Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara geografis wilayah Indonesia terletak diantara dua samudera luas,
yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia dan juga diapit oleh Benua Asia dan
Benua Australia. Sedangkan secara astronomis, Indonesia berada pada koordinat
6° LU - 11° LS dan 95° BT - 141° BT. Karena wilayahnya terletak di daerah
berlintang rendah maka secara teori Indonesia akan mengalami iklim tropis
dimana dalam setahun akan mengalami periode dua musim yang berbeda, yaitu
musim kemarau dan musim hujan.
Seiring dengan berjalannya waktu, dewasa ini banyak terjadi gejala-gejala
alam yang aktual berkaitan dengan cuaca dan iklim yang sangat mempengaruhi
pola kehidupan manusia. Fenomena ini selalu menimbulkan dampak dan
tentunya menjadi suatu permasalahan di kalangan masyarakat. Hal ini tentunya
mengharuskan masyarakat untuk mengetahui secara benar tentang relasi dan
keterkaitan terjadinya gejala-gejala alam dengan prakiraan cuaca atau iklim
tersebut. Realita yang ada, kebanyakan dari manusia (baik masyarakat awam
maupun sebagian aparat pemerintah) yang minim akan pengetahuan tentang
cuaca-cuaca itu sendiri. Beranjak dari hal tersebut, sangat diperlukan sekali
adanya suatu proses pengenalan dan pengamatan cuaca untuk membantu manusia
dalam hal mengantisipasi dan mengurangi sebab dan dampak yang diakibatkan
oleh siklus cuaca (perubahan pola cuaca).
Petir, kilat, atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya muncul pada
musim hujan di saat langit memunculkan kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan.
Beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar yang disebut guruh.
Indonesia termasuk negara tropis, yang termasuk salah satu diantara tiga “ daerah
petir “ yang terbesar didunia selain Afrika Tengah dan Lembah Sungai Amazon.
Semakin mendekati daerah Khatulistiwa semakin banyak petir. Saat ini belum
banyak dilakukan penelitian petir didaerah tropis, padahal frekuensi petir sangat
tinggi, yang dicatat distasiun-stasiun Meteorologi. Ada stasiun yang mencatat 30
dan ada pula sampai 200 hari guruh pertahun. Kepadatan petir di Indonesia jauh
lebih besar dari kepadatan petir di Eropa dan di Jepang. Kepadatan petir di
Indonesia bervariasi antara 5 s.d 15 , sedang di Eropa dan Jepang berkisar antara 1
s.d 3.
Kerusakan harta benda dan kematian manusia yang disebabkan oleh
sambaran petir di negara kita relative tinggi, mulai dari meninggalnya patani yang
sedang menggarap sawah sampai terhentinya produksi sebuah kilang minyak
disebabkan oleh sambaran petir, baik langsung maupun tak langsung yaitu melalui
radiasi, konduksi, atau induksi gelombang elektro magnetik.
Seiring dengan kemajuan teknologi yang berkembang semakin besar pula
tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh sambaran petir. Dengan demikian
ancaman sambaran petir pada semua perlatan baik peralatan canggih maupun
konvensional perlu diantisipasi dengan jalan membangun suatu sistem instalasi
yang diharapkan dapat melindungi paralatan-peralatan tersebut dari sambaran
petir.
Yang melatarbelakangi dilakukannya praktek kerja lapangan ini (PKL) ini
selain sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program studi S1
FMIPA Fisika Konsentrasi Geofisika Universitas Mulawarman, juga ingin
menggali pengalaman serta potensi di lapangan dan ikut langsung dalam dunia
kerja, sehingga dapat menyelaraskan ilmu yang diperoleh di kampus secara teori
dengan ilmu yang diperoleh di lapangan. Berkaitan dengan PKL ini diperlukan
kerjasama atara pihak perusahaan atau instansi pemerintah dengan Universitas
Mulawarman Samarinda untuk menampung para mahasiswa yang akan
melaksanakan PKL, maka PKL ini dirasa sangat penting. Untuk itu saya memilih
BMKG Stasiun Meteorologi Temindung Samarinda sebagai tempat PKL yang
bergerak di bidang Meteorologi.

2
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
1. Mahasiswa mampu meningkatkan wawasa dan pemahaman tentang dunia
kerja yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang diperoleh
2. Mengetahui konsep dasar tejadinya petir dan kilat secara umum
3. Menganalisis data kejadian petir Tahun 2005 - 2014 untuk mengetahui
tingkat aktifitas petir di BMKG Stasiun Meteorologi Temindung
Samarinda.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan (PKL)


1. Menambah khasanah keilmuan dari BMKG Stasiun Meteorologi
Temindung Samarinda.
2. Mengetahui tingkat aktivitas tertinggi kejadian petir tahun 2005 – 2014.
3. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai peringatan dini terhadap
kejadian sambaran petir

Anda mungkin juga menyukai