Anda di halaman 1dari 34

KLB Diare dan Campak

Hani Idzaida Binti Ab. Razak


10.2009.286
D4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana
Jl.Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510
E-mail: haniidzaida@yahoo.com

BAB I - PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.
Kejadian luar biasa( KLB) penyakit menular seperti campak dan diare masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan banyak korban kesakitan dan
kematian yang besar. KLB penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan
kematian yang besar yang juga berdampak pada pariwisata,ekonomi dan social sehingga
membutuhkan perhatian dan penanganan oleh semua pihak terkait. Kejadian-kejadian KLB perlu
dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi adanya
ancaman KLB berserta kondisi rentan yang memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat
dilakukan peningkatan kewaspadaam dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB dan
oleh karena itu perlu diatur dalam pedoman Sistem Kewaspadaan Dini kejadian Luar Biasa.1

1.2 Tujuan.
a) Mempelajari kriteriakerja KLB.
b) Mempelajari epidemiologi, proses-proses KLB yang benar pada suatu KLB.
c) Memperdalam langkah-langkah penyelidikan epidemiologi pada suatu KLB
d) Mempelajari cara-cara penanggulangan yang benar pada suatu KLB
e) Mempelajari cara preventif dan pelayanan kesehatan primer, dan aktivitas promosi
kesehatan yang harus dilakukan pada suatu KLB.

BAB II - PEMBAHASAN
SKENARIO

1
Di wilayah kecamatan Bojong Gede, Cianjur, Jawa Barat, sering terjadi KLB campak dan diare.
Dari hasil evaluasi program didapatkan cakupan imunisasi rendah yaitu sebesar 60% dari target
sebesar 90%, khususnya imunisasi campak baru mencapai 45%. Penduduk di wilayah Bojong
Gede menggunakan sungai sebagai sumber air, yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan
buang air besar. Dinas kesehatan telah membangun MCK (tempat mandi, cuci dan kakus) tapi
masyarakat kurang bisa memanfaatkannya.

HIPOTESIS
KLB campak dan diare disebabkan kurangnya cakupan imunisasi dan kurangnya kesadaran
masyarakat dalam penggunaan MCK.

2.1 – DEFINISI
I. Kejadian luar biasa (KLB): Adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau
meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu.1
II. Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat. Meliputi : penyelidikan epidemiologi; penatalaksanaan
penderita, yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi
penderita, termasuk tindak karantina; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan penyebab
penyakit; penanganan jenazah akibat KLB/wabah; penyuluhan kepada masyarakat; dan
upaya penanggulangan lainnya, mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010.1
III. Program Penanggulangan KLB adalah suatu proses manajemen penanggulangan KLB
yang bertujuan agar KLB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.1

2.2 – KRITERIA KERJA KLB


Suatu daerah ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:

2
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang
sebelumnya tidak ada/tidak dikenal
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 kurun waktu dalam jam, hari atau
minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau
lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya
e. Rata-rata jumlah kesakitan per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali
atau lebih dibanding dengan angka rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada
tahun sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit atau Case Fatality Rate (CFR) dalam satu kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan CFR periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
g. Angka proporsi penyakit atau Proportional Rate (PR) penderita baru pada suatu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.1

2.3 – PROGRAM PENGENDALIAN KLB PENYAKIT MENULAR DAN KERACUNAN


PANGAN.
Sebagaimana pada umumnya, suatu program harus mengikuti siklus manajemen yang mencakup
perencanaan, pelaksanaan dan monitoring/evaluasi.

1) Perencanaan : merupakan inti kegiatan manajemen, karena semua kegiatan manajemen


diatur oleh perencanaan tersebut. Dalam menyusun perencanaan untuk pengendalian KLB
dapat mengikuti tahapan penyusunan perencanaan berikut:
i. Lakukan analisis masalah
- Yaitu dengan mempelajari secara cermat permasalahan yang ada terkait dengan
pengendalian KLB yang selama ini terjadi di suatu wilayah. Analisis dapat diawali
dengan kegiatan mengumpulkan semua data yang terkait dengan KLB tersebut

3
kemudian data itu diolah dalam bentuk berbagai tampilan dan perhitungan-perhitungan.
Dari pengolahan tersebut didapatkan daftar/listing masalah.
- Beberapa contoh masalah terkait dengan KLB penyakit menular dan keracunan :
 KLB masih sering terjadi setiap waktu
 Setiap KLB terjadi menyerang sejumlah besar penduduk
 Setiap KLB terjadi memerlukan waktu lama untuk menghentikan
 Setiap KLB terjadi selalu disertai korban meninggal yang cukup banyak.
a. Dari serangkaian daftar masalah tersebut selanjutnya dicari akar penyebab dari masing-
masing masalah. Banyak teori yang dapat digunakan untuk menelusuri akar masalah.

ii. Penetapan masalah prioritas


Secara sederhana, penetapan prioritas dapat dipertimbangkan beberapa hal :
 Keseriusan masalah, yang dapat diukur dari dampak yang ditimbulkan misalnya
angka kematian dan kecepatan penularan
 Ketersediaan teknologi atau kemudahan mengatasi masalah tersebut
 Sumberdaya yang tersedia.
iii. Inventarisasi alternative pemecahan masalah
Untuk alternatif pemecahan masalah perlu diawali dengan identifikasi berbagai
alternative pemecahan masalah, kemudian ditetapkan alternatif yang paling prioritas.
Prioritas tersebut perlu dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
 Efektif tidaknya alternatif pemecahan masalah tersebut
 Efisien tidaknya pemecahan masalah tersebut
iv. Menyusun dokumen perencanaan
Dokumen perencanaan sebaiknya ditulis secara detail/rinci, agar setiap orang dapat
memahami dengan mudah isinya. Beberapa komponen penting :
 Target yang akan dicapai (sebaiknya memenuhi SMART : specific, measurable,
achievable, reliable, timely)
 Uraian kegiatan yang akan dilaksanakan
 Dimana kegiatan akan dilaksanakan
 Kapan kegiatan akan dilaksanakan (jadwal waktu pelaksanaan)

4
 Satuan setiap kegiatan
 Volume setiap kegiatan
 Rincian kebutuhan biaya setiap kegiatan dan dari mana sumber biaya akan diperoleh
 Ada petugas yang bertanggungjawab terhadap setiap kegiatan
 Metoda pengukuran keberhasilan
2) Pelaksanaan : Pada prinsipnya tahap pelaksanaan adalah tahap implementasi dari dokumen
perencanaan. Oleh karena itu, pada tahap pelaksanaan yang terpenting adalah menggerakkan
seluruh komponen perencanaan sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan.
Menggerakkan semua pihak yang bertanggungjawab sehingga terjadi koordinas dan
kerjasama yang optimal.
3) Monitoring/Evaluasi : Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang dapat mengancam
pencapaian tujuan dari perencanaan tersebut selama kegiatan berlangsung. Setiap kegiatan
harus dilakukan supervise secara rutin dan berkesinambungan supaya seluruh kegiatan benar-
benar dilaksanakan.1

2.4 –EPIDEMIOLOGI.
Pengertian Epidemiologi
Istilah “epidemiologi” diturunkan dari tiga kata yang berasal dari Yunani yaitu Epi:pada
atau di antara; demos:orang-orang; dan logos:ilmu. Definisi epidemiologi dalam tatanan
pelayanan kesehatan adalah ilmu yang mempelajari distribusi, determinan kesehatan, dan
kejadian yang terjadi dalam populasi tertentu. Ilmu ini sering diterapkan untuk mengendalikan
masalah kesehatan yaitu digunakan untuk menggambarkan apa, di mana, kapan, mengapa dan
kepada siapa penyakit dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan lainnya terjadi sehingga
tindakan pengendalian dapat diidentifikasi dan diimplementasikan.2

Metode-metode Epidemiologi
Terdapat tiga macam penelitian epidemiologic yaitu deskriptif (atau observasional),
analitik dan eksperimental.penelitian analitik dan deskriptif digunakan untuk mengobservasi
rangkaian peristiwa terjadinya penyakit secara alami (cth: wabah keracunan makanan atau
serangkaian epidemik HIV), namun dalam penelitian eksperimental, investigator mempelajari

5
pengaruh berbagai macam faktor pengendaliannya (cth: percobaan klinis dari suatu produk atau
agen terapeutik).

