Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan industri kecil dan menengah yang tersebar di

masyarakat Indonesia telah memberikan andil yang cukup besar dalam

meningkatkan pendapatan masyarakat Indonesia.

Pada umumnya, UKM tahu di Indonesia berskala kecil dan

menengah. Jumlah industri besar di Indonesia adalah 3.952 buah sedangkan

jumlah industri kecil yang terdaftar di Deperindag yaitu 40.378 buah (Ibrahim,

1998).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik, sekitar 38% kedelai di

Indonesia dikonsumsi dalam bentuk produk tahu. Seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun, maka

permintaan dalam negri terhadap produk pangan yang merupakan hasil olahan

dari biji kedelai khususnya tahu mengalami pertumbuhan, tetapi pada tahun

2010 dan 2012 mengalami penurunan terhadap konsumsi tahu itu sendiri

mungkin karena potensi konsumsi tahu oleh masyarakat Indonesia yang

lemah, jumlah produksi tahu yang tidak maksimal, kurangnya ketersediaan

kedelai dipasaran dan tingginya harga kedelai pada saat tahun tersebut.

Pertumbuhan konsumsi tahu perkapita di Indonesia dari tahun 2009 hingga

2013 terlihat pada Tabel 1.2 dibawah ini.

1
Tabel 1.1 Pertumbuhan Penduduk dan Konsumsi Tahu Berdasarkan

Pendapatan Nasional Per Kapita di Indonesia Tahun 2009 – 2013

Tahun Pertumbuhan Pendapatan Konsumsi

Penduduk Indonesia Nasional Per (kg/kapita/tahun)

(orang) Kapita (rupiah)

2009 237.500.000 6.171.342,87 7,039

2010 240.700.000 23.974.407,31 6,987

2011 243.800.000 27.487.046,94 7,404

2012 246.900.000 30.674.674,07 6,987

2013 249.900.000 32.463.736,28 7,039

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2013 dan BPS, 2010 serta

Worldbank, 2013.

Industri kecil dan menengah dikarakteristikan sebagai industri

dengan tingkat efisien energi yang rendah dan tingkat pencemaran yang

tinggi, hal ini disebabkan oleh ( Visvanathan dan Kumar, 1999) :

a. Usia tenaga kerja, teknologi yang kurang efisien, kurangnya informasi

dalam penggunaan energi yang efisien dan teknologi yang berwawasan

ramah lingkungan

b. Kurangnya atau tidak adanya sistem pembuangan dan penanganan limbah

dimana sistem tersebut lebih mengutamakan keuntungan daripada

kesadaran akan lingkungan

c. Kurangnya infrastruktur dalam industri

2
d. Adanya hambatan dari segi teknik, ekonomi, informasi, sosial dan institusi

untuk mengadopsi dan mengimplementasikan teknologi berwawasan

lingkungan

UKM tahu yang berada di daerah kawasan Mojosongo, Surakarta

ini merupakan industri kecil dan menengah dimana terdapat 30 hingga 50

pengrajin tahu yang tersebar di berbagai rumah yang ada dikawasan tersebut.

UKM tahu yang pertama digunakan sebagai penelitian ini tediri dari 9 orang

pengrajin dimana 9 orang pengrajin tersebut melakukan proses produksi

dalam satu rumah secara bersama – sama dan diantara ke 9 pengrajin tahu

tersebut sekaligus sebagai pemilik dari UKM tahu maupun tempe yang

mereka produksi.

Saya memilih UKM tahu pertama yang didirikan oleh Bapak

Sunardi sejak tahun 1960 dan saat ini dijalankan oleh Bapak Sutadi yang

masih menggunakan bak perebusan tungku. Satu hari UKM tahu ini

memproduksi 40 kg – 70 kg kedelai yang digunakan sebagai bahan baku

utama pembuatan tahu. UKM tahu yang kedua yang dipilih didirikan oleh

Bapak Christianto dan memiliki 3 orang karyawan dan menggunakan

teknologi ketel uap. Satu hari industri ini bisa memproduksi hingga 300 kg

hingga 400 kg kedelai. Di industri kedua ini hanya ada satu pemilik pengrajin

tahu yaitu Bapak Christianto sendiri. Rumah produksi tahu ini bersebrangan

dengan industri Bapak Sunardi. Untuk para pengrajin yang lain sama dengan

industri yang pertama hanya berbeda dilokasi produksi saja, dimana satu

rumah produksi memiliki beberapa pemilik UKM tahu maupun tempe.

3
Proses produksi tahu memerlukan input dan menghasilkan output.

Input yang digunakan yaitu bahan bakar kayu yang cukup banyak dan bahan

bakar minyak untuk alat transportasi serta penggunaan jumlah air bersih yang

sangat besar. Air yang digunakan dalam satu hari mencapai ± 350 liter,

sedangkan outputnya menghasilkan produk samping yang cukup banyak

seperti limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dihasilkan pada saat

proses penyaringan sedangkan limbah cair dihasilkan dari proses pentirisan

dan pencetakan.

Teknologi yang digunakan pada proses pemasakan tahu ini masih

konvensional yaitu menggunakan bak perebusan besar yang dipanaskan

dengan bara api yang berasal dari serbuk kayu, sedangkan UKM tahu kedua

menggunakan teknologi ketel uap. Setiap bahan bakar yang digunakan baik

untuk proses produksi maupun sebagai alat transportasi akan menghasilkan

emisi yang akan mencemari lingkungan. Emisi ini dapat dievaluasi untuk

mengetahui penggunaan input yang berdampak besar terhadap lingkungan.

Cara evaluasi tersebut dapat mengaplikasikan konsep Life Cycle Assessment

(LCA), dimana konsep ini merupakan suatu metode atau alat yang menilai

sebuah produk dari proses awal hingga akhir dan mengetahui penggunaan

sumber daya dan emisi yang dikeluarkan yang nantinya mungkin akan

berpotensi merusak lingkungan sekitar dan membandingkan penggunaan

kedua teknologi tersebut pada proses pengolahan tahu dan mengidentifikasi

dan mengkuantitasikan semua bahan – bahan yang terlibat pada proses

4
pengolahan tersebut sehingga nantinya produksi tahu ini dapat menerapkan

produksi yang lebih ramah lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apa saja faktor – faktor bahan yang terlibat pada proses pembuatan tahu

pada UKM tahu tersebut?

