Anda di halaman 1dari 22

Purpura Henoch Schonlein

Pembimbing :
dr. Benita Deselina, Sp.A

Oleh :
Nyimas Amelia Pebrina
11.2015.410

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 9 Januari 2017 – 18 Maret 2017

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama : Nyimas Amelia Pebrina Tanda Tangan


NIM : 11.2015.410
Dokter Pembimbing : dr. Benita Deselina Sp. A

IDENTITAS
Pasien
Nama lengkap : An. MN
Tanggal lahir (umur) : 08 Februari 2011 ( 6 tahun 2 bulan)
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kapuk Kebon jate Rt 002 Rw 003 kelurahan Cengkareng Timur,
Kec. Cengkareng, Jakarta Barat
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Pendidikan : TK nol Kecil

Orang tua
Ayah
Nama lengkap : Tn. RR
Tanggal lahir (umur) : 30 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Jl. Kapuk Kebon jate Rt 002 Rw 003 kelurahan Cengkareng Timur,
Kec. Cengkareng, Jakarta Barat
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh Pabrik

Ibu
Nama lengkap : Ny. SM
Tanggal lahir (umur) : 25 tahun

2
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Jl. Kapuk Kebon jate Rt 002 Rw 003 kelurahan Cengkareng Timur,
Kec. Cengkareng, Jakarta Barat
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT

Anamnesis
Diambil dari : Allo-anamnesis dengan ibu pasien
Tanggal: 6 April 2017 Pukul 13.20 WIB di Bangsal melon RSUD Cengkareng

Keluhan Utama : Muncul bercak-bercak merah pada kedua kaki sejak 3 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Lima hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan bahwa pasien
mengalami batuk. Batuk terus menerus, batuk berdahak, warna dahak putih, konsistensi
kental, tidak ada darah dan dalam jumlah yang tidak banyak. Anaknya juga mengalami
demam yang tidak tinggi dan disertai batuk. demam bersifat ringan dan terus menerus,
menggigil tidak ada, kejang tidak ada dan pasien terlihat lemas. Batuk berdahak, dengan
konsistensi dahak kental, berwarna putih, dan tidak ada darah. Pasien sudah di beri obat
batuk dan obat penurun panas oleh orang tuanya tapi pasien tidak mengalami perubahan yang
berarti. Riwayat makan sembarangan di sangkal oleh orang tua pasien.
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan timbul bercak-bercak
merah pada kedua kaki dan disertai dengan batuk dan demam. Bercak-becak merah tersebut
berbentuk bintik-bintik kecil, jika di raba bercak-bercak merah tersebut timbul di atas
permukaan kulit, bercak tersebut timbul pada kedua kaki menyebar hingga betis pasien dan
bercak tersebut terasa gatal dan perih. Batuk berdahak, dengan konsistensi dahak kental,
berwarna putih, dan tidak ada darah. Demam bersifat ringan dan terus menerus, menggigil
tidak ada, kejang tidak ada dan pasien terlihat lemas. Pasien sudah bawa berobat ke klinik
dekat rumah dan di beri obat batuk, obat penurun panas, dan bedak salisil tapi tidak ada
perubahan.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan bercak-bercak merah
pada kedua kaki semakin bertambah dan mulai timbul di perut tepatnya di pusar menyebar

3
keluar mengelilingi pusar disertai dengan keluhan nyeri pada sendi pergelangan kaki dan
bengkak, sehingga pasien menggerakan kedua kaki dan sulit untuk berjalan. Masih disertai
dengan demam bersifat ringan dan batuk berdahak, konsistensi kental dan berwarna putih.
Pada pagi hari sebelum masuk rumah sakit, orang tua pasien mengatakan pasien
mengalami muntah setiap kali makan, muntahan berupa cairan berwarna bening, terdapat
lendir, tidak ada darah, tidak ada makanan, ibu pasien mengatakan pasien muntah >10x/hari.
Bercak-bercak merah semakin banyak dan mulai timbul pada kedua pergelangan tangan,
perut dan di punggung. Demam bersifat ringan dan terus menerus, menggigil tidak ada,
kejang tidak ada dan pasien terlihat lemas. Batuk berdahak, dengan konsistensi dahak kental,
berwarna putih, dan tidak ada darah. Nafsu makan dari pasien menurun. Sesak napas dan
pilek di sangkal oleh orang tua pasien.
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien. Ibu
pasien mengatakan lingkungan rumah pasien cukup bersih dan pasien tinggal di daerah yang
padat penduduk. Orang tua pasien memelihara beberapa hewan seperti musang dan kucing.
Orang tua pasien memutuskan membawa pasien ke RSUD Cenngkareng.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Kehamilan
Perawatan antenatal : bidan
Penyakit kehamilan : tidak ada

Kelahiran
Keadaan bayi : Berat badan lahir 2900 gram
Panjang badan lahir 49 cm
Lingkar kepala: ibu tidak tahu
Saat lahir bayi langsung menangis, bergerak aktif, bayi kemerahan.
Kelainan bawaan: tidak ada
Nilai APGAR tidak tahu
Tempat kelahiran : Rumah Sakit
Penolong persalinan : Dokter
Cara persalinan : Normal pervaginam
Masa getasi : ibu lupa secara pasti usia gestasinya, tetapi cukup bulan

Riwayat Nutrisi
Nutrisi : ASI sejak lahir hanya sampai usia 6 bulan, diteruskan dengan susu formula.
Bubur bayi mulai diberikan usia 6 bulan.