I. Epidemiologi Deskriptif : Siapa (Who), Dimana (Where) dan Kapan (When).


Penelitian deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi individu dan populasi yang memiliki
resiko paling besar terkena suatu penyakit, untuk menentukan tanda-tanda sebagai etiologi
penyakit, memprediksi kejadian penyakit melalui pemahaman hubungan antara suatu penyakit
dengan beberapa faktor resiko yang ada. Fokus penelitian adalah insidens (rates) dan distribusi
(populasi yang beresiko) suatu penyakit.
 Orang (Who)
Beberapa hal yang harus diketahui dari variabel orang adalah seperti berikut :
 Umur : Umur mempengaruhi kemungkinan seseorang manusia untuk terpajan
(contohnya anak-anak sekolah yang terpajan pada penyakit yang timbul pada masa
kanak-kanak, dan orang dewasa yang terpajan pada penyakit akibat kerja), status imun
(contohnya, bayi dengan sistem imun rendah) serta kondisi fisik dan mental.
 Jenis Kelamin : Pria mempunyai rate insidens yang lebih tinggi untuk beberapa kondisi
dan penyakit dibandingkan wanita (contohnya, infeksi HIV) namun, para wanita rate
insidens tinggi pada penyakit lainnya (contohnya kanker payudara).
 Status Sosioekonomik : Variabel seperti kelas sosial, pekerjaan, gaya hidup, tingkat
pendidikan, dan penghasilan memengaruhi status gizi, akses ke pelayanan kesehatan,
dan kondisi lingkungan sekitar serta kondisi lingkungan sekitar serta kondisi kerja.
Kesemua hal tersebut mempengaruhi kerentanan atau resistansi seseorang terhadap
penyakit dan resiko keterpajanan terhadap berbagai macam agens secara fisik.
 Kelompok Ras dan Etnik : Perbedaan agam dan budaya dapat mempengaruhi resiko
keterpajanan seseorang terhadap berbagai macam agens, seperti jenis makanan yang
dimasak dan cara memasaknya.
 Variabel Genetik : variabel yang berhubungan dengan komposisi genetic dapat
mempengaruhi kerentanan terhadap beberapa penyakit, seperti Sickle-cell dan lain-lain.

6
 Tempat (Where):
Tergantung pada kejadian penyakit yang diteliti, tempat dapat dikarakteristisasikan
sebagai tempat lahir, tempat tinggal, sekolah unit rumah sakit, tempat bekerja, restoran, lain-
lain. Tempat juga mencakup lingkungan politik seperti negara., negara bagian, kota,
provinsi, lingkup alami, seperti gunung, lembah, padang pasir atau batas daerah aliran air.
Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara :
a. Batas daerah pemerintahan
b. Kota dan pendesaan.
c. Daerah atau tempat berdasarkan batas lingkup alami.
d. Negara-negara
e. Regional
Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan
menurut batas-batas alam lebih berguna seperti keadaan lingkungan yang khusus seperti
temperatur, kelembapan, jumlah hujan, ketinggian dari permukaan laut, keadaan tanah,
derajat isolasi dari pengaruh luar seperti tradisi sebagai hambatan pembangunan, faktor
sosial budaya yang tidak menguntungkan kesehatan dan lain-lain lagi.
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah akibat migrasi ke kota atau ke desa terhadap pola
penyakit. Migrasi antardesa tentunya dapat membawa akibat terhadap pola dan penyebaran
penyakit menular. 2
 Waktu (Time)
Data surveilans yang dikumpulkan dan dianalisis berdasarkan urutan waktu untuk
membuktikan perubahan dalam insidens suatu peristiwa yang dapat berupa jam,hari,
minggu, bulan, seperempat tahun (kuartal), atau tahun.
 Periode Endemik
- Endemik adalah kejadian kasus penyakit yang jumlahnya melebihi perkiraan pada suatu
daerah atau populasi tertentu pada periode waktu yang tertentu.Untuk beberapa
penyakit, grafik suatu periode epidemic disebut sebagai kurva epidemik disebut sebagai
kurva epidemic, dan kurva tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan waktu
keterpajanan, cara penularan, dan agens yang menyebabkan wabah.

7
 Kecenderungan Sekuler (Jangka Panjang)/ Secular Trends
- Merupakan perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode
waktu yang panjang, bertahun-tahun atau puluhan tahun.
 Kejadian Musiman:
- Perubahan-perubahan secara siklus di mana perubahan angka kesakitan terjadi secara
berulang-ulang dengan antara beberapa hari atau beberapa bulan. Contohnya, wabah
influenza sering terjadi pada musim dingin. Informasi seperti ini dapat digunakan untuk
mengenali agen yang diduga menyebabkan suatu wabah dan untuk menetapkan target
waktu dalam melakukan kampanye imunisasi influenza contohnya.2
II. Epidemiologi Analitik/Mengapa/Why
Pendekatan ini digunakan untuk menguji data dan informasi yang diperoleh dari studi
epidemiologi deskriptif.
i. Penelitian Kasus-Kontrol/ Studi Riwayat Kasus: di mana dalam studi ini akan
dibandingkan dua kelompok orang, yaitu kelompok yang terken penyakit dengan
kelompok orang yang tidak terkena (kelompok kontrol). Contohnya, ada hipotesis yang
mengatakan bahwa penyebab utama kanker paru adalah merokok. Dari contoh ini,
dibandingkan kelompok orang dengan kebiasaan merokok dan kelompok orang yang
tidak merokok, kemudian kedua kelompok ini diuji dengan uji statistik, apakah ada
perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut.
ii. Studi Kohort: dalam studi ini sekelompok orang dipaparkan pada suatu penyebab
penyakit (agent). Kemudian diambil sekelompok orang lain yang mempunyai ciri-ciri
yang sama dengan kelompok pertama tetapi tanpa paparan atau penyebab yang disebut
kelompok control. Contohnya, untuk membuktikan bahwa merokok merupakan faktor
utama penyebab kanker paru, diambil dua kelompok orang terdiri dari orang-orang yang
merokok dan tidak merokok.
iii. Epidemiologi Eksperimental: Studi ini dilakukan dengan mengadakan eksperimen
kepada kelompok subjek, kemudian dibandingkan dengan kelompok control (yang tidak
dikenakan eksperimen). Contoh, untuk menguji keampuhan suatu vaksin, dapat diambil
suatu kelompok anak dan diberikan vaksin tersebut. Sementara diambil kelompok anak
yang lain dan diberikan placebo.

8
Pengukuran Epidemiologi.2
Pengukuran epidemiologi bertujuan mengurai berbagai ukuran kesakitan dan kematian.
Sebelum pengukuran dilakukan perlu untuk mengetahui hal berikut :
 Untuk penyusunan, diperlukan 3 elemen yaitu jumlah orang yang terserang penyakit atau
meninggal, reference population dan waktu/periode terserangnya penyakit tersebut.
 Apabila pembilang terbatas pada umur, seks, atau golongan tertentu maka penyebut juga
terbatas pada umur, seks atau golongan yang sama.
 Bila penyebut terbatas pada mereka yang dapat terserang atau terjangkit penyakit, maka
penyebut tersebut dinamakan population at risk.