2. Bagaimana karakteristik tahu dan kuantitas tahu serta energi yang diperoleh

jika proses produksi dilakukan dengan bak perebusan dibandingkan dengan

menggunakan ketel uap?

3. Bagaimana hasil perbandingan penggunaan energy dan emisi yang

dihasilkan ketel uap dan bak perebusan dalam proses pemasakan tahu?

4. Bagaimana pengaruh terhadap lingkungan dari proses produksi dengan

menggunakan bak perebusan dan ketel uap?

1.3 Batasan Penelitian

Agar penelitian ini berfokus pada masalah yang telah dirumuskan,

maka penelitian ini diberikan batasan dan asumsi sebagai berikut:

1. Obyek penelitian dibatasi pada UKM tahu Sunardi dan Christianto

didaerah Mojosongo, Surakarta.

2. Aspek yang dikaji mulai dari pengadaan bahan baku, proses pembuatan

tahu hingga pemasaran.

5
3. Penelitian ini menganalisis perbandingan penggunaan energi bak

perebusan dan ketel uap dalam proses pemasakan tahu.

4. Tahap penelitian yang dilakukan tidak sampai pada penanggulangan

dampak industri, hanya identifikasi terhadap dampak.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menganalisa dan mengevaluasi hasil penggunaan energi dan emisi yang

ditimbulkan pada tiap – tiap UKM tahu dengan menggunakan ketel uap

dan bak perebusan dalam proses pemasakan tahu.

2. Menganalisa hasil penggunaan energi dan emisi yang ditimbulkan oleh

bensin dan kayu dengan pengujian beda signifikan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diambil dari hasil penelitian ini adalah dapat

memperkenalkan konsep Life Cycle Assessment pada industri kecil dan

menengah. Selain itu mengetahui bahan bahan seperti material, energi, proses

dan sub proses yang terlibat pada industri yang menggunakan teknologi secara

konvensional maupun semi – modern (ketel uap) dan mengetahui dampak -

dampak yang ditimbulkan dari proses produksi tersebut.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Mengenai Tahu

2.1.1 Pengertian Tahu

Tahu berasal dari negeri Cina. Asal katanya adalah tao-hu, teu-hu

atau tokwa. Kata tao atau teu sendiri artinya kacang sedangkan hu atau kwa

artinya rusak, lumat, hancur menjadi bubur. Jika kedua kata tersebut

digabungkan akan memberi pengertian, makanan yang terbuat dari kacang

kedelai yang dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur. (Kastyanto, 1999). Di

Jepang, tahu dikenal dengan nama tohu, sedangkan dalam bahasa inggris

disebut soybean curd atau juga tofu (Supriatna, 2005).

Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil

penyarian kedelai yang telah digiling dengan penambahan air (Sarwono,

2004).

Tahu diperdagangkan dengan berbagai variasi bentuk, ukuran dan

warna. Selain tahu putih atau tahu biasa, dipasar juga dikenal berbagai tahu

komersil yang sudah memiliki nama dan berciri khas diantaranya (Sarwono,

2004) :

1. Tahu Sumedang

Tahu sumedang disebut juga tahu pong atau tahu kulit. Tahu ini

merupaka lembaran – lembaran tahu putih setebal 3 cm dengan

tesktur lunak dan kenyal.

7
2. Tahu Cina

Tahu Cina berupa tahu putih, teksturnya lebih padat, halus dan

kenyal dibandingkan tahu biasa. Ukurannya sekitar 12 cm x 12

cm x 8 cm.

3. Tahu Kuning

Tahu kuning mirip tahu cina. Bentuknya tipis dan lebar,

warnanya kuning dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit.

4. Tahu Sutera

Tahu sutera teksturnya sangat lembut dan lunak, tahu yang

berasal dari Jepang ini biasanya dikonsumsi sebagai makanan

penutup (dessert).

Tahu merupakan konsentrat protein kedelai. Tahu merupakan suatu

produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat melalui proses

pengolahan kedelai (Glycine sp.) dengan cara pengendapan proteinnya dengan

atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Syarat mutu tahu adalah

sebagai berikut ( SNI 01-3142, 1998) :

1. Bau dan rasa : normal

2. Warna : putih atau kuning bersih

3. Penampakan : normal tidak berlendir dan tidak berjamur

4. Kadar abu (%) : maks. 1,0

5. Kadar protein(%bb) : min 9,0

6. Lemak : min 0,5

8
7. Kadar serat kasar (%bb) : maks 0,1

Berdasarkan pengamatan 1 kg kedelai mengandung lebih kurang

300 – 400 gram (40%) protein, 200-300 gram karbohidrat, 150 – 200 gram

lemak dan sisanya merupakan zat – zat mineral seperti kalsium, fosfor,

magnesium serta vitamin anti beri – beri ( Santoso, 1993).

Pemanfaatan kedelai menjadi tahu ini memiliki kandungan gizi

yang tinggi dan juga mengandung beberapa asam amino yang dibutuhkan

manusia seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kandungan Asam Amino Esensial Kedelai tiap 100 gram

No. Asam Amino Esensial Kandungan

1 Isoleusin (mg) 47,3

2 Leusin (mg) 77,4

3 Lisin (mg) 56,9

4 Metionin (mg) 11,0

5 Sistin (mg) 8,6

6 Fenilalanin (mg) 49,4

7 Tirosin (mg) 32,3

8 Treonin (mg) 41,3

9 Triptophan (mg) 11,5

10 Valin (mg) 47,6

Sumber : LIPI (Widya Karya Pangan dan Gizi, 2000)

9
2.1.2 Kedelai

Kedelai merupakan tanaman semusim dan termasuk tanaman

basah. Kedudukan tanaman kedelai dalam sistematik tumbuhan (taksonomi)

diklasifikasikan sebagai berikut ( Rukmana dan Yuniarsih, 1996) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyleddonae

Ordo : Polypetales

Famili : Leguminosae

Sub-famili : Papilonodeae

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merill

Kedelai mempunyai banyak kegunaan bagi manusia. Salah satu

kegunaan kedelai sebagai sumber protein nabati, yang dapat diperoleh dengan

cara mengolah kedelai menjadi berbagi jenis makanan seperti tahu, tempe,

tauco, kecap dan susu kedelai.

