Anda di halaman 1dari 9

2.

4 Selama fosforilasi oksidatif, kemiosmosis menggandengkan transpor elektron


dengan sintesis ATP
Tujuan utama pada bab ini adalah untuk mempelajari bagaimana sel memanen energi
dari glukosa dan nutrien-nutrien lain dalam makanan untuk membuat ATP. Namun komponen-
komponen metabolik pada respirasi yang telah kita bahas sejauh ini, yaitu glikolisis dan asam
nitrat, menghasilkan hanya 4 molekul ATP per molekul glokosa, semuanya mulalui fosforilasi
tingkat substrat: 2 ATP netto dari glikolisis dan 2 ATP dari siklus asam nitrat. Pada titik ini,
molekul NADH (dan FADH2) menampung sebagian besar energi yang diekstraksi dari
glukosa. Pembawa elektron ini menautkan glikolisis dan siklus asam nitrat ke mesin fosforilasi
oksidatif, yang menggunakan energi memberikan tenaga bagi sintesis ATP. Pada subbab ini,
pertama-tama akan mempelajari bagaimana rantai transpor elektron bekerja, dan kemudian
mempelajari bagaimana aliran elektron yang menuruni rantai ini digandengkan dengan sintesis
ATP.

2.4.1 Jalur Transpor Elektron


Rantai transpor elektron adalah sekumpulan molekul yang bertanam di dalam
membran-dalam mitokondria sel eukariot (pada prokariota, molekul-molekul tersebut terdapat
di dalam membran plasma). Pelipatan membran-dalam membentuk krista meningkatkan luas
permukaannya, menyediakan ruang untuk ribuan salinan rantai transpor elektron dalam setiap
mitokondria. (Sekali lagi kita melihat bahwa struktur sesuai dengan fungsi). Sebagian besar
komponen rantai tersebut adalah protein, yang terdapat sebagai kompleks multiprotein yang
dinomori dari I sampai IV. Gugus prostetik, komponen nonprotein yang esensial bagi fungsi
katalitik enzim-enzim yang tertentu, terikat erat ke protein-protein ini.
Gambar 2.13 di bawah ini menunjukan urutan pembawa elektron dalam rantai transpor
elektron dan penurunan energi bebas ketika elektron bergerak menuruni rantai. Selama
berlangsungnya transpor elektron disepanjang rantai tersebut, pembawa elektron secara
berganti-ganti tereduksi dan teroksidasi saat menerima dan menyumbangkan elektron. Setiap
komponen rantai menjadi tereduksi saat menerima elektron dari tetangga ‘di atasnya’, yang
memiliki afinitas lebih rendah terhadap elektron (kurang elektronegatif). Komponen tersebut
kembali ke bentuk teroksidasinya saat meneruskan elektron ke tetangga di bawahnya’, yang
lebih elektronegatif.
Gambar 2.13 Perubahan energi-bebas selama transpor elektron. Penurunan Energi keseluruhan
(∆G) untuk eletron yang bergerak dari NADH ke oksigen adalah 53 kkal/mol, namun ‘kejatuhan’ ini
dipecah-pecah menjadi serangkaian langkah yang lebih kecil oleh rantai transpor elektron. (Atom
oksigen di sini direpresantikan sebagai ½ O2 untuk menekankan bahwa rantai transpor elektron
mereduksi oksigen molekular, O2, bukan atom oksigen molekular.

