Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur sebagaimana ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan
makmur tersebut berbagai upaya telah dilakukan oleh semua pihak termasuk perbankan
nasional.
Kemunduran ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi
sosialis dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan titik
pijak bagi perkembangan ekonomi syariah. Asas yang dikedepankan adalah kesetaraan
hak dan kewajiban. Pilar utama perekonomian syariah adalah perbankan syariah.
Perbankan konvensional ataupun syariah dalam operasionalnya adalah suatu
lembaga yang melaksanakan tiga fungsional utama yaitu menerima simpanan uang,
meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Perkembangan perbankan syariah di
Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank
Muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya
telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank konvensional dan
banyak dilikiudasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang
menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, pembiayaan perbankan
syariah juga mengalami peningkatan tajam. Kualitas pembiayaan syariah juga
menunjukkan kinerja yang membaik dengan ditunjukkan oleh membesarnya porsi
pembiayaan bagi hasil yaitu mudharabah dan musyarakah. Langkah strategis
pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian izin kepada
bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS)
atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Satu perkembangan lain
perbankan syariah di Indonesia pascareformasi adalah diperkenankannya konverensi
cabang bank umum konvensional menjadi cabang syariah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pokok-pokok Peraturan Bank Indonesia?
2. Pengertian Bank Syariah dan Konvensional?
3. Apa Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah?
4. Bagaimana Kepengurusan Bank Syariah?
5. Apa saja Kegiatan Usaha Bank Syariah?
6. Bagaimana Bentuk Hukum dan Pendiriannya?
7. Bagaimana dengan Kepemilikan Bank Syariah?
8. Apa Tonggak Sejarah Bank Syariah?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui Pokok-pokok Peraturan Bank Indonesia.
2. Untuk mengetahui Pengertian Bank Syariah dan Konvensional.
3. Untuk mengetahui Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah.
4. Untuk mengetahui Kepengurusan Bank Syariah.
5. Untuk mengetahui Kegiatan Usaha Bank Syariah.
6. Untuk mengetahui Bentuk Hukum dan Pendiriannya.
7. Untuk mengetahui Kepemilikan Bank Syariah.
8. Untuk mengetahui Tonggak Sejarah Bank Syariah.

Hal 1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Hukum


Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan bahwa salah satu
bentuk usaha bank adalah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
1) Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah;
2) Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah;
3) Persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Secara umum dengan diundangkannya UU Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, posisi bank
bagi hasil ataupun bank atas dasar prinsip syariah secara tegas telah diakui oleh undang-
undang.
Bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah melalui:
1) Pendirian kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru; atau
2) Pengubahan kantor cabang atau di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan
usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip
syariah. Dalam rangka persiapan perubahan kantor bank tersebut, kantor cabang atau
kantor dibawah kantor cabang yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan
kegiatan berdasarkan prinsip syariah didalam kantor bank tersebut.

2.2 Pengertian
Ditinjau dari segi imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik simpanan maupun
pinjaman, bank dapat dibedakan menjadi:
a. Bank konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana
maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan
berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu
periode tertentu.
b. Bank syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun
dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar
prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum islam
yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Kegiatan operasional bank harus
memperhatikan perintah dan larangan dalam Al Qur’an dan Sunah Rasul Muhammad
SAW. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan
sebagai riba.
Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di
bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam. Perlu diakui bahwa
ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa sistem bunga yang diterapkan oleh
bank konvensional, yaitu imbalan penggunaan dana dalam jumlah persentase tertentu
untuk jangka waktu tertentu, merupakan pelanggaran terhadap prinsip syariah. Dalam
hukum Islam, bunga adalah riba dan diharamkan.

Hal 2
Perkembangan bank berdasarkan prinsip syariah masih sangat kecil dibandingkan
dengan bank konvensional. Contoh-contoh dari bank umum syariah maupun unit usaha
syariah:
Bank Umum Syariah
1. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
2. Bank Syariah Mandiri (BSM)
3. Bank Syariah Indonesia
Unit Usaha Syariah
1. BNI Syariah
2. BII Syariah
3. BRI Syariah
4. Bank Permata Syariah
5. Bank Niaga Syariah

2.3 Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah


Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain:
a. Perbedaan Falsafah
Bank syariah tidak melakanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya
sedangkan bank konvensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan
yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah,
dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem dikembangkan adalah jual beli
serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Pada dasarnya, semua jenis
transaksi perniagaan melalui bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung
unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound
interest yang dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban
salah satu pihak.
b. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi.
Cara titipan dan investasi berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana
deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja
nasabah membutuhkan, bank syariah harus dapat memenuhinya. Akibatnya dana titipan
menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang
memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Sesuai dengan
fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah
penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan
atau investasi tadi kemudian dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam transaksi perniagaan
yang diperbolehkan pada sistem syariah. Keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah
yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah.
Jika hasil usaha semakin tinggi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan
kepada nasabahnya. Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula
keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya.
c. Kewajiban Mengelola Zakat
Bank Syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib
membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal
inilah merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi
dana-dana sosial (zakat, infak, sedekah).
d. Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan
Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktivitas bank agar selalu
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional

Hal 3
(DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah,
DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN
juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti
Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sanksi.
Secara ringkas perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat
pada tabel berikut:

1 ( Bank syariah)>>> Berinvestasi pada usaha yang halal


(Bank konvensional)>>>Bebas nilai

2 (Bank syariah)>>Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee


(Bank konvensional)>>Sistem bunga

3 (Bank syariah)>>Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha


(Bank konvensional)>>Besarannya tetap

4 (Bank syariah)>>Profit dan falah oriented


(Bank konvensional)>>Profit oriented

5 (Bank syariah)>>Pola hubungan kemitraan


(Bank konvensional)>>Hubungan kreditur-debitur

6 (Bank syariah)>>Ada Dewan Pengawas Syariah


(Bank konvensional)>>Tak ada lembaga sejenis

Sistem bagi hasil dalam perbankan syariah sering menjadi bahan pertanyaan dan selalu
dibandingkan dengan sistem bunga dalam perbankan konvensional. Untuk menjelaskan
keduanya, tabel berikut membandingkan sistem bagi hasil dan sistem bunga.

Sistem Bunga
 Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung
untuk pihak bank
 Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
 Tidak tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat
meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
 Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
 Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

Sistem Bagi Hasil


 Penentuan besarnya risiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung dan rugi
 Besarnya rasio (nisbah) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh
 Tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai
dengan peningkatan jumlah pendapatan
 Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil

Hal 4
 Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu
tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak

2.4 Dewan Pengawas, Dewan Komisaris, dan Direksi


Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992, dan SK Dir BI Nomor 32/34/KEP/DIR Tanggal 12 Mei 1999
Tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, kepengurusan bank syariah terdiri dewan
komisaris dan direksi, di samping itu bank wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah
yang berkedudukan di kantor pusat bank. Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang
bersifat independen, yang dibentuk oleh Dewan Syariah Nasional dan ditempatkan pada
bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, dengan tugas yang
diatur dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah berfungi
mengawasi kegiatan usaha bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam
melaksanakan fungsinya, Dewan Pengawas Syariah wajib mengikuti fatwa Dewan
Syariah Nasional.
Bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dapat menempatkan warga
negara asing sebagai anggota dewan komisaris dan direksi. Di antara anggota dewan
komisaris dan direksi bank, sekurang-kurangnya terdapat 1 (satu) orang anggota dewan
komisaris dan 1 (satu) orang anggota direksi berkewarganegaraan Indonesia. Jumlah
anggota dewan komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) orang. Anggota dewan komisaris
memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan. Mayoritas anggota
dewan komisaris dan direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua termasuk suami/istri, menantu, dan ipar dengan anggota dewan komisaris
dan direksi lain.
Direksi bank sekurang-kurangnya berjumlah 3 (tiga) orang. Mayoritas dari anggota
direksi wajib berpengalaman dalam operasional bank sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
sebagai pejabat eksekutif pada bank. Anggota direksi yang belum berpengalaman wajib
mengikuti pelatihan perbankan syariah. Anggota direksi dilarang merangkap jabatan
sebagai anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif pada lembaga
perbankan, perusahaan atau lembaga lain. Di antara naggota-anggota direksi dilarang
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memiliki saham melibihi 25 % (dua puluh lima
perseratus) dari modal disetor pada perusahaan lain.

2.5 Kegiatan Usaha Bank Syariah


Prinsip Kegiatan Usaha
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR 12
Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, prinsip kegiatan usaha bank syariah
adalah:
· Hiwalah
Akad pemindahan piutang nasabah (Muhil) kepada bank (Muhal ‘alaih) dari ansabah lain
(Muhal). Muhil meminta muhal ‘alaih untuk memebayarkan terlebih dahulu piutang
yang timbul dari jual beli. Pada saat piutang tersebut jatuh tempo, muhal akan membayar
kepada muhal ’alaih. Muhal ‘alaih memperoleh imbalan sebagai jasa pemindahan
piutang.
· Ijarah
Akad sewa-menyewa barang antara bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir). Setelah
masa sewa berakhir barang sewaan dikembalikan kepada muaajir.
· Ijarah Wa Iqtina

Hal 5
Akad sewa-menyewa barang antara bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir) yang
diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan
berpindah kepada mustajir.
· Istishna
Akad jual beli barang (Mashnu’) antara pemesan (Mustashni’) dengan penerima pesanan
(Shani). Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad dengan
pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Apabila bank bertindak
sebagai Shani dan penunjukan dilakukan kepada pihak lain untuk membuat barang
(Mashnu’) maka hal ini disebut Istishna Paralel.
· Kafalah
Akad pemberi jaminan (Makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain di
mana pemberi jaminan (Kafiil) bertanggungjawab atas pembayaran kembali suatu utang
yang menjadi hak penerima jaminan (Makful).
· Mudharabah
Akad antara pihak pemilik dana (Shahibul Maal) dengan pengelola (Mudharib) untuk
memperoleh pendapatan dan keuntungan. Pendapatan dan keuntungan tersebut dibagi
berdasarkan rasio yang telah disepakati di awal akad. Berdasarkan kewenangan yang
diberikan mudharib, mudharabah dibagi menjadi:
1. Mudharabah Muthlaqah, yaitu mudharib diberi kekuasaan penuh untuk mengelola
modal. Mudharib tidak dibatasi baik mengenai tempat, tujuan, maupun jenis
usahanya
2. Mudharabah Muqayyadah, yaitu shahibul maal menetapkan yarat tertantu yang harus
dipatuhi mudharib baik mengenai tempt, tujuan maupun jenis usaha.
· Murabahah
Akad jual beli antara bank dengan nasabah. Bank memberi barang yang diperlukan
nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang
disepakati.
· Musyarakah
Akad kerja sama usaha patungan antara dua oihak atau lebih pemilik modal untuk
membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan
dibagi sesuai dengan rasio yang telah disepakati.
· Qardh
Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) yang wajib
dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman. Muqridh dapat meminta
jaminan atas pinjaman kepada Muqtaridh. Pengembalian pinjaman dapat dilakukan
secara angsuran ataupun sekaligus.
· Al Qard ul Hasan
Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) untuk tujuan
sosial yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
· Al Rahn
Akad penyerahan barang harta (Marhun) dan nasabah (Rahin) kepada bank (Murtahin)
sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.
· Salam
Akad jual beli barang pesanan (Muslam fiih) antara pembeli (Muslam) dengan penjual
(Muslamilaih). Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad dan
pembayaran dilakukan di muka secara penuh. Apabila bank bertindak sebagai Muslam
dan pemesanan dilakukan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (Mulam fiih)
maka hal ini disebut salam paralel.
· Sharf
Akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.

Hal 6
· Ujr
Imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan.
· Wadiah
Akad penitipan barang/uang antara pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak
yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta
keutuhan barang/uang. Wadiah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:
1. Wadi’ah Yad Amanah, yaitu pihak yang dititipi tidak boleh menggunakan atau
memanfaatkan harta titipan.
2. Wadi’ah Yad Dhamanah, yaitu pihak yang dititipi bertanggung jawab penuh terhadap
keutuhan harta titipan, sehingga pihak yang dititipi boleh memanfaatkan harta titipan
tersebut.
· Wakalah
Akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa (Muakkil) kepada penerima kuasa (Wakil)
untuk melaksanakan suatu tugas (Taukil) atas nama pemberi kuasa.

Kegiatan Usaha
Bank wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya yang
meliputi:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:
· giro berdasarkan prinsip wadi’ah
· tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
· deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah, atau
· bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
2. Melakukan penyaluran dana melalui:
· Transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istishna, ijarah, salam, dan jual beli
lainnya
· Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah, dan bagi hasil
lainnya
· Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip hiwalah, rahn, qardh, membeli, menjual
dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip jual
beli atau hiwalah
· Membeli surat-surat berharga pemerintah dan/atau Bank Indonesia yang diterbitkan
atas dasar prinsip syariah
3. Memberikan jasa-jasa:
· Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip
wakalah
· Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan
perhitungan dengan atau antarpihak ketiga berdasarkan prinsip wakalah
· Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan
prinsip wadi’ah yad amanah
· Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak
lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah
· Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasbah lain dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek berdasarkan prinsip ujr
· Memberikan fasilitas letter of credit (LC) berdasarkan prinsip wakalah, murabahah,
mudharabah, musyarakah, dan wadi’ah, serta memberikan fasilitas garansi bank
berdasarkan prinsip kafalah
· Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr
· Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah

Hal 7
4. Melakukan kegiatan lain seperti:
· Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan prinsip sharf
· Melakukan kegiatan penyertaan modal berdasarkan prinsip musyarakah dan/atau
mudharabah pada bank atau perusahaan lain yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah
· Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip musyarakah
dan/atau mudharabah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat
harus menarik kembali penyertaannya
· Bertindak sebagai dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip
syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang
berlaku
· Bank dapat bertinda sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal
dari zakat, infaq, shadaqah, waqat, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan/atau pinjaman
kebajikan (qardhul hasan)
5. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang dietujui oleh Dewan
Syariah Nasional. Dalam hal bank akan melakukan kegiatan usaha yang belum
difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional, bank wajib meminta persetujuan Dewan
Syariah Nasional sebelum melaksanakan kegiatan usaha tersebut

2.6 Badan Hukum dan Pendirian


Badan Hukum
Bentuk hukum suatu bank berdasarkan prinsip syariah dapat berupa:
· Perseroan Terbatas
· Koperasi, atau
· Perusahaan Daerah
Modal
Modal disetor untuk mendirikan bank berdasarkan prinsip syariah ditetapkan sekurang-
kurangnya sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah). Modal disetor yang
berasal dari warga negara asing dan/atau badan hukum setinggi-tingginya sebesar 99%
(sembilan puluh sembilan perseratus) dari modal disetor bank.

Pendirian
Bank berdasarkan prinsip syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah dengan izin Direksi Bank Indonesia.
Pemberian izin kegiatan usaha dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah
persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank.
Permohonan persetujuan ditujukan kepada Direksi Bank Indonesia dengan format dan
wajib dilampiri dengan:
1. Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar
2. Data kepemilikan
3. Daftar calon anggota dewan komisaris dan anggota direksi
4. Rencana susunan organisasi
5. Rencana kerja untuk tahun pertama
6. Bukti setoran modal sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari modal
disetor minimum
7. Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi bank yang berbadan hukum
Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi bank yang
berbadan hukum koperasi

Hal 8
8. Daftar calon pemegang saham atau daftar calon anggota
Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka waktu 360 (tiga ratus enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal persetujuan prinsip dikeluarkan dan pihak yang mendapat
persetujuan prinsip dilarang melakukan kegiatan usaha, sebelum mendapat izin usaha,
Tahap kedua adalah izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
usaha bank setelah persiapan dilakukan. Permohonan izin usaha ditujukan kepada
Direksi Bank Indonesia dengan format dan wajib dilampiri dengan:
1. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh
instansi berwenang
2. Data kepemilikan
3. Daftar susunan dewan komisaris dan direksi
4. Bukti pelunasan modala disetor minimum
5. Bukti kesiapan operasional
6. Surat pernyataan dari pemegang saham
7. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan bagi anggota dewan
komisaris
8. Surat pernyataan tidak merangkap bagi anggota direksi
9. Surat pernyataan dari anggota dewan komisaris bahwa yang bersangkutan tidak
mempunyai hubungan keluarga seuai ketentuan
10. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai
hubungan keluarga seuai ketentuan
11. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa baik secara sendiri maupun bersama-
sama tidak memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal
disetor pada perusahaan lain

Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha diberiakan selambat-lambatnya


60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap.
Bank berdasarkan prinsip syariah yang telah mendapat izin usaha dari Diresi Bank
Indonesia wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal usaha dikeluarkan. Laporan pelaksanaan kegiatan usaha
disampaikan oleh direksi bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh)
hari setelah tanggal dimulainya kegiatan operasional sesuai dengan format yang telah
ditentukan. Apabila setelah jangka waktu tersebut bank belum melakukan kegiatan
usaha, Direksi Bank Indonesia membatalkan izin usaha yang telah dikeluarkan. Bank
yang mendapat izin usaha wajib mencantumkan kata “Syariah” sesudah kata “Bank”
pada penulisan namanya.

2.7 Kepemilikan Bank Syariah


Kepemilikan bank berdasarkan prinsip syariah oleh badan hukum Indonesia setinggi-
tingginya sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan. Modal sendiri
bersih merupakan:
· Penjumlahan dari modal tersebut, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan
kerugian, bagi badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, atau
· Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana
cadangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum
koperasi.
Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank berdasarkan prinsip
syariah dilarang:
· Berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari bank
dan.atau pihak lain di Indonesia

Hal 9
· Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah, termasuk dari dan
untuk tujuan pencucian uang (money loundering).

2.8 Bank Muamalat


Bank Muamalat melakukan operasi sesuai dengan prinsip syariah Islam, yaitu tepatnya
tanggal 1 Mei 1992. Bank Muamalat memperoleh izin usaha atas dasar Keputusan
Menteri Keuangan No. 430/KMK.013/1992 tanggal 24 April 1992.
Produk-produk Bank Muamalat
a) Penyaluran Dana
1. Pembiayaan atas dasar prinsip Murabahah
Pembiayaan ini ada kemiripan dengan kredit modal kerja yang diberikan oleh bank
konvensional. Bank mengangkat nasabah yang melakukan pembelian barang atas nama
bank sebagai agen. Bank menjual barang tersebur seharga harga beli ditambah dengan
tingkat keuntungan tertentu untuk bank dan pembayarannya setelah jatuh tempo.
2. Pembiayaan atas dasar prinsip Bai Bithaman Ajil
Bai Bithaman Ajil prinsipnya sama dengan Murabahah bedanya adalah pembayarannya
dilakukan atas dasar angsuran.
3. Pembiayaan atas dasar prinsip Mudharabah
Pembiayaan ini bertujuan membina kerja sama antara pihak yang memiliki modal dana
tetapi tidak memiliki modal kewirausahaan dalam suatu bidang usaha (bank) dengan
pihak yang kekurangan modal dana tetapi memiliki modal kewirausahaan (nasabah).
Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sebelumnya, dan kerugian ditanggung oleh
pemilik modal.
4. Pembiayaan atas dasar prinsip Musyarakah
Pembiayaan ini dilakukan oleh dua pemilik modal atau lebih untuk menjalankan suatu
proyek. Proporsi pembagian laba tidak harus sebanding dengan modal, karena prinsipnya
keahlian dan waktu juga menentukan. Kerugian ditanggung oleh masing-masing pihak
sesuai dengan proporsi modal masing-masing.
5. Pembiayaan atas dasar prinsip Qardh ul Hasan
Pembiayaan ini ditujukan untuk menolong calon peminjam yang sedang terdesak
memerlukan dana untuk tujuan konsumtif maupun produktif. Dana berasal dari dana
zakat, infaq, dan sedekah yang dititipkan oleh Bazis di Bank Muamalat sebelum
didistribusikan ke Mustahiqqin. Bentuk perjanjiannya adalah pinjam-meminjam dalam
bentuk barang/uang. Bank sebagai pemberi pinjaman tidak boleh meminta pembayaran
lebih dari pokok pinjaman. Tetapi peminjam diperbolehkan memberikan imbalan sebagai
tanda terima kasih atas dasar suka rela dan jumlahnya tidak boleh ditentukan
sebelumnya. Pemberian imbalan hukumnya sunnah
b) Penghimpunan Dana
1) Deposito atas dasar prinsip Mudharabah
Kesepakatan awal dibuat bukan atas bungan melainkan atas proporsi bagi hasil atas
pengembangan dana deposito bagi nasabah. Contoh: deposito Joko di Bank Muamalat
Rp 1 juta dan jangka waktunya 1 tahun, proporsinya 60% untuk Joko dan Bank 40%,
total dana deposito bank Rp 100 juta, keuntungan yang diperoleh dalam jangka waktu 1
tahun Rp 10 juta. Bagi hasil pada saat jatuh tempo adalah:
2) Tabungan atas dasar prinsip Mudharabah
Proporsi bagi hasil atas pengembangan saldo rata-rata dana tabungan deposito nasabah.
Contoh: tabungan Acong dengan saldo rata-rata 1 tahun sebesar Rp 1 juta, proporsi 55%
untuk Acong dan Bank 45%, total saldo rata-rata dana tabungan bank Rp 100 juta,
keuntungan dalam jangka waktu satu tahun diperkirakan Rp 10 juta.
Perhitungannya:

Hal 10
3) Giro atas dasar prinsip Wadiah
Proporsi bagi hasil atau bonus atas pengembangan saldo rata-rata dan tabungan deposito
nasabah. Contoh: tabungan Sitorus dengan saldo rata-rata 1 tahun sebesar Rp 1 juta,
proporsi 20% untuk Sitorus, total saldo rata-rata dana giro bank Rp 100 juta, keuntungan
dalam jangka waktu satu tahun diperkirakan Rp 10 juta.

Hal 11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah,
demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Di dalam bank syariah juga terdapat suatu
badan yang tidak ada di dalam bank konvensional yaitu Dewan Pengawas Syariah.
Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan
memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat
pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan
prinsip-prinsip syariah.
Pendirian Bank Syariah dan mendapatkan izin usaha berdasarkan prinsip syariah harus
mendapatkan izin dari Direksi Bank Indonesia. Bank syariah pertama di Indonesia adalah
Bank Muamalat. Bank Muamalat hingga sekarang telah berusaha menjalankan prinsip-
prinsip syariah dalam kegiatan usahanya. Selain Bank Umum Syariah juga terdapat Unit
Usaha Syariah (UUS).
3.2 Saran
Bank Syariah yang menerapkan prinsip-prinsip syariah yaitu tanpa bunga.
Diharapkan dapat berkembang di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, karena riba dalam Al Qur’an dan Al Hadist sudah jelas-jelas dilarang. Riba
mewakili dalam sistem nilai Islam, suatu sumber utama keuntungan yang tidak
diperbolehkan. Riba secara literal berarti peningkatan dan pertambahan. Secara teknis,
riba berarti penambahan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.

Hal 12

Anda mungkin juga menyukai