Alasan utama kedelai diminati masyarakat luas di dunia antara lain

karena dalam biji kedelai terkandung gizi yang tinggi. Kandungan gizi yang

terkandung dalam 100 gram bahan kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Disamping itu kadar asam amino kedelai termasuk paling lengkap.

10
Tabel 2.2. Kandungan Gizi yang Terkandung Tiap 100 gram Bahan Kedelai

Kandungan Gizi Kedelai basah Kedelai kering

Kalori (kkal) 286,0 331,0

Protein (g) 30,20 34,90

Lemak (g) 15,60 18,10

Karbohidrat (g) 30,10 34,80

Kalsium (mg) 196,0 227,0

Fosfor (mg) 506,0 585,0

Zat besi (mg) 6,9 8,0

Vitamin A (S.I) 95,0 110,0

Vitamin B1 (mg) 0,93 1,07

Vitamin C - -

Air (g) 20,00 10,00

Bagian yang dapat dimakan (%) 100,00 100,00

Sumber : LIPI (Widya Karya Pangan dan Gizi, 2000)

2.1.3 Pembuatan Tahu

Pada prinsipnya pembuatan tahu sendiri tediri dari dua tahap yaitu

pembuatan bubur kedelai dan tahap koagulasi dari bubur kedelai. Langkah –

langkah dalam membuat tahu meliputi penyotiran, pencucian, perendaman,

penggilingan, pendidihan, penyaringan, penggumpalan dan pencetakan

(Santoso, 2003).

Biji – biji kedelai yang sudah dicuci direndam dalam bak air

selama 6-12 jam. Indikasi bahwa waktu perendaman telah selesai ditandai

11
dengan berat kedelai telah mencapai 2,2 kali berat kedelai kering dan telah

mengembang menjadi 2,4 kali kedelai kering. Waktu perendaman dapat

dipercepat dengan menggunakan air panas (Shurtleff dan Aoyagi, 1984).

Pemasakan bubur kedelai bertujuan (Shurtleff dan Aoyagi, 1984) :

1. Untuk mempermudah mengekstrak bubur kedelai

2. Untuk menginaktifkan zat antinutrisi kedelai (trypsin inhibitor)

yang bersifat menggangu penggunaan protein dalam tubuh

3. Meningkatkan dan mengoptimalkan jumlah nutrisi dan mutu

dari protein

4. memperbaiki rasa dan aroma

5. meningkatkan umur simpan dengan menginaktifkan /

membunuh bakteri

6. mengubah sifat kimia protein, sehingga pada waktu

penggumpalan akan menghasilkan tahu yang baik

Pemasakan dilakukan pada suhu 1000C – 1100C selama 10 menit

atau pemasakan kedelai dapat dianggap selesai setelah bubur kedelai tiga kali

berbusa, selanjutnya bubur kedelai disaring dengan kain blacu atau motif

kasar yang diletakkan dalam panci kemudian ditekan dengan papan kayu

dengan kuat sehingga diperoleh susu kedelai yang optimal. Susu kedelai yang

masih hangat dan berwarna kekuning-kuningan ditambah dengan asam cuka

yang telah dilarutkan dalam air atau whey yang disimpan 1-2 malam, lalu

diaduk-aduk, dibiarkan 5 – 10 menit agar penggumpalan protein sempurna.

Air asam yang terdapat diatas endapan dipisahkan, kemudian dimasukkan

12
kedalam cetakan dan pada bagian alas dihamparkan kain blacu (Shurtleff dan

Aoyagi, 1984).

Proses pemasakan tahu sendiri ada dua jenis yaitu menggunakan

tungku atau konvensional dan dengan menggunakan ketel uap.

Gambar 2.1 Pemasakan Tahu dengan Tungku

Gambar 2.2. Pemasakan Tahu dengan Ketel Uap

13
Dalam proses pembuatan tahu, digunakan bahan pembantu agar

bahan baku kedelai dapat diproses lebih lanjut. Bahan pembantu yang

digunakan antara lain (Sarwono, 2004) :

a. Penggumpal

Penggumpal yang digunakan untuk mengendapkan protein dan

larutan padat pada sari kedelai antara lain batu tahu atau sioko,

biang tahu dan Glucono-Delta-Lacton (GDL). Bahan penggumpal

yang digunakan untuk pembuatan tahu adalah biang tahu bagi

usaha yang sudah rutin produknya dan bagi usaha baru dapat

menggunakan asam cuka makanan (asam asetat) pekat.

b. Pewarna

Ada dua jenis pewarna makanan, yaitu pewarna alami dan pewarna

sintetik. Pewarna alami tahu biasanya menggunakan ekstrak

kunyit. Tahu yang diberi pewarna alami ini cukup mudah dikenali

karena pada permukaannya terdapat sedikit gumpalan dan

beraroma khas kunyit. Apabila menggunakan pewarna sintetik

sebaiknya menggunakan pewarna makanan dan bukan pewarna cat

atau kain.

c. Antibusa

Bahan ini berfungsi untuk mencegahh timbulnya busa sewaktu

memasak bubur kedelai. Ada beberapa zat antibusa yang bisa

digunakan dalam pembuatan tahu, antara lain kalsium karbonat,

minyak goring dan silicone defoamer. Adanya busa atau gelmbung

14
– gelembung udara yang terkait dalam tahu dapat menurunkan mur

simpan tahu.

d. Air

Air sangat berpengaruh pada mutu tahu, oleh karena itu yang

digunakan harus memenuhi persyartan untuk industri pangan,

seperti tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak berasa, tidak

mengandung besi dan mangan serta bebas dari jasad renik

pathogen.

