Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK
MENYONGSONG PEMBANGUNAN PLTN1)
Amil Mardha, Khoirul Huda dan Anri Amaldi Ridwan
Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi Dan Bahan Nuklir
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
Jl. Gajah Mada No.8, Jakarta Pusat 10120
ABSTRAK
PROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK MENYONGSONG
PEMBANGUNAN PLTN. Pada Pasal 13 ayat (4) UU Nomor 10 Tahun 1997
mengamanatkan bahwa reaktor nuklir komersial berupa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN) dapat dibangun dan dioperasikan di Indonesia yang sebelumnya ditetapkan oleh
pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk itu peraturan
dalam pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning untuk PLTN harus disusun oleh
BAPETEN berdasarkan tahapantahapan yaitu tahapan tapak, konstruksi, komisioning,
operasi dan dekomisioning. Peraturan sebagai pelaksanaan dari UndangUndang adalah
dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). PP ini berisi tata cara proses perizinan dan
persyaratan keselamatan yang dianggap penting untuk menjamin keselamatan dan
kesehatan personil, masyarakat dan lingkungan hidup, baik sejak tapak, konstruksi,
operasi, maupun dekomisiong. Sedangkan untuk pengaturan yang lebih terperinci
biasanya disusun pada pedoman atau ketentuan dalam bentuk Peraturan Kepala
Bapeten.
ABSTRACT
REGULATION PROGRAM OF NUCLEAR POWER PLANT CONTROL FOR
CONSTRUCTION OF NUCLEAR POWER PLANT (NPP). Article 13 paragraph 4, Act
Number.10 of 1997 stipulated that the development of nuclear power plant in Indonesia is
established by the Government after consultation with the house of representative of the
Republic of Indonesia. Consequently, BAPETEN must establish NPP regulatory for
construction, operation and decommissioning based on siting, construction or design,
commissioning, operation and decommissioning stages. Government Regulation, as
implementation of the Act, initiated and drawn up by BAPETEN, prepared by the relevant
minister, department, or nondepartment, and signed by the President. The Government
regulations contain the licensing process and safety requirements essential to assure the
safety and health of personnel, and the public and the protection of the environment
during the siting, construction or design, commissioning, operation and decommissioning
of NPP. The requirements in details are generally provided in guides and chairman of
BAPETEN decree.
613
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
PENDAHULUAN
Salah satu aspek pengawasan ketenaganukliran adalah peraturan. Hal ini
diamanatkan dalam Pasal 14 ayat 2 UndangUndang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran. Kegiatan pembuatan peraturan bukan saja hanya membuat peraturan
yang baru, juga dilakukan revisi peraturan yang ada agar sesuai dengan aturan yang
terkini baik nasional maupun internasional.
Pada Pasal 13 UU No. 10/1997 disebutkan bahwa pembangunan reaktor nuklir
komersial yang berupa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) ditetapkan oleh
pemerintah. Selain itu maksud dan tujuan tersebut didukung dengan himbauan oleh
Presiden Republik Indonesia pada pidato pembukaan konvensi nasional keselamatan
nuklir tanggal 8 Mei 2002 di Istana Presiden, yang menyatakan : “…….. tenaga nuklir
akan kita manfaatkan sebesar dan sejauh mungkin bagi pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan rakyat kita. Sejalan dengan itu pula adalah sesuatu yang sudah
semestinya bila kita terus membangun dan mengembangkan kemampuan dalam
pengusaan pengetahuan dan teknologi nuklir serta aplikasinya. Kita tidak boleh menutup
diri atau bahkan berhenti dalam upaya ini hanya karena kekhawatiran akan ancaman
yang ditimbulkan…….…”. Kemudian dipertegas pada pertengahan tahun 2005,
pemerintah telah menyusun suatu bentuk blue print Pengelolaan Energi Nasional (PEN)
20052025, Kebijakan Energi Nasional tahun 2006 dan Rencana Umum Kelistrikan
Nasional (RUKN) 20052025, dimana program energi nuklir masuk dalam dokumen
tersebut yaitu PLTN pertama diharapkan mulai beroperasi pada tahun 2016, guna
memenuhi kebutuhan energi listrik nasional.