1) Incidence Rate
Jumlah kasus baru yang terjadi dikalangan penduduk selama periode waktu tertentu.

Incidence Rate = x 1000

2) Prevalence Rate (point period prevalence rate)


Mengukur jumlah orang di kalangan penduduk yang menderita suatu penyakit pada suatu
titik waktu tertentu.

Prevalence Rate = x 1000

Attack Rate = x 1000

3) Attack Rate:

4) Crude Death Rate/CDR:

CDR = x 1000

5) Death Rate Specific Rate:

DRAS = x 1000

9
6) Cause Disease Specific Death Rate:
CDSDR = x
1000

Segitiga Epidemiologi (The Epidemiologic Triangle).


Penyakit dapat bersifat multifaktorial, sehingga suatu penyakit timbul akibat dari interaksi
antara berbagai faktor yang terdiri dari agen, penjamu atau lingkungan.

Gambar : Segitiga Epidemiologi

 Agen Etiologik Penyakit/Causative agents: terdiri dari :3


 Agen Biologi: terdapat banyak agen biologi sehingga beberapa agen ini dapat
menyebabkan wabah penyakit dalam suatu komunitas dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Beberapa organism yang resistan terhadap obat-obatan dan telah menyebabkan epidemic
yang serius seperti Methicillin-resistant Staphylococcus aureus/MRSA, Vancomycin-
resistant Mycobacterium enterococcus/VRE, dan lain-lain lagi sekarang telah menjadi
endemic pada beberapa fasilitas pelayanan kesehatan.
 Agen Kimia: sebagian agen kimia dapat menyebabkan reaksi yang berbahaya pada
manusia. Orang-orang dalam fasilitas pelayanan kesehatan telah terjangkit dermatitis
dan reaksi alergik lainnya yang menyertai pajanan terhadap gluteraldehid dan lateks,
serta pasien pernah dilaporkan kehilangan pendengaran setelah melakukan terapi dengan
menggunakan gentamisin.

10
 Agen Fisika: Agen fisika seperti panas, dingin, listrik, cahaya dan radiasi ioniasi dapat
menyebabkan cedera pada fasilitas pelayanan kesehatan. Para petugas pelayanan
kesehatan juga berisiko untuk cedera perkutan yang bisa disebabkan oleh jarum serta
alat atau instrument yang tajam.
 Faktor Pejamu: Kondisi termasuk faktor instrinsik seperti umur (status immunologi), jenis
kelamin, komposisi genetik, dan ras. Faktor yang lain dapat meliputi status gizi, status
sosioekonomi, gaya hidup, penyakit yang mendasari, pekerjaan dan status perkahwinan.
 Faktor Lingkungan: merupakan faktor ekstrinsik meliputi faktor perawatan di RS
(nosokomial), kebisingan, sanitasi, dan daerah tempat tinggal.

2.5 – LANGKAH-LANGKAH PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI/KLB 1


I. Memastikan terjadinya KLB
- Tujuan tahap ini adalah untuk memastikan apakah adanya peningkatan kasus yang tengah
berjalan memang benar-benar berbeda dibandingkan dengan kasus yang "biasa" terjadi
pada populasi yang dianggap mempunyai risiko terinfeksi. Apabila insidens yang tengah
berjalan secara menonjol melebihi insidens yang "biasa", maka biasanya dianggap terjadi
KLB. Perbedaan-perbedaan kecil antara insidens yang "biasa" dan yang tengah berjalan
dapat menimbulkan ketidakpastian, sehingga peneliti harus selalu waspada mencari kasus-
kasus baru yang dapat memastikan dugaan adanya KLB.

II. Menegakkan atau Memastikan diagnosis


- Dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium, serologi, bakteriologi, virologi atau
parasitologi dengan gejala klinis atau tanpa gejala klinis.

III. Menghitung jumlah kasus/angka insidens yang sedang berjalan


Bila diagnosis lapangan telah ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung
jumlah kasus dengan cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-
gejala yang ada pada kasus. Ini dilakukan dengan cara: pertama, mendaftarkan semua
tanda dan gejala yang dilaporkan kasus. Kedua, menghitung jumlah kasus yang mempunyai
tanda dan gejala tertentu. Kemudian menghitung persen kasus yang mempunyai tanda atau
gejala itu. Untuk memudahkan penafsiran hasilnya, tanda-tanda dan gejala-gejala itu
sebaiknya disusun ke bawah menurut urutan frekuensinya.

IV. Menggambarkan karakteristik KLB

11
- KLB sebaiknya digambar menurut variabel orang, waktu dan tempat sehingga dapat
disusun hipotesis mengenai sumber, cara penularan, dan lamanya KLB berlangsung.

Pengolahan Data :
Pengolahan data berdasarkan variabel, ukuran epidemiologi, dan menurut nilai statistik dari data:
a. Waktu - kapan terjadi dan dibuat grafik yang tergantung dari periode penyakit,saat paparan
dan sumbernya(common source / propagated source).
b. Tempat - distribusi geografis melalui gambaran peta yaitu “spot-map” dari kasus-kasus.
c. Orang - Kasus penyakit spesifik menyerang kelompok tertentu.
o Dibuat grafik angka serangan menurut umur, sex, angka serangan tertinggi & terendah
menurut kelompok umur dan jantina.
o Menurut kegiatan,ras,agama dan adat.
o Menurut keadaan tempat hidup, sosio ekonomi dan lingkungan.
d. Analisis data: Merupakan proses untuk menghasilkan rumusan masalah dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan data yang telah terkumpul. Untuk dapat mengidentifikasi
masalah program atau masalah kesehatan masyarakat, hasil analisis pada umumnya
dibandingkan dengan target atau ukuran keberhasilan program yang telah ditetapkan
sebelumnya.
o Cakupan imunisasi: Hasil pencapaian kegiatan imunisasi membandingkan jumlah
penduduk yang telah diberikan imunisasi polio,DPT,campak,BCG dengan jumlah
masing-masing penduduk sasaran imunisasi.
o Cakupan diare dianalisis dengan menghitung jumlah balita yang menderita diare atau
mencret dan mendapat pengobatan garam oralit dibagikan jumlah semua balita yang
menderita diare.
e. Penyajian data: Data yang sudah diolah perlu disajikan kepada pihak yang akan memakai
data tersebut dalam bentuk informasi. Tiga teknik yang biasa digunakan dalam penyajian
data adalah narasi, tabel dan grafik.

V. Mengidentifikasikan Sumber dari Penyebab penyakit dan cara penularannya.


- Untuk mengidentifikasikan sumber dan cara penularan dibutuhkan lebih dari satu kali
siklus perumusan dan pengujian hipotesis. Untuk keperluan kita, suatu hipotesis adalah
suatu pernyataan, "dugaan yang terbaik" dari peneliti, dengan menggunakan informasi yang
tersedia, yang menjelaskan terjadinya suatu peristiwa. Dalam hubungan dengan

12
penyelidikan KLB biasanya hipotesis dirumuskan sekitar penyebab penyakit yang
dicurigai, sumber infeksi, periode paparan, cara penularan, dan populasi yang telah terpapar
atau mempunyai risiko akan terpapar. Sumber infeksi dan cara (alat atau vector) penularan
dianggap telah diidentifikasikan secara benar apabila hipotesis yang bersangkutan telah
diuji dan ditemukan benar.

