Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah menciptakan manusia untuk mengolah bumi dan
memanfaatkan sebanyak mungkin untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.
Untuk itu, Allah memberi manusia akal yang cerdas, pikiran yang tajam
dan perasaan luhur serta kesanggupan luar biasa untuk melaksanakan
tugasnya sebagai khalifah di bumi.
Dengan akal dan nafsu yang dimiliki oleh manusia dapat
mendorongnya untuk maju, bekerja keras tiada mengenal lelah, berjuang
tanpa mengenal mundur, sehingga terciptalah perubahan dan
pembangunan besar yang menyebabkan bumi berubah berikutnya.
Ketajaman pikiran, kehalusan perasaan dan keluhuran budi pekerti
yang ditanamkan Allah dalam jiwa manusia, menjadikan manusia dapat
membedakan baik dan buruk, mana yang boleh dan mana yang baik.
Perlu diketahui, disadari, dan diingat, bahwa manusia memikul
kewajiban yang berat untuk memakmurkan bumi. Dia bertanggung jawab
kepada Allah yang telah menciptakan, memberikan nikmat yang tidak
terhitung jumlahnya, agar mempergunakan nikmat Allah dengan sebaik-
baiknya dan mengamalkan petunjuk dan ajaran Allah dengan penuh
keikhlasan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengertian khalifah fil ardhi dan imamah?
Bagimana Konsep khalifah fil ardhi dan imamah ?

BAB II
PEMBAHASAN

1
A. Pengertian Khalifah Fil Ardhi
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, kata Khalifah (Arab:
‫ خليفة‬Khalīfah) adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam
setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Khalifah juga sering disebut
sebagai Amīr al-Mu'minīn (‫ )أميمممر الممممؤمنين‬atau "pemimpin orang yang
beriman", atau "pemimpin orang-orang mukmin", yang kadang-kadang
disingkat menjadi "amir".
Kata khalifah cukup dikenal di indonesia. Kata ini mengandung
makna ganda. Pertama, pengertian khalifah yang diwujudkan dalam
jabatan sultan atau kepala negara. kedua, fungsi manusia itu sendiri
sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Kata khalifah dalam bentuk
tunggal dalam alquran terulang dua kali, yaitu dalam surat al baqarah ayat
30 dan shad ayat 26.1 Allah berfirman pada surat albaqarah ayat 30 :
Dan ingatalah ketika Tuhan kepada para malaikat : “ Aku hendak
menjadikan khalifah dimuka bumi “. Mereka berkata : “ apakah engkau
hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana,
sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu ?? Dia
berfirman, “ sungguh, aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
Merurut ibnu khaldun menjelaskan : khalifah adalah memerintah
rakyat sesuia aturan syara’, demi kebaikan akherat mereka dan juga
kebaikan dunia yang kembali pada kepentingan akherat, sebab menurut
syara persoalan – persoalan dunia semuanya kembali pada kepentinga
akherat. Dengan demikian hakekat khalifah adalah menggantikan
pembuat syara dalam menjaga agama dan politik di dunia. Sebagaimana
Allah memilih muhammad SAW untuk mendakwahkan kebenaran dan
menyampaikan syari’atNya kepada manusia, begitulah Allah memilih
kalifah untuk menjaga agama dan politik dunia2

B. Kekuasaan Khalifah di Bumi

1
Ridwan, Paradigma Politik NU, ( Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2004 ), hlm. 29
2
Ali ‘Abd ar-Raziq, Islam Dasar – Dasar Pemerintahan, ( Yogyakarta: Jendela, 2002 ), hlm. 4

2
Kekuasaan di bumi ditangan umat, diambil dari fakta bahwa syara’
telah menjadikan pengangkatan Khalifah oleh umat, dan seorang Khalifah
hanya mempunyai kekuasaan melalui baiat. Imam Muslim telah
meriwayatkan dari Ubadah bin Shamit yang berkata:3
“kami telah membaiat Rasulullah saw untuk setia mendengarkan dan
mentaati perintahnya, baik dalam keadaan susah maupun mudah, baik dalam
keadaan yang kami senangi maupun tidak kami senangi.