Untuk mengantisipasi program energi nuklir, BATAN pada tahun 2002, telah
membentuk program Landmark nasional/milestone PLTN dengan mengintrodusir
program PLTN dan menetapkan pengoperasian PLTN pada tahun 2016. Disamping itu
BAPETEN menyiapkan infrastruktur peraturan yang mencakup tata cara perizinan dan
inspeksi dalam pembangunan dan pengoperasian PLTN serta komponen sumber daya
pengawasan lainnya yang perlu ditumbuh kembangkan.
Peraturan ketenaganukliran perlu disusun dalam pembangunan dan
pengoperasian reaktor nuklir berdasarkan tahapantahapan yaitu tahapan tapak,
konstruksi, komisioning, operasi dan dekomisioning. Pada langkah pertama sebagai
peraturan tingkat tinggi setelah UndangUndang Ketenaganukliran, disusun Peraturan
Pemerintah tentang Perizinan Reaktor Nuklir, kemudian peraturan pelaksananya yang
lebih terperinci dalam bentuk Peraturan Kepala Bapeten dan pedoman. Perumusan
peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah difokuskan pada perumusan ketentuan
dan pedoman keselamatan nuklir yang mendukung perizinan untuk tahap tapak pada
614
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
tahun 2004. Pada tahun 2005 dan 2006 dilakukan perumusan/penyusunan (legal
drafting) untuk tahap desain/konstruksi. Sedangkan peraturan yang mengandung
pengoperasian reaktor nuklir (tahap operasi) akan disusun pada tahun 2007, 2008 dan
2009.
PROGRAM STRATEGIS PENGATURAN PLTN
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) yang melaksanakan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir
melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi. Untuk itu diharapkan dalam pelaksanaan
tugasnya BAPETEN dapat memberikan rasa aman dan tentram bagi masyarakat dan
lingkungan hidup, baik pada tingkat nasional maupun internasional dengan
memperhatikan aspek keselamatan (safety), keamanan (security), dan safeguards.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya disusunlah kebijakan strategis
pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir yang tertuang dalam Rencana Strategis
BAPETEN Tahun 20052009. Renstra ini memuat arah kebijakan dan program strategis
lima tahun kedepan, dan sebagai acuan unit kerja dilingkungan BAPETEN. Oleh karena
itu renstra ini harus diuraikan/dijabarkan oleh unit kerja dalam bentuk Rencana Kinerja
Jangka Menengah (RKJM) program lima tahunan dan rincian rencana kerja tahunan
dengan memperhatikan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada. Dalam
kurun waktu lima tahun, terdapat 3 tantangan yang harus dihadapi yaitu : introduksi
PLTN, keselamatan dan keamanan radiologi, dan keselamatan dan keamanan nuklir.