VI. Mengidentifikasikan Populasi yang mempunyai peningkatan Risiko Infeksi


- Apabila sumber dan cara penularan telah dipastikan, maka orang-orang yang mempunyai
risiko paparan yang meningkat harus ditentukan, dan tindakan-tindakan penanggulangan
serta pencegahan yang sesuai harus dilaksanakan. Siapa yang sesungguhnya mempunyai
risiko paparan meningkat tergantung pada penyebab penyakit, sifat sumbernya, cara
penularannya, dan berbagai ciri-ciri orang-orang rentan yang meningkatkan
kemungkinannya terpapar.
- Apakah populasi yang mempunyai risiko telah diidentifikasikan seluruhnya atau belum,
dapat diketahui apabila salah satu dari dua kondisi ini terjadi : kasus-kasus baru yang
timbul dari sumbernya hanya terjadi pada populasi yang diperkirakan mempunyai risiko
tinggi, atau lebih baik lagi, tindakan penanggulangan yang ditujukan khususnya kepada
populasi ini mencegah terjadinya kasus-kasus baru.

2.6 – PENANGGULANGAN KLB


UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT.
Tahapan usaha pencegahan terhadap perjalanan suatu penyakit disebut Level of Prevention.9
Upaya ini dilakukan dengan mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian dengan
langkah-langkah berdasarkan data/keterangan bersumber analisis/pengamatan/penelitian
epidemiologi. Pada fase pra-patogenesis, keseimbangan antara agen penyekit, manusia dan
lingkungan mulai terganggu, bila dibiarkan maka gejala akan timbul dan perlu dilakukan
Tindakan preventif/Pencegahan Primer berupa promosi kesehatan dan perlindungan spesifik agar
orang tersebut tidak menjadi sakit.
Pada keadaan usaha yang dilakukan tidak dapat mencegah terjadinya penyakit dan
memasuki fase pathogenesis, dilakukan Tindakan Preventif/Pencegahan Sekunder berupa
diagnose dini dan pengobatan yang adekuat agar penyakit dapat segera sembuh. Jika tidak,
penyakit akan berjalan kronis, ,menyebabkan ketidakmampuan dan cacat sehingga agar dapat

13
bertahan dilakukan Tindakan Preventif/Pencegahan Tersier berupa usaha rehabilitasi serta
mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan.2,4

Tindakan Preventif Primer


Merupakan usaha dan tindakan preventif yang dilakukan pada fase pra-patogenesis suatu
penyakit dengan menjaga keseimbangan antara agen penyakit, pejamu, dan lingkungan agar
tetap dinamis dan tidak terganggu dengan cara:
 Memusnahkan atau menghancurkan agen penyakit yang berbahaya, usaha-usaha yang
dapat dilakukan antara lain menyucihamakan atau desinfeksi, manipulasi lingkungan hidup,
pendidikan dan promosi kesehatan(penyuluhan).
 Mencegah terjadinya kontak antara agen penyakit dan pejamu dengan cara memutuskan
rantai penularan melalui pengendalian vektor penyakit/transmisi kuman, isolasi penderita
dan tindakan preventif seperti memakai masker dan alat pelindung lainnya.
 Meningkatkan daya tahan tubuh pejamu terhadap agen penyakit dengan cara memberikan
kekebalan buatan berupa imunisasi dan vaksinasi serta perbaikan status gizi.

Tindakan Preventif Sekunder


Strategi penting pada tindakan preventif sekunder adalah tes skrining, mendeteksi penyakit,
mendiagnosa dan mengobati secara dini penyakit-penyakit yang asimtomatis atau penyakit
kronis. Pada keadaan ditemukannya jenis penyakit yang tidak diketahui diagnosisnya, dapat
dilakukan prosedur identifikasi presumtif. Prosedur ini bertujuan untuk mendeteksi suatu
penyakit yang sedang berjangkit di masyarakat secara cepat dan murah dengan melakukan tes
skrining yang ditujukan untuk memeisahkan orang yang benar-benar tidak sakit dengan orang
yang dicurigai atau mempunyai risiko menderita penyakit di masyarakat.

Tindakan Preventif Tersier


Khusus untuk penyakit kronis atau penyakit yang sembuh dengan kecacatan, seperti penyakit
lepra atau kusta, dilakukan operasi bedah plastic serta pembinaan mental, sosial dan lainnya
pascapenyakit agar dapat diterima kembali oleh masyarakat.2,4
The 5 (five Level of Prevention):2
 Health promotion (Upaya promosi kesehatan)

14
 Specific Protection (Upaya proteksi kesehatan)
 Early diagnosis and promt treatment (Upaya diagnosis dini & tindakan segera)
 Disability limitation (Upaya pemberantasan akibat buruk)
 Rehabilitation (Upaya pemulihan kesehatan)

2.7 – PELAYANAN KESEHATAN


Kesehatan atau sehat-sakit adalah suatu yang kontinum dimulai dari sehat walafiat hingga
sakit parah. Kesehatan seseorang berada dalam bentang tersebut. ‘Sakit’ pula mempunyai
beberapa tingkat atau degradasi yang secara umum dapat dibagi dalam tiga tingkat, yaitu : sakit
ringan (mild), sakit sedang (moderate) dan sakit parah (severe). Dengan adanya 3degradasi
penyakit inimaka menuntut pelayanan kesehatan yang berbeda pula.

Tiga bentuk pelayanan yaitu :


a) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary Health Care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat
yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.
b) Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary Health Services)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan
perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan rimer. Bentuk
pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenga-tenaga
spesialis.
c) Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary Health Services)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak
dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks, dan
memerlukan tenaga-tenaga super spesialis, misalnya di RS tipe A dan C.2

Pelayanan Kesehatan Tingkat Primer


Pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat basic health services. Bentuk
pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas keliling, dan
Balkesmas. Pelayanan kesehatan masyarakat lebih ditekankan pada pemerintah sedangkan untuk
pelayanan kesehatan perorangan dipercayakan kepada sektor swasta tetapi masih melibatkan

15
pemerintah. Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni
terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya
jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni: 4

1. Upaya Kesehatan Wajib


Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
o Upaya Promosi Kesehatan o Upaya Perbaikan Gizi
o Upaya Pencegahan dan Pemberantasan
o Upaya Kesehatan Lingkungan
o Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Penyakit Menular
o Upaya Pengobatan
Keluarga Berencana
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah
ada, yakni: Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya Kesehatan Olah Raga, Upaya Perawatan
Kesehatan Masyarakat, Upaya Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut, Upaya
Kesehatan Jiwa, Upaya Kesehatan Mata, Upaya Kesehatan Usia Lanjut, Upaya Pembinaan
Pengobatan Tradisional.

 Pembanterasan Penyakit Menular (P2M)


Tujuan: Menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin dan mengurangi berbagai faktor
resiko lingkungan masyarakat yang memudahkan terjadinya penyebaran penyakit menular di
suatu wilayah, memberikan proteksi khusus kepada kelompok masyarakat tertentu agar terhindar
dari penularan penyakit(misalnya:imunisasi).4
Sasaran: Ibu hamil, balita dan anak-anak sekolah untuk kegiatan imunisasi. Sasaran sekunder
adalah lingkungan pemukiman masyarakat.4
Ruang lingkup kegiatan:4
- Surveilan epidemiologi: menemukan kasus menular sedini mungkin.
- Imunisasi
- Pembanterasan vektor: Fogging untuk DHF, Oiling,drainase genangan air, dan perbaikan
sistem pembuangan sampah untuk pembanterasan malaria.