Riwayat Imunisasi
Pasien memiliki riwayat imunisasi lengkap
Vaksin Dasar

4
Hepatitis B 
Polio 
BCG 
DPT 
Campak 

Riwayat Tumbuh Kembang


Pasien tumbuh sesuai dengan usia perkembangannya

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 6 April 2017 Pukul 13.20 WIB
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaraan : Compos Mentis
Tanda vital
Frekuensi nadi : 112 kali/menit kuat angkat, reguler
Frekuensi nafas : 24 kali/menit
Suhu tubuh : 37,6 0C axilla

Data Antropometri
Berat badan : 17 Kg
Tinggi badan : 106 cm
Status Gizi (BB/TB) : -1 SD (normal)

Kulit
 Warna kulit : sawo matang, sianosis (-), ikterus (-)
 Kelembapan : lembab (normal), kering (-), berminyak (-)
 Temperatur : hangat
 Tekstur : halus
 Mobilitas : pada daerah lipatan kulit dapat mudah digerakkan
 Turgor kulit : baik
 Lesi : tampak ruam-ruam merah berbentuk makula eritomatosa dan teraba pada
saat disentuh, generalisata

Kepala
Normocephali dengan lingkar kepala 51 cm, rambut hitam dan distribusi merata, tidak teraba
benjolan, tidak mudah rontok, ubun-ubun besar cekung (-).

Mata

5
Kelopak mata cekung (-/-), alis mata mata hitam (+/+), edema palpebra (-/-), konjungtiva
palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+/+).

Telinga
Normotia, tidak terdapat fistula pre dan retro aurikula, nyeri tekan tragus (-), nyeri saat
menggerakkan aurikula keatas dan kebawah.

Hidung
Septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), nyeri tekan pada
sinus frontal dan maksilaris (-).

Mulut
Bibir : sianosis (-), bibir pucat (-), bibir kering (+)
Mukosa oral : anemis (-), stomatitis (-)
Gusi : gingivitis (-), perdarahan gusi (-)
Lidah : tampak simetris, atrofi papil lidah (-), lesi (-)
Faring : tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-)

Leher
Pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid (-), jaringan parut (-), benjolan (-),
retraksi suprasternal (-), deviasi trakea (-)

Toraks
Inspeksi
Bentuk toraks : normal
Pergerakan toraks : dinding dada simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-), jejas
trauma (-), benjolan (-)

Palpasi
Nyeri tekan (-), tidak teraba massa/benjolan abnormal, tidak teraba pelebaran sela iga.

Pulmo
Anterior Posterior
6
Inspeksi Kanan  Simetris saat statis  Simetris saat statis dan
dan dan dinamis dinamis
Kiri  Tidak tampak retraksi  Tidak tampak retraksi
interkostal interkostal
 Tidak tampak
deformitas pada tulang
vertebra
Palpasi Kanan  Nyeri tekan (-)  Nyeri tekan (-)
dan  sela iga tidak melebar  sela iga tidak melebar
 fremitus taktil normal  fremitus taktil normal
Kiri
dan simetris dan simetri
 Tidak ada benjolan  Tidak ada benjolan

Perkusi Sonor Sonor

Auskultas Kiri - Suara nafas vesikuler - Suara nafas vesikuler


i - Wheezing (-), Ronki (-) - Wheezing (-), Ronki (-)
Kanan - Suara vesikuler - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-) - Wheezing (-), Ronki ( - )

Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba, pada intra costae 4 garis sternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II murni reguler. Murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi
Abdomen tampak datar dan simetris, warna kulit sawo matang, tidak tampak adanya massa
atau benjolan, tidak tampak luka. Pada umbilikus tidak terdapat hernia atau peradangan.

Auskultasi
Bising usus (+), normopristaltik

Perkusi
Timpani

7
Palpasi : supel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-) pada 4 kuadran abdomen pasien
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : ballotement dan bimanual tidak teraba

Genital : tidak dilakukan


Ekstremitas
Ekstremitas Ekstremitas inferior
superior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Palmar eritem +/+ +/+
Otot Normotonus Normotonus
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas
Luka -/- -/-
CRT < 3 detik < 3 detik
Artalgia pada articulatio cubiti sinistra, articulatio genu dextra

Pemeriksaan Neurologis
Refleks Fisiologis : (+)
Refleks Patologis : (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 3 April 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hema 1
Hemoglobin 10,8 10,8-13,8 g/dl
Hematokrit 34 35-43%
Leukosit 9,1 6 – 17 ribu/ ul
Trombosit 377 229-553 ribu/ul
Kimia darah
Diabetes
Glukosa sure step 76 <110 mg/dl

8
DIAGNOSIS KERJA
Henoch Scholein Purpura

DIAGNOSIS BANDING
Idiophatic Trombcytopenic Purpura
Penyakit Kawasaki

PENATALAKSANAAN
 Infus KAEN 3B 800cc/hari
 Paracetamol syr 3 x 1 cth
 Amoxycillin syr 3 x 1½ cth
 Ambroxol 2 x 1 cth
 cetirizin 1 x 1 cth
 Diet lunak