Amati lebih dekat rantai transpor elektron pada Gambar 2.13. Pertama pembahasan
mengenai lewatnya elektron melalui kompleks I secara cukup dan rinci, sebagai ilustrasi
prinsip-prinsip umum yang terlibat. Dalam transpor elektron, terhadap elektron yang
tersingkirkan dari glokusa oleh NAD*, selama glikolisis dan siklus asam sitrat, ditransfer dari
NADH ke molekul pertama pada rantai transpor elektron dalam komplek I. Molekul ini adalah
flavoprotein, dinamakan demikan karena memiliki gugus prostetik yang disebut flavin
mononukleotida (FMN). Dalam rekasi redoks berikutnya, flavoprotein kembali bentuk
teroksidasinya saat meneruskan elektron ke protein besi-sulfur (Fe.S dalam kompleks I), salah
satu famili protein dengan besi dan sulfur yang terikat erat. Protein besi-sulfur ini kemudian
meneruskan ke senyawa yang disebut ubikuinon (ubiquinone, disimbolkan Q pada Gambar
2.13). Pembawa elektron ini merupakan molekul hidrofobik kecil, satu-satunya anggota rantai
transpor elektron yang bukan merupakan protein. Ubikuionon yang dapat bergerak secara
individual di dalam membran, bukan menetap pada suatu kompleks tertentu. (Nama lain
Ubikuinon adalah koenzim Q, atau KoQ; yang biasanya terlihat pada KoQ yang dijual sebagai
suplemen nutrisi).
Sebagian besar pembawa elektron antara ubikuinon dan oksigen adalah protein yang
disebut sitokrom (cytochrome). Gugus prostetik milik sitokrom, yang disebut grup hem,
memiliki atom besi yang menerima dan menyumbangkan elektron. (Gugus ini mirip dengan
gugus hem dalam dalam hemoglobin, protein dalam sel darah merah, hanya saja besi dalam
hemoglobin mengangkat oksigen, bukan elektron). Rantai transpor elektron memiliki beberapa
tipe sitokrom, masing-masing merupakan protein berbeda dengan gugus hem pembawa-
elektron yang agak berbeda. Sitokrom terakhir pada rantai transpor, cyt a3 meneruskan
elektronnya ke oksigen, yang sangat elektronegatif. Masing-masing atom oksigen juga
mengambil sepasang ion hidrogen dari larutan berair dalam sel, membentuk air.
Suatu sumber elektron lain untuk rantai transpor adalah FADH2, produk tereduksi
lainnya dalam siklus asam nitrat. Perhatikan pada Gambar 2.13 bahwa FADH2 menambahkan
elektron-elektronnya ke rantai transpor elektron pada kompleks II, di tingkat energi yang lebih
rendah daripada NADH. Sebagai akibatnya, walaupun NADH dan FADH2 sama-sama
menyumbangkan jumlah elektron yang sama (2) untuk reduksi oksigen, rantai transpor elektron
menyediakan energi untuk sintesis ATP sekitar sepertiga lebih sedikit saat penyumbang
elektronnya adalah FADH2, dibandingkan dengan saat penyumbangannya adalah NADH.
Rantai transpor elektron tidak membuat ATP secara langsung. Akan tetapi, rantai ini
memudahkan kejatuhan elektron dari makanan ke oksigen, menguraikan energi-bebas menjadi
serangkaian langkah yang lebih kecil, yang melepaskan energi dalam jumlah yang mudah
dikelola.

2.4.2 Kemiosmosis: Mekanisme Penggandengan-Energi


Membran dalam mitokondria atau membran plasma prokariota ditempati oleh banyak
kompleks protein yang disebut ATP sintase (ATP synthase), enzim yang sesungguhnya
membuat ATP dari ADP dan fospat anorganik. ATP sintase bekerja seperti pompa ion yang
bekerja terbalik. Pompa ion biasanya menggunakan ATP sebagai sumber energi untuk
mentraspor ion melawan gradiennya. Faktanya, pompa proton yang ditunjukkan pada Gambar
9.14 dibawah ini adalah suatu ATP sintse. Seperti yang disebut sebelumnya, enzim dapat
mengkatalisis sesuatu ke dua arah, bergantung pada ∆G untuk reaksi tersebut, yang dipengaruhi
oleh konsentrasi lokal reaktan dan produk. Sebagai ganti hidrolisis ATP untuk memompa
proton melawan gradien konsentrasinya, dibawah kondisi respirasi seluler, ATP sintase
menggunaan energi dari gradien ion yang ada untuk memberikan tenaga bagi sintesis ATP.
Sumber tenaga bagi ATP sintase adalah perbedaan konsentrasi H+ di kedua sisi membran-
dalam mitokondria. (dapat juga menganggap gradien ini sebagai perbedaan pH, karena pH
adalah ukuran konsentrasi H+). Proses ini menggunakan energi yang tersimpan dalam bentuk
gradien ion hidrogen di kedua sisi membran untuk mengerakkan kerja seluler seperti sintesis
ATP dan disebut kemiosmosis (chemiosmosis, dari kata Yunani osmos, mendorong).

Gambar 2.14 ATP sintase, suatu kincir molekular. Kompleks protein ATP sintase berfungsi sebagai
kincir, diberi tenaga oleh aliran ion hidrogen. Komplek ini berada dalam memberan mitokondria dan
membrane kloroplas eukariota dan membrane plasma prokariota. Masing-masing dari keempat pada
bagian ATP sintase terdiri dari sejumlah subunit polipeptida.