16
Usaha Kesehatan Lingkungan
Definisi: Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu
keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin
keadaan sehat dari manusia.
Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22 ayat (3) UU No
23 tahun 1992 ruang lingkup kesehatan lingkungan ada 8, yaitu:
1. Penyehatan Air dan Udara 6. Pengamanan kebisingan
2. Pengamanan Limbah padat/sampah 7. Pengamanan vektor penyakit
3. Pengamanan Limbah cair 8. Penyehatan dan pengamanan lainnya,
4. Pengamanan limbah gas sepeti keadaan pasca bencana.
5. Pengamanan radiasi
Tujuan: Menanggulangi dan menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan sehingga faktor
lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor risiko timbulnya penyakit menular di
masyarakat.4
Sasaran: Tempat-tempat umum (seperti pasar, restoran, tempat ibadah, sumber air minum
penduduk dan pembuangan air limbah dan sebagainya. Sasaran yang diperiksa pada tempat-
tempat umum selain lingkungan fisiknya(pencemaran air,pembuangan sampah dan limbah
lainnya), juga para pengolah makanan(food handler). Mereka diperiksa fesesnya(rectal swab)
untuk mengetahui adanya carrier penyakit menular seperti kolera, thypus abdominalis, E-coli dan
sebagainya.4

Ruang lingkup kegiatan:4,5


i. Memperbaiki sistem pembuangan kotoran manusia.
- Pembuatan dan penyediaan jamban keluarga.
- Penyuluhan kesehatan lingkungan dilakukan melalui demonstrasi pembuatan jamban
keluarga(kegiatan yang bersifat integratif).
- Pembuangan Kotoran/Tinja yang baik :
 Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
 Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air
atau sumur
 Tidak boleh terkontaminasi air permukaan

17
 Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
 Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar
diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin
 Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
 Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
ii. Menyediakan air bersih.4,5
- Perlindungan terhadap sumber mata air yang digunakan penduduk. Misalnya dengan tes
hygiene air, kaporitisasi sumur jika diketahui sumur tersebut tercemar E-coli dan basil
cholera.
- Penyuluhan melalui demonstrasi tentang pembuatan sumur.
- Penyediaan sumur pompa tangan (SPT dangkal dan dalam), sarana air minum lainnya.
- Mengadakan penyuluhan kesehatan tentang air minum sehat.
- Melakukan tes secara rutin pada air yang dikonsumsi masyarakat(PDAM,sumur
penduduk daerah endemik kolera).
- Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:416/MEN.KES/PER/IX/1990 Pasal 1:
 Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum langsung.
 Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.
- Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:416/MEN.KES/PER/IX/1990 Pasal 2:
 Kualitas air harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan
mikrobiologi,fisika,kimia dan radioaktif.
 Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
 Syarat Kimia : Kadar Besi air minum : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l,
Kesadahan (maks 500 mg/l); air bersih besi maksimum 1.0mg/l,kesadahan 500mg/l.
 Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air) air
minum; koliform tinja (maks 10 per 100ml air) air bersih.
iii. Pembuangan sampah: Bekerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat untuk
melakukan pembuangan sampah yang baik sehingga sampah tidak lagi mencemari
lingkungan pemukiman mereka.4,5
iv. Pengawasan terhadap tempat-tempat umum: Pengawasan biasanya dilakukan di
perusahaan-perusahaan penghasil limbah cair, tempat pengolahan dan penjualan
makanan, tempat-tempat umum,sanitasi perumahan. Kegiatan ini dikoordinasikan secara
lintas sektoral terutama dengan camat.4,5

18
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat(PKM)
Tujuan: Meningkatkan kesadaran penduduk akan nilai kesehatan, melalui upaya promosi
kesehatan sehingga masyarakat dengan sadar mau mengubah perilakunya menjadi perilaku sehat.
Sasaran: Kelompok masyarakat yang beresiko tertular penyakit maupun masyarakat umum.
Ruang lingkup kegiatan: Penyuluhan tidak saja dengan ceramah, tapi juga dengan
menggunakan alat peraga dan media peragaan,misalnya mencampur oralit yang benar.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)4,5


Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Antara perilaku hidup bersih dan sehat dalam
pencegahan diare ialah:
1) Perilaku pencegahan diare dengan penggunaan air bersih
Perilaku terkait pengolahan dan penyimpanan air minum menjadi salah satu perilaku
kunci pencegahan penyebaran kuman ke dalam tubuh manusia.Air bersih adalah air yang telah
diolah dan disaring secara alami atau kimiawi sehingga aman untuk diminum dan dapat
digunakan untuk keperluan lain (misalnya cuci tangan, dan pencucian peralatan rumah tangga)
karena telah memenuhi syarat kesehatan. Sekurang-kurangnya, air bersih harus bebas dari
mikroorganisme (Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/lX/1990).
2) Perilaku pencegahan diare dengan mencuci tangan pakai sabun
Perilaku pencegahan diare dengan mencuci tangan pakai sabun dengan cara yang benar
dan dilakukan dengan waktu-waktu yang tepat serta menggunakan air yang tidak tercemar
sangatlah berperan dalam menggurangi penyebaran penyakit infeksi dan sangat efektif untuk
mencegah penyakit diare. Dalam mencuci tangan pakai sabun ada lima waktu penting
menurut panduan pencegahan diare yaitu sebelum makan, setelah buang air besar, sebelum
memegangi bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan.
3) Perilaku pencegahan diare dalam sanitasi makanan
 Dalam sanitasi makanan yang perlu diperhatikan dalam hal kebersihan pengolahan dan
penyimpanan makanan yang bertujuan menjaga makanan agar tetap bersih, sehat dan nilai
gizinya tetap dengan menghilangkan atau mengurangi kontaminasi baik dari debu atau
kotoran, kuman, maupun lalat dan serangga yang hinggap pada makanan. Perilaku mencuci

19
bahan-bahan makanan sebelum diolah atau dikonsumsi serta menutup dan menyimpan,
merupakan salah satu pencegahan diare.
 Menutup makanan yang sudah dimasak adalah hal umum yang dilakukan pada keluarga
untuk menghindari debu, kuman dan serangga seperti lalat hinggap pada makanan yang
dapat menyebabkan penyakit diare.
 Menyimpan makanan ditempat yang bersih meletakkan makanan dalam wadah yang bersih
dan tertutup, menyiapkan makanan dalam di tempat yang dingin dan terhindar dari
matahari langsung, menjaga makanan agar tidak dijamah oleh hewan, menjaga piring,
panci masak dan peralatan makanan agar selalu tetap bersih, mencuci tangan pakai sabun
dan menyajikan makanan.
4) Perilaku pencegahan diare dalam penggunaan jamban/membuang tinja
Perilaku pencegahan diare dalam penggunaan jamban saniter sangat efektif mencegah
kontaminasi kuman terhadap manusia dan pembuangan tinja yang tidak baik serta
sembarangan dapat mengakibatkan pencemaran pada air, tanah, atau menjadi sumber
penyakit. Syarat tempat pembuangan tinja harus memenuhi syarat konstruksi dan syarat letak
yaitu syarat tempat pembuangan tinja (bangunan/rembesan) dengan sumber air minum
minimal 10 meter untuk tanah pasir dan 15 meter untuk tanah liat.10

2.8 – PROMOSI KESEHATAN


Upaya promosi kesehatan termasuk dalam tindakan pencegahan primer yang merujuk kepada
pemberian penyuluhan kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap
kesehatan dan lingkungan dalam upaya proteksi kesehatan.