PROGNOSIS
- ad vitam : bonam
- ad sanactionam : bonam
- ad fungsionam : bonam

FOLLOW UP
Tanggal 7 April 2017 jam 13.25 WIB
S : Demam (-), muntah (-), batuk (+) ada dahak warna putih kental, bisa keluar
dahaknya, bercak-bercak merah diseluruh tubuh, gatal, perih terdapat nanah +, nyeri sendi
berkurang, bengkak pada sendi berkurang.
O :Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
HR : 98x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 36,7oC
Kulit : Warna sawo matang, turgor kulit baik, bercak merah
di tubuh, teraba, tidak hilang saat ditekan

9
Mata : Konjungtiva pucat (-), sklera kuning(-), cekung (-)
Telinga : Tidak tampak kelainan
Mulut : Bibir kering (-) stomatitis (+)
Hidung : Tidak tampak kelainan
Faring : Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks : Pergerakan dada simetris, retraksi (-), sianosis (-),
napas cuping hidung (-)
Jantung : BJ I-II murni reguler. Murmur (-),Gallop (-)
Paru : Suara napas vesikuler, Rhonki -/- Wheezing -/-
Abdomen : Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normopristaltik
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) petechiae (-), CRT < 3 detik.
A : purpura henoch scholein
P :
cetirizin 1 x 1 cth
Metil prednisolon 2 x 8 mg p.c
PCT 3 x 1,5 cth
Antasida 3 x 0,5 cth
Betametason cream 2x/hari
Gentamisin cream 2x/hari

Tanggal 8 April 2017, jam 07.00 WIB


S : Demam (-), muntah (-), batuk (+) ada dahak warna putih kental, bisa keluar
dahaknya, bercak-bercak merah diseluruh tubuh, gatal, perih terdapat nanah +, di beberapa
tempat, bercak sudah mulai membiru dan mengering
O :Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
HR : 104x/menit
RR : 25x/menit
Suhu : 36,4oC
Kulit : Warna sawo matang , turgor kulit baik, bercak
merah di tubuh, teraba, tidak hilang saat ditekan,
membiru dan mengering, mengelupas
Mata : Konjungtiva pucat (-),sklera kuning(-), cekung (-)

10
Telinga : Tidak tampak kelainan
Mulut : Bibir kering (-)
Hidung : Tidak tampak kelainan
Faring : Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks : Pergerakan dada simetris, retraksi (-), sianosis (-),
napas cuping hidung (-)
Jantung : BJ I-II murni reguler. Murmur (-),Gallop (-)
Paru : Suara napas vesikuler, Rhonki -/- Wheezing -/-
Abdomen : Nyeri tekan (-), Bising usus (+) normoperistaltik
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) petechiae (-), CRT < 3 detik
A : Purpura Henoch Schlein
P : Infus KAEN 3B 800cc/hari
Cetirizin 1 x 1 cth
Metil prednisolon 2 x 8 mg
PCT 3 x 1,5 cth
Antasida 3 x 0,5 cth
Betametason cream 2x/hari
Gentamisin cream 2x/hari

Tinjauan Pustaka
Purpura Henoch Schonlein

Definisi

Purpura Henoch-Schönlein (PHS) atau disebut juga sebagai purpura anafilaktoid


adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik.
Penyakit ini ditandai oleh lesi kulit spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis,
nyeri perut dan perdarahan saluran cerna, serta dapat pula disertai nefritis. 1 Istilah ini diambil
dari nama dua orang dokter yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1837, Johan Schönlein
menggunakan istilah peliosis rheumatica untuk menggambarkan beberapa kasus dengan
gejala klinis nyeri sendi dan purpura. Pada tahun 1874, Henoch murid Schönlein menjumpai
kasus serupa, namun disertai dengan gejala nefritis, kolik abdomen, dan melena. Umumnya
diderita oleh anak usia 3-10 tahun, dengan predominasi anak laki-laki. 1 Etiologi pasti PHS

11
belum diketahui dengan jelas. Kadang-kadang terjadi mengikuti suatu episode infeksi saluran
pernapasan akut dan di negara dengan empat musim, lebih sering terjadi pada musim dingin.
Salah satu patogen yang sering menyebabkan PHS adalah Streptococcus ß hemolyticus, yang
terbukti dengan ditemukannya antigen streptokokus di dalam glomerulus pasien nefritis PHS.

Epidemiologi
Kebanyakan morbiditas dan mortalitas pada penyakit ini dihasilkan dari
glomerulonephritis dan hal ini berkaitan dengan manifestasi ginjal akut dan kronis. Pada yang
minimum, hematuria transient timbul pada 90% pasien. Insufisiensi renal timbul kurang dari
2% pasien, dan end-stage renal failure timbul kurang dari 1%. HSP berkisar antara 3-15%
pada anak yang memasuki program dialisis. Meskipun jarang, perdarahan pulmonar
seringkali merupakan komplikasi yang fatal dari HSP. HSP tidak biasa pada orang dengan
kulit hitam, baik di Africa maupun Amerika. Lebih banyak pada Laki –laki dari pada
perempuan perbandingannya laki-laki : perempuan = 1.5-2:1.