2.2 Industri Kecil dan Menengah (UKM)

2.2.1 Pengertian Usaha Kecil

UKM adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di

Indonesia, tetapi sampai saat ini batasan mengenai usaha kecil di Indonesia

masih beragam. Pengertian kecil didalam usaha kecil bersifat relatif, sehingga

perlu ada batasannya, yang dapat menimbulkan definisi-definisi usaha kecil

dari beberapa segi. Menurut (M.Tohar,1999:2) definisi usaha kecil dari

berbagai segi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Berdasarkan Total Asset

Berdasarkan total asset, pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki

kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah)

tidak termasuk tanah dan bangunan tempat membuka usaha.

b. Berdasarkan Total Penjualan Bersih Per Tahun

15
Berdasarkan hal ini pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki hasil

total penjualan bersih per tahun paling banyak Rp 1.000.000.000 ( satu

miliar rupiah).

c. Berdasarkan Status Kepemilikan

Dari segi ini, didefinisikan bahwa pengusaha kecil adalah usaha berbentuk

perseorangan, bisa berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang

didalamnya termasuk koperasi.

Berdasarkan UU No. 1 tahun 1995, usaha kecil dan menengah

memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar.

3. Milik Warga Negara Indonesia (WNI)

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki atau dikuasai usaha besar.

5. Bentuk usaha orang per orang, badan usaha berbadan hukum/tidak,

termasuk koperasi.

6. Untuk sektor industri, memiliki total aset maksimal Rp 5 miliar.

7. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp

600 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau

memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 3 miliar pada usaha

yang dibiayai.

16
Menurut BPS pada seminar di Kementerian Negara Koperasi dan

UKM Tahun 2009, landasan hukum penyusunan variabel UMKM 2006-2008

adalah UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM meliputi :

1. Usaha mikro: memiliki kekayaan paling banyak Rp. 50.000.000,- atau

hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,

2. Usaha kecil: memiliki kekayaan bersih > Rp. 50.000.000,- sampai dengan

Rp 500.000.000,- atau hasil penjualan tahunan > Rp. 300.000.000,- sampai

Rp.2.500.000.000,-

3. Usaha menengah; memiliki kekayaan bersih > Rp.500.000.000,- sampai

denga Rp 10.000.000,- atau hasil penjualan > Rp 2.500.000.000,- sampai

dengan Rp 50.000.000.000,-.

2.2.2 Pengertian Usaha Menengah

1. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998

Pengertian Usaha Kecil Menengah: Kegiatan ekonomi rakyat yang

berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan

kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan

usaha yang tidak sehat.

2. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

Pengertian Usaha Kecil Menengah: Berdasarkan kuantitas tenaga kerja.

Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5

s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang

memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.

17
3. Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994

tanggal 27 Juni 1994

Pengertian Usaha Kecil Menengah: Didefinisikan sebagai perorangan atau

badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha yang mempunyai

penjualan atau omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau

asset atau aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan

bangunan yang ditempati) terdiri dari :

- Bidang usaha ( Fa, CV, PT, dan koperasi )

- Perorangan ( Pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan,

perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa )

4. Menurut UU No 20 Tahun 2008

Pengertian Usaha Kecil Menengah: Undang undang tersebut membagi

kedalam dua pengertian yakni Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki

kriteria sebagai berikut :

a. Kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp

2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

18
Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah

entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp

50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

2.3 ISO 14000

Perdagangan global memunculkan gagasan untuk memperbaiki

kualitas lingkungan dengan penerapan “ecolabel” yang berarti produk yang

diperdagangkan telah dihasilkan dari proses yang mempertimbangkan masalah

lingkungan. Konsep sistem pengelolaan lingkungan yang baru diperkenalkan

oleh International Organization for Standardization (ISO) dengan metode

baku dalam sistem pengelolaan lingkungan ISO 14000 (Anonim 1, 2014).

Kelompok standar ISO 14000 tentang manajemen lingkungan

relatif masih baru diperkenalkan oleh ISO, namun banyak standar tentang hal

– hal yang berkaitan dengan lingkungan sudah lama dimiliki oleh ISO, seperti

halnya dengan kelompok standar ISO 9000, ISO 14000 dikeluarkan untuk

mengakomodasikan pihak yang berkepentingan yaitu bisnis, industri,

pemerintah, organisasi non pemerintah (LSM) dan konsumen (Raharjo, 2000).

Beberapa seri dari ISO seri 14000 adalah (Raharjo, 2000) :

1. ISO seri 14001 tentang Environmental Management System (EMS)

19
2. ISO seri 14010 tentang Environmental Auditing

3. ISO seri 14020 tentang Environmental Labeling

4. ISO seri 14030 tentang Environmental Performance Evaluation (EPE)

5. ISO seri 14040 tentang Life Cycle Assesment, tediri dari

e. ISO seri 14040 : LCA – Principles and framework

f. ISO seri 14041 : LCA – Goal and scope definition and

Inventory Analysis

g. ISO seri 14042 : LCA – Life Cycle Impact Assesment

h. ISO seri 14043 : LCA – Life Cycle Interpretation

i. ISO seri 14048 : LCA – LCA Data Documentation format

j. ISO seri 14049 : LCA – Examples for the application of ISO

14041

Setiap manajaer hampir bisa dipastikan bahwa akan menghindari

polusi yang ditimbulkan oleh organisasi dalam menjalankan aktivitasnya. Bagi

manajer yang berwawasan lingkungan tidak cukup puas dengan sekedar

memenuhi persyaratan minimum agar terhindar dari sanksi. Salah satu cara

yang telah diakui bisa membawa perbaikan lingkungan adalah penerapan ISO

14000. Standar ini dimaksudkan untuk mengganti pandangan pengelolaan

lingkungan sebagai beban biaya menjadi investasi terhadap lingkungan yang

akan memberikan jaminan kelangsungan hidup organisasi yang lebih baik.

Manfaat langsung yang bisa diperolah antara lain yaitu biaya penanganan

limbah lebih rendah, penghematan energi dan bahan baku, biaya distribusi

lebih murah, peningkatan citra organisasi dimata konsumen dan masyarakat,

20
dan kerangka kerja untuk perbaikan terus menerus sudah tersedia tinggal

dilaksanakan (Raharjo, 2000).

Gambar 2.3 Skema ISO 14000 series

Sumber : www.iso.org

21
2.4 Konsep Life Cycle Assessment (LCA)

Life Cycle Assessment (LCA) adalah proses evaluasi dampak yang

dimiliki oleh suatu produk terhadap lingkungan sepanjang umur hidupnya.