Penyuluhan kesehatan
Dalam konsepsi kesehatan umum, penyuluhan kesehatan diartikan sebagai kegiatan
pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan dan menanamkan
keyakinan. Dengan demikian, masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau
dan dapat melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan. Dengan pengertian tersebut,
petugas penyuluh kesehatan harus menguasai ilmu komunikasi dan menguasai pemahaman yang
lengkap tentang pesan yang akan disampaikan.15

20
Penyuluhan kesehatan bertujuan mengubah perilaku kurang sehat menjadi sehat. Perilaku
baru yang terbentuk, biasanya hanya terbatas pada pemahaman sasaran (aspek kognitif),
sedangkan perubahan sikap dan tingkah laku merupakan tujuan tidak langsung.
Antara langkah-langkah perencanaan penyuluhan kesehatan:15
 Mengenal masalah yang menunjang  Menentukan sasaran penyuluhan
penyuluhan  Menentukan isi penyuluhan
 Mengenal masyarakat (jumlah, sosial  Menentukan metode penyuluhan yang
buadaya, ekonomi, sumber daya) akan digunakan
 Mengenal wilayah (situasi  Memilih alat media/peraga
lapangan,lokasi)  Menyusun rencana evaluasi
 Menentukan tujuan penyuluhan  Menyusun rencana pelaksanaan

Imunisasi6
Pengertian: seseorang diberikan kekebalan terhadap sesuatu penyakit tertentu sehingga menjadi
kebal atau resisten terhadap penyakit tersebut tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit lain
Program imunisasi
Tujuan: Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Sasaran:
 Bayi di bawah umur 1 tahum (0-11 bulan)
 Ibu hamil (awal kehamilan - 8bulan)
 Wanita usia subur
 Anak sekolah dasar kelas I dan VI
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena
penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi
campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi
berumur 9 bulan. Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 kali dengan sasaran kepada anak 9 –
11 bulan.

2.9 – PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB CAMPAK DAN DIARE.1


I. CAMPAK
21
Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk
makulopapular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 38oC atau lebih
juga disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO). Definisi Operasional untuk
Surveilans Penyakit Campak di Indonesia adalah : adanya demam (panas), bercak kemerahan
(rash), dan ditambah satu atau lebih gejala; batuk, pilek atau mata merah (konjungtivitis).

 Gambaran Klinis
- Campak mempunyai gejala klinis demam > 38oC selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu
atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair. Gejala khas adalah Koplik’s spot
atau bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mukosa buccal).
Bercak kemerahan dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk makulopapular dan
dalam beberapa hari (4-7 hari) menyebar ke seluruh tubuh. Setelah 1 minggu sampai 1 bulan
bercak kemerahan berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik.
- Sebagian besar penderita akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak usia <5 tahun
dan penderita dewasa >20 tahun. Komplikasi yang sering terjadi adalah diare dan
bronkopneumonia. Penyakit campak menjadi lebih berat pada penderita malnutrisi,
defisiensi vitamin A dan imun defisiensi (HIV) serta karena lambatnya penanganan.
- Diagnosis banding Campak adalah Rubella (Campak German) yang ditandai dengan
pembesaran kelenjar getah bening postauricular.
 Klasifikasi kasus Campak
- Pasti secara laboratorium : kasus campak klinis yang telah dilakukan konfirmasi
laboratorium dengan hasil positif terinfeksi virus campak (IgM positif).
- Pasti secara epidemiologi : semua kasus klinis yang mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus yang pasti secara laboratorium atau dengan kasus pasti
secara epidemiologi yang lain (biasanya dalam kasus KLB)
- Bukan Kasus Campak : Kasus tersangka campak, setelah dilakukan pemeriksaan
laboratorium hasilnya negative atau kasus tersangka campak yang mempunyai hubungan
epidemiologis dengan Rubella.
- Kematian Campak : Kematian dari seorang penderita campak pasti (klinis,
laboratorium maupun epidemiologi) yang terjadi dalam 30 hari setelah timbul rash,

22
bukan disebabkan hal-hal lain seperti trauma atau penyakit kronik yang tidak
berhubungan dengan komplikasi campak.

 Etiologi: disebabkan oleh virus golongan paramyxoviridae (RNA) jenis Morbilivirus.


 Masa Inkubasi
- Masa inkubasi antara 7-18 hari. Rata-rata 10 hari.
 Sumber dan Cara penularan
Sumber penularan adalah manusia sebagai penderita. Penularan dari orang ke orang melalui
percikan ludah dan transmisi melalui udara terutama melalui batuk, bersin atau sekresi
hidung. Masa penularan 4 hari sebelum timbul rash, puncak penularan pada saat gejala awal
(fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit.
 Pengobatan :
- Pengobatan terhadap campak adalah pengobatan simptomatik. Penderita tanpa komplikasi
cukup diberikan antipiretik dan pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai usia. Jika ada
komplikasi dianjurkan penderita dirawat di Puskesmas atau di Rumah Sakit, pengobatan
komplikasi di sarana pelayanan kesehatan dengan antibiotik tergantung berat ringannya
komplikasi, bila keadaa penderita cukup berat segera rujuk ke RS. Kasus yang terkena
penyakit campak diisolasi untuk memutuskan rantai penularan.
- Pemberian vitamin A :
 Umur 0 - 6 bulan : bagi bayi yang tidak mendapatkan ASI diberikan vitamin A 1
kapsul 50.000 IU pada saat penderita ditemukan, dan kapsul kedua keesokannya.

23
 Umur 6 – 11 bulan : vitamin A 100.000 IU dan kapsul kedua pada hari kedua.
 Umur 12–59 bulan: vitamin A 1 kapsul 200.000 IU dan kapsul kedua pada hari ke-2.
 Epidemiologi :
- Di seluruh dunia diperkirakan terjadi penurunan 56 % kasus campak yang dilaporkan yaitu
852.937 kasus pad a tahun 2000 menjadi 373.421 kasus pada tahun 2006. Jumlah kasus
campak di regional SEARO meningkat dari 78.574 kasus pada tahun 2000 menjadi 94.562
kasus pada tahun 2006. Di Indonesia dilaporkan pada tahun 2010 telah terjadi 188 KLB
campak dengan 3.044 kasus. Sementara itu, laporan rutin campak jumlah kasus pada tahun
2010 adalah 19.111 kasus.
 Kejadian Luar Biasa :
- Bagi negara yang telah menyelesaikan kampanye campak, maka surveillans campak harus
dilaksanakan lebih sensitif, oleh sebab itu WHO merekomendasikan kriteria KL campak
yaitu 5 kasus/100.000 populasi. Di Indonesia walaupun kampanye campak sudah
dilaksanakan namun kriteria seperti yang ditetapkan WHO masih sulit diterapkan. Hal ini
disebabkan populasi 100.000 kemungkinan terdistribusi di 3 Puskesmas, dan kasus campak
masih cukup tinggi, maka secara operasional akan sulit. Untuk memudahkan operasional di
lapangan, maka definisi ditetapkan sebagai berikut
o KLB tersangka campak: adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu
berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan
epidemiologi.
o KLB Campak Pasti : apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil
pemeriksaan kasus pada tersangka KLB campak.
o KLB Rubella : minimum 2 spesime positif IgM Rubella
o KLB Mixed : Ditemukan adanya IgM rubella positif dan IgM campak positif dalam
satu KLB.

- Penyelidikan Epidemiologi :
Penyelidikan KLB campak bertujuan untuk mengetahui gambaran epidemiologi KLB
berdasarkan waktu kejadian, umur dan status imunisasi penderita, sehingga dapat diketahui
luas wilayah yang terjangkit dan kelompok yang beresiko. Di samping itu juga mendapatkan
faktor resiko terjadinya KLB sehingga dapat dilakukan tindak lanjut.

24
Jika ada 1 kasus suspek campak, yang dilaporkan dari RS, puskesmas maupun laporan
masyarakat, harus dilakukan pelacakan untuk memastikan apakah di tempat tinggal kasus, di
sekolah dan lai-lain ada kasus serupa. Jika dilaporkan KLB tersangka campak, maka
dilakukan kunjungan dari rumah yang ada kasus campak dan rumah yang tidak ada kasus
campak di wilayah tersebut, dengan mengisi format C1. Ini dilakukan untuk mencari kasus
tambahan, populasi beresiko dan untuk melihat status imunisasi campak pada populasi di
daerah KLB. Cari faktor resiko KLB campak dengan form C2, dan berikan rekomendasi.