Usia penderita HSP Kebanyakan pasien (75%) adalah anak-anak usia 2-14 tahun.
Usia median onset adalah 4-5 tahun.1 Meskipun satu dari kriteria untuk diagnosis HSP
dipublikasikan oleh American College of Rheumatology adalah “umur kurang dari 20 tahun”
penyakit ini dapat timbul dari bayi hingga dekade kesembilan. Studi oleh Allen menunjukkan
manifestasi klinis HSP yang bervariasi dengan umur. Anak-anak yang usianya lebih muda
dari 2 tahun mempunyai sedikit keterlibatan ginjal, gastrointestinal, dan sambungan tulang
tetapi lebih kepada edema subkutan.

Etiologi
Pengetahuan yang meliputi mekanisme pasti dimana compleks immune berimplikasi
pada patogenesis HSP dibentuk sangat kurang. Hal yang sama, faktor yang merupakan
predisposisi beberapa pasien untu menimbulkan penyakit ini masih jauh kurang dimengerti. 2
Faktor terkait yang sangat sering dari antecenden URI sekitar 50% pasien. Yang lainnya
melaporkan faktor lain sebagai berikut:

 Infeksi
- Bacteria – Group A beta hemolytic streptococci, Campylobacter
jejuni, Yersinia species, Mycoplasma pneumoniae, dan Helicobacter
pylori (dilaporkan pada satu pasien)
- Virus – Varicella, hepatitis B, Epstein-Barr virus, dan parvovirus B19

12
 Obat
- Medikasi terkait HSP – lebih sering pada orang dewasa dibandingkan anak-
anak (meskipun dilaporkan pada kedua populasi)
- Obat terkait dengan HSP – Ampicillin penicillin, erythromycin, quinines, dan
chlorpromazine
 Neoplasms
- Leukemia, Lymphoma
 Makanan – Sensitifitas terhadap makanan yang mengandung salisilat
 Lainnya- kehamilan, demam mediterania familial, dan cryoglobulinemia

Manifesta Klinis

Onset penyakit dapat akut, dengan kehadiran dari penampakkan beberapa manifestasi
klinis dengan timbul sebagian pada lebih dari setengah anak-anak yang terkena. Ruam yang
umum dan gejala klinis dari HSP merupakan konsekuensi yang biasa dari lokasi kerusakan
pembuluh darah primer di kulit, traktus gastrointestinal dan ginjal.

Tanda dari penyakit ini adalah ruam, dimulai dengan makulopapule merah muda yang
awalnya melebar pada penekanan dan berkembang menjadi ptechie atau purpura, dimana
karakteristik klinisnya adalah purpura yang dapat dipalpasi dan berkembang dari merah ke
ungu hingga kecoklat sebelum akhirnya memudar.2 Lesi cenderung untuk timbul di crop,
akhir dari 3-10 hari, dan dapat timbul pada interval yang bervariasi dari beberapa hari hingga
3-4 bulan. Kurang daripada 10% anak-anak, rekurensi dari ruam dapat tidak selesai hingga
akhir tahun, dan secara jarang beberapa tahun, setelah episode awal. Kerusakan pembuluh
darah kulit juga terlihat di area yang tergantung-sebagai contoh dibawah lengan, pada bagian
pungging atau di area besar jaringan distensinya, seperti kelopak mata, bibir, skrotum, atau
dorsum dari tangan dan kaki.

Arthritis, tampak pada lebih dari dua pertiga anak dengan HSP, biasanya terlokalisasi
di lutut serta ankle serta terlihat dengan edema. Efusinya adalah serous, bukan perdarahan,
alaminya dan perbaikan setelah beberapa hari tanpa deformitas residual atau kerusakan
articular.2 Mereka mungkin dapat timbul kembali selanjutnya selama fase reaktif dari
penyakit ini. Edema dan kerusakan vaskular gastrointestinal dapat menimbulkan nyeri
abdominal intermittent yang seringkali colik alaminya. Lebih dari setengah pasien
mempunyai occult heme-positive stools, diarrhea (dengan atau tanpa darah yang terlihat),
atau hematemesis. Eksudat peritoneal, pembesaran nodus limfe mesenterik, edema

13
segmental, dan perdarahan kedalam usus dapat mencegah laparotomi yang tidak diperlukan
untuk nyeri abdominal akut. Beberapa sistem organ dapat terlibat selama fase akut penyakit
ini. Keterlibatan ginjal sekitar 25–50% pada anak-anak, dan hepatosplenomegaly serta
lymphadenopathy dapat timbul selama penyakitnya aktif. Jarang namun potensial yang serius
keterlibatan sistem saraf pusat adalah perkembangan kejang, paresis atau koma. Komplikasi
lain yang jarang termasuk nodul seperti rheumatoid, keterlibatan jantung dan mata, dan
perdarahan intramuskular atau pulmonar.

Diagnosis
Dua sistem klasifikasi utama digunakan untuk mengakkan diagnosa HSP. Klasifikasi
pertama dari American College of Rheumatology, membutuhkan 2 atau lebih keadaan
berikut.3

 Pasien berumur < 20 tahun


 Purpura yang dapat dipalpasi
 Nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna
 Granulosit perivaskular atau ekstravaskular pada biopsi.