Dari penelitian tentang struktur ATP sintase, ilmuwan telah mempelajari bagaimana
aliran H+ melalui enzim yang besar ini memberikan tenaga bagi pembuatan ATP. ATP sintase
adalah kompleks multisubunit dengan empat bagian utama, yang masing-masing terdiri atas
banyak polipeptida. Proton bergerak satu demi satu ke dalam situs pengikatan pada salah satu
bagian rotor berputar sedemikian rupa sehingga mengkatalisis produksi ATP dari ADP dan
fospat anorganik. Dengan demikian, aliran proton berlaku agak mirip dengan aliran sungai
deras yang memutar kincir air (Gambar 2.14).
ATP sintase adalah motor putar (rotasi) molekular terkecil yang diketahui di alam.
Penelitian yang mengarah pada pendeskripsian terperinci tentang aktivitas enzim pertama-tama
menunjukkan bahwa bagian kompleks tersebut sesungguhnya berputar dalam membran ketika
reaksi berlanjut ke arah hidrolisis ATP. Walaupun ahli biokimia menganggap bahwa
mekanisme rotasi yang samalah menyebabkan sintesis ATP, tidak ada dukungan yang kuat
bagi model ini sebelum tahun 2004. Pada tahun ini, beberapa institusi riset yang bekerja sama
dengan suatu perusahaan swasta mampu menemukan jawaban masalah dini dengan
nanoteknologi (teknik-teknik yang melibatkan pengontrolan materi pada skala molecular; dari
kata Yunani nanos, berarti kerdil). Gambar 2.15 mendeskripsikan percobaan elegan yang
dilaksanakan oleh para peneliti ini untuk mendemonstrasikana bahwa arah rotasi salah satu
bagian kompleks protein tersebut terhadap bagian yang lain adalah satu-satunya yang
menyebabkan sintesis ATP atau hidrolisis ATP berlangsung.
Memantapkan gradien H+ adalah fungsi utama rantai transpor elektron, yang
ditunjukkan dalam lokasinya di mitokondria pada Gambar 2.16 dibawah ini. Rantai transpor
tersebut merupakan pengubah elektron yang menggunakan aliran eksergonik elektron dari
NADH dan FADH2 untuk memompa H+ melintasi membran, dari matriks mitokondria menuju
ruang antarmembran. H+ memiliki kecenderungan untuk bergerak kembalu melintasi
membran, berdifusi menuruni gradiennya. Adapun ATP sintase merupakan satu-satunya situs
yang menyediakan jalan menembus membran untuk H+ melalui ATP sintase memanfaatkan
aliran eksergonik H+ untuk menggerakan fosforilasi ADP. Dengan demikian, energi yang
tersimpan dalam gradien H+ di kedua sisi membran akan menggandengkan reaksi redoks pada
rantai transpor elektron dengan sintesis ATP, suatu contoh kemiosmosis.
Gambar 2.16 Kemiosmosis menggandengkan rantai transpor elektron dengan sintesis ATP. (1)
NADH dan FADH2 mengulang-alik elektron-elektron berenergi tinggi yang diekstraksi dari makanan
selama glikolisis dan siklus asam sitrat ke rantai transpor elektron yang tertanam dalam membran-dalam
mitokondria. Anak panah emas menelusuri transpor elektron yang akhirnya diteruskan ke oksigen pada
ujung ‘kaki bukit’ rantai tersebut, dan membentuk air. Seperti yang ditunjukkan Gambar 2.13, sebagian
besar pembawa elektron pada rantai terkelompokkan ke dalam empat kompleks. Dua pembawa yang
bisa berpindah tempat, ubikuinon (Q) dan sitokrom c (Cyt c), bergerak dengan cepat, mengantarkan
elektron diantara kompleks-kompleks besar. Ketika menerima dan kemudian menyumbangkan
elektron, kompleks I, III, dan IV memompa proton dari matriks mitokondria ke dalam ruang antar
membran. (Pada prokariota, proton di pompa ke luar membrane plasma). Perhatian Bahwa FADH2
mendepositkan elektronnya melalui komplek II, sehingga menyebabkan lebih sedikit proton yang
dipompakan ke dalam ruangan antar membran daripada yang terjadi dengan NADH. Energi kimia yang
awalnya dipanen dari makanan ditransformasi menjadi gaya-gerak proton, yaitu gradien H+ di kedua
sisi membrane tersebut. (2) Selama Kemiosmosis, proton mengalir kembali menuruni gradiennya
melalui sintase, yang tertanam dalam membran di dekat rantai transpor elektron. ATP sintase
memanfaatkan gaya gerak-proton untuk memforforilasi ADP, membentuk ATP. Transpor elektron dan
kemiosmosis bersama-sama menyusun fosforilasi oksidatif.

