Anda di halaman 1dari 32

ABSES BEZOLD

KARYA TULIS ILMIAH SARJANA

PERIODE 2017/2018

Oleh:
BOBBY MARCOS FRANSISCO KANDAMI
0120840044

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2017
ABSES BEZOLD

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

BOBBY MARCOS FRANSISCO KANDAMI

0120840044

Dosen Pembimbing:

1. dr. Agnes S. Rahayu, M. Kes

2. dr. Yemima W. Christiani

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima oleh Panitia Ujian Karya Tulis Ilmiah
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Jayapura.
Untuk memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Pada :

Hari :

Tanggal :

Mengesahkan
Panitia Ujian Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran
Universitas Cenderawasih

Ketua Sekertaris

dr Ferdinand M. Djawa, Sp. PAV Venthy Angelika, S.Psi, M.A


NIP. 19661030200501100 NIP.198709262015042003

Tim Penguji

1. dr. 1.
NIP.
2. dr. 2.
NIP.
3. dr. 3.
NIP.
4. dr. 4.
NIP.

ii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Pada halaman persembahan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih kepada pihak-pihak yang sangat mendukung penulis dalam penyusunan

Karya tulis ilmiah ini. Karya tulis ilmiah ini, penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua dan keluarga tercinta, ayah (Julianus L. Kandami), ibu

(Rima D. Parinding), ke empat adik terkasih (Rully, Rolland, Joshua, dan

Chandra), kakek dan almh. Nenek, yang selalu memberikan dukungan

terbesar kepada penulis baik dalam moril, materi, dan do’a sehingga penulis

mampu menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah.

2. Kepada dosen pembimbing I (dr. Agnes S. Rahayu, M. Kes) dan dosen

pembimbing II (dr. Yemima W. Christiani) yang selalu memberi ilmu dan

bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

3. Kepada teman, sahabat dan orang-orang terbaik Nur Inna Silvia Nugrawati,

Harani Roima Arum, Dyerik Liling, Stefanus Ombo, Muhammad Agung

serta Grup D’jaah dan Futbas yang selalu membantu dan mendukung penulis.

4. Untuk rekan sejawat Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih

angkatan tahun 2012.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas restu-Nya penulis

dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Karya Tulis Ilmiah ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini banyak

bantuan dari berbagai pihak. Karena itu penulis ucapkan terimakasih dan

penghargaan sebesar-besarnya, dengan harapan Tuhan yang Maha Esa akan

memberikan pahala yang sesuai dengan ketulusan hati yang telah memberikan

bantuan dan dorongan sampai selesainya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih dan perhargaan setinggi-tingginya

kepada yang terhormat :

1. Dr. Onesimus Sahuleka SH, M.Hum selaku Rektor Universitas

Cenderawasih.

2. dr. Trajanus L. Jembise, Sp.B selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Cenderawasih Jayapura.

3. dr. Agnes S. Rahayu, M. Kes selaku Dosen pembimbing I dan

dr. Yemima W. Christiani selaku dosen pembimbing II.

4. Bapak/ ibu dosen selaku panitia Karya Tulis Ilmiah yang sangat membantu

dalam pelaksanaan penulisan Karya Tulis Ilmiah.

5. Staf Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih yang telah

membekali penulis dengan berbagai ilmu selama mengikuti perkuliahan.

iv
Karya Tulis Ilmiah ini tentu saja masih banyak kekurangan, oleh karena itu

saran dan masukkan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan

Karya Tulis Ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini

dapat dijadikan bacaan yang berguna bagi pihak-pihak yang terkait.