Klasifikasi kedua dari Chapel Hill Consensus Group, secara primer digunakan kriteria
nonklinis, dan membutuhkan hanya kehadiran dari vaskulitis pembuluh darah kecil dengan
deposisi IgA. Helander et al mengajukan bahwa tiga atau lebih dari keadaan berikut ini.3

 Direct immunofluorescence (DIF) menghasilkan konsistensi dengan deposisi vaskular


IgA
 Pasien berumur < 20 tahun
 Keterlibatan gastro intestinal
 Prodrome Upper respiratory tract infection tract (URI)
 Mesangioproliferative glomerulonephritis dengan atau tanpa deposisi IgA

Michel et al mengajukan kriteria untuk membedakan HSP dari vaskulitis hipersensitivitas,


membutuhkan tiga atau lebih dari keadaan berikut untuk menegakkan diagnosa :

 Purpura yang dapat dipalpasi


 Angina Bowel
 Perdarahan Gastrointestinal
 Hematuria
 Pasien berumur lebih dari 20 tahun
 Tidak ada medikasi sebagai agen presipitasi

14
Diagnosis Banding
Idiophatic Trombcytopenic Purpura

ITP atau Idiopathic thrombocytopenic purpura adalah penyakit kelainan autoimun yang
berdampak kepada trombosit atau platelet. Kondisi ini bisa menyebabkan seseorang mudah
mengalami memar atau berdarah, dan terjadi secara berlebihan. Perdarahan yang terjadi
disebabkan oleh tingkat trombosit yang rendah. ITP adalah kondisi idiopatik atau tidak
diketahui penyebab/penyakit dasar. Secara istilah, berikut ini penjelasan tentang ITP.
Idiopathic adalah tidak diketahui penyebab dasarnya. Thrombocytopenic adalah jumlah
trombosit di bawah kadar normal sedangkan purpura adalah ruam berwarna merah-
keunguan. Berikut ini adalah gejala-gejala yang muncul akibat idiopathic thrombocytopenic
purpura atau ITP.
 Memar mudah muncul atau terjadi pada banyak bagian tubuh.
 Perdarahan akibat luka yang berlangsung lebih lama.
 Perdarahan yang terjadi di bawah kulit dan terlihat seperti bintik-
bintik merah-keunguan yang terjadi pada kaki.
 Perdarahan dari hidung atau mimisan.
 Darah pada urine atau tinja.
 Perdarahan pada gusi, terutama setelah perawatan gigi.
 Perdarahan berlebihan saat menstruasi.
 Sangat kelelahan.

Penyakit kawasaki

Penyakit Kawasaki adalah penyakit yang dapat menyebabkan peradangan pada


dinding pembuluh darah di seluruh tubuh, khususnya pembuluh darah jantung. Kondisi ini
termasuk penyakit langka yang mayoritas menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun.
Gejala penyakit Kawasaki umumnya muncul dalam tiga tahap dan akan berlangsung selama
kurang lebih 1,5 bulan. Tahap pertama terjadi pada minggu 1-2. Pada tahap ini, gejala utama
yang muncul adalah demam selama lebih dari lima hari yang disertai:

 Ruam kemerahan yang pertama muncul di area organ intim dan menyebar ke tubuh
bagian atas, tangan, kaki, serta wajah. Ruam ini biasanya akan hilang dalam waktu
satu minggu.
 Mata merah, tapi tidak keluar cairan.

15
 Perubahan kondisi mulut, seperti lidah atau tenggorokan merah serta bibir yang kering
dan pecah-pecah.
 Jari-jari tangan atau kaki yang bengkak dan memerah. Tangan dan kaki juga akan
terasa sakit.
 Pembengkakan kelenjar getah bening pada leher.
Pada minggu 2-4, pasien pengidap penyakit Kawasaki akan mengalami tahap kedua.
Demam biasanya sudah turun, tapi pasien akan mengalami gejala-gejala lain yang meliputi
kulit pada ujung jari tangan dan kaki mengelupas, gangguan pencernaan (seperti diare,
muntah, dan sakit perut), serta rasa nyeri dan pembengkakan pada sendi. Pada tahap inilah,
risiko komplikasi seperti aneurisma dapat muncul. Aneurisma adalah kondisi pecahnya
pembuluh darah akibat dinding pembuluh darah tidak cukup kuat untuk menahan aliran
darah. Lemahnya pembuluh darah ini disebabkan oleh proses peradangan yang terjadi akibat
penyakit Kawasaki.

Pemeriksaan Penunjang
Uji laboratorium rutin tidaklah spesifik ataupun diagnostik. Anak-anak yang terkena
seringkali mempunyai trombositosis sedang dan leukositosis.4 erythrocyte sedimentation rate
(ESR) dapat meningkat. Anemia dapat dihasilkan dari kehilangan darah gastrointestinal akut
maupun kronik. Kompleks imun seringkali tampak, dan 50% pasien mempunyai peningkatan
konsentrasi IgA sama halnya dengan IgM tetapi biasanya negatif untuk antinuclear antibodies
(ANAs), antibodies to nuclear cytoplasmic antigens (ANCAs), dan faktor rheumatoid
(meskipun dalam kehadiran nodul rheumatoid). Intususepsi biasanya ileoileal lokasinya;
barium enema dapat digunakan untuk identifikasi dan reduksi non bedah. Keterlibatan ginjal
bermanifestasi oleh sel darah merah, sel darah putih, kristal atau albumin dalam urine.