Pada titik ini, para peneliti menemukan bahwa komponen-komponen tertentu dari
rantai transpor elektron menerima dan melepaskan proton (H+) bersamaan dengan elektron.
(Larutan berair di dalam dan di sekeliling sel merupakan sumber H+ dapat diambil dan
dilepaskan ke dalam larutan yang mengelilinginya. Dalam sel eukariot, pembawa elektron
tersusun secara spasial di dalam membran sedemikian rupa sehingga H+ diterima dari matriks
mitokondria dan dideposit di ruang antermembran (lihat Gambar 2.16). Gradien H+ yang
dihasilkan disebut sebagai gaya gerak proton (proton-moive force), dengan menekankan pada
kapasitas gradien untuk melakukan kerja. Gaya tersebut menggerakkan H+ kembali melintasi
membran melalui saluran-saluran H+ yang disediakan oleh ATP sintase.
Dalam istilah umum, kemiosmosis adalah mekanisme penggandengan-energi yang
menggunakan energi yang tersimpan dalam bentuk gradien H+ di ke dua sisi membran untuk
menggerakan kerja selular. Di dalam mitokondria, energi untuk pembentukkan gradien berasal
dari reaksi redoks eksergonik, dan sintesis ATP merupakan kerja yang dilakukan. Namun
kemiosmosis juga terjadi di tempat-tempat lain dan dalam berbagai variasi. Kloroplas
menggunakan kemiosmosis untuk membuat ATP selama fotosintesis; dalam organel ini,
cahaya (bukannya energi kimia) menggerakan aliran elektron menuruni rantai transpor elektron
sekaligus pembentukkan gradien H+ yang diakibatkan oleh aliran tersebut. Prokariota, seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, membentuk gradien H+ di kedua sisi membran plasmanya.
Prokariota kemudian memanfaatkan gaya-gerak proton tidak hanya membuat ATP di dalam
sel, namun juga untuk merotasi flagelanya dan memompa nutrien serta zat buangan melintasi
membran. Karena nilainya yang teramat penting bagi perubahan energi dalam prokariota dan
eukariota, kemiosmosis telah membantu menyatukan ilmu bioenergetika. Peter Mitchhell
dianugrahi Hadiah Nobel tahun 1978 sebagai orang pertama yang mengajukkan mode
kemiosmotik.

2.4.3 Perhitungan Produksi ATP Melalui Respirasi Seluler


Selama respirasi, sebagian besar energi mengalir dalam urutan sebagai berikut glukosa
→ NADH → rantai transpor elektron → gaya-gerak proton → ATP. Kita dapat melakukan
pembukuan untuk menghitung laba ATP ketika respirasi selular mengoksidasi suatu molekul
glukosa menjadi enam molekul karbon dioksida. Tiga departemen utama ‘perusahaan’
metabolik ini adalah glikolisis, siklus asam nitrat, dan rantai transpor elektron, yang
menggerakan fosforilasi oksidatif. Gambar 2.17 di bawah ini memberikan perhitungan
terperinci perolehan ATP permolekul glukosa yang dioksidasi. Perhitungan tersebut
menambahkan 4 ATP yang dihasilkan secara langsung oleh fosorilasi tingkat-substrat selama
glikolisis dan asam sitrat ke lebih banyak lagi ATP yang dihasilkan melalui fosforilasi
oksidatif. Setiap NADH yang mentransfer sepasang elektron dari glukosa ke rantai transpor
elektron cukup berkontribusi bagi gaya gerak-proton yang cukup untuk menghasilkan
maksimum sekitar 3 ATP.