Jayapura, Mei 2017

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 3

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 3

BAB II ISI ....................................................................................................... 5

2.1 Definisi .............................................................................................. 5

2.2 Epidemiologi ..................................................................................... 6

2.3 Etiologi .............................................................................................. 7

2.4 Penegakkan Diagnosis ...................................................................... 10

2.4.1. Anamnesis ............................................................................... 10

2.4.2. Pemeriksaan Fisik ................................................................... 10

2.4.3. Pemeriksaan Penunjang ........................................................... 10

2.5 Diagnosis Banding ............................................................................. 11

vi
2

2.6 Terapi ................................................................................................. 13

2.6.1 Farmakoterapi .......................................................................... 13

2.6.2 Non farmakologi ...................................................................... 14

2.7 Komplikasi ........................................................................................ 15

2.8 Rehabilitasi ........................................................................................ 15

2.9 Prognosis ............................................................................................ 16

2.10 Edukasi .............................................................................................. 16

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 18

3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 18

3.2 Saran .................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Abses Bezold ................................................................................. 6

Gambar 2. Anatomi Leher ............................................................................... 9

Gambar 3. Lokasi Abses ................................................................................. 9

Gambar 4. A. pasien karena otitis media yang menjadi painful neck

swelling dengan tortikolis. B. CT scan memperlihatkan rongga abses

yang melibatkan otot Sternokleidomastoid kanan. .......................................... 11

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Isolasi organism ................................................................................ 7

Tabel 2. Antibiotik berdasarkan golongan ...................................................... 14

ix
DAFTAR SINGKATAN

OMSK : Otitis Media Supuratif Kronik

CT scan : Computerized Tomography scan

CN : Cranial Nerve

PO : Per Oral

IV : Intra Vena

I : Injeksi

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Abses Bezold pertama kali dijelaskan oleh Dr. Friedrich Bezold diakhir

abad ke 19, merupakan komplikasi yang jarang dari mastoiditis bakteri yang

kemudian meluas ke jaringan lunak ekstra-periosteal leher. Streptococcus

pneumonia, Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, dan

Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri-bakteri utama yang menyebabkan

abses Bezold (Saeedi, et al., 2015:12). Saat ini, sebagai hasil dari penggunaan

antibiotik untuk mengobati mastoiditis, abses Bezold dan komplikasi-

komplikasi lain dari Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) menjadi jarang

terjadi (Saeedi, et al., 2015:13).

Penyebaran lebih lanjut dari abses Bezold sangat jarang terjadi

(Pradhananga, 2014:412). Abses mastoid merupakan komplikasi ekstrakranial

yang paling umum (28,3%) kemudian diikuti oleh labyrinthitis (9%),

kelumpuhan saraf wajah (8,4%), dan abses Bezold (1,3%) (Yorgancilar, et

al.,2012:69). Di Indonesia sendiri khususnya RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung

presentasi komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) tinggi pada

anak-anak diantaranya abses mastoid (32%), labyrinthitis (2%), kelumpuhan

saraf wajah (3%), abses Bezold (1%) (Pasyah, 2016:4).

Berdasarkan penelitian Al-Baharna et al (2016:148), mengatakan

bahwa pada tinjauan literatur kasus yang dilaporkan antara tahun 2000 dan

2014, ditemukan sekitar 17 kasus dalam literatur dan tambahan 8 kasus yang

1
2

dilaporkan. Evolusi pada teknologi imaging, telah menyebabkan kasus ini

menjadi lebih mudah didiagnosis. Laporan kasus abses Bezold terlihat lebih

banyak pada orang dewasa (10 dari 18, 55.6%) dibandingkan pada anak-anak

dibawah 18 tahun (8 dari 18, 44.4%). Ditemukan lebih banyak pada laki-laki

(11 dari 18, 61%) dibandingkan perempuan (7 dari 18, 39%).

Berdasarkan Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2012 mengenai

Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), abses Bezold termasuk dalam

tingkat kemampuan 3A (bukan gawat darurat) yang berarti mewajibkan

lulusan mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya

dan mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Oleh sebab itu,

penulis melakukan kajian literatur untuk dapat memahami secara keseluruhan

serta mengkaji lebih dalam mengenai abses Bezold.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari abses Bezold?