Baiat tersebut diberikan oleh kaum muslimin kepada Khalifah, bukan


oleh Khalifah kepada kaum muslimin, karena merekalah yang membaiat
Khalifah, dan merekalah yang sebenarnya mengangkat Khalifah sebagai
penguasa mereka. Dalam kekuasaan khalifah di bumi ini banyak mengalami
perbedaan dari pandangan para kaum muslimin diantaranya :
1. Pandangan pertama adalah bahwa khalifah memperoleh kekuasaan dan
kekuatan dari Allah. Aliran semangat pandangan ini dapat kita temukan
pada diri para ulama dan juga mayoritas kaum muslimin. Setiap
pembicaraan mereka mengenai khilafah selalu mencerminkan pandangan
tersebut dan mengisyaratkan keyakinan ini. Pandangan ini berkembang
dan disebarkan oleh para ulama dan penyair sejak abad pertama. Dalam
memilih khalifah dan membimbingnya menuju kursi khalifah,
sebgaimana terbaca dalam perkataan4
“Allah menghendakimu saat Dia memberimu kuasa Tuk memberi
kebaikan dan ketercerahan umat”
Penyebarluasan pandangaan ini menempatkan para khalifah dalam satu
kedudukan yang begitu agung dan syakral atau paling tidak mendekati
itu.
2. Pandangan kedua, yang banyak dibantah oleh para ulama yaitu bahwa
khalifah memperoleh keuasaan dan kekuatan dari umat umatlah sumber

3
Abdul Qadim Zallum, Sistem Pemerintahan Islam, ( Bangil: Darul Ummah, 2002 ), hlm. 41
4
Ali ‘Abd ar-Raziq, Islam Dasar – Dasar Pemerintahan, ( Yogyakarta: Jendela, 2002 ), hlm. 9

3
kekuaatanya, merekalah yang memilih para khalifah untuk memilih
jabatan tersebut.

C. Syarat-syarat Khalifah
a. Syarat In’iqad
1. Pertama, muslim. Khalifah secara mutlak tidak boleh diberikan kepada
orang kafir.5 Khalifah esensinya merupakan seorang waliyul amri,
sedangkan Allah mensyaratkan agar waliyul amri kaum muslimin itu
adalah seorang muslim. Kedua, laki-laki. Maka, wanita tidak bisa menjadi
khalifah. Ikhbar (pemberitahuan) Rasulullah dengan menafikan
keberuntungan pada orang yang menyerahkan kekuasaan mereka kepada
seorang wanita. Ini menunjukan bahwa wanita dilarang menduduki jabatan
kekuasaan (pemerintahan). Jadi, mengangkat seorang wanita sebagai
penguasa adalah haram. Sedangkan yang dimaksud dengan larangan
mengangkat seorang wanita menjadi penguasa adalah menduduki jabatan
Khilafah dan jabatan-jabatan kekuasaan dibawahnya. Larangan ini tidak
mencakup hal-hal lain selain pemerintahan.
2. Baligh. Siapa saja yang diangkat pena dari dirinya dengan sendirinya tidak
sah mengurusi perkaranya. Karena menurut syara, dia tidak dikenai
hukum. Jadi dia tidak sah menjadi khalifah ataupun penjabat pemerintahan
yang memiliki wewenang kekuasaan, karena dia tidak mampu mengatur
kekuasaan.
3. berakal. Tidak sah orang gila menjadi khalifah berdasarkan sabda nabi
saw: “telah diangkat pena (tidak dibebankan hukum) atas tiga orang”.
Tugas seorang khalifah mengatur urusan pemerintahan dan melaksanakan
perintah-perintah syara, maka tidak sah kalau khalifah itu adalah orang
gila. Sebab orang gila tidak bisa mengurusi urusan dirinya sendiri, apalagi
mengurusi urusan orang lain.”
4. Adil yaitu orang yang konsisten dalam menjalankan agamanya. Adil
adalah syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang hendak diangkat