LCA dapat digunakan untuk mempelajari dampak baik buruk produk maupun

fungsi yang diharapkan dari produk tersebut. LCA secara umum dikenal

sebagai analisis cradle-to-grave. Oleh karena itu LCA merupakan proses yang

berkelanjutan, perusahaan dapat memulai LCA dari titik manapun dalam daur

hidup produk ( atau daur hidup sebagai fungsi produk ) (Jian-Guang

Wu,2009).

Life Cycle Assesment adalah proses yang obyektif untuk menilai

beban lingkungan yang berkaitan dengan produk, proses atau kegiatan dengan

cara pengenalan dan penentuan kuantitas penggunaan bahan, energy dan

pembebanan sisa bahan dan energi ke lingkungan, penilaian dampak

lingkungan, penilaian dan penerapan peluang untuk menggerakan upaya

perbaikan lingkungan. Penilaian ini mencakup seluruh daur hidup produk,

proses dan kegiatan berdasarkan pengambilan dan perlakukan bahan,

pembuatan produk, pengangkutan dan distribusi produk, penggunaan produk /

penggunaan ulang produk / perawatan produk, daur ulang dan pembuangan

akhir (Anonim 2, 2014).

LCA dapat digunakan untuk membantu strategi bisnis dalam

pembuatan keputusan, untuk peningkatan kualitas produk dan proses, untuk

menetepkan kriteria eco-labelling dan untuk mempelajari aspek lingkungan

dari suatu produk. Elemen utama dari LCA antara lain :

22
1. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasikan semua bahan yang terlibat,

misalnya energi dan bahan baku yang dikonsumsi, emisi dan limbah yang

dihasilkan.

2. Mengevaluasi dampak yang potensial dari bahan – bahan tersebut terhadap

lingkungan.

3. Mengkaji beberapa pilihan yang ada untuk menurunkan dampak tersebut.

Gambar 2.4 Skema Life Cycle Assesment (ISO, 2006)

Penilaian daur hidup produk yang lengkap melalui langkah dan

tahapan implementasi antara lain ( Curran, 1996) :

1. Goal and Scoping Definition. Goal Definition menyatakan tujuan dari

kajian dan penerapan yang diinginkan mencakup mengapa kajian

dilakukan dan bagaimana hasil kajian diterapkan. Penilaian daur hidup

akan mencapai tujuan yang berbeda bagi kelompok pengguna yang

berlainan. Tujuan yang beragam secara potensial mengarah pada

23
perbandingan produk, proses, kemasan atau kegiatan, pemilihan tempat

dan teknologi, pengembangan atau perbaikan produk, pencegahan

pencemaran, optimasi dan label. Rentang lingkup mencakup dari tahap

spesifik hingga global. Scoping atau lingkup kajian menetapkan batas

kajian, anggapan dan keterbatasan suatu penilaian daur hidup. Ini akan

menetapkan jenis kegiatan dan dampak yang akan dicakup atau disisihkan

dan alasan yang digunakan untuk penetapan itu.

2. Life Cycle Inventory (Inventarisasi daur hidup) adalah proses kuantifikasi

yang obyektif atas dasar data untuk kebutuhan energi dan bahan baku,

pembebasan ke udara, limbah cair, limbah padat dan pembebasan jenis

bahan yang lain ke lingkungan selama rentang hidup produk, proses atau

kegiatan spesifik. Analisis inventarisasi bahan dan energi yang digunakan

serta pembebasan bahan ke lingkungan meliputi penggunaan bahan dan

energi dari semua tahap dalam kehidupan suatu bahan atau proses mulai

dari perolehan bahan baku hingga pembuangan akhir di lingkungan.

Analisis ini menghasilkan katalog dan kuantitas penggunaan bahan dan

energi serta pembebasan ke lingkungan yang berkaitan dengan suatu

produk, proses atau kegiatan spesifik.

Pelaksanaan kegiatan inventarisasi daur hidup membutuhkan

model sebagai acuan untuk dianalisis karena analisis ini meliputi berbagai

kegiatan dalam operasi proses produksi yang memiliki watak yang

berbeda. Model ini diawali dari kajian masukan dan keluaran umum dalam

suatu kegiatan industri. Jenis analisis yang digunakan untuk

24
mengembangkan inventarisasi masukan dan keluaran berkaitan dengan

sistem yang menghasilkan produk itu sendiri.

Sistem produksi harus berpindah pindah ke dalam serangkaian

subsistem yang saling berkaitan satu dengan yang lain oleh aliran bahan

yang setimbang untuk menjelaskan kinerja sistem. Sistem dipecah hingga

tingkat yang paling rendah sehingga tiap subsitem yang berkaitan dengan

operasi fisis dapat memperoleh data masukan bahan dan energi dari

subsistem itu, kegiatan analisis inventarisasi daur hidup digambarkan pada

Gambar 2.5.

Inputs Outputs

Atmospheric
Raw Material Acquisition Emissions
Waterborne
Raw Materials Manufacturing Wastes

Solid Wastes
Use / Reuse / Maintenance
Energy Coproducts
Recycle / Waste Management Other
Releases

System Boundary

Gambar 2.5 Kegiatan Analisis Inventarisasi Daur Hidup Produk (Owens, 1997).

3. Life Cycle Impact Analysis (Analisis dampak daur hidup) adalah suatu

proses kuantitatif dan kualitatif yang bersifat teknis untuk penentuan

watak dan penilaian pengaruh pembebanan pada lingkungan yang dikenali

dengan komponen inventarisasi. Penilaian dampak pada bentuk yang

paling sederhana adalah penilaian dampak untuk tiap jenis sistem sebagai

25
akibat dari berbagai tindakan. Tahapan dalam penilaian dampak daur

hidup adalah :

a. Penggolongan (classification)

Merupakan proses penetapan dan penghimpunan data dari hasil

kajian inventarisasi daur hidup ke kelompok stressor yang

homogen (misal pengaruh rumah kaca atau senyawa ozon) didalam

kelompok yang lebih besar (misal kesehatan manusia. Kesehatan

ekologik dan penyusutan sumber daya).

b. Perwatakan (characterization)

Analisis dan perkiraan besaran dampak pada kesehatan manusia,

ekologik atau penyusutan sumber daya untuk tiap penekan

(stressor) yang diturunkan dari piranti penilaian dampak spesifik.

c. Bobot (valuation)

Penetapan nilai relative atau bobot pada berbagai dampak yang

berlainan dan perpaduan diantara kelompok dampak yang

mengizinkan penentu keputusan untuk melakukan asimilasi dalam

mempertimbangkan rentang dampak yang sesuai terhadap berbagai

kelompok dampak.