Dalam menghadapi tantangan introduksi PLTN, BAPETEN telah menyusun
peraturan keselamatan nuklir untuk pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning
PLTN pada tahun 2004 sampai 2009, sebagai berikut:
A. Kegiatan penyusunan dan pembahasan Peraturan PLTN pada tahap Tapak,
Tahun 2004
1. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perizinan Reaktor Nuklir
2. Peraturan Kepala tentang Keselamatan Evaluasi Tapak PLTN
3. Pedoman tentang Evaluasi Bahaya Seismik terhadap PLTN
4. Pedoman tentang Aspek Vulkanologi dalam Evaluasi Tapak PLTN
5. Pedoman tentang Penentuan Kejadian Meteorologi dalam Evaluasi Tapak PLTN
6. Pedoman tentang Aspek Geoteknik Pada Evaluasi Tapak Dan Pondasi PLTN
7. Pedoman tentang Penentuan Dispersi Zat Radioaktif Di Udara Dan Air, Serta
Pertimbangan Distribusi Penduduk Dalam Tapak PLTN
615
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
8. Peraturan Kepala tentang Jaminan Mutu Keselamatan PLTN Dan Instalasi Nuklir
Pendukungnya
1. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perizinan Reaktor Nuklir
2. Peraturan Kepala tentang Keselamatan Desain Reaktor Daya
3. Peraturan Kepala tentang Keselamatan Operasi Reator Daya
4. Pedoman tentang Desain untuk Keselamatan Teras Reaktor pada Reaktor Daya
5. Pedoman tentang Desain pengungkung reaktor pada Reaktor Daya
6. Pedoman tentang desain seismik dan kualifikasi pada Reaktor Daya
Untuk Tahun 2006
1. Pedoman tentang Evaluasi bahaya external akibat ulah manusia dalam evaluasi
tapak PLTN
2. Pedoman tentang aspek kejadian eksternal selain gempa dalam desain PLTN
3. Pedoman tentang Analisis Bahaya Banjir pada lokasi tepi sungai dan pantai
dalam evaluasi tapak PLTN
4. Pedoman tentang Verifikasi dan Penilaian Keselamatan PLTN
5. Pedoman tentang Jaminan Mutu Desain/Konstruksi PLTN
1. Rancangan Peraturan Presiden tentang Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir
2. Peraturan Kepala tentang Keselamatan Komisioning PLTN
3. Peraturan Kepala tentang Ketentuan Penyusunan LAK PLTN
4. Pedoman tentang Aspek Proteksi Radiasi pada desain PLTN
5. Pedoman tentang sistem pendingin reaktor dan sistem penunjang pada PLTN
616
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Untuk Tahun 2008
1. Rancangan Peraturan Presiden tentang Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir
3. Pedoman tentang Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kecelakaan Nuklir dan
Radiasi
4. Pedoman tentang Review dan Penilaian Keselamatan PLTN oleh Badan
Pengawas
5. Pedoman tentang Manajemen Teras Reaktor dan Penanganan Bahan Bakar
pada PLTN
6. Peraturan Kepala tentang Batasan dan Kondisi Operasi serta Prosedur
Pengoperasian PLTN
Untuk Tahun 2009
1. Pedoman tentang Review Keselamatan PLTN secara Berkala
2. Pedoman tentang Perawatan, Surveilan dan Inspeksi pada PLTN
6. Pedoman tentang rekruitmen, kualifikasi dan training personil untuk PLTN
Jadi peraturan keselamatan nuklir pada pembangunan, pengoperasian dan
dekomisioning PLTN yang akan disusun dari tahun 20042009:
1. Rancangan Peraturan Pemerintah sebanyak 1 judul
2. Rancangan Peraturan Presiden sebanyak 1 judul
3. Peraturan Kepala Bapeten sebanyak 7 judul
4. Pedoman Bapeten sebanyak 26 judul
Bentuk pohon peraturan keselamatan nuklir pada pembangunan, pengoperasian dan
dekomisioning PLTN disajikan pada lampiran1.
PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN
617
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
1. UndangUndang Ketenaganukliran
UndangUndang merupakan peraturan perundangundangan yang tertinggi di
Negara Republik Indonesia, yang secara langsung berlaku dan mengikat umum.
Landasan yuridis pemanfaatan tenaga nuklir pertama kali di Indonesia adalah Undang
Undang Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuanketentuan Pokok Tenaga Atom. Namun
pada tanggal 10 April 1997 pemberlakuan undangundang tersebut dicabut dan
digantikan dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
Pengertian ketenaganukliran adalah hal yang berkaitan dengan pemanfaatan,
pengembangan, dan pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir serta
pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir. Penggantian itu dilakukan
atas pertimbangan untuk mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan
pemanfaatan teknologi nuklir yang makin maju dan meluas. Meskipun Indonesia belum
menggunakan nuklir untuk alternatif pembangkit energi, tetapi tetap harus dipikirkan dan
dipersiapkan perangkat hukumnya (regulation framework) agar tidak terjadi kekosongan
hukum kelak. Selain itu, penggantian undangundang tersebut sesuai saran dunia
internasional dalam bidang ketenaganukliran yang mensyaratkan pemisahan antara
kegiatan pengawasan dengan pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir, sehingga
dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya konflik kepentingan.