5
Abdul Qadim Zallum, Sistem Pemerintahan Islam, ( Bangil: Darul Ummah, 2002 ), hlm. 55

4
menjadi khalifah, bahkan adil menentukan keberlangsungan akad
pengangkatanya.
5. Merdeka. Seorang hamba sahaya tidak sah menjadi khalifah, karena dia
adalah milik tuanya sehingga dia tidak memiliki wewenang untuk
mengatur, bahkan terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian, dia tidak
layak mengurusi orang lain, apalagi menjadi penguasa atas manusia.
b. Syarat Afdhaliyah
Syarat Afdhaliyah, ini bisa ditetapkan bila didukung oleh nash-nash
yang shahih atau termasuk kategori hukum yang ditetapkan dengan nash
yang shahih pula. Tujuh syarat in’iqad sajalah yang menjadi syarat sahnya
akad pengangkatan seorang Khalifah. Selain tujuh syarat itu hanya menjadi
syarat afdhaliyah semata. Atas dasar ini, seseorang yang hendak diangkat
menjadi. Khalifah tidak disyaratkan harus seorang mujtahid, karena tugas
Khalifah adalah tugas pemerintahan, yakni pelaksana hukum semata. Tugas
ini tidak mengharuskan melakukan ijtihad, sebab dia bisa bertanya dan
bertaklid pada seorang mujtahid. Namun, memang lebih utama kalau dia
seorang mujtahid

D. Pengertian Imamah
Imamah menurut bahasa adalah keimaman, kepemimpinan,
pemerintahan, kata imamah ini se-analog dengan kata khilafat. secara
terminologi imamah adalah kepemimpinan yang berkaitan dengan urusan
keagamaan dan urusan dunia sebagai pengganti fungsi rasulullah SAW.
Senada dengan ini dikemukakan oleh al-Taftazani sebagaimana dikutip oleh
Rasyid Ridho, imamah adalah kepemimpinan umum dala urusan agama dan
dunia yakni suatu khilafah yang diwarisi Nabi. Demikian pula pendapat al-
Mawardi Imamah dibentuk guna memelihara agama dan mengatur dunia.
Kata Imamah pada mulanya adalah suatu istilah yang netral untuk
menyebutkan sebuah Negara. Dalam literatur klasik istilah imamah dan
khilafah disandingkan secara bersamaan untuk merujuk pada pengertian yang
sama. Tetapi dalam perkembangannya imamah kemudian menjadi istilah

5
khusus dikalangan Syi’ah yang dikontekstualisasikan dalam bentuk wilayah
al-Faqih.
Istilah Imamah lebih banyak digunakan oleh kalangan Syiah.
Kelompok Syiah memandang imamah merupakan bagian prinsif dari ajaran
agama. Dalam persfektif kontemporer lembaga imamah tersebut dapat
diidentikan dengan lembaga kepresidenan. Berbeda dengan syiah,
ahlussunnah waljamaah (suni) memberi pengertian imamah bukanlah
sebuah jabatan atau warisan dan bukan pula masalah prinsip atau rukun
dalam agama. Menurut ahlussunah waljamah imamah ini tidak lain
hanyalah dikenal dengan istilah imam shalat .
1. Konsep Imamah
Kata imamah biasanya diidentikan dengan kata khilafah. Keduanya
menunjukan kepada pengertian satu kepemimpinan dalam Islam. Pada
awalnya imamah merupakan suatu istilah yang netral untuk menyebut
sebuah Negara. Dalam literature klasik istilah imamah dan khilafah
disandingkan secara bersamaan untuk menunjukan pengertian yang sama,
yakni Negara dalam sejarah Islam. Tetapi dalam perkembangannya istilah
imamah kemudian menjadi istilah khusus dan lebih banyak digunakan
oleh kalangan syiah.
Kunci utama sistem imamah dalam politik syiah terletak pada
posisi imam. Karena status politik dari pada imam adalah bagian dari
esensial dalam mazhab syiah imamiyah. Mereka dianggap sebagai penerus
harus ditunjuk oleh allah dan Nabi-Nya. Para imam dianggap sebagai
penerus nabi dan pewaris yang sah dari otoritasnya. Imamah adalah
intistusi yang dilantik secara ilahiyah, hanya Allah yang paling tahu siapa
yang memiliki kualitas-kualitas yang diperluakan untuk memenuhi tugas
ini. Oleh Karena itu hanya Dia lah yang mampu menunjuk mereka. Syiah
menganggap imamah seperti kenabian, menjadi kepercayaan yang
fundamental, dan ketaatan pada otoritas imam adalah sebuah kewajiban
agama.
Doktrin politik syiah muncul dari konsep kepemimpinan imamiyah
selama periode ghaib besar dimana imam kedua belas ghaib. Akidah
imamiyah mengadopsi sistem niyabah. Dengan demikian, perwalian ahli