- Penanggulangan
o Penanggulangan KLB campak didasarkan pada analisis dan rekomendasi hasil
penyelidikan KLB campak, dilakukan sesegera mungkin agar transmisi virus dapat
dihentikan dan KLB tidak meluas serta dibatasi jumlah kasus dan kematian. Langkah
penanggulangan meliputi : tatalaksana kasus, imunisasi dan penyuluhan.
- Imunisasi yang dilakukan pada saat KLB yaitu :
i. Imunisasi selektif, bila cakupan tinggi
Meningkatkan cakupan imunisasi rutin (upayakan 100%) setiap balita (usia 6 bl-5th)
yang tidak mempunyai riwayat imunisasi campak, diberikan imunisasi campak (di
puskesma atau posyandu hingga 1 bulan dari kasus terakhir)
ii. Imunisasi campak masal
Yaitu memberikan imunisasi campak secara masal kepada seluruh anak pada
golongan umur tertentu tanpa melihat status imunisasi anak tersebut. Hal yang
menjadi pertimbangan adalah cakupan imunisasinya rendah, mobilitas tinggi, rawan
gizi dan pengungi daerah padat dan kumuh. Pelaksanaan imunisasi masal ini harus
dilaksanakan sesegera mungkin, sebaiknya pada saat daerah tersebut diperkirakan
belum terjadi penularan luas. Selanjutnya cakupan imunisasi rutin tetap
dipertahankan tinggi dan merata.
- Pengolahan dan analisa data rutin (kasus dan faktor resiko)
Analisa kasus KLB campak :
i. Distribusi kasus menurut waktu (Time), tempat (Place) dan orang (Person)
ii. Kurva epidemi kasus, mapping kasus, grafik kasus menurut kelompok umur dan
status imunisasi

25
iii. Attack Rate menurut kelompok umur, Case Fatality Rate
iv. Menghitung vaksin efikasi dan populasi rentan
v. Analisa pelaksanaan program imunisasi (manajemen, logistic, campuran)

- Surveilans ketat pada KLB :


Perkembangan kasus baru dan kematian KLB campak direkam dalam form C1 dan
dilaporkan setiap hari ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. KLB dinyatakan berakhir jika
tidak ada kasus dalam kurun waktu 2 kali masa inkubasi dari kasus terakhir.

 Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB : meliputi kegiatan :


- Pemantauan populasi rentan
- Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) kasus campak mingguan
- Tindakan terhadap ancaman KLB campak
II. DIARE1
Diare akut adalah buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (pada
umunya 3 kali atau lebih) per hari dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari.
Diare adalah penyakit di mana penyebabnya adalah infeksi, malabsorbsi, keracunan pangan dan
yang terkait penggunaan antibiotik (DTA/AAD). Diare sering menimbulkan KLB dengan jumlah
penderita dan kematian yang besar, terutama diare akut yang disebabkan oleh infeksi dan
keracunan pangan. KLB sering terjadi di daerah dengan kualitas sanitasi buruk, air bersih yang
tidak memadai dan banyaknya gizi buruk.

 Gambaran Klinis
- Sesuai dengan penyebabnya, diare dapat disertai gejala lain seperti muntah, dehidrasi, sakit
perut yang hebat, lendir dan darah dalam tinja, dan lain-lain.
 Etiologi
- Di Indonesia, penyebab utama KLB diare adalah Vibrio cholera, kelompok disentri
(Entamoeba hystolytica, Shigella dysentriae, Salmonella, Campylobacter jejuni, dan
Escherichia coli), dan Rotavirus.
Tabel : Etiologi, Masa Inkubasi gejalan dan sumber dan cara penularan dari setiap penyebab

26
 Masa inkubasi – sesuai etiologi pada tabel
 Sumber dan Cara Penularan - Cara penularan diare adalah fecal-oral, penyebarannya
melalui lalat, tangan tercemar, dan sanitasi yang buruk.
 Pengobatan
Prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare)
i. Oralit Osmolaritas Rendah
ii. Zinc: Pemberian zinc selama diare terbuktu mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi BAB, mengurangi volume tinja, menurunkan
kekambuhan diare pada 3 bulan berikutnya. Dosis seperti berikut :
o Anak < 6bulan : 10mg (1/2 tablet) Zn per hari sampai 10 hari
o Anak > 6bulan : 1 tablet Zn 20mg per hari sampai 10 hari
iii. Pemberian ASI/Makanan : sebagai sumber gizi supaya tetap kuat
iv. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi

27
v. Pemberian nasihat : tentang cara memberikan obat di rumah dan kapan harus
membawa kembali balita ke petugas kesehatan (diare lebih sering, muntah berulang,
sangat haus, makan atau minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah, diare >3 hari)

Tatalaksana diare berdasarkan penyebab :


i. Kolera/suspek Kolera
Pengobatan Kolera pada anak-anak Pengobatan Kolera DEWASA
Antibiotika (3hari) Lini Pertama
Doxycycline dosis tunggal 4 mg/kgBB/hari Tetracycline 4x sehari 4x500 mg (3hari)
Doxycycline dosis tunggal 300 mg
Tetracycline 4x sehari 12.5mg/kgBB Lini Kedua
Trimethoporim (TMP) TMP 5mg/kgBB & Trimethoporim (TMP) TMP 160 mg &
Sulfamethoxazole (SMX) SMX 25mg/kg Sulfamethoxazole (SMX) SMX 800 mg/kg
2x sehari 2xsehari
Ciprofloxacin dosis 1000mg
tunggal

ii. Diare berdarah atau disentri

iii. Giardiasis : Metronidazole, dosis 30-50mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, selama 10hari.


iv. Infeksi Campylobacter: Eritromisisn 10mg/kgBB, maksimal 500mg per dosis setiap
6 jam selama 5-7 hari
v. Infeksi Salmonella: Kloramfenikol 50-75mg/kgBB/hari maksimal 2g/hari dibagi 4
dosis.
vi. Infeksi C.difficile: Metronidazole 30-50mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, 7-10 hari.

28
 Epidemiologi
Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama pada anak balita. Di negara berkembang, sebesar 2 juta anak meninggal tiap tahun
karena diare, di mana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan
laporan WHO, kematian karena diare di negara berkembang diperkirakan sudah menurun dari
4,6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi 2 juta kematian pada tahun 2003. Di Indonesia,
angka kematian diare juga telah menurun tajam. Berdasarkan data hasil survey rumah tangga,
kematian karena diare diperkirakan menurun dari 40% pada tahun 1972 hingga 26,9% pada
tahun 1980, 26.4% tahun 1986 hingga 13% tahun 2001 dari semua kasus kematian.
Selama 2003-2010, KLB diare menunjukkan fluktuasi baik frekuensi kejadian dan jumlah
penderitanya maupun CFR nya. KLB diare terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. KLB
diare sering terjadi di daerah yang mengalami kekeringan, kemarau panjang, sanitasi buruk,
rendahnya kebersihan perorangan. KLB diare juga sering terjadi pada sekelompok orang yang
sedang mengadakan perjalanan, kelompok jemaah haji, pengungsi dan sebagainya, baik
disebabkan karena buruknya sanitasi dan penyediaan air bersih, status gizi dan kondisi
kesehatan menurun.