2. Bagaimana epidemiologi abses Bezold?

3. Apa etiologi dari abses Bezold?

4. Bagaimana cara menegakkan diagnosis abses Bezold?

5. Apa diagnosis banding abses Bezold?

6. Bagaimana terapi abses Bezold?

7. Apa komplikasi abses Bezold?

8. Bagaimana prognosis abses Bezold?


3

9. Apa edukasi pada penderita abses Bezold?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui abses Bezold.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui definisi abses Bezold.

2. Untuk mengetahui epidemiologi abses Bezold.

3. Untuk mengetahui etiologi abses Bezold.

4. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa abses Bezold.

5. Untuk mengetahui diagnosis banding abses Bezold.

6. Untuk mengetahui terapi abses Bezold.

7. Untuk mengetahui komplikasi abses Bezold.

8. Untuk mengetahui prognosis abses Bezold.

9. Untuk mengetahui edukasi pada penderita abses Bezold.

1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Penulis

Dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk proses

pembelajaran agar mampu mendiagnosis dan menangani kasus abses

Bezold dengan benar sebagai dokter umum dikemudian hari, sesuai

Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Karya Tulis Ilmiah ini

diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Kedokteran.
4

1.4.2 Bagi Institusi Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih

Dapat menjadi bahan masukan bagi penulisan selanjutnya di

Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih khususnya tentang

abses Bezold dan sebagai bahan bacaan ilmiah di Perpustakaan Fakultas

Kedokteran Universitas Cenderawasih

1.4.3 Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat memperoleh informasi lebih mengenai abses

Bezold, sehingga diharapkan masyarakat nantinya dapat hidup lebih

baik untuk mengurangi resiko terjadinya abses Bezold.


BAB II

ISI

2. 1 Definisi

Abses Bezold adalah abses di leher akibat mastoiditis akut (Bezold

mastoiditis) yang pusnya merembes sampai ke permukaan superior m.

Sternocleidomastoideus dan sepanjang venter posterior m. digastricus

(Dorland, 2010:6). Abses Bezold merupakan komplikasi yang sangat jarang

terlihat dari otitis media supuratif kronis dan mastoiditis (Goksel, et al.,

2014:19).

Harus diingat, meskipun abses Bezold merupakan komplikasi yang

jarang namun diagnosis sering terlambat ditegakkan karena kondisi ini tidak

dikenali secara keseluruhan. Abses berkembang dari waktu ke waktu oleh

penyebaran pus ke jaringan dalam karena erosi dari mastoid (Goksel, et al.,

2014:20).

Abses Bezold pertama kali dilaporkan pada tahun 1881 dan peristiwa

ini terjadi ketika otomastoiditis purulen mengikis ujung mastoid. Abses sub-

periosteal, yang timbul dari erosi permukaan luar dari Proccesus

mastoideus, yang lebih umum dibandingkan abses Bezold, dimana pus dapat

bergerak sepanjang permukaan fasia otot digastricus dan

sternocleidomastoideus, dengan konsekuensi potensial yang

menghancurkan jika infeksi turun menuju ruang perivisceral, laring, dan

mediastinum (Comacchio, 2016:537).

5
6

Gambar 1. Abses Bezold


(Dikutip dari: Dhingra, 2007:79)

2. 2 Epidemiologi

Angka kejadian abses Bezold ini sekarang sangat sedikit karena

penggunaan antibiotik. Doan et al. melaporkan bahwa melihat 27 kasus

abses Bezold antara tahun 1966 dan 2001 sedangkan Uchida et al.

mengatakan bahwa menemukan 18 kasus abses Bezold antara tahun 1960

dan 2002 (Goksel, et al., 2014:20).

Abses Bezold merupakan komplikasi yang jarang ditemukan dari

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dan mastoiditis (Goksel, et al.,

2014:20). Prevalensi OMSK di seluruh dunia yaitu 65-330 juta orang,

terutama di negara-negara berkembang, dimana sekitar 39-200 juta orang

(60%) menderita gangguan pendengaran secara signifikan (Farida, et al.,

2016:180).