Sebagaimana diamanatkan pada Pasal 17 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 1997
tentang Ketenaganukliran, menyatakan setiap pembangunan dan pengoperasian reaktor
nuklir dan instalasi nuklir lainnya serta dekomisioning reaktor nuklir wajib memiliki izin.
Selanjutnya dalam Pasal 17 ayat (3) berbunyi syaratsyarat dan tata cara perizinan dalam
pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah. Perizinan itu juga berlaku untuk petugas yang mengoperasikan reaktor nuklir
dan petugas tertentu yang bekerja di instalasi nuklir lainnya serta di instalasi yang
memanfaatkan sumber radiasi pengion, hal ini dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (1).
Berdasarkan acuan dalam Pasal 17 UndangUndang tentang ketenaganukliran tersebut,
maka pengaturan pelaksananya berupa Peraturan Pemerintah harus dibentuk.
2. Peraturan Pemerintah
Pengaturan pelaksanaan dari undangundang adalah dalam bentuk Peraturan
Pemerintah (PP). PP yang disusun berdasarkan amanat dari Pasal 17 ayat (2) UU
ketenaganukliran yaitu berisi persyaratan dan tata cara proses perizinan baik sejak tapak,
konstruksi, operasi, maupun sampai dekomisiong, artinya perizinan dilaksanakan selama
kegiatan pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning PLTN. Pengertian
pembangunan adalah kegiatan yang dimulai dari penyiapan tapak terpilih sampai dengan
618
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
619
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
akademik RPP berisi pokokpokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur,
jangkauan dan arah pengaturan serta sasaran yang ingin diwujudkan.
PERATURAN PELAKSANA
Setelah terbitnya peraturan pemerintah, pengaturan dibawahnya yaitu yang
sifatnya sebagai peraturan pelaksana, harus disiapkan yang berupa peraturan Kepala
Bapeten. Peraturan Kepala ini digunakan oleh pelaksana (user) sebagai tuntunan,
pedoman, bimbingan dan petunjuk untuk memenuhi persayaratan dalam melaksanakan
kegiatan pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning reaktor nuklir.
Bentuk peraturan pelaksana yang dikeluarkan Bapeten berupa Peraturan Kepala
Bapeten yang sifatnya mengikat secara umum dengan judulnya ketentuan yang memuat
persyaratanpersyaratan untuk memenuhi kriteria keselamatan dalam pembangunan,
pengoperasian dan dekomisioning reaktor nuklir. Selain itu, yaitu berupa pedoman yang
sifatnya sebagai tuntunan atau petunjuk untuk memenuhi persyaratan yang diperintahkan
atau yang diamanatkan oleh peraturan kepala Bapeten.
Penyusunan pedoman, ketentuan peraturan Kepala Bapeten dilaksanakan
melalui penyelenggaran rapat intern di direktorat DP2IBN dan unit terkait, dan untuk rapat
koordinasi diselenggarakan rapat bersama dengan unit terkait dan instansi lain seperti
BATAN, BMG.
Seperti telah disebut di atas bahwa PLTN pertama akan dioperasikan pada tahun
2016, maka BAPETEN harus mempunyai program strategi untuk menyusun regulasi
pengawasan PLTN terutama pembentukan peraturan PLTN. Oleh karena itu sejak tahun
2004 DP2IBN telah membuat program kegiatan pembentukan peraturan PLTN.
Pembentukan peraturan PLTN berdasarkan tahapan perizinan dalam pembangunan,
pengoperasian dan dekomisioning reaktor nuklir yaitu tahap tapak (20042005),
konstruksi/desain (20052006), komisioning (20062007), operasi (20072009) dan
dekomisioning. Pada tahun 2004, DP2IBN telah menyelesaikan draft peraturan kepala
dan pedoman yang tahap tapak mengenai evaluasi tapak sebanyak 8 judul peraturan.