Diagnosis definitif vaskulitis, dikonfirmasikan dengan biopsi pada kutaneus yang


terlibat, menunjukkan leukocytoclastic angiitis. Biopsi ginjal dapat menunjukkan deposisi
IgA mesangial dan seringnya IgM, C3, serta fibrin.4 Pasien dengan nefropati IgA dapat
mempunyai titer antibodi plasma yang meningkat melawan H. parainfluenzae.

 Urinalysis: Gagal ginjal dan end-stage renal disease merupakan sequele jangka panjang
yang paling serius dari penyakit ini, awal dan ulangan urinalisis sangat penting untuk
monitoring yang diperlukan untuk memonitoring perkembangan penyakit dan
resolusinya. Proteinuria dan hematuria mikroskopik merupakan abnormalitas paling
sering dalam urinalisa ulangan. Sejak keterlibatan ginjal dapat diikuti dengan
16
penampakkan purpura lebih dari 3 bulan, melakukan urinalisa ulangan setiap bulan untuk
beberapa bulan setelah penampakkan.
 Serum electrolytes: Creatinine dan pengukuran nitrogen urea darah mengindikasikan
HSP-dikaitkan dengan gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronis. Ketidakseimbangan
elektrolit dapat timbul jika diare yang signifikan, perdarahan gastrointestinal, atau
hematemesis terlihat.4
 Serum IgA level: Kadar seringkali meningkat pada HSP, meskipun hal ini bukan
merupakan uji yang spesifik untuk penyakit ini.
 Faktor Rheumatoid: faktor rheumatoid IgA telah dilaporkan pada pasien dengan HSP.
Sebagai tambahan, RA merupakan diagnosa banding untuk pasien dengan komplain
sambungan sendi yang signifikan.
 Hitung sel darah lengkap dengan perbedaan ; melakukan hitung CBC untuk
membedakan etiologi ketika asumsi dari infeksi yang mendasari timbul (bandemia
dengan infeksi bakterial) dan untuk mengeluarkan thrombocytopenia sebagai penyebab
dari purpura.
 Studi Coagulation studies: Melakukan prothrombin time (PT) dan partial thromboplastin
time (aPTT) untuk mengelaurkan perdarahan diathesis
 Liver function tests dan hepatitis serologies: Hepatitis B telah dilaporkan dalam
kaitannya dengan HSP.
 Direct immunofluorescence (DIF): Melakukan DIF untuk IgA pada seksi biopsi untuk
mendemonstrasikan predominansi deposit IgA di dinding pembuluh darah dari jaringan
yang terkena.4 Kulit perilesional hingga lesi kulit juga dapat menunjukkan deposit IgA.
Spesimen biopsi ginjal mendemonstrasikan deposisi IgA mesangial dalam pola granular,
seringkali dengan C3, IgG, or IgM. Uji ini sensitif dan spesifik untuk HSP.
 Kultur feses dan guaiac : dengan riwayat masalah gastrointestinal, kultur feses mungkin
dapat berguna untuk mencari spesies Yersinia atau Campylobacter. Selalu mencari untuk
perdarahan gastrointestinal samar ketika HSP dicurigai.
 Biopsi ginjal: Insufisiensi renal dengan proteinruia nefrotik yang bervariasi (>3.5 g
protein/24 h) untuk biopsi ginjal. DIF untuk IgA menunjukkan deposisi IgA mesangial
granular

Studi Imaging

 Ultrasound: Ultrasound diindikasikan jika nyeri abdominal gambaran yang timbul


adalah intususepsi, edema dinding usus, penipisan atau perforasi. Modalitas ini juga
berguna untuk evaluasi nyeri testicular akut ntuk mengeluarkan torsi

17
 Foto Thorax: Foto thorax mengeluarkan nodul pulmonar atau adenopathy hilus
dengan asumsi malignancy (primer atau metastatic) atau lymphoma, dimana dikaitkan
dengan HSP

Prosedur

 Biopsi kulit : biopsi awal lesi kulit untuk histologi rutin dan DIF untuk
mengkonfirmasi diagnosis atau ketika diagnosis dipertanyakan.
 Biopsi Ginjal : melakukan biopsi ginjal ketika insufisiensi ginjal dengan nefrotic
proteinuria bervariasi yang terlihat. Lakukan DIF untuk deposit IgA.
 Esophagogastroduodenoscopy: Endoskopi saluran gastrointestinal atas diindikasikan
pada pasien dengan HSP ketiga nyeri epigastrium, melena atau hematemesis timbul.
Esophagogastroduodenoscopy (EGD) sering menunjukkan lesi dengan warna yang
meningkat, ulkus multiple, atau lesi erosif diffuse.4 Duodenum seringkali terlibat.
 Colonoscopy: Colonoscopy diindikasikan ketika perdarahan rektal berat timbul.
Penampakkan dari lesi sama untuk yang dijelaskan dengan EGD.