Di Indonesia sendiri khususnya Rumah Sakit H. Adam Malik –

Medan ditemukan OMSK dengan perhitungan prevalensi umum sekitar 154


7

pasien (3,9%) di tahun 2008. Selanjutnya, ditemukan OMSK sebanyak 117

pasien dan yang mengalami komplikasi sekitar 43 pasien (24 pasien laki-

laki dan 19 pasien wanita) pada Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin – Bandung.

Abses Bezold merupakan komplikasi yang sangat jarang atau hanya

ditemukan 1 pasien (2.3%) pada RS. Dr. Hasan Sadikin – Bandung

(Desbassarie, et al., 2015:108).

2. 3 Etiologi

Terdapat beberapa flora mikrobiologi dari telinga tengah yang

bervariasi dan tergantung pada jenis otitis media. Dalam bentuk akut, yang

menjadi organisme utama adalah Hemophilus influenza, Streptococcus

pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa dan bakteri anaerobik (Malkappa, et

al., 2012:136).

Tabel 1. Isolasi organisme (N=126) (Malkappa, et al., 2012:137)


Organisms isolated isolates N (%)

Gram negative organism P. aeruginosa 57 (45.24)

Klebsiella Spp 8 (6.35)

Escherichia coli 6 (4.76)

Proteus mirabilis 8 (6.35)

Proteus vulgaris 6 (4.76)

Acinetobacter 3 (2.38)

Gram positive organism S. aureus 28 (22.22)

CONS (Coagulase Negative 10 (7.93)

Staphylococcus)
8

Kultur abses Bezold dapat diambil selama atau sebelum operasi.

Menurut beberapa literatur, mikroorganisme yang paling sering diisolasi

adalah Streptococcus pneumoniae. Gram (+) aerobik adalah

mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari kultur abses, diantaranya,

S. pneumoniae, Staphylococcus, dan Enterococcus. Kuman gram (-) aerobik

(Klebsiella, Pseudomonas, Proteus spp) dan anaerobik (Peptostreptococcus

dan Fusobacterium spp) dapat diisolasi. Mikroorganisme campuran

terisolasi juga (Goksel, et al., 2014:22).

Kultur abses yang mungkin steril diakibatkan oleh terapi antibiotik

yang diterapkan sebelumnya. Kesimpulannya, beberapa agen bakteri dapat

menyebabkan infeksi yang lebih cepat dibandingkan hanya satu agen bakteri

(tunggal) (Goksel, et al., 2014:22).

2.3.1 Patogenesis

Abses bezold ini dapat terjadi setelah koalesen mastoiditis akut,

ketika pus berhenti melalui sisi medial yang tipis dari ujung mastoid

(Dhingra, 2007:77). Ketika mastoiditis purulen mengikis tulang ujung

dari mastoid. Proses infeksi dicegah untuk mencapai permukaan kulit

dengan cara intervensi dari otot-otot leher (Schutz, 2013:113).

Pembengkakan pada daerah leher atas terjadi karena adanya pus.

kelanjutan abses yang terjadi bila tidak diobati adalah

1. Abses mungkin terletak jauh ke m. sternokleidomastoid, dan

mendorong otot ke arah luar,


9

2. Mengikuti M. digastricus, Venter posterior (Posterior belly of

digastrics) dan kemudian muncul sebagai pembengkakkan antara

ujung mastoid dan sudut dari rahang,

Gambar 2. Anatomi Leher


(Dikutip dari : http://efullcircle.com/omohyoid-muscle)

3. Hadir di bagian atas segitiga posterior,

4. Mencapai ruang parapharyngeal, atau berjalan turun sepanjang

pembuluh darah carotid (Dhingra, 2007:77).

Gambar 3. Lokasi Abses


(Dikutip dari : Dhingra, 2007:77 dan Al-Baharna, 2016:149)
10

2. 4 Penegakan Diagnosis

2. 4. 1 Anamnesis

Pasien dengan abses Bezold onsetnya mendadak, biasanya

tanda-tanda umum dan gejala yang ditemukan ialah riwayat otore

(cairan dari telinga) dan demam, kemudian ada rasa sakit,

pembengkakan (lunak) di leher dan tortikolis (kontraksi otot halus)

(Dhingra, 2007:77). Bengkak pada daerah servikal, mobilitas servikal

terbatas, dan hypoacusis (kesulitan mendengar) (Pradhananga,

2014:413).