Sedangkan pada tahun 2005, draft peraturan kepala dan pedoman sebanyak 5 judul
peraturan mengenai desain PLTN.
KESIMPULAN
1. Perlu menyiapkan sistem regulasi pengawasan PLTN yang jelas (predictable and
timely), efisien, efektif dan stabil, sebagai bentuk komitmen atas KEN Tahun 2006.
620
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
2. Agar drafting pembentukan peraturan PLTN dapat berjalan dengan baik dan lancar
maka diperlukan rencana strategis pengaturan pengawasan PLTN yang integrasi,
komprehensif dan berkesinambungan serta bekerja sama dengan para pengguna
sesuai bidangnya.
3. Sampai saat ini Bapeten telah selesai menyusun dan membahas pembentukan RPP
tentang Perizinan Reaktor Nuklir, dan sedang menunggu disahkan RPP tersebut oleh
Presiden Republik Indonesia.
621
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
DAFTAR PUSTAKA
1. Rencana strategis Badan Pengawas Tenaga Nuklir Tahun 20052009.
2. UndangUndang Nomor 10/1997 tentang Ketenaganukliran.
3. Draft RPP tentang Perizinan Reaktor Nuklir.
4. Nuclear Power Plants, IAEA publications.
622
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Lampiran1
2004 - RPP
tentang
Perizinan Reaktor Nuklir
2004
Peraturan Kepala BAPETENDS-305 2005
Peraturan Kepala BAPETENNS-R-1
2005
Peraturan Kepala BAPETEN NS-R-2 2004
Peraturan Kepala BAPETEN
50-C/SG-Q
tentang tentang tentang tentang
Ketentuan Keselamatan Desain Ketentuan Keselamatan Operasi Ketentuan Jaminan Mutu
2004 NS-G-3.3 2007Peraturan Kepala BAPETEN
Pedoman 2005 NS-G-1.12
Pedoman NS-G-2.9 2004 50-C/SG-Q9
Evaluasi Bahaya Seismik Terhadap tentang Pedoman
Desain untuk Keselamatan Teras
Ketentuan Keselamatan Jaminan Mutu Pada Tapak PLTN
2004 Provisional Reaktor Pada Reaktor Daya 2008
NS-G-2.5
2005 NS-G-1.10 Pedoman
SS No.1/Juli-97 Pedoman 2006 50-C/SG-Q10
Pedoman Pedoman Manajemen Teras Pedoman
Desain Pengungkung Reaktor Pada
Reaktor dan Penanganan Elemen Jaminan Mutu Konstruksi/Desain
50-C/SG-Q11
2007 NS-G-2.7
2004 Pedoman NS-G-3.4
2005 NS-G-1.6 Pedoman
Penentuan Kejadian Meteorologi Pedoman Proteksi Radiasi dan Pengelolaan 2007 Pedoman 50-C/SG-Q12
dalam Evaluasi Tapak PLTN Desain Seismik dan Kualifikasi Pada Limbah Radioaktif Dalam Jaminan Mutu Komisioning PLTN
2009 NS-G-2.1
2004 Pedoman NS-G-3.6 2008 NS-G-1.3 Pedoman
Pedoman
Aspek Geoteknik
pada Evaluasi Tapak Sistem Instrumentasi dan Kendali
Keselamatan Terhadap Bahaya 2007
Pedoman 50-C/SG-Q13
dan Pondasi PLTN Kebakaran Selama Pengoperasian Jaminan Mutu Operasi PLTN
yang Utama untuk Keselamatan PLTN
2004 NS-G-3.2 2009 NS-G-2.8
P edoman 2007
Pedoman 50-SG-D9 Pedoman
Penentuan Penyebaran Zat Aspek Proteksi Radiasi Pada Desain Rekruitment, Kualifikasi dan
PLTN Training Personil untuk PLTN
2006 NS-G-3.1 2008 NS-G-2.2
Pedoman 2007 NS-G-1.9 Pedoman
Pedoman