Gambar 2.17 Perolehan ATP per molekul glukosa pada setiap tahap respirasi seluler

Ada tiga alasan mengapa tidak dapat menyatakan jumlah pasti molekul ATP yang
dihasilkan melalui penguraian satu molekul glukosa. Pertama, fosforilasi dan reaksi redoks
tidak secara langsung digandengkan satu sama lain, sehingga rasio jumlah molekul NADH
terhadap jumlah molekul ATP bukan merupakan bilangan bulat. Diketahui bahwa 1 NADH
menyebabkan 10 H+ ditranspor keluar melintasi membran-dalam mitokondria, diketahui juga
bahwa antara 3 dan 4 H+ harus masuk kembali ke matriks mitokondria melalui ATP sintase
untuk menghasilan 1 ATP. Dengan demikian, satu molekul NADH membangkitkan cukup
gaya gerak-proton untuk sintesis 2,5 sampai 3,3 ATP; umumnya, pembulatan dan bahwa 1
NADH dapat menghasilkan sekitar 3 ATP. Siklus asam sitrat juga menyuplai elektron ke rantai
transpor elektron melalui FADH2, namun karena FADH2 memasuki rantai belakangan, setiap
molekul pembawa elektron ini hanya menyebabkan transpor H+ yang cukup untuk sintesis 1,5
sampai 2 ATP. Angka-angka ini juga memperhitungkan sedikit biaya energi untuk
memindahkan ATP yang terbentuk dalam mitokondria keluar ke sitoplasma, tempat ATP akan
digunakan.
Kedua, perolehan ATP sedikit itu bervariasi, bergantung pada tipe wahana ulang-alik
yang digunakan untuk mentranspor elektron dari sitosol ke dalam mitokondria. Membran-
dalam mitokondria tidak permeabel terhadap NADH, sehingga NADH dalam sitosol terpisah
dari mesin fosforilasi oksidatif. Kedua elektron NADH yang ditangkap sat glikolisis harus
diangkut ke dalam mitokondra melalui satu dari beberapa sistem ulang-alik elektron.
Bergantung pada tipe wahana ulang-alik dalam tipe sel tertentu, elektron dapat diteruskan ke
NAD+ atau FAD dalam matriks mitokondria (lihat Gambar 9.17). Jika elektron diteruskan ke
FAD, seperti dalam sel otak, hanya ada sekitar 2 ATP yang dapat dihasilkan dari setiap NADH
dari sitosol. Jika elektron diteruskan ke NAD+ mitokondria, seperti dalam sel hati dan se
jantung. Maka 3 ATP akan diperoleh.
Variabel ketiga yang mengurangi perolehan ATP adalah penggunaan gaya gerak-
proton yang dibangkitkan oleh reaksi-reaksi redoks respirasi untuk menggerakan macam-
macam kerja lain. Misalnya, gaya gerak-proton memberikan tenaga bagi pengambilan piruvat
dari sitosol oleh mitokondria. Akan tetapi, jika semua gaya gerak-proton yang dibangkitkan
oleh rantai transpor elektron digunakan untuk menggerakan sintesis ATP, satu molekul glukosa
dapat menghasilkan maksimum 34 ATP yang dihasilkan melaui fosforilasi oksidatif plus 4
ATP (netto) dari fosforilasi tingkat-substrat. Dengan demikian, perolehan totalnya adalah
sekitar 38 ATP (atau hanya sekitar 36 ATP jika yang berfungsi adalah wahana ulang-alik yang
kurang efisien).
Kita sekarang dapat membuat estimasi kasar dari efisiensi respirasi-artinya, presentase
energi kimia yang dimiliki oleh glukosa yang telah ditransfer ke ATP. Oksidasi sempurna satu
mol glukosa melepaskan ATP 686 kkal per mol glukosa, yang hasilnya sama dengan 0,4.
Dengan demikian, sekitar 40% energi potensial kimia dalam glukosa telah di transfer ke ATP;
persentase yang sebenarnya kemungkinan lebih tinggi karena ∆G lebih rendah dibawah kondisi
selular. Sisa energi simpanan akan hilang sebagai panas. Manusia memanfaatkan sebagian
panas ini untuk memperthankan suhu tubuhnya yang relatif tinggi (370), dan membuang
sisanya melalui keringat dan mekanisme pendinginan lainnya. Respirasi selular sangat efisien
dalam hal pengubah energi. Sebagai perbandingan, mesin mobil yang paling efisien hanya
mengubah sekitar 25% energi yang tersimpan dalam bensin menjadi energi yang menggerakan
mobil.

Anda mungkin juga menyukai