2. 4. 2 Pemeriksaan fisik

Keadaan umum pasien baik, terlihat dalam kondisi sangat

kelelahan, demam ringan, dan kepala pasien dominan miring ke satu

sisi serta gerakan leher pasien sangat terbatas. Pada pemeriksaan

palpasi tidak teraba adanya fluktuasi dengan baik, hal ini dikarenakan

abses yang terletak terlalu dalam dan sulit untuk diraba (Goksel, et al.,

2014:22).

Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan gejala yang atipikal,

dari inspeksi ditemukan peningkatan volume leher (bengkak) dan

membran timpani yang tidak terlalu jelas (Camacho, et al., 2015:402).

2. 4. 3 Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium sering tidak spesifik.

Computerized Tomography scan (CT scan) adalah tes skrining terbaik

untuk abses Bezold. CT scan sangat disarankan untuk menunjang

diagnosis dan pengobatan.


11

CT scan dari tulang temporal dan leher memainkan peran

penting dalam diagnosis. CT scan juga membantu ahli bedah dalam

merencanakan pendekatan operasi. Salah satu keuntungan lebih lanjut

dari CT scan adalah bahwa dapat membantu mendiagnosa abses yang

tidak dapat didiagnosis secara klinis (Goksel, et al., 2014:22). Temuan

yang didapat meliputi adanya cairan di telinga tengah, mastoid, dan

demineralisasi dari trabekula mastoid (Rashid, et al., 2013:150).

Gambar 4. A. pasien karena otitis media yang menjadi painful neck


swelling dengan tortikolis. B. CT scan memperlihatkan rongga abses
yang melibatkan otot Sternokleidomastoid kanan.
(Dikutip dari : Schutz, et al., 2013:113)

Kultur abses juga dapat diambil dari sekret telinga dan abses di

leher untuk menentukan terapi yang tepat (Goksel, et al., 2014:22).

2. 5 Diagnosis Banding

Abses infektif, lymphadenopathies, dan cystic higroma sangat penting

dalam diagnosis banding dari abses Bezold. Selain itu, thrombosis sinus
12

dural dapat dilihat bersama-sama dengan abses Bezold ini (Goksel, et al.,

2014:22).

Abses Bezold harus dibedakan dari :

1. Abses Parapharyngeal

Parapharyngeal atau retropharyngeal abscess merupakan

hasil dari infeksi sel peritubal, karena mastoiditis koalesen akut.

Ruang parapharyngeal adalah bagian dari pyramidal dengan basis di

dasar tengkorak dan puncaknya pada tulang hyoid. Infeksi ruang

parapharyngeal dapat terjadi dari :

a. Faring, infeksi akut dan kronis dari tonsil dan adenoid,

pecahnya abses peritonsilar,

b. Gigi, infeksi gigi biasanya berasal dari gigi molar bawah

yang terakhir,

c. Telinga, abses Bezold dan petrositis,

d. Ruang lain, infeksi parotis, retropharyngeal dan ruang

submaxilaris,

e. Trauma external, luka tembus leher, injeksi anastesi local

untuk tonsilektomi atau blok saraf mandibula

Gambaran klinis tergantung pada kompartemen yang terlibat.

Infeksi kompartemen Anterior menghasilkan trias gejala yaitu

prolaps dari tonsil dan fossa tonsil, trismus (karena spasme otot

pterygoideus medial), dan pembengkakkan eksternal bagian sudut


13

belakang sudut rahang. Ditandai odynophagia (nyeri saat menelan)

yang berhubungan dengan trias gejala.

Keterlibatan dari kompartemen posterior menghasilkan

tonjolan faring belakang pilar posterior, kelumpuhan CN IX, X, XI

dan XII serta rantai simpatik, dan pembengkakan daerah parotis. Ada

trismus minimal atau prolaps tonsil.