Evaluasi Bahaya Eksternal Akibat Batasan Kondisi Operasi serta
Sistem Pendingin Reaktor dan Sistem
Ulah Manusia Dalam Evaluasi Tapak Prosedur Pengoperasian PLTN
Penunjang Pada PLTN 2009 NS-G-2.6
2006 Pedoman NS-G-3.5 2007 NS-G-1.4 Pedoman
Pedoman
Analisis Bahaya Banjir pd Lokasi tepi Perawatan, Survailan dan Inspeksi
Sistem Penanganan dan Penyimpanan
sungai & Pantai Dalam Evaluasi Tidak Rutin pada PLTN
Sementara Bahan Bakar Nuklir 2008 GS-R-2
2006 NS-G-1.5 Pedoman
Pedoman
2007
Aspek Kejadian Eksternal Selain
Kesiapsiagaan dan
Penanggulangan Kecelakaan Nuklir
PERPRES Tentang 2006 Pedoman NS-G-1.2
2009/
Pedoman GS-G-4.1
Kesiapsiagaan
Pedoman
Sistem Penanganan dan 623
Penyimpanan Sementara
Bahan Bakar Nuklir
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
624
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
HASIL DISKUSI DAN TANYA JAWAB
Penanya: Djibun Sembiring ( BAPETEN )
Pertanyaan:
a.Kapan P.P. nya keluar?
Jawaban:
a.Sampai hari ini RPP tentang Perizinan Reaktor Nuklir sudah dikirim Ke Presiden RI
untuk dapat ditetapkan atau diundangkan.
Penanya: Ato S ( PT. LPPPI Jambi )
Pertanyaan:
a. Apakah untuk membangun PLTN cukup hanya mendapatkan izin dari pemerintah
Indonesia dan IAEA atau ada campur tangan negara adi kuasa?
b. Sejauh mana persiapan yang sudah dilakukan sampai sekarang untuk
pembangunan PLTN tersebut? Dan bagaimanakah biayanya?
Jawaban:
a. IAEA secara langsung tidak mempunyai wewenang untuk mengeluarkan izin
tetapi IAEA hanya memberikan rekomendasi berupa ketentuan keselamatan
nuklir yang tidak mengikat bagi negara peserta ( member state ). Di Indonesia
kewenangan memberi izin adalah Badan Pengawas Tenaga Nuklir ( BAPETEN ).
b. BAPETEN sesuai tugasnya membuat peraturan untuk reaktor nuklir ( PLTN )
sudah mempersiapkan diri sejak tahun 2003 atau 2004. Biaya perizinan sudah
diatur pada Peraturan Pemerintah yang sudah terbit.
Penanya: Hafni LN ( PPGN BATAN )
Pertanyaan:
a. Studi tapak calon PLTN gunung muria telah selesai dilakukan sebelum tahun
2004, padahal BAPETEN mengeluarkan peraturan tahun 2004. Terus bagaiman
tindak lanjutnya?
b. Berapa lama perizinan untuk mengesahkan suatu PLTN layak dibangun?
Jawaban:
a. BAPETEN sesuai tugasnya mengevaluasi dokumen – dokumen sebagi
pemenuhan persyaratan izin dari pemohon izin. Untuk permohonan izin tapak
terlebih dahulu, hal ini BAPETEN telah mengatur.
b. Untuk mendapatkan izin dalam pembangunan, pengoperasian dan dekomising
reaktor nuklir, pemohon harus memenuhi oersyaratan administrasi dan tehnis
625
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
sesuai tahapan jenis izin dalam RPP tentang perizinan reaktor nuklir yang saat ini
sudah berada di sekretariat negara untuk disahkan oleh Presiden mengatur
semua persyaratan dan periode waktu evaluasi dokumen untuk pengesahan izin.
626