Patofisiologis
Etiologi dari HSP tidak diketahui tetapi melibatkan deposisi vaskular dari kompleks
immune IgA. Lebih spesifik lagi, kompleks imun terdiri dari IgA1 dan IgA2 dan diproduksi
lagi oleh limfosit peripheral B.5 Kompleks ini seringkali terbentuk sebagai respon terhadap
faktor penimbul. Kompleks sirkulasi menjadi tidak terlarut, disimpan didalam dinding
pembuluh darah kecil (arteri, kapiler, venula) dan komplement aktivasi, lebih banyak sebagai
jalur alternative (didasara akan kehadiran dari C3 dan properdin serta ketiadaan komponen
awal pada kebanyakan biopsi).

Leukosit Polymorphonuclear diambil dari faktor kemotaktik dan menyebabkan


inflamasi serta nekrosis dinding pembuluh darah dengan trombosis yang menetap. Hal ini
akan mengakibatkan ekstravasasi dari eritrosit akan perdarahan dari organ yang dipengaruhi
dan bermanifestasi secara histologis sevagai vaskulitis leukocytoclastic. Histologi melibatkan
kulit memperlihatkan sel polimorfonuklear atau fragmen sel disekitar pembuluh darah kecil

18
kulit. Kompleks imun yang mengandung IgA dan C3 telah diketemukan di kulit, ginjal,
intestinal mukosa, dan pergelangan, dimana tempat organ utama terlibat didalam HSP.5

Manifestasi klinis dari HSP merefleksikan kerusakan pembuluh darah kecil. Nyeri
abdominal, hadir pada 65% pasien, sekunder terhadap vaskulitis submukosa dan perdarahan
subserosa serta edema dengan trombosis dari mikrovaskular usus. Hematuria dan proteinuria
timbul pada nefritis terkait dengan HSP. Manifestasi renal berkisar dari perubahan minimal
hingga ke glumerulonefritis crescentic berat.

Etiologi sekunder terhadap deposisi mesangial IgA lebih predominan, tetapi IgG,
IgM, C3 dan deposisi properdin dapat juga timbul. Deposit ini juga dapat timbul dalam ruang
glumerular subepithelial. Banyak yang percaya bahwa kedua nephritis HSP dan nefropati IgA
(Berger disease), dimana merupakan penyebab tersering dari glumerulonephritis di dunia,
mempunyai penampilan klinis yang berbeda dari proses penyakit yang sama. Manifestasi
dermatologis timbul sekunder terhadap deposisi kompleks imun (IgA, C3) didalam pembuluh
kulit papiler, menghasilkan kerusakan pembuluh darah, ekstravasasi sel darah merah, dan
secara klinis dapat diobservasi dengan palpasi purpura. 5 Hal ini dapat timbul tergantung di
wilayah tubuh, seperti kaki bawah, punggung dan abdomen.
Penatalaksanaan
Pengobatan simptomatik, termasuk diet dan kontrol nyeri dengan asetaminofen,
disediakan untuk masalah sendiri yang terbatas dari arthritis, edema, demam dan malaise. 6
Menjauhi aktivitas kompetitif dan menjaga ekstremitas bawah pada ketergantungan persistent
dapat menurunkan edema lokal.

Kategori Obat: Corticosteroids

Penggunaan untuk terapi lebih dini yang memungkinkan dari nyeri abdominal dan
perdarahan Gastrointestinal terkait dengan HSP.6 Juga digunakan untuk pencegahan dari
nefritis HSP onset lambat atau pada pasien yang terkena nefritis dengan bukti nefrotik
proteinuria yang bervariasi atau biopsi ginjal menunjukkan sabit.

1. Methylprednisolone (Solu-Medrol, Depo-Medrol)glomerular.

Menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan


mengubah peningkatan permiabilitas kapiler. Steroids menghambat efek dari reaksi
anafilaktoid dan dapat membatasi anafilaksis bifasik. Dosis Dewasa 40 mg IV qd, dosis
Pediatriic 1-2 mg/kg IV, Kontraindikasi pada Hipersensitifitas terdokumentasi virus, jamur,

19
atau infeksi kulit tuberkular bayi premature. Interakasi dengan Pemberian dengan
cyclosporine dapat mengeksaserbasi efek samping yang terkait dengan obat lain tunggal
phenobarbital, phenytoin, dan rifampin dapat meningkatkan clearance ketoconazole dan
estrogens dapat menurunkan clearance dari methylprednisolone dapat meningkatkan
clearance aspirin steroid-yang menginduksi hypokalemia dapat meningkatkan toksisitas
digitalis.6 Biasanya aman pada kehamilan tetapi keuntungan melebihi resiko.