Demam, odynophagia (nyeri saat menelan), sakit tenggorokan,

tortikolis (karena kejang otot prevertebral) dan tanda-tanda toksemia

umum untuk kedua kompartemen (Dhingra, 2007:248).

2. 6 Terapi

Pembedahan dan antibiotik spektrum luas adalah metode yang paling

signifikan dalam terapi abses Bezold (Goksel, et al., 2014:22).

2. 6. 1 Farmakoterapi

Jenis obat yang diberikan adalah golongan penisilin

(methicillin), apabila terjadi resistensi methicillin terhadap

Staphylococcus aureus maka dapat diberikan clindamycin atau

ceftriaxone (Govea, et al, 2015:400).

Clindamycin, dosis oral untuk dewasa (klindamisin hidroklorida

150-300mg setiap 6 jam; untuk infeksi parah, 300-600mg setiap

6 jam). Anak-anak (sebaiknya, klindamisin palmitat hidroklorida

8-12mg/kg per hari dalam 3 atau 4 dosis, atau untuk infeksi yang

parah 13-25mg/kg per hari). Ceftriaxone (S. pneumoniae) termasuk

dalam golongan sefalosporin, dosis dewasa untuk infeksi parah


14

(injeksi 2g setiap 12-24 jam; setengah tablet diberikan tiap 8 jam)

(Goodman & Gilman, 2014:1182, 1231). Untuk rasa nyeri dan

demamnya berikan anak (Paracetamol (PO) 15 mg/kg 6 jam

seperlunya) dan dewasa (Paracetamol (PO) 1 g 4-6 jam maksimal

4 dosis/24 jam) (Leong & Maartens, 2013:17.7).

Tabel 2. Antibiotik berdasarkan golongan (Tjay & Rahardja, 2015:76, 80-81)


Golongan Jenis obat Dosis

Penisilin Ampisilin (PO) Dewasa : 0,5-1 g 4 kali/hari a.c

(spektrum luas) Amoksisilin (PO) Dewasa : 375-1000mg 3 kali/hari

Anak : <10 tahun (10mg/kg 3 kali/hari),

3-10 tahun (250mg 3 kali/hari), 1-3

tahun (125mg 3 kalo/hari).

Piperasilin (IV) Dewasa : 1-2 g 2-4 kali/hari

Sefalosporin

Generasi 2 Sefuroksim (IV) Dewasa : 0,75-1,5 g 3 kali/hari

(aktif Gr -)
Sefuroksim axetil (PO) Anak : 125-250 mg 2 kali/hari p.c

Generasi 3 Seftriakson (I) 2 g setiap 12-24 jam, t1/2 tiap 8 jam

(spektrum luas)

2. 6. 2 Non farmakoterapi

1. Cortical Mastoidectomy untuk mastoiditis koalesen dengan

eksplorasi perlahan pada ujungnya untuk membuka fistula ke

dalam jaringan lunak leher,

2. Drainage dari abses leher melalui sayatan yang terpisah,


15

3. Pemberian antibiotik intravena dipandu oleh hasil kultur dan

sensitivitas dari pus yang diambil pada saat operasi (Dhingra,

2007:78).

2. 7 Komplikasi

Perkembangan abses Bezold biasanya lambat. Perkembangannya

setelah berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan (Goksel, et al.,

2014:20). Abses Bezold disebabkan oleh proses supuratif yang mengikis

korteks mastoid sepanjang otot digastrikus (posterior) dan menyebar antara

M. digastricus dan M. sternocleidomastoideus (Rashid, et al., 2013:149).

Konsekuensinya sangat berpotensi buruk jika infeksi turun menuju ruang

periviseral, laring, atau mediastinum (Comacchio & Mion, 2016:537).

Abses Bezold bisa berakibat fatal jika menyebar ke sistem saraf pusat.

Abses Bezold dapat menyebabkan kematian umumnya, terjadi karena

adanya perluasan pada kolom vertebra atau abses di dasar tengkorak yang

melibatkan sistem saraf pusat (kompresi otak dan medula spinalis). Oleh

sebab itu diagnosis dini dan terapi sangatlah penting (Goksel, et al.,

2014:20, 22).