4. Life Cycle Improvement Analysis (Analisis perbaikan daur hidup) adalah

penilaian yang sistematik bagi kebutuhan dan peluang untuk menyusutkan

beban pada lingkungan yang berkaitan dengan penggunaan energi dan

bahan serta pengeluaran limbah sepanjang daur hidup suatu produk, proses

atau kegiatan, misalnya adalah perubahan dalam rancangan produk, proses

26
dan pengelolaan limbah. Hal ini seperti bahwa hasil analisis diterjemahkan

ke dalam tindakan spesifik yang menguntungkan hubungan antara industri

dan lingkngan.

Adapun manfaat dari Life Cycle Assesment adalah membantu

dalam hal sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi peluang bagi upaya peningkatan aspek

lingkungan dari produk pada beberapa titik daur hidupnya.

b. Pengambilan keputusan bagi industri dan lembaga pemerintahan

yang lebih baik (misalnya perencanaan strategi, penetapan

prioritas, perancangan kembali produk atau proses).

c. Menyeleksi indikator yang sesuai bagi upaya peningkatan kinerja,

termasuk didalamnya teknik – teknik pengukuran.

d. Pemasaran (misalnya klaim masalah lingkungan, ekolabel dan

pernyataan suatu produk ramah lingkungan).

e. Memberikan solusi atas informasi yang keliru.

2.5 Dampak Lingkungan

Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia.

Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi

mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan

faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit. Jenis bahan

bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin

maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya

karena perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari

27
knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak

terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin. Walaupun gas

buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak berbahaya

seperti nitrogen, karbon dioksida dan uap air, tetapi didalamnya terkandung

juga senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar yang dapat

membahayakan gas buang membahayakan kesehatan maupun lingkungan.

Bahan pencemar yang terutama terdapat didalam gas buang buang

kendaraan bermotor adalah karbonmonoksida (CO), berbagai senyawa

hindrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), dan partikulat

debu termasuk timbel (Pb). Bahan bakar tertentu seperti hidrokarbon dan

timbel organik, dilepaskan keudara karena adanya penguapan dari sistem

bahan bakar. Lalu lintas kendaraan bermotor, juga dapat meningkatkan kadar

partikular debu yang berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem.

Setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang

kendaraan bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya

dengan sinar matahari dan uap air, atau juga antara senyawa-senyawa tersebut

satu sama lain (Anonim3, 2014).

Proses reaksi tersebut ada yang berlangsung cepat dan terjadi saat

itu juga di lingkungan jalan raya, dan adapula yang berlangsung dengan

lambat. Reaksi kimia di atmosfer kadangkala berlangsung dalam suatu rantai

reaksi yang panjang dan rumit, dan menghasilkan produk akhir yang dapat

lebih aktif atau lebih lemah dibandingkan senyawa aslinya. Sebagai contoh,

adanya reaksi di udara yang mengubah nitrogen monoksida (NO) yang

28
terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor menjadi nitrogen dioksida

(NO2 ) yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara berbagai oksida nitrogen

dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon dan oksida lain, yang

dapat menyebabkan asap awan fotokimi (photochemical smog). Pembentukan

smog ini kadang tidak terjadi di tempat asal sumber (kota), tetapi dapat

terbentuk di pinggiran kota. Jarak pembentukan smog ini tergantung pada

kondisi reaksi dan kecepatan angin.

Berikut ini disajikan Tabel 2.3. mengenai sumber utama polutan

yang relevan dengan standar – standar internasional.

Tabel 2.3. Sumber Utama Polutan Udara dan Baku Mutu Internasional

Polutan Sumber Utama Komentar/Petunjuk WHO

Karbon monoksida Knalpot kendaraan 10mg/m3 (10 ppm) lewat 8 jam, 30

(CO) bermotor, proses industri mg/m3 lewat 1 jam (25 ppm)

Sulfur Dioksida Fasilitas pembangkit 350 ug/m3 (0,122 ppm) lewat 1

(SO2) panas dan tenaga listrik jam; 500 ug/m3 lewat 10 menit

yang mempergunakan (0,175 ppm)

minyak atau batu bara

mengandung sulfur

Timah hitam (Pb) Knalpot kendaraan 0,5-1 ug/m3 lewat 1 tahun

bermotor, pabrik baterai

Nitrogen oksida Knalpot kendaraan 150 ug/m3 (0,08 ppm) lewat 24

(NO,NOx) bermotor, eksplosif, jam; 400 ug/m3 lewat 1 jam (0,21

29
pabrik pupuk ppm) untuk NO2

Oksidan fotokimia Terbentuk didalam 150-200 ug/m3 (0,076-0,1 ppm)

(terutama ozon, atmosfir oleh reaksi lewat 1 jam; 100-120 ug/m3 lewat

aldehida) nitrogen oksida, 3 jam (0,05-0,06 ppm)

hidrokarbon dan sinar

matahari

Non–metan Emisi kendaraan Tanggapi dengan nitrogen oksida

hidrokarbon bermotor, penguapan dan sinar matahri untuk

(termasuk etan dan larutan, proses industri, membentuk oksidan fotokimia

etilin buatan) pembuangan limbah

padat

Karbon dioksida Segala sumber – sumber 5000 ppm lewat 2-8 jam, level

(CO2) pembakaran telah naik kira-kira 280 ppm

seabad yang lalu hingga lewat 350

ppm sekarang, tren ini

menyumbang efek rumah kaca

Sumber : Subekti, 2002

Masalah yang ditimbulkan oleh polutan yang dibuat manusia

adalah dalam distribusinya tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah

tertentu, bukan dari jumlah keseluruhannya, sedangkan polusi dari sumber

alam biasanya lebih tersebar merata. Transportasi bukan merupakan sumber

utama polutan SOx, tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya

30
merupakan sumber utama polutan SOx, misalnya pembakaran batu arang,

minyak bakar, gas, kayu dan sebagainya (Fardiaz, 1992).

