junction, the drainage tubing-bag junction, dan pintu drainase pada
kantung urin.1 Pada kateterisasi dengan waktu singkat, bakteri yang paling
banyak ditemukan adalah E. coli. Bakteri lain yang ditemukan adalah P.
aeruginosa, K. pneumonia, Staphylococcus epidermidis, dan enterococcus.
Padkateterisasi jangka panjang, bakteri yang banyak ditemukan adalah E. coli,
bakteri ini menempel pada uroepitelium.
4) Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang terlalu banyak dan tidak rasional dapat menimbulkan
resistensi. Hal ini terjadi terutama pada pasien yang mendapat terapi antibiotik
dalam 90 hari sebelumnya. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional mengurangi
jumlah bakteri lactobacillus yang melindungi. Hal ini menimbulkan jumlah
pertumbuhan E. coli yang tinggi di vagina. Pada percobaan kepada kera,
pemberian antimikroba β-lactam meningkatkan kolonisasi E. coli, pemberian

10
trimethoprim dan nitrofurantoin tidak meningkatkan kolonisasi E. coli. Bakteri E.
coli merupakan penyebab terbanyak ISK.
5) Perawatan di Intensive Care Unit (ICU)
National Nosocomial Infections Surveillance System dilakukan pada pasien ICU,
dari studi tersebut didapatkan kesimpulan bahwa ISK merupakan infeksi
terbanyak pada pasien kritis di ICU. Disebutkan bahwa penyebabnya adalah
penggunaan antibiotik yang tinggi multipel pada satu pasien sehingga
menimbulkan peningkatan resistensi terhadap antimikroba. Penggunaan antibiotik
yang tidak rasional akan menimbulkan resistensi melalui mekanisme antibiotic
selective pressure, antibiotik akan membunuh bakteri yang peka sehingga bakteri
yang resisten menjadi berkembang. Faktor lain yang menyebabkan tingginya
resistensi di ICU adalah penyakit serius yang diderita, penggunaan alat kesehatan
invasif dalam waktu lama, dan waktu tinggal di rumah sakit yang lama.
6) Perawatan kesehatan jangka panjang
Infeksi yang paling banyak terjadi pada pasien perawatan jangka panjang adalah
infeksi respiratorius dan traktus urinarius (ISK), khususnya infeksi oleh Extended
Spectrum Beta Lactamase Producers (ESBLs) yaitu E. coli. Kejadian resistensi
antimikroba pada pasien perawatan kesehatan jangka panjang tinggi dikarenakan
populasi pasien yang sangat rentan terhadap infeksi dan kolonisasi. Penurunan
sistem imun, beberapa komorbiditas, dan penurunan fungsional pada pasien
perawatan jangka panjang akan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi dan
melemahkan pertahanan tubuh melawan infeksi.36,37 Pasien perawatan
kesehatan jangka panjang sering menerima pengobatan empiris dengan antibiotik
spektrum luas, ini meningkatkan antibiotic selective pressure sehingga
menimbulkan resistensi.
7) Keganasan hematologi
Pasien dengan keganasan hematologi misalnya leukemia akut dan neutropenia
mempunyai risiko tinggi untuk terkena infeksi. Bakteri yang menyebabkan infeksi
pada pasien neutropenia dan kanker bisa merupakan bakteri gram negatif (E. coli,
P. aeruginosa, Klebsiella) atau bakteri gram positif (S. Aureus dan Enterococcus).
Neutrofil memegang peranan penting sebagai agen pertahanan tubuh manusia

11
dalam melawan berbagai bakteri, oleh karena itu penurunan jumlah neutrofil yang
ekstrim menyebabkan peningkatan resistensi bakteri. Kemoterapi dosis tinggi,
neutropenia yang parah dan berkepanjangan, serta profilaksis fluorokuinolon dan
trimethoprim-sulfamethoxazole merupakan pemicu terjadinya infeksi pada pasien
keganasan hematologi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik.

G. PATOGENESIS

Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari mikroorganisme

atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam

saluran kemih dan berkembangbiak di dalam media urin. Mikroorganisme memasuki

saluran kemih melalui 4 cara, yaitu :12,13

1. Ascending

2. Hematogen

3. Limfogen

4. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen sebagai

akibat dari pemakaian intrumen.

Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemis melalui cara ascending.

Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus

dan hidup secara komensal di introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan

sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra – prostat – vas

deferens – testis (pada pria) – buli-buli – ureter dan sampai ke ginjal.

Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi dari

kedua cari ini ascending-lah yang paling sering terjadi

12
1. Hematogen

Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang

rendah, karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau pada pasien yang

mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul

akibat adanya fokus infeksi di tempat lain, misalnya infeksi S. aureus pada ginjal

bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel,

atau tempat lain. M. Tuberculosis, Salmonella, pseudomonas, Candida, dan Proteus

sp termasuk jenis bakteri/ jamur yang dapat menyebar secara hematogen.

Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat mengakibatkan infeksi

ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus dapat menimbulkan abses pada

ginjal.

2. Infeksi Ascending

Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu :

a. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina

b. Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli

c. Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih

d. Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.

13
Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. (1)kolonisasi kuman di
sekitar uretra, (2)masuknya kumen melaui uretra ke buli-buli, (3)penempelan kuman
pada dinding buli-buli, (4)masuknya kumen melaui ureter ke ginjal.