2. 8 Rehabilitasi

Rehabilitasi dilakukan apabila terdapat hypoacusis pada pasien Bezold

abses. Rehabilitasi dapat menggunakan alat bantu dengar, pembedahan

(pemasangan) implan alat dengar atau keduanya, dengan biaya yang


16

signifikan untuk pasien dan sistem perawatan kesehatan (Archer, et al.,

2012:4).

2. 9 Prognosis

Pada umumnya, prognosis abses Bezold baik apabila didiagnosis

secara dini dan ditangani dengan penangan yang tepat. Bedah dan antibiotik

spektrum luas adalah metode paling signifikan dari pengobatan. Pada kasus

berat dilakukan mastoidectomy. Dalam beberapa kasus, eksplorasi leher,

debridement abses dan irigasi dilakukan untuk drainase abses (Goksel, et al.,

2014:22).

2. 10 Edukasi

Pemberian edukasi tentang manfaat pengobatan dan terapi untuk

mencegah perkembangan abses Bezold, penting untuk dilakukan guna

mengurangi keparahan penyakit (kematian) (Goksel, et al., 2014:22).

Edukasi melalui anggota keluarga dan kerabat tentang cara

memaksimalkan komunikasi terhadap individu yang mengalami hypoacusis

bertujuan membantu penderita agar memahami melalui ekspresi wajah dan

bibir lawan bicara. Hal ini sangat membantu penderita. Memanipulasi

lingkungan untuk mengurangi suara berisik sehingga dapat meningkatkan

pengenalan jenis suara-suara tertentu (Choo & Pensak, 2014:287).

Pencegahannya sendiri sangat sulit dilakukan karena kemunculan

abses Bezold tidak mudah di deteksi (ciri awal secara umum), dengan

penggunaan antibiotik yang benar (tidak resisten) pada OMSK dan


17

mastoiditis dapat mengurangi komplikasi ke arah abses Bezold (Goksel, et

al., 2014:20).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Abses Bezold adalah abses di leher akibat mastoiditis akut (Bezold

mastoiditis) yang pusnya merembes sampai ke permukaan superior m.

Sternocleidomastoideus dan sepanjang venter posterior M. digastricus.

2. Di Indonesia, kasus abses Bezold di Indonesia masih terbilang cukup

jarang. Dari 43 pasien komplikasi OMSK pada RS Dr. Hasan Sadikin –

Bandung hanya ditemukan 1 pasien yang mengalami abses Bezold.

3. Abses Bezold merupakan komplikasi dari OMSK dan mastoiditis.

Abses Bezold paling sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri

terutama yang sering ditemukan adalah Streptococcus pneumoniae.

4. Diagnosis abses Bezold ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang (CT scan memiliki peran penting).

Pada anamnesis ditemukan riwayat otore, demam, nyeri,

pembengkakan (leher), dan tortikolis.

5. Diagnosis banding abses Bezold diantaranya adalah abses

Parapharyngeal.

6. Terapi abses Bezold meliputi pembedahan (mastoidektomi dan

drainase) dan pemberian antibiotik spektrum luas.

7. Penyebaran abses Bezold terbilang lama, abses Bezold disebabkan oleh

proses supuratif yang mengikis korteks mastoid sepanjang punggung

otot Digastrikus (posterior) dan otot Sternokleidomastoid.

18
19

8. Rehabilitasi dilakukan apabila ditemukan hypoacusis, dapat dilakukan

rehabilitasi dengan alat bantu dengar dan pemasangan implant alat

dengar pada pasien.

9. Prognosis abses Bezold baik bila diketahui dan ditangani secara dini.

Penanganan berupa pembedahan dan pemberian antibiotik spektrum

luas.

10. Pasien dan keluarganya perlu diedukasi tentang manfaat pengobatan

dan terapi untuk mencegah komplikasi dari abses Bezold.