 Kejadian Luar Biasa dan Penanggulangannya


Upaya penanggulangan KLB diarahkan terutama mencegah terjadinya dehidrasi dan
kematian. Penegakan sistem rujukan dari keluarga – pos pelayanan kesehatan dilakukan
dengan cepat dan menjangkau semua penderita. Apabila diagnosis etiologi dapat teridentifikasi
dengan tepat, maka pemberian antibiotika dapat mempercepat penyembuhan dan sekaligus
menghilangkan sumber pengeluaran dengan cepat. Bagaimanapun juga identifikasi faktor
resiko lingkungan sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit.
- Penyelidikan Epidemiologi
Telah terjadi KLB diare pada suatu wilayah tertentu apabila memenuhi salah satu kriteria:
 Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah/
 Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 kurun waktu dalam jam, hari
atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

29
 Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
 Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 bulan menunjukkan kenaikan dua kali
atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
 Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah keejadian
kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
 CFR dalam 1 kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih
dibandingkan dengan CFR periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Penegakan diagnosis KLB berdasarkan gambaran klinis, distribusi gejala, gambaran
epidemiologi dan hasil pemeriksaan laboratorium :
 Distribusi gejala kasus-kasus pada KLB diare karena V.cholerae. Diare berbentuk
cair seperti air beras merupakan tanda khas. Sebagian besar penderita menunjukkan
gejala diare cair dan muntah yang hebat disertai dehidrasi, shock tanpa tenesmus,
terutama terjadi peningkatan kasus pada golongan umur diatas 5 tahun atau dewasa.
Pada KLB ini sering disertai kematian. Specimen tinja diperoleh dengan rectal swab,
dimasukkan ke dalam botol Carry dan Blair, disimpan pada suhu kamar. Spesimen
muntah diambil sebanyak 1-5 cc dari tempat penampungan, kemudian dimasukkan
ke dalam botol alkali pepton, disimpan pada suhu kamar. Sampel air diambil
sebanyak 1liter, disimpan dalam suhu dingin 4oC.
 Pada C.jejuni sering menyerang pada anak-anak dan juga binatang (ayam dan
anjing). Gejala yang timbul panas selama 2-5 hari.

Penyelidikan KLB diare juga dapat menggambarkan kelompok rentan dan penyebaran
kasus yang memberikan arah upaya penanggulangan.Kurva epidemi dibuat dalam harian
dan mingguan kasus dan atau kematian. Tabel dan grafik dapat menjelaskan gambaran
epidemiologi attack rate dan CFR menurut umur, jenis kelamin dan wilayah tertentu.Peta
area map dan spot map dapat menggambarkan penyebaran kasus dan kematian dari waktu
ke waktu.Penyelidikan KLB diare dapat menggambarkan hubungan epidemiologi kasus dan
faktor resiko tertentu, sanitasi dan sebagainya dalam upaya pencegahan perkembangan dan
penyebaran KLB diare. Hubungan kasus-faktor resiko tidak selalu diperoleh berdasarkan

30
hubungan asosiasi, tetapi dapat diperkirakan dari pola penyebaran kasus dan pola sanitasi
daerah KLB dalam suatu peta dan grafik.

- Upaya penanggulangan KLB


Pembentukan pos kesehatan dan pusat rehidrasi yang diikuti dengan penyuluhan agar
masyarakat dapat melakukan pertolongan sementara. Secara umum, pada KLB kolera
pemberian antibiotika pada penderita dapat sekaligus memutus rantai penularan dan diikuti
dengan distribusi air bersih, memasak air sebelum minum sebagai upaya pencegahan, dan
pemberian kaporit dan pengamanan makanan.

Tugas utama Pos Kesehatan dan Pusat Rehidrasi (PR):


 Merawat dan memberikan pengobatan diare sesuai bagan tatalaksana diare sesuai
derajat dehidrasinya.
 Melakukan registrasi pencatatan identitas, waktu mulai sakit, gejala, diagnose
 Mengatur logistik dan obat-obatan
 Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarga
 Memberikan pengobatan preventif terhadap kontak serumah pada kasus/KLB kolera.
 Membuat laporan harian kepada puskesmas.

 Sistem Kewaspadaan Dini KLB


Secara nasional KLB sudah jauh berkurang dan jarang terjadi, tetapi sepanjang tahun
masih dilaporkan adanya KLB diare karena kolera di beberapa daerah di Indonesia.
Kegiatan SKD KLB Diare adalah pengamatan dan pencatatan untuk :
- Kasus diare mingguan untuk melihat pola maksimum-minimum tahunan (min-3th)
- Faktor resiko (perubahan iklim, lingkungan, sanitasi, PHBS)
PWS KLB diare harus dilaksanakan di setiap unit pelayanan, terutama di Puskesmas dan RS
serta Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan pelaporan berjenjang sampai ke tingkat
pusat. PWS KLB diare juga perlu dikembangkan di laboratorium, baik di Balai
Laboratorium Kesehatan Pusat dan Daerah maupun laboratorium RS dan Puskesmas.

2.13 – SURVEILANS

31
a. Definisi
Surveilans adalah suatu kegiatan pengamatan terus menerus terhadap kejadian kesakitan dan
faktor lain yang memberikan kontribusi yang menyebabkan seseorang menjadi sakit dan upaya
tindakan yang diperlukan, dengan kegiatan mencakup:
 Mendiagnosis secara klinis atau laboratories
 Mengidentifikasi penyebab terjadinya sakit atau factor risiko terjadinya sakit
 Pencatatan hasil anamnese klinis dan identifikasi kasus menurut variable orang, tempat,
dan waktu
 Analisis hasil identifikasi kasus
 Tindakan penanganan kasus (case management)
 Melakukan tindakan observasi di rumah kasus dan sekitar kasus dengan konsep wilayah
satu kelompok Rukun Tetangga (RT) atau satu wilayah Posyandu.

Surveilans didefinisikan juga sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus
menerus. Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi
epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan
bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang
mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus
menerus juga. Dikenal beberapa jenis surveilans:
o Surveilans individu; o Surveilans Berbasis Laboratorium;
o Surveilans penyakit; o Surveilans terpadu;
o Surveilanssindromik; o Surveilans kesehatanmasyarakat global.

32
Pendekatan surveilans
Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: (1) Surveilans pasif; (2) Surveilans
aktif (Gordis, 2000).Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data
penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Kekurangan
surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang
dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena
waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan kesehatan di
fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan perlu
dibuat sederhana dan ringkas.
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke
lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik,
dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut
penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif,
lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan
untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi
outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada
surveilans pasif. Karakteristik surveilans yang efektif: cepat, akurat, reliabel, representatif,
sederhana, fleksibel,akseptabel.5,6

BAB III - PENUTUP


KESIMPULAN

Kejadian luar biasa ( KLB) penyakit menular seperti campak dan diare yang merupakan
masalah kesehatan masyarakat membutuhkan perhatian dan penangan oleh semua pihak.
Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat,
perlu diidentifikasi adanya ancaman KLB berserta kondisi rentan yang memperbesar risiko
terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaam dan kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan KLB .
Daftar Pustaka

1. Santoso H., Hapsari R.B., Nasir M. Program pengendalian KLB penyakit menular,langkah-
langkah penyelidikan dan penanggulangan, penyelidikan dan penanggulangan campak dan
diare. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan KLB (Pedoman Epidemiologi
Penyakit).Katalog Terbitan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011.
Jakarta;2011:p7-29,p39-46,p61-74.
2. Soekidjo N, Epidemiologi dalam Kesehatan masyarakat ilmu dan seni, PT rineka cipta,
Jakarta, 2007, p18-51, p97-112.
3. Kathleen MA, Investigasi dan pengendalian wabah di fasilitas pelayanan kesehatan,
Pen.Buku Kedokteran EGC, 2010, p1-19
4. Gde A.A. Epidemiologi dan statistik dalam manajemen kesehatan,pusat kesehatan
masyarakat. Manajemen Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta;2004:p182-
219,p128-168.
5. Maulana D.J. Kesehatan dan promosi kesehatan, Konsep promosi kesehatan,Konsep
Penyuluhan kesehatan. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta;2009:p3-42,p134-45.
6. Soegijanto S. Campak. Pedoman Imunisasi di Indonesia. 3 rd ed. Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia.Jakarta;2008:p171-81.

Anda mungkin juga menyukai