H. DIAGNOSIS
Gambaran klinis pielonefritis akut biasanya khas. Pada hampeir 90% kasus,
pasien adalah perempuan. Demam timbul mendadak, menggigil, malaise, nyeri
punggung, nyeri tekan daerah kostovertebral, leukositosis, piuria, dan bakteriuria. Gejala
dan tanda biasanya didahului oleh dysuria, urgensi, dan sering berkemih yang
menunjukkan bahwa infeksi dimulai pada bagian bawah traktus urinarius. Adanya
silinder leukosit membuktikan bahwa infeksi terjadi di ginjal.14

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikroskopik dan kultur urin penting bagi penatalaksanaan pasien
yang diduga menderita ISK. Analisa urin rutin, pemerikssaan mikroskop urin segar tanpa
putar, kultur urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk
pendekatan diagnosis ISK. Pemeriksaan penting lainnya, khususnya pada infeksi
berulang, adalah glukosa urin atau darah, USG ginjal dan saluran kemih, urografi, atau
sistoskopi. 8, 15

14
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi klinis kuat. renal imaging procedures untuk investigasi factor
predisposisi ISK:
1. Ultranosogram (USG)
2. Radiografi
 Foto polos perut
 Pielografi IV
 Micturating cystogram
3. Isotop Scanning
Indikasi Investigasi Lanjutan setelah ISK
 ISK kambuh (relapsing infection)
 Pasien laki
 Gejala urologic: kolik ginjal, piuria, hematuria
 Hematuria persisten
 Mikroorganisme jarang: Pseudomonas spp dan Proteus spp
 ISK berulang dengan interval <6 minggu

J. DIAGNOSIS BANDING
1. Sistitis

a. Definisi

Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh

infeksi asenden dari uretra. Penyebab lainnya mungkin aliran balik urine dari

uretra kedalam kandung kemih. Kontaminasi fekal atau penggunaan kateter atau

sistoskop. Infeksi ini berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi spermasida-

diafragma karena kontrsepsi ini dapat menyebabkan obstruksi uretra parsial dan

mencegah pengosongan sempurna kandung kemih.Organisme gram-negatif

dapat sampai ke kandung kemih akibat trauma uretra atau kurang hygienes. 16,17

15
b. Manifestasi klinis

Gejala klinisnya diantaranya adalah dysuria, nyeri tekan supra pubis, frequency,

urgency, inkontinensia, dan hematuria mikroskopik. Diagnosisnya, seperti

pielonefritis, ditegakkan dengan ditemukannya pertumbuhan organisme

pathogen dalam specimen urin arus tengah, dalam jumlah yang cukup untuk

menyebabkan penyakit yaitu >100.000 organisme/Ml urin.8

2. Batu saluran kemih

a. Gambaran klinis

Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar

batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien

adalah nyeri pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun

bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises

ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran

kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya

meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan

sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi

hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.

Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada

saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar

spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter

menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli. Hematuria sering

kali dikeluhkan oleh pasienakibat trauma pada mukosa saluran kemih yang

16
disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan

urinalisis berupa hematuria mikroskopis.

Pielonefritis yang menetap meskipun terapi antimikroba adekuat

seyogyanya mendorong kita segera mencari kemungkinan obstruksi ginjal, yang

paling sering disebabkan nefrolitiasis. Sonografi dapat bermanfaat untuk

memastikan dugaan batu ginjal.9

K. PENATALAKSANAAN

Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk

memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam.

Indikasi rawat inap pasien pielonefritis akut.15

1. Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antimikroba

oral.

2. Pasien sakit berat atau debilitasi

3. Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami kegagalan

4. Diperlukan investigasi lanjutan

5. Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi

6. Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes melitus, dan usia lanjut

The Infection Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternatif

terapi antibiotika intravena sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui

mikroorganisme penyebabnya 15

1. Flurokuinolon

2. Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin

3. Sefalosporin berspektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pielonefritis akut merupakan gangguan infeksi saluran kemih yang berlokasi di

ginjal dengan gejala klinis seperti demam tinggi, disertai menggigil dan nyeri pinggang,

yang biasanya didahului dengan ISK Bawah. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis

akut memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika

parenteral minimal 48 jam.

B. SARAN

1. Tenaga Medis

Dokter hendaknya senantiasa mengembangkan diri dan menambah pengetahuan dalam

memberikan informasi pada pasien dengan pielonefritis akut terutama tentang

perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya. Penderita pielonefritis akut memerlukan

perawatan yang baik untuk meningkatkan kesembuhan dan mencegah komplikasi.

Keterlibatan keluarga dalam intervensi hendaknya ditingkatkan sehingga tujuan yang

ingin dicapai pasien juga ikut benar-benar berperan dan berusaha mencapai tujuan

yang direncanakan.

2. Pasien dan keluarga

Pasien dan keluarga hendaknya berpartisipasi aktif dalam pemberian intervensi yang

direncanakan sebagai upaya penyembuhan serta bekerjasama mematuhi terapi yang

diberikan. Semangat pasien untuk sembuh akan membantu keberhasilan intervensi.

18

Anda mungkin juga menyukai