3.2 Saran

1. Penulis dan Mahasiswa Kedokteran

1. Dapat menjadi referensi dalam mempelajari kasus komplikasi abses

Bezold.

2. Pada penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis kesulitan memperoleh

data insiden abses Bezold di Papua, untuk itu sekiranya penulis

menyarankan agar Pemerintah Papua melakukan pendataan

terhadap pasien abses Bezold agar dapat dilakukan penanganan

sedini mungkin.

2. Masyarakat

1. Perlu diadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang masalah

komplikasi abses Bezold agar segera ditangani dan memperoleh

hasil yang baik.

2. Perlu diberikan perhatian khusus untuk akses pelayanan kesehatan

yang merata ke seluruh daerah.


DAFTAR PUSTAKA

Saeedi, M., Jahanshir, A., Shirani, F., Karimi, E. 2015. Physical Examination Still

has the Leading Role: A Case of Bezold’s Abscess. Journal of Emergency

Medicine, 1, 12-3. DOI: 10.5152/jaemcr.2015.1228.

Yorgancilar, E., et al. 2012. Complication of Chronic Suppurative Otitis Media: A

Retrospective Review. Eur Arch Otorhinolaryngology, 270, 69. DOI:

10.1007/s00405.0121.9248.

Al-Baharna, H., Al-Mubaireek, H., Arora, V. 2016. Bezold’s Abscess: A Case

Report and Review of Cases over 14 Years. Indian Journal of Otology, 22,

148. DOI: 10.4103/0971.7749.187978.

Pasyah, M. F., Wijana. 2016. Chronic Suppurative Otitis Media in Children.

Global Medical and Health Communication, 4, 4.

Pradhananga, R. 2014. An Unusual Complication of Chronic Suppurative Otitis

Media: Bezold Abscess Progressing to Scapular Abscess. International

Archives of Otorhinolaryngology, 18, 412-413. DOI:

10.1055/s0034.1372511.

Dhingra PL. 2007. Disease of Ear Nose and Throat edisi 4: New Delhi, Elsevier.

pp: 77-78, 248.

Comacchio, F., Mion, M. 2016. Bezold’s Abscess as First Sign of Cholesteatoma

in Old Cavity Tympanoplasty: A Rare Occurrence. Journal of Case Report,

6, 537. DOI: 10.17659/01.2016.0131.

20
21

Goksel, A. O., Topaloglu, I., Atar, Y. 2014. Bezold’s Abscess Secondary of

Chronic Otitis Media: A Case Report. Journal of Contemporary Medicine,

4, 19-22.

Farida, Y., Sapto, H., Oktaria, D. 2016. Tatalaksana Terkini Otitis Media

Supuratif Kronik (OMSK). Journal Medula Unila, 6, 180.

Desbassarie, F. W., Dermawan, A., Hadi, S. 2015. Profile of Patient with

Complicated Chronic Suppurative Otitis media Media in Dr. Hasan Sadikin

General Hospital Bandung-Indonesia. Althea Medical Journal, 2 (1), 108.

Malkappa, S. K., Kondapaneni, S., Surpam, R. B., Chakraverti, T. K. Study of

Aerobic Bacterial Isolated and Their Antibiotic Susceptibility Pattern In

Chronic Suppurative Otitis Media. Indian Journal of Otology, 18 (3), 136.

DOI: 10.4103/0971.7749.103440.

Schutz, P., Ibrahim, H. H. H. 2013. Non-odontogenic Oral and Maxillofacial

Infections. Kuwait, INTECH: 113.

Rashid, R. S., et al. 2013. A Case of Bezold’s Abscess with An Unusual

Extension to the Upper Thorax. Journal of Clinical and Analytical

Medicine, 4 (2), 149-50. DOI: 10.4328/jcam.2067.

Govea, H. L., et al. 2015. Diagnosis and Treatment of the Complication of Otitis

Media in Adults: Case Series and Literature Review. Academia Mexicana

de Cirugia, 84 (5), 400.

Anda mungkin juga menyukai