6
fiqh disahkan dan otoritasnya dihubungkan dengan otoritas yang asli dan
mutlak dari Allah. Para imam yang otoritasnya dibentuk atas pengukuhan
secara eksplisit dari Nabi mendelegasikan dan mempercayakan suatu
derajat tertentu dari otoritasnya pada mereka yang memiliki kwalitas
sfesifik. Meskipun dimasa keghaiban imam, namun diperlukan terpelihara
dan terjaganya aturan-aturan Islam yang berhubungan dengan
pemerintahan yang dapat mencegah terjadinya anarki .
Untuk menentukan hubungannya dengan pemerintahan, Ibnu
Khaldun mengklasifikasikan yang dapat membedakan jenis-jenis
pemerintahan satu sama lain, sehingga mendapatkan subtansi dari setiap
sistem pemerintahan hanyalah undang-undang. Jenis undang-undanglah
yang mejelaskan karakter suatu sisitem pemerintahan .
2. Imamah menurut syiah
Konsep imamah dikembangkan oleh kaum Syi'ah untuk
menunjuk pemimpin politik, keagamaan dan spiritual. Dengan munculnya
imam, maka tidak ada seorang pun yang berhak mengklaim memiliki
otoritas agama dan politik. Dalam istilah ini melihat kepada pendekatan
dari pemikir islam seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Hazm dan Al Mawardi
terhadap imam. Untuk mengetahui pandangan mawardi terhadap Negara
maka secara tidak langsung harus mengetahui konsepnya tentang imamah
dan imam. Dalam pandangannya imamah sebagai sebuah lembaga politik
yang sangat sentral dan penting dalam Negara. Ia juga menyatakan bahwa
tugas utama imamah ialah menjalankan fungsi kenabian dalam melindungi
agama dan mengatur dunia.

Al Mawardi memberikan sebuah pernyataan terkenal, “Imamah


dilembagakan untuk menggantikan kenabian guna melindungi agama dan
mengatur dunia”. Dalam teori Al Mawardi, pelembagaan imamah
dilakukan karena adanya perintah agama, dan bukan karena pertimbangan
akal. Teori ini jelas bertentangan dengan pandangan syi’ah yang
menyatakan bahwa jabatan imam ditetapkan atas dasar nass (penetapan
oleh tuhan dan nabi) atau penunjukan langsung oleh imam sebelum dari
kalangan keluarga ahlul bayt. Sedangkan menurut Ibnu Khladun penamaan