Limbah gas yang ditimbulkan berupa emisi BBM dan bahan bakar

produksi yaitu berupa gas CO2, CnHm, CO, CH4, H2 dan N2 (Speight, 1993).

Penyebab pencemaran lingkungan di atmosfer biasanya berasal dari

sumber kendaraan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang

dikeluarkan antara lain adalah gas NO2, SO2, SO3, ozon CO, HC dan partikel

debu. Gas NO2, SO2, SO3, ozon CO, HC dapat dihasilkan dari proses

pembakaran oleh mesin yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari

fosil (Mukono, 1997).

Tabel 2.4. Bahan Pencemar yang Menghasilkan Bahan Pencemar Udara

Sumber HC CO2 CO SO2 NO NO2

Sumber stasioner + + + + + +

Proses industri + + + + + +

Sampah padat + + + + + -

Pembakaran sisa pertanian + + + - + +

Transportasi + + + + + +

Bahan bakar minyak + + + + + +

Bahan bakar gas alam - + - - - -

Bahan bakar kayu - + + - + +

Incinerator + + + + + +

Kebakaran hutan + + + - + +

Sumber : Mukono, 1997

31
Keterangan : + = menghasilkan

- = tidak menghasilkan

Limbah gas yang ditimbulkan berupa emisi BBM dan bahan bakar

produksi yaitu berupa gas CO2, CnHm, CH4, H2, dan N2. Faktor yang penting

yang menentukan pengaruh CO terhadap tubuh manusia adalah konsentrasi COHb

yang terdapat dalam darah, semakin tinggi prosentase hemoglobin yang terikat

dalam bentuk COHb, semakin parah pengaruhnya terhadap kesehatan manusia.

Hubungan antara konsentrasi COHb didalam darah dan pengaruhnya terhadap

kesehatan seperti dalam tabel 4.11.

Tabel 2.5 Pengaruh Konsentrasi COHb dalam Darah terhadap Kesehatan

Manusia

Konsentrasi COHb dalam Pengaruh terhadap kesehatan

darah (%)

<10 Tidak ada pengaruh

1,0 - 2,0 Penampilan agak tidak normal

2,0 – 5,0 Berpengaruh terhadap sistem syaraf sentral,

reaksi panca indera tidak normal dan pandangan

kabur

5,0 – 8,0 Perubahan fungsi jantung

>10 Kepala pusing, mual berkunang – kunang,

pingsan, sukar bernafas dan kematian

Sumber : Kristanto (2002)

32
SO2 merupakan polutan berbahaya bagi kesehatan manusia terutama

manusia lanjut usia dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem

pernafasan dan kardivaskuler. Individu dengan gejala tersebut sangat sensitive

jika kontak dengan SO2, walaupun dengan konsentrasi yang relative rendah. Jika

SO2 bereaksi dengan kabut yang berisi uap air akan membentuk asam sulfat.

Asam sulfat merusak setiap permukaan logam bahkan dapat merusak batu –

batuan, perubahan warna benda dan kerapuhan. Senyawa belerang juga

mengancam kehidupan dalam air karena pH air menjadi rendah. Pengaruh SO2

terhadap manusia dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 2.6 Pengaruh SO2 terhadap Manusia

Konsentrasi Pengaruh terhadap manusia

(ppm)

3–5 Jumlah minimum yang dapat dideteksi dari baunya

8 – 12 Jumlah minimum yang segera mengakibatkan iritasi pada

tenggorokan

20 a. Jumlah minimum yang mengakibatkan iritasi pada mata

b. Jumlah minimum yang segera mengakibatkan batuk

c. Jumlah maksimum yang diperkenankan untuk kontak

dalam waktu lama

50 – 100 Jumlah maksimum yang diperkenankan untuk kontak dalam waktu

singkat ( 30 menit )

400 - 1000 Berbahaya walaupun kontak secara singkat

Sumber : Kristianto (2002)

33
Kedua bentuk NO dan NO2 sangat berbahaya bagi manusia. NO dan NO2

merupakan komponen utama terciptanya kabut yang menyebabkan penyakit paru

– paru, pernafasan, pembuluh darah jantung dan radang ginjal kronis

(BAPPEDAL dalam Kristianto, 2002).

Emisi Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas buang yang larut dalam air

yang langsung dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar saluran ke

paru-paru. Karena partikulat di dalam gas buang kendaraan bermotor berukuran

kecil, partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli paru-paru dan

bagian lain yang sempit. Partikulat gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri

jelaga (hidrokarbon yang tidak terbakar) dan senyawa anorganik (senyawa-

senyawa logam, nitrat dan sulfat). Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah

menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) dan partikulat sulfat. Sifat iritasi terhadap

saluran pernafasan, menyebabkan SO2 dan partikulat dapat membengkaknya

membran mukosa dan pembentukan mukosa dapat meningkatnya hambatan aliran

udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi

kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para

lanjut usia.

Larutan NO2 dalam air yang lebih rendah dibandingkan dengan SO2 maka,

NO2 akan dapat menembus ke dalam saluran pernafasan lebih dalam. Bagian dari

saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah membran mukosa dan jaringan

paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran

darah.

34
Data epidemilogi tentang resiko pengaruh NO2 terhadap kesehatan

manusia sampai saat ini belum lengkap, maka evaluasinya banyak didasarkan

pada hasil studi eksprimental. Berdasarkan studi menggunakan binatang

percobaan, pengaruh yang membahayakan seperti misalnya meningkatnya

kepekaan terhadap radang saluran pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat

pajanan sebesar 100 μg/m3 . Percobaan pada manusia menyatakan bahwa kadar

NO2 sebesar 250 μg/m3 dan 500 μg/m3 dapat mengganggu fungsi saluran

pernafasan pada penderita asma dan orang sehat.

Gas NOx dapat menyebabkan timbulnya infeksi saluran pernafasan dan

gangguan fungsi paru. Perubahan NOx menjadi asam nitrat dapat menimbulkan

dampak terhadap kesehatan. Nitrat merupakan unsur yang mudah sekali terbawa

air dan masuk ke saluran air, sungai, air tanah dan akhirnya dikonsumsi oleh

manusia. Nitrat yang masuk kedalam tubuh akan diubah menjadi nitrit.