2. Prednisone (Deltasone)

Dapat menurunkan inflamasi dnegan mengubah permiabilitas kapiler dan menekan


aktivitas PMN. Dosis Dewasa 40 mg PO, dosis Paediatric 1-2 mg/kg PO. Kontraindikasi
pada Hipersensitivitas terdokumentasi; infeksi viral,penyakit ulkus peptikum, disfungsi
hepatic, infeksi jaringan ikat, infeksi kulit tubercular, penyakit gastrointestinal. Interaksi
dengan Pemberian dengan estrogen dapat menurunkan clearance prednisone; ketika
digunakan dengan digoxin,toksisitas digitalis sekunder hipokalemia dapat meningkat;
phenobarbital, phenytoin, dan rifampin dapat meningkatkan metabolisme glucocorticoids
(pertimbangkan peningkatan dosis maintenance); monitor untuk hypokalemia dengan
pemberian tambahan diuretik. biasanya aman pada kehamilan tetapi keuntungan harus
melebihi resikonya. Pemberhentian dapat menyebabkan krisis adrenal ; hyperglycemia,
edema, osteonecrosis, myopathy, penyakit ulkus peptikum, hypokalemia, osteoporosis,
euphoria, psychosis, myasthenia gravis, supressi pertumbuhan, dan infeksi dapat timbul

Kategori Obat: Nonsteroidal anti-inflammatory drugs

Ibuprofen (Ibuprin, Advil, Motrin)

DOCuntuk nyeri ringan hingga berat. Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan
menurunkan sintesis prostaglandin. Dosis Dewasa 400-600 mg, dosis Pediatric 30-70
mg/kg/d PO. Kontraindikasi pada hipersensitivitas terhadap NSAID lain, atau iodida, pasien
dengan asthma, urticaria, atau angioedema, ulserasi active atau inflamasi dari tractus
gastrointestinal bagian bawah; penyakit ulkus peptikum; perforasi atau perdarahan
gastrointestinal, insufisiensi ginjal, resiko tinggi untuk perdarahan. Dapat meningkatkan
kadar antikoagulan,, cyclosporine, dipyridamole, hydantoins, lithium, methotrexate,
penicillamine, dan simpatomimetik; dapat menurunkan kadar ACE inhibitors, beta blockers,
loop diuretics, dan thiazide diuretics; salicylates dapat menurunkan kadar NSAID, probenecid
dapat meningkatkan kadar NSAID. Kategori D pada trimester ketiga dari kehamilan

20
(penggunaan dalam trimester ketiga kehamilan dapat meningkatkan resiko dari patent ductus
arteriosus dan abnormalitas jantung lain.6 Digunakan untuk mengobati gejala dari arthralgia
atau arthritis yang dikaitkan dengan HSP.

Komplikasi
Komplikasi utama dari HSP adalah keterlibatan ginjal, Nefritis Henoch-Schonlein
adalah purpura Henoch Schonlein (PHS) dengan keterlibatan ginjal. 6 Manifestasi nefritis
Henoch-Schonlein antara lain hematuria mikroskopik, hematuria makroskopis, proteinuria,
sampai gagal ginjal kronik.

Prognosis
HSP adalah penyakit vaskulitis yang sembuh sendiri dengan prognosis semuanya
yang sempurna. Penyakit ginjal kronis dapat menghasilkan morbiditas : studi dasar populasi
mengindikasikan bahwa kebih sedikit dari 1% pasien dengan HSP menjadi penyakit ginjal
persisten dan kurang dari 0.1% menimbulkan penyakit ginjal yang serius. Jarangnya,
kematian dapat timbul selama fase akut penyakit sebagai hasil dari infark usus, keterlibatan
CNS, atau penyakit ginjal. Sesuai keadaan, anak-anak yang menampakkan sindrom seperti
HSP membawa karakteristik dari penyakit jaringan ikat lain

Kesimpulan

Purpura Henoch-Schönlein (PHS) adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh


vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik. Penyakit ini ditandai oleh lesi kulit spesifik berupa
purpura nontrombositopenik, artritis, nyeri perut dan perdarahan saluran cerna, serta dapat
pula disertai nefritis. Diagnosis HSP salah satunya dengan terdapatnya DIF menghasilkan
konsistensi dengan deposisi vaskular IgA, usia pasien < 20 tahun, dan terdapat purpura yang
teraba. Pengobatan simptomatik, termasuk diet dan kontrol nyeri dengan asetaminofen,
disediakan untuk masalah sendiri yang terbatas dari arthritis, edema, demam dan malaise dan
diberikan golongan kortikosteroid dan NSAID.

21
Daftar Pustaka

1. Salama A. Henoch-Schönlein Purpura. Nephrologist Royal Free Hospital London.


June. 2016.
2. Fergus T. Clinical Guideline for the management and investigation of Henoch-
Schonlein Purpura (HSP) in children. Royal Cornwall Hospitals NHS Trust Human
Resources Department. January. 2014. page 3-9
3. Brian V. Pamela M. Henoch-Schönlein Purpura. Volume 80, Number 7. Journal
American Academy of Family Physicians. 2009. Hal 698-704.
4. Hunter K. Henoch Schonlein Purpura (HSP) Guideline. Paediatric Departement.
Royal Bershire NHS foundation trsut. 2012.
5. Matondang C. Roma J. Purpura henoch scholein. Bab 31. IDAI: Buku ajar Alergi
Imunologi Anak. Jogyakarta; 2008. hal. 373-7.
6. Tambunan T., Marissa T. Nefritis Purpura Henoch Schonlein. Vol. 11, No. 2. Divisi
Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta : Sari Pediatri. 2009. hal 102-5.

22

Anda mungkin juga menyukai