7
kepala Negara islam dengan imam adalah dianalogikan dengan imam
shalat dalam mengikuti dan meniru. Oleh sebab itu kepemimpinan Negara
islam disebut imamah kubra (kepemimpinan besar) untu membedakannya
dengan imamah shugra (kepemimpinan kecil) dalam shalat, haji dll.
Ibnu Hazm berkata : “ penamaan kepala Negara islam dengan
imam dapat juga dikenakan pada seorang ulama faqih dan ilmuwan serta
orang yang memimpin shalat di mesjid manapun. Akan tetapi dengan
dibubuhkanya pada kata lain, tidak mutlak, sehingga dikatakan: fulan
adalah imam dalam agama, imam suku fulan, dan begitu seterusnya. Maka
seorang tidak disebut imam kecuali ia menangani urusan pemeluk Islam”.
Konsep politik syiah yang berpusat pada imam dalam periode
modern dalam bentuk negara Iran. Iran menjadi penjelmaan konsep politik
syiah setelah revolusi IslamIran tahun 1979 yang dipimpin oleh Imam
Khomeini. setelah diterimanya konstitusi Iran melalui referendum tanggal
2 dan 3 desember 1979, Iran melangkah kea rah normalisasi kehidupan
politik. Konstitusi yang terdiri dari 175 artikel ini dibuat berdasarkan
hukum Islam yang ditafsirkan oleh dewan ahli dan telah disetujui oleh
Imam Khomeini. Ada lima lembaga penting didalamnya, yakni Faqih,
Presiden, Perdana Menteri, Parlemen, dan Dewan Pelindung Konstitusi.
kekuasaan tertinggi dipegang oleh Faqih yang wewenangnya akan dipegah
oleh sebuah dewan yang beranggotakan tiga sampai lima fuqoha.
Pemegang kekuasaan terbesar kedua adalah presiden yang dipilih setiap
empat tahun. kekuasaan legislative dipegang oleh parlemen yang
beranggotakan 270 orang yang dipilih secara bebas dan rahasia oleh
rakyat. Disamping parlemen Iran memiliki Dewan Pelindung Konstitusi
yang beranggotakan 12 orang.6

6
http://kbpa-uinjkt.blogspot.co.id/2011/06/definisi-dan-konsep-khilafah-imamah-dan.html

8
BAB III
KESIMPULAN
Allah menciptakan bumi dengan segala kehidupan yang ada di dalamnya,
maka harus ada yang menjaga, memimpin, dan merawatnya oleh karena itu,
Alloh kemudian menciptakan manusia di bumi. Jadi manusia diberikan akal,
pikiran dan nafsu sebenarnnya untuk kebaikanbukan kejahatan atau
kemudlorotan.
Kekhalifahan adam dibumi adalah kedudukannya sebgagai khalifah
atau wakil Allah SAW. Di bumi untuk melaksanakan perintahNya dan
memakmurkan serta memanfaatkan segala apa yang ada dibumi untuk
kebaikan dan kelangsungan hidup.
Sedangkan konsep imamah Istilah Imamah lebih banyak digunakan
oleh kalangan Syiah. Kelompok Syiah memandang imamah merupakan bagian

9
prinsif dari ajaran agama. Dalam persfektif kontemporer lembaga imamah
tersebut dapat diidentikan dengan lembaga kepresidenan. Berbeda dengan
syiah, ahlussunnah waljamaah (suni) memberi pengertian imamah bukanlah
sebuah jabatan atau warisan dan bukan pula masalah prinsip atau rukun dalam
agama. Menurut ahlussunah waljamah imamah ini tidak lain hanyalah dikenal
dengan istilah imam shalat .

DAFTAR PUSTAKA

Ridwan, 2004 Paradigma Politik NU. Purwokerto: STAIN Purwokerto


Press.
Ali ‘Abd ar-Raziq.2002 Islam Dasar – Dasar Pemerintahan.Yogyakarta:
Jendela,

Abdul Qadim Zallum. 2002 Sistem Pemerintahan Islam. Bangil: Darul


Ummah, 2002

http://kbpa-uinjkt.blogspot.co.id/2011/06/definisi-dan-konsep-khilafah-
imamah-dan.html

10

Anda mungkin juga menyukai