Selanjutnya nitrit akan masuk ke salam darah dan bereaksi dengan hemoglobin

sehingga menghasilkan methemoglobin yang dapat merusak sistem transportasi

oksigen didalam darah. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran NOx

adalah paru – paru, apabila terkontaminasi gas NOx, paru – paru akan

membengkak sehingga penderita sulit bernafas yang dapat mengakibatkan

kematian. Kadar gas NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistim

syaraf yang mengakibatkan kejang – kejang, bila keracunan ini terus berlanjut

dapat menyebabkan kelumpuhan, sedangkan untuk gas HC dapat menimbulkan

iritasi mata, batuk, pusing dan asma (Akhasdi, 2000).

35
BAB III

METODOLOGI

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah evaluasi penggunaan sumber daya dan

teknologi yang digunakan pada UKM tahu secara konvensional maupun semi

– modern ( ketel uap ) di kawasan komplek sentra pengrajin tahu dan tempe

di Mojosongo, Surakarta.

3.2 Pengumpulan Data

3.2.1 Data yang Diperlukan

a. Data primer. Data – data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini

antara lain :

 Bahan baku dan bahan pembantu

Jenis, jumlah/berat, tempat asal, alat pengangkut, frekuensi pengadaan,

pemakaian, dan penyimpanan

 Mesin dan peralatan

Jenis, jumlah dan kapasitas

 Proses produksi

Urutan proses, waktu proses, jenis dan jumlah bahan bakar, scrap

 Tenaga kerja

Jumlah, usia, jenis pekerjaan, jenis kelamin, jam kerja regular

 Produk

Jenis, kapasitas produksi, penyimpanan

 Pemasaran

36
Cara pemasaran, daerah tujuan, alat angkut, jumlah produk, frekuensi

pengangkutan

b. Data sekunder. Data – data yang mendukung data primer, yang diambil

dari sumber pustaka dan literatur.

3.2.2 Metode Pengumpulan Data

3.2.2.1 Pengamatan lapangan

Melakukan pengamatan dan pengujian secara langsung di kawasan

sentra pengrajin tahu dan tempe di Mojosongo, Surakarta. Pengamatan

lapangan dilakukan dengan dua metode, yaitu :

1. Metode Interview

Metode ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab langsung

kepada pemilik UKM tahu

2. Metode Observasi

Metode ini dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan

secara sistematis terhadap gejala dan fakta yang dihadapi dan terjadi

selama berada di lapangan.

3.2.2.2 Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan

informasi yang diperlukan dalam penelitian yang berasal dari penelitian

sebelumnya dan buku penunjang tentang produksi bersih dan segala hal

yang mendukungnya. Selain itu data pendukung lainnya bisa juga

diperoleh melalui literatur ataupun referensi lainnya, seperti internet

37
ataupun buku penunjang kuliah terutama yang mengenai materi tentang

produksi bersih.

3.3 Tahapan Penelitian

1. Pendahuluan Penelitian

Melakukan identifikasi atau survei terlebih dahulu mengenai UKM

tahu yang akan dikaji, lalu merumuskan latar belakang penelitian, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan masalah yang

terdapat pada penelitian ini.

2. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk memberikan landasan teori terhadap

kegiatan penelitian ini. Sumber yang digunakan dapat dari berbagai

literature, internet, jurnal, maupun sumber lainnya.

3. Penetapan Tujuan dan Ruang Lingkup LCA

Tahap ini bertujuan untuk memformulasikan dan mendeskripsikan

tujuan, sistem yang akan dievaluasi, batasan-batasan, dan asumsi-asumsi

yang berhubungan dengan dampak di sepanjang siklus hidup dari sistem

yang sedang dievaluasi untuk pembuatan produk tahu.

4. Inventarisasi Daur Hidup Produk

Tahap ini sering disebut Life Cycle Inventory (LCI) dimana dalam

tahap LCI ini dilakukan identifikasi untuk menunjukkan kebutuhan

material yang digunakan dalam satuan berat, penggunaan energi manusia

dalam satuan energi, energi bahan bakar kayu dan sumber energi listrik

yang dipakai dalam satuan energy juga serta output yang dihasilkan yaitu

38
produk utama, limbah padat dan cair dan emisi yang dihasilkan dari

penggunaan energi.

5. Pengumpulan Data

Tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data primer di

lapangan. Data yang yang diperlukan seperti waktu proses untuk setiap

proses produksi yang dilakukan untuk masing - masing industri yang

bersangkutan, jumlah bahan baku yang digunakan serta peralatan yang

digunakan untuk melakukan proses tersebut.

6. Uji Keseragaman Data & Uji Kecukupan Data

Tahap ini peneliti melakukan uji keseragaman dan kecukupan data

menggunakan bantuan software excel untuk mengetahui apakah data telah

sesuai dengan tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang dikehendaki.

7. Perhitungan Data

Tahap ini dilakukan perhitungan mengenai energi yang digunakan

yaitu bensin dan kayu bakar, penggunaan energi manusia, dan penggunaan

energi listrik serta emisi yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi

tersebut

8. Identifikasi Daur Hidup terhadap Lingkungan

Tahap ini sering disebut dengan Life Cycle Impact Assessment

(LCIA). Pada tahap ini dilakukan identifikasi mengenai efek atau dampak

yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan dari penggunaan energi,

bahan utama dan bahan tambahan dimana yang telah disebutkan pada

tahap sebelumnya.

39
9. Kesimpulan & Saran

Tahap ini merupakan akhir dari penelitian yang berisi mengenai

jawaban atas tujuan peneliti yang telah disebutkan sebelumnya serta saran

dari peneliti untuk masing – masing industri.

3.4 Diagram Alir

Mulai

Pendahuluan Penelitian

Studi Pustaka

Penetapan Sasaran &


Ruang Lingkup LCA

Inventarisasi Daur
Hidup Produk

Pengumpulan Data

Uji Keseragaman Tidak


Data & Uji
Kecukupan Data

Ya

Perhitungan Data

Identifikasi Daur Hidup


terhadap Lingkungan

Kesimpulan & Saran

Selesai

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

40

Anda mungkin juga menyukai