PENDAHULUAN
Hal 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Pengertian
Ditinjau dari segi imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik simpanan maupun
pinjaman, bank dapat dibedakan menjadi:
a. Bank konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana
maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan
berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu
periode tertentu.
b. Bank syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun
dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar
prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum islam
yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Kegiatan operasional bank harus
memperhatikan perintah dan larangan dalam Al Qur’an dan Sunah Rasul Muhammad
SAW. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan
sebagai riba.
Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di
bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam. Perlu diakui bahwa
ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa sistem bunga yang diterapkan oleh
bank konvensional, yaitu imbalan penggunaan dana dalam jumlah persentase tertentu
untuk jangka waktu tertentu, merupakan pelanggaran terhadap prinsip syariah. Dalam
hukum Islam, bunga adalah riba dan diharamkan.
Hal 2
Perkembangan bank berdasarkan prinsip syariah masih sangat kecil dibandingkan
dengan bank konvensional. Contoh-contoh dari bank umum syariah maupun unit usaha
syariah:
Bank Umum Syariah
1. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
2. Bank Syariah Mandiri (BSM)
3. Bank Syariah Indonesia
Unit Usaha Syariah
1. BNI Syariah
2. BII Syariah
3. BRI Syariah
4. Bank Permata Syariah
5. Bank Niaga Syariah
Hal 3
(DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah,
DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN
juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti
Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sanksi.
Secara ringkas perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat
pada tabel berikut:
Sistem bagi hasil dalam perbankan syariah sering menjadi bahan pertanyaan dan selalu
dibandingkan dengan sistem bunga dalam perbankan konvensional. Untuk menjelaskan
keduanya, tabel berikut membandingkan sistem bagi hasil dan sistem bunga.
Sistem Bunga
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung
untuk pihak bank
Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
Tidak tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat
meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
Hal 4
Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu
tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak
Hal 5
Akad sewa-menyewa barang antara bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir) yang
diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan
berpindah kepada mustajir.
· Istishna
Akad jual beli barang (Mashnu’) antara pemesan (Mustashni’) dengan penerima pesanan
(Shani). Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad dengan
pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Apabila bank bertindak
sebagai Shani dan penunjukan dilakukan kepada pihak lain untuk membuat barang
(Mashnu’) maka hal ini disebut Istishna Paralel.
· Kafalah
Akad pemberi jaminan (Makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain di
mana pemberi jaminan (Kafiil) bertanggungjawab atas pembayaran kembali suatu utang
yang menjadi hak penerima jaminan (Makful).
· Mudharabah
Akad antara pihak pemilik dana (Shahibul Maal) dengan pengelola (Mudharib) untuk
memperoleh pendapatan dan keuntungan. Pendapatan dan keuntungan tersebut dibagi
berdasarkan rasio yang telah disepakati di awal akad. Berdasarkan kewenangan yang
diberikan mudharib, mudharabah dibagi menjadi:
1. Mudharabah Muthlaqah, yaitu mudharib diberi kekuasaan penuh untuk mengelola
modal. Mudharib tidak dibatasi baik mengenai tempat, tujuan, maupun jenis
usahanya
2. Mudharabah Muqayyadah, yaitu shahibul maal menetapkan yarat tertantu yang harus
dipatuhi mudharib baik mengenai tempt, tujuan maupun jenis usaha.
· Murabahah
Akad jual beli antara bank dengan nasabah. Bank memberi barang yang diperlukan
nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang
disepakati.
· Musyarakah
Akad kerja sama usaha patungan antara dua oihak atau lebih pemilik modal untuk
membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan
dibagi sesuai dengan rasio yang telah disepakati.
· Qardh
Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) yang wajib
dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman. Muqridh dapat meminta
jaminan atas pinjaman kepada Muqtaridh. Pengembalian pinjaman dapat dilakukan
secara angsuran ataupun sekaligus.
· Al Qard ul Hasan
Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) untuk tujuan
sosial yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
· Al Rahn
Akad penyerahan barang harta (Marhun) dan nasabah (Rahin) kepada bank (Murtahin)
sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.
· Salam
Akad jual beli barang pesanan (Muslam fiih) antara pembeli (Muslam) dengan penjual
(Muslamilaih). Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad dan
pembayaran dilakukan di muka secara penuh. Apabila bank bertindak sebagai Muslam
dan pemesanan dilakukan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (Mulam fiih)
maka hal ini disebut salam paralel.
· Sharf
Akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
Hal 6
· Ujr
Imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan.
· Wadiah
Akad penitipan barang/uang antara pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak
yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta
keutuhan barang/uang. Wadiah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:
1. Wadi’ah Yad Amanah, yaitu pihak yang dititipi tidak boleh menggunakan atau
memanfaatkan harta titipan.
2. Wadi’ah Yad Dhamanah, yaitu pihak yang dititipi bertanggung jawab penuh terhadap
keutuhan harta titipan, sehingga pihak yang dititipi boleh memanfaatkan harta titipan
tersebut.
· Wakalah
Akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa (Muakkil) kepada penerima kuasa (Wakil)
untuk melaksanakan suatu tugas (Taukil) atas nama pemberi kuasa.
Kegiatan Usaha
Bank wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya yang
meliputi:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:
· giro berdasarkan prinsip wadi’ah
· tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
· deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah, atau
· bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
2. Melakukan penyaluran dana melalui:
· Transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istishna, ijarah, salam, dan jual beli
lainnya
· Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah, dan bagi hasil
lainnya
· Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip hiwalah, rahn, qardh, membeli, menjual
dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip jual
beli atau hiwalah
· Membeli surat-surat berharga pemerintah dan/atau Bank Indonesia yang diterbitkan
atas dasar prinsip syariah
3. Memberikan jasa-jasa:
· Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip
wakalah
· Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan
perhitungan dengan atau antarpihak ketiga berdasarkan prinsip wakalah
· Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan
prinsip wadi’ah yad amanah
· Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak
lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah
· Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasbah lain dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek berdasarkan prinsip ujr
· Memberikan fasilitas letter of credit (LC) berdasarkan prinsip wakalah, murabahah,
mudharabah, musyarakah, dan wadi’ah, serta memberikan fasilitas garansi bank
berdasarkan prinsip kafalah
· Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr
· Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah
Hal 7
4. Melakukan kegiatan lain seperti:
· Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan prinsip sharf
· Melakukan kegiatan penyertaan modal berdasarkan prinsip musyarakah dan/atau
mudharabah pada bank atau perusahaan lain yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah
· Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip musyarakah
dan/atau mudharabah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat
harus menarik kembali penyertaannya
· Bertindak sebagai dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip
syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang
berlaku
· Bank dapat bertinda sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal
dari zakat, infaq, shadaqah, waqat, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan/atau pinjaman
kebajikan (qardhul hasan)
5. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang dietujui oleh Dewan
Syariah Nasional. Dalam hal bank akan melakukan kegiatan usaha yang belum
difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional, bank wajib meminta persetujuan Dewan
Syariah Nasional sebelum melaksanakan kegiatan usaha tersebut
Pendirian
Bank berdasarkan prinsip syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah dengan izin Direksi Bank Indonesia.
Pemberian izin kegiatan usaha dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah
persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank.
Permohonan persetujuan ditujukan kepada Direksi Bank Indonesia dengan format dan
wajib dilampiri dengan:
1. Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar
2. Data kepemilikan
3. Daftar calon anggota dewan komisaris dan anggota direksi
4. Rencana susunan organisasi
5. Rencana kerja untuk tahun pertama
6. Bukti setoran modal sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari modal
disetor minimum
7. Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi bank yang berbadan hukum
Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi bank yang
berbadan hukum koperasi
Hal 8
8. Daftar calon pemegang saham atau daftar calon anggota
Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka waktu 360 (tiga ratus enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal persetujuan prinsip dikeluarkan dan pihak yang mendapat
persetujuan prinsip dilarang melakukan kegiatan usaha, sebelum mendapat izin usaha,
Tahap kedua adalah izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
usaha bank setelah persiapan dilakukan. Permohonan izin usaha ditujukan kepada
Direksi Bank Indonesia dengan format dan wajib dilampiri dengan:
1. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh
instansi berwenang
2. Data kepemilikan
3. Daftar susunan dewan komisaris dan direksi
4. Bukti pelunasan modala disetor minimum
5. Bukti kesiapan operasional
6. Surat pernyataan dari pemegang saham
7. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan bagi anggota dewan
komisaris
8. Surat pernyataan tidak merangkap bagi anggota direksi
9. Surat pernyataan dari anggota dewan komisaris bahwa yang bersangkutan tidak
mempunyai hubungan keluarga seuai ketentuan
10. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai
hubungan keluarga seuai ketentuan
11. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa baik secara sendiri maupun bersama-
sama tidak memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal
disetor pada perusahaan lain
Hal 9
· Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah, termasuk dari dan
untuk tujuan pencucian uang (money loundering).
Hal 10
3) Giro atas dasar prinsip Wadiah
Proporsi bagi hasil atau bonus atas pengembangan saldo rata-rata dan tabungan deposito
nasabah. Contoh: tabungan Sitorus dengan saldo rata-rata 1 tahun sebesar Rp 1 juta,
proporsi 20% untuk Sitorus, total saldo rata-rata dana giro bank Rp 100 juta, keuntungan
dalam jangka waktu satu tahun diperkirakan Rp 10 juta.
Hal 11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah,
demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Di dalam bank syariah juga terdapat suatu
badan yang tidak ada di dalam bank konvensional yaitu Dewan Pengawas Syariah.
Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan
memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat
pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan
prinsip-prinsip syariah.
Pendirian Bank Syariah dan mendapatkan izin usaha berdasarkan prinsip syariah harus
mendapatkan izin dari Direksi Bank Indonesia. Bank syariah pertama di Indonesia adalah
Bank Muamalat. Bank Muamalat hingga sekarang telah berusaha menjalankan prinsip-
prinsip syariah dalam kegiatan usahanya. Selain Bank Umum Syariah juga terdapat Unit
Usaha Syariah (UUS).
3.2 Saran
Bank Syariah yang menerapkan prinsip-prinsip syariah yaitu tanpa bunga.
Diharapkan dapat berkembang di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, karena riba dalam Al Qur’an dan Al Hadist sudah jelas-jelas dilarang. Riba
mewakili dalam sistem nilai Islam, suatu sumber utama keuntungan yang tidak
diperbolehkan. Riba secara literal berarti peningkatan dan pertambahan. Secara teknis,
riba berarti penambahan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.
Hal 12