PENDAHULUAN
masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari
seluruh jajaran lintas sektor Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, serta
perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease penyakit
jiwa di tanah air masih cukup besar. Seseorang yang terganggu dari segi mental dan
tidak bisa menggunakan pikirannya secara normal maka bisa dikatakan mengalami
gangguan jiwa. Efendi dan Makhfudli (2009) mengatakan gangguan jiwa berat
(kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala gangguan
pemahaman (delusi waham), gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi, serta
dijumpai daya nilai realitas yang terganggu yang ditunjukkan dengan perilaku-
dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta
orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7
per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Berdasarkan jumlah tersebut, ternyata
14,3% di antaranya atau sekira 57.000 orang pernah atau sedang dipasung. Angka
1
2
pemasungan di pedesaan adalah sebesar 18,2%. Angka ini lebih tinggi jika
yang memiliki pendidikan rendah (paling tinggi pada kelompok tidak sekolah,
(12,3%), serta pada kelompok tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita
mental pada usia 55-64 tahun mencapai 7,9%, sedangkan yang berusia di atas
pada tahun 2016. Ironisnya, sebagaian besar penderita adalah mereka yang berusia
produktif. Berdasarkan data dari Dinsos Jatim, penderita gangguan jiwa di Jatim pada
tahun 2016 mencapai 2.369 orang. Jumlah itu naik sebesar 750 orang dibandingkan
tahun 2015 lalu yang hanya 1.619 orang penderita. Dari jumlah tersebut, 719
penderita masih dipasung oleh keluarga mereka. Sedangkan, sebanyak 543 penderita
sudah dibebaskan dan kini menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) (Rahardi,
2017).
3
menanggung semua biaya pasien gangguan jiwa. Mulai dari biaya transportasi
mengantarkan ke RSJ (Rumah Sakit Jiwa) hingga perawatan dan pengobatan (Afri,
(2011) yang mengidentifikasi akar permasalahan pada kesehatan mental berasal dari
tiga inti pokok. Pertama adalah pemahaman masyarakat yang kurang mengenai
gangguan jiwa, kedua adalah stigma mengenai gangguan jiwa yang berkembang di
Salah satu masalah terbesar yang dihadapi pasien gangguan mental adalah
masalah stigma dari masyarakat. Stigma berarti suatu tanda atau identifikasi dari
tanda yang terdiri dari rasa malu, noda atau kecemaran. Stigma erat kaitannya dengan
pengobatannya dan profesi psikiater dan tenaga medis yang terlibat di dalamnya
dan memandang gangguan mental sebagai rasa takut; takut akan penyakitnya, takut
dari ketidaktahuan, dan takut akan kekerasannya. Beberapa kultur masyarakat masih
yang kotor, racun, dan integritas moral yang rendah (Andriyanti, 2004).
beberapa faktor seperti faktor pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis kelamin, status
kesimpulan hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000 yang memberikan kesimpulan
ada perbedaan proporsi kejadian sikap negatif terhadap pasien gangguan jiwa antara
jiwa, maupun gangguan kesehatan jiwa menjadikan masyarakat memilih untuk diam,
(Handayani,dkk, 2015). Penelitian lain yang memiliki hasil yang sama juga dilakukan
dengan stigma masyarakat tentang gangguan jiwa nilai ρ-value sebesar 0,000. Ada
hubungan sumber informasi dengan stigma masyarakat tentang gangguan jiwa nilai
penanganannya bukan hanya kepada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang
‘orang aneh yang harus dikucilkan’ akan sedikit demi sedikit berkurang, dan bagi
keluarga yang anggotanya memiliki gangguan kesehatan mental atau kejiwaan akan
menjadi solusi atau jawaban bagi masyarakat yang mempertanyakan dan meragukan
akan kesembuhan bagi para penderita gangguan kesehatan mental atau kejiwaan.
Kabupaten Blitar terdapat 71 orang dengan gangguan jiwa yang tersebar di lima desa,
dengan perincian desa Sidorejo 19 orang, desa Candirejo 7 orang, desa Bacem 12
orang, desa Ringin anyar 8 orang serta desa Gembongan 25 orang. Pasien gangguan
jiwa dengan perlakuan pasung sebanyak 2 orang satu di Gembongan dan satu di Desa
Bacem. Berdasarkan data kunjungan pada poli kesehatan mental setiap minggunya
Gembongan RT 3 RW11 terdapat pasien gangguan jiwa yang dipasung, hal tersebut
dilakukan karena pasien ditakutkan kambuh, mengamuk, dan merusak rumah warga.
bahwa masyarakat sekitar menjadi acuh terhadap keberadaan pasien, tujuh dari
keluarganya, mereka menyatakan tidak peduli dengan kondisi pasien dan tidak ingin
terlibat dalam masalah dengan keluarga yang memiliki gangguan jiwa. Mereka masih
6
takut jika pasien mengamuk, dan mengancam keselamatan diri keluarga mereka.
Masyarakat yang masih takut terhadap klien gangguan jiwa maka akan memperburuk
gangguan jiwanya, sehingga proses pemulihan dan rehabilitasi akan terganggu serta
untuk menganalisis lebih mendalam dan komprehensif untuk mengetahui faktor apa
saja yang mempengaruhi stigma masyarakat tentang pasien gangguan jiwa di wilayah
Kabupaten Kediri.
1.3 Tujuan
tentang pasien gangguan jiwa di wilayah kerja puskesmas Bacem Kec. Ponggok
Kabupaten Blitar.
7
2. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dalam
